Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

MORBILI
Disusun Untuk Memenuhi Laporan Pendahuluan Clinical Study 2
Departemen Pediatrik

di RST dr.Soepraoen Malang

Oleh :

Adelita Dwi Aprilia 135070201111005

Dwi Kurniasari 135070201111003

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
A. Definisi

Morbili adalah penyakit infeksi virus akut yang ditandai oleh tiga stadium yaitu stadium kataral,
stadium erupsi, dan stadium konvalensi (Suriadi, 2001: 211).

Campak adalah organisme yang sangat menular ditularkan melalui rute udara dari seseorang
yang terinfeksi pada orang lain yang rentan (Smeltzer, 2001: 2443)

B. Etiologi
Menurut Suriadi (2001), penyebab morbili adalah virus morbili yang berasal dari sekret saluran
pernafasan, darah dan urine dari yang terinfeksi. Penyebaran infeksi melalui kontak langsung
dengan droplet dari orang yang terinfeksi. Masa inkubasi selama 10 20 hari, dimana periode
yang sangat menular adalah dari hari pertama hingga hari keempat setelah timbulnya rash
(pada umumnya pada stadium kataral).
Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus yang tergolong dalam famili paramyxovirus yaitu
genus virus morbili. Virus ini sangat sensitif terhadap panas dan dingin, dan dapat diinaktifkan
pada suhu 30oC dan -20oC, sinar matahari, eter, tripsin, dan beta propiolakton. Sedang formalin
dapat memusnahkan daya infeksinya tetapi tidak mengganggu aktivitas komplemen.
(Rampengan, 1997 : 90-91). Dikenal hanya 1 tipe antigen saja; yang strukturnya mirip dengan
virus penyebab parotitis epidemis dan parainfluenza. Virus tersebut ditemukan di dalam sekresi
nasofaring, darah dan air kemih, paling tidak selama periode prodromal dan untuk waktu
singkat setelah munculnya ruam kulit. Pada suhu ruangan, virus tersebut dapat tetap aktif
selama 34 jam. (Nelson, 1992 : 198).
Anak yang terinfeksi oleh virus campak dapat menularkan virus ini kepada lingkungannya,
terutama orang-orang yang tinggal serumah dengan penderita. Pada saat anak yang terinfeksi
bersin atau batuk, virus juga dibatukkan dan terbawa oleh udara. Anak dan orang lain yang
belum mendapatkan imunisasi campak, akan mudah sekali terinfeksi jika menghirup udara
pernapasan yang mengandung virus. Penularan virus juga dapat terjadi jika anak memegang
atau memasukkan tangannya yang terkontaminasi dengan virus ke dalam hidung atau mulut.
Biasanya virus dapat ditularkan 4 hari sebelum ruam timbul sampai 4 hari setelah ruam pertama
kali timbul.
C. Epidemiologi

Penyakit campak merupakan salah satu penyebab kematian pada anak- anak di seluruh
dunia yang meningkat sepanjang tahun. Pada tahun 2005 terdapat 345.000 kematian di dunia
akibat penyakit Campak dan sekitar 311.000 kematian terjadi pada anak - anak usia dibawah
lima tahun. Pada tahun 2006 terdapat 242.000 kematian karena campak atau 27 kematian
terjadi setiap jamnya. Menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2008 kematian
Campak yang meliputi seluruh dunia pada tahun 2007 adalah 197.000 dengan interval 141.000
hingga 267.000 kematian dimana 177.000 kematian terjadi pada anak- anak usia dibawah lima
tahun. Lebih dari 95% kematian Campak terjadi di negara - negara berpenghasilan rendah
dengan infrastruktur kesehatan lemah.

Indonesia termasuk negara berkembang yang insiden kasus campaknya cukup


tinggi.Pada tahun 2008, angka absolut Campak di Indonesia adalah 15.369 kasus. Data dari
profil kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2010 dilaporkan Incidence Rate (IR) penyakit
Campak di Indonesia sebesar 0,73 per 10.000 penduduk, sedangkan Case Fatality Rate (CFR)
pada KLB campak pada tahun 2010 adalah 0,233.

D. Faktor resiko
1. Umur

Pada sebagian besar masyarakat, maternal antibodi akan melindungi bayi terhadap campak
selama 6 bulan dan penyakit tersebut akan dimodifikasi oleh tingkat maternal antibodi yang
tersisa sampai bagian pertama dari tahun kedua kehidupan. Tetapi, di beberapa populasi,
khususnya Afrika, jumlah kasus terjadi secara signifikan pada usia dibawah 1 tahun, dan angka
kematian mencapai 42% pada kelompok usia kurang dari 4 tahun. Di luar periode ini, semua
umur sepertinya memiliki kerentanan yang sama terhadap infeksi. Umur terkena campak lebih
tergantung oleh kebiasaan individu daripada sifat alamiah virus.

Di Amerika Utara, Eropa Barat, dan Australia, anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu
di rumah, tetapi ketika memasuki sekolah jumlah anak yang menderita menjadi meningkat.
Sebelum imunisasi disosialisasiksan secara luas, kebanyakan kasus campak di negara industri
terjadi pada anak usia 4-6 tahun ataupun usia sekolah dasar dan pada anak dengan usia yang
lebih muda di negara berkembang. Cakupan imunisasi yang intensif menghasilkan perubahan
dalam distribusi umur dimana kasus lebih banyak pada anak dengan usia yang lebih tua,
remaja, dan dewasa muda. Penelitian Casaeri dengan desain kasus kontrol di Kabupaten
Kendal menyebutkan bahwa anak dengan usia rentan yakni kurang dari 15 tahun memiliki
kemungkinan risiko 4,9 kali lebih besar untuk terinfeksi campak dibanding pada anak umur
kurang rentan.

2. Jenis Kelamin

Tidak ada perbedaan insiden dan tingkat kefatalan penyakit campak pada wanita ataupun pria.
Bagaimanapun, titer antibodi wanita secara garis besar lebih tinggi daripada pria. Kejadian
campak pada masa kehamilan berhubungan dengan tingginya angka aborsi spontan.
Berdasarkan penelitian Suwono di Kediri dengan desain penelitian kasus kontrol mendapatkan
hasil bahwa berdasarkan jenis kelamin, penderita campak lebih banyak pada anak laki-laki
yakni 62%.

3. Umur Pemberian Imunisasi

Sisa antibodi yang diterima dari ibu melalui plasenta merupakan faktor yang penting untuk
menentukan umur imunisasi campak dapat diberikan pada balita. Maternal antibodi tersebut
dapat mempengaruhi respon imun terhadap vaksin campak hidup dan pemberian imunisasi
yang terlalu awal tidak selalu menghasilkan imunitas atau kekebalan yang adekuat. Pada umur
9 bulan, sekitar 10% bayi di beberapa negara masih mempunyai antibodi dari ibu yang dapat
mengganggu respons terhadap imunisasi. Menunda imunisasi dapat meningkatkan angka
serokonversi. Secara umum di negara berkembang akan didapatkan angka serokenversi lebih
dari 85% bila vaksin diberikan pada umur 9 bulan. Sedangkan di negara maju, anak akan
kehilangan antibodi maternal saat berumur 12-15 bulan sehingga pada umur tersebut
direkomendasikan pemberian vaksin campak. Namun, penundaan imunisasi dapat
mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas akibat campak yang cukup tinggi di
kebanyakan negara berkembang. Penelitian kohort di Arkansas menyebutkan bahwa jika
dibandingkan dengan anak yang mendapatkan vaksinasi pada usia >15 bulan, anak yang
mendapatkan vaksinasi campak pada usia 3 bulan dapat memberi perlindungan terhadap
infeksi penyakit campak dengan kata lain pemberian ASI merupakan faktor protektif terhadap
kejadian campak (OR = 0,69).

E. Manifestasi

Masa tunas/inkubasi penyakit berlangsung kurang lebih dari 10-20 hari dan kemidian timbul
gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium

1. Stadium kataral (prodormal)


Stadium prodormal berlangsung selama 4-5 hari ditandai oleh demam ringan hingga
sedang, batuk kering ringan, coryza, fotofobia dan konjungtivitis. Menjelang akhir stadium
kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang patognomonik bagi
morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung
jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya dimukosa bukalis berhadapandengan molar
dibawah, tetapi dapat menyebar tidak teratur mengenai seluruh permukaan pipi. Meski
jarang, mereka dapat pula ditemukan pada bagian tengah bibir bawah, langit-langit dan
karankula lakrimalis. Bercak tersebut muncul dan menghilang dengan cepat dalam waktu
12-18 jam. Kadang-kadang stadium prodormal bersifat berat karena diiringi demam tinggi
mendadak disertai kejang-kejang dan pneumoni. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan
leukopenia.

2. Stadium erupsi
Coryza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema / titik merah dipalatum durum dan
palatum mole. Terjadinya eritema yang berbentuk makula papula disertai dengan menaiknya
suhu tubuh. Eritema timbul dibelakang telinga dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang
rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan primer pada kulit.
Rasa gatal, muka bengkak. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening disudut mandibula
dan didaerah leher belakang. Juga terdapat sedikit splenomegali, tidak jarang disertai diare
dan muntah. Variasi dari morbili yang biasa ini adalah Black Measles yaitu morbili yang
disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.

3. Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang bisa
hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang
bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-
penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi.
Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium : sel darah putih cenderung turun.
2. Dalam sputum, sekresi nasal, sedimen urin dapat ditemukan adanya multinucleated giant
cells yang khas.
3. Pada pemeriksaan serologis dengan cara hemagglutination inhibition test dan complemen
fixation test akan ditemukan adanya antibodi Ig M yang spesifik dalam 1-3 hari setelah
timbulnya rash dan mencapai puncaknya pada 2-4 minggu kemudian.
4. Punksi lumbal pada penderita dengan encephalitis campak biasanya menunjukkan
kenaikan protein dan sedikit kenaikan limfosit.
5. Pemerisaan darah tepi hanya ditemukan adanya leukopenia.

G. Penatalaksanaan
Sesungguhnya tidak ada pengobatan yang spesifik untuk mengatasi penyakit campak.
Pada kasus yang ringan, tujuan terapi hanya untuk mengurangi demam dan batuk, sehingga
penderita merasa lebih nyaman dan dapat beristirahat dengan lebih baik. Dengan istirahat yang
cukup dan gizi yang baik, penyakit campak (pada kasus yang ringan) dapat sembuh dengan
cepat tanpa menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
Bila ringan, penderita campak tidak perlu dirawat. Penderita dapat dipulangkan dengan
nasehat agar selalu mengupayakan peningkatan daya tahan tubuh, dan segera kontrol bila
penyakit bertambah berat.
Umumnya dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :
1. Isolasi untuk mencegah penularan
2. Tirah baring dalam ruangan yang temaram (agar tidak menyilaukan)
3. Jaga agar penderita tetap merasa hangat dan nyaman
4. Diet bergizi tinggi dan mudah dicerna. Bila tidak mampu makan banyak, berikan
porsi kecil tapi sering (small but frequent)
5. Asupan cairan harus cukup untuk mencegah dehidrasi
6. Kompres hangat bila panas badan tinggi
7. Humidikasi ruangan bagi penderita laringitis atau batuk mengganggu dan lebih
baik mempertahanakan suhu ruangan yang hangat.
8. Obat-obat yang dapat diberikan antara lain:
a. Penurun panas (antipiretik): Parasetamol atau ibuprofen
b. Pengurang batuk (antitusif)
c. Vitamin A dosis tunggal :
1) Di bawah 1 tahun: 100.000 unit
2) Di atas 1 tahun: 200.000 unit
d. Antibiotika
Antibiotika hanya diberikan bila terjadi komplikasi berupa infeksi sekunder
(seperti otitis media dan pnemonia)
e. Kortikosteroid dosis tinggi biasanya diberikan pada penderita morbili
dengan ensefalitis yaitu :
f. Hidrokortison 100-200 mg/hr selama 3-4 hari
g. Prednison 2 mg/kgBB/hr selama 1 minggu

H. Komplikasi
1. Pneumoni
Oleh karena perluasan infeksi virus disertai dengan infeksi sekunder. Bakteri yang
menimbulkan pneumoni pada mobili adalah streptokok, pneumokok, stafilokok, hemofilus
influensae dan kadang-kadang dapat disebabkan oleh pseudomonas dan klebsiela.
2. Gastroenteritis
Komplikasi yang cukup banyak ditemukan dengan insiden berkisar 19,1 30,4%
3. Ensefalitis
Akibat invasi langsung virus morbili ke otak, aktivasi virus yang laten, atau ensefalomielitis tipe
alergi.
4. Otitis media
Komplikasi yang sering ditemukan
5. Mastoiditis
Komplikasi dari otitis media
6. Gangguan gizi
Terjadi sebagai akibat intake yang kurang (Anorexia, muntah), menderita komplikasi.
(Rampengan, 1998 : 95)

Daftar Pustaka

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC


Rampengan T.H , Laurents I.R. 1997. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Edisi
1, Cetakan III. Jakarta : EGC
Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1. Jakata : EGC

Anda mungkin juga menyukai