Disusun Oleh
Kelompok 1
Adi Priyanto
Asri Rahayu
Atik Purwati
Aulia Pratiwi
Ayu Agista
May Muslim
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal ginjal kronik atau chronic kidney disease adalah penyimpangan progresif,
fungsi ginjal yang tidak dapat pulih, dimana kemampuan tubuh
mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit, yang
mengakibatkan uremia (Smeltzer & Bare, 2010). Kondisi ini disebabkan oleh
glomerulonefritis kronis, pielonefritis, hipertensi tak terkontrol, lesi herediter,
kelainan vaskular, obstruksi saluran perkemihan, diabetes, dan infeksi. Dewasa
ini, penyakit ginjal kronik merupakan salah satu penyakit yang prevalensinya
terus meningkat (Baughman & Hackley, 2012).
Menurut World Health Organization (WHO) jumlah penderita gagal ginjal pada
tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun 2012. Berdasarkan Center for
Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2010, lebih dari 20 juta atau
10% dari jumlah orang dewasa di Amerika Serikat mengidap penyakit gagal
ginjal kronik,sedangkan di Indonesia
populasi berusia ≥ 15 tahun yang terdiagnosis gagal ginjal kronik sebesar 0,2%
dari jumlah penduduk (Riskesdas, 2013). Dimana 98% menjalani terapi
Hemodialisa (Indonesian Renal Registry, 2016).
Terapi hemodialisis merupakan salah satu cara bagi penderita gagal ginjal kronis
untuk bisa bertahan hidup. Dengan tujuan
untuk membuang produk sisa metabolisme dari peredaran darah manusia berupa
air, natrium, kalium, hidrogen, urea, dan kreatinin, melalui membran
semipermeable atau disebut dialiser. Penderita gagal ginjal kronis menjadikan
hemodialisis sebagai rutinitas dan pasien yang menjalani hemodialisa harus
mempertahankan pembatasan asupan cairan untuk mengontrol dan membatasi
jumlah asupan cairan sehingga tercapai keseimbangan cairan tubuh agar tidak
terjadi kelebihan cairan (Harsismanto, Rifai dan Tuti, 2008; Price & Wilson,
2013).
1
Hall, 2016). Rasa haus adalah respon fisiologis dari dalam tubuh manusia berupa
keinginan untuk memenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh. Diperkirakan 68 -
86% dari pasien
yang menjalani hemodialisis mengungkapkan pengalaman rasa haus atau mulut
kering, yang menyebabkan ketidaknyamanan dan penderitaan pada pasien
hemodialisis sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup (Fan & Zhang, 2013).
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk merawat mulut kering dan mengurangi
rasa haus pada pasien yang menjalani hemodialisa adalah mengulum es batu
(Arfany, Armiyati, & Kusuma, 2015), berkumur dengan air dingin (Fransisca,
2013), mengulum frozen grapes (Dewi, Nurchayati, & Jumaini, 2018), dan
mengunyah permen karet (xylitol) (Ariani, Yasa, & Arisusana, 2014) .
Permen karet xylitol merupakan permen yang mengandung pemanis buatan yang
digunakan sebagai bahan pengganti gula yang sama manisnya dengan sukrosa.
Kegiatan mengunyah permen karet rendah gula dua butir ± 10 menit dengan
3x/hari selama 2 minggu akan menimbulkan rangsangan mekanis dan kimiawi
yang dapat menggerakkan reflek saliva dengan menstimulasi reseptor yang
dipantau oleh nervus trigeminal (V) dan nervus fasial (VII) sebagai pengecap.
Stimulasi saraf simpatis akan mempercepat sekresi pada semua kelenjar saliva
dalam jumlah banyak yang dapat menurunkan sensasi rasa haus yang muncul
(Ganong, 2008; Said & Mohammed, 2013) selain itu permen karet xylitol dapat
dibawah kemana-mana serta cara mengkonsumsi yang praktis jika dibandingkan
dengan mengulum es batu (Arfany, Armiyati & Kusuma, 2015). Berkumur
dengan air dingin (Fransisca, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ariani, Putra, dan Arisusana
pada tahun 2014 dengan 20 responden, terdapat pengaruh yang signifikan
mengunyah permen karet terhadap rasa haus. Dalam penelitian ini juga
mencantumkan bahwa semakin banyak mengunyah permen karet maka rasa haus
pada pasien hemodialisa berkurang. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan
Lastriyanti pada tahun 2014, tidak ada pengaruh mengunyah permen karet
terhadap rasa haus karena penelitian ini peneliti hanya memberikan empat buah
permen karet dengan durasi lima menit. Maka dari itu peneliti mengadakan
penelitian mengenai “Pengaruh mengunyah permen karet terhadap rasa haus
pada pasien hemodialisa”.
2
Untuk mengetahui pengaruh pemberian permen karet xylitol dalam
mengatasi xerotemia pada pasien hemodialis dengan gagal ginjal kronik di
ruang Hemodialisa RSD Gunung Jati tahun 2020.
2. Tujuan Khusus Proyek Inovasi
a. Untuk mengidentifikasi gambaran xerotemia sebelum diberikan permen
karet xylitol pada pasien hemodialysis dengan gagal ginjal kronik
b. Untuk mengidentifikasi gambaran xerotemia sesudah diberikan permen
karet xylitol pada pasien hemodialysis dengan gagal ginjal kronik.
c. Untuk mengidentifikasi pengaruh xerotemia sebelum dan sesudah
diberikan permen karet xylitol pada pasien hemodialysis dengan gagal
ginjal kronik.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
bawah (hipertrofi prostat, struktur uretra, anomaly congenital, leher vesika
urinaria dan uretra)) (NANDA, 2015).
3. Manifestasi Klinis
Menurut Nursalam (2008) ada beberapa tanda dan gejala atau manifestasi
klinis pada gagal ginjal kronik, antara lain :
i. Gastrointestinal : ulserasi saluran pencernaan dan pendarahan.
4. Patofisiologi
Patofisiologi gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasari, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang
terjadi kurang lebih sama. Pada stadium paling dini gagal ginjal kronik,
terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana
basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara
5
perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif,
yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien
seperti nokturi, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan
berat badan. Sampai pada LFG dibawa 30% pasien memperlihatkan gejala
dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah,
gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan
lain sebagainya. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan cairan seperti
hipovolemia atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara
lain natrium dan kalium. Kelebihan volume cairan pada penderita gagal
ginjal kronik hal ini fungsi ginjal sudah menurun sehingga terjadi retensi
natrium dan air. Ginjal sering tidak mengeksresikan natrium dan air yang
sudah tidak diperlukan tubuh. Natrium yang tidak dibuang akan tertimbun
di ruang ekstraseluler dan sifat natrium adalah menarik air. Namun ginjal
yang fungsinya menurun juga terjadi retensi air. Maka air akan ditarik
oleh natrium ke ruang ekstraseluler lama kelamaan akan terjadi
penimbunan natrium dan air sehingga terjadi kelebihan volume cairan atau
eodama. Pada LFG dibawa 15% pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien stadium gagal ginjal (Setiati
dkk, 2014)
5. Komplikasi
Menurut As’adi Muhammad (2012) gagal gijal kronik menyebabkan berbagai
macam komplikasi, antara lain:
i. Perikarditis
6
Peradangan perikardium parietal, perikardium viseral, atau keduanya.
Peradangan ini menyebabkan cairan dan sel – sel darah memenuhi rongga
pericardium.
ii. Hipertensi
Hipertensi disebabkan oleh retensi cairan dan natrium, serta mal fungsi sistem
renin angioldosteron.
iii. Anemia
Anemia disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah,
dan pendarahan gastrointestina akibat iritasi.
iv. Penyakit tulang
Hal ini disebabkan oleh retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah,
metabolime vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.
6. Pemeriksaan Penunjang
i. Pemeriksaan Laboratorium
Menurut Wijaya dan Putri (2013) untuk pemeriksaan penunjang gagal ginjal
kronik dalam pemeriksaan laboratorium, antara lain:
1) Kadar kreatinin serum meningkat
Kreatinin adalah sampah dari sisa – sisa metabolisme yang dilakukan oleh
aktivitas otot. Sama dengan ureum, kreatinin akan menumpuk dalam
darah apabila ginjal tidak berfungsi sebagaimana mestinya untuk
menyaring serta membuangnya bersama urin. Hasil Normal: 0.5 s/d 1.5
mg/dl untuk pria dewasa0.5 s/d 1.3 mg/dl untuk wanita dewasa.
2) Rasio protein kreatin urin atau albumin kreatinin urin menurun pada
penderita gagal ginjal kronik
7
Nilai normal untuk pria < 17 mg albumin/gram kreatinin, untuk wanita < 25
mg albumin/gram kreatinin.
3) Pemeriksaan sedimen urin atau tes celup urin (dipstick) Pemeriksaan ini
digunakan untuk melihat adanya proteinuri, sel darah merah, dan sel darah
putih.
4) PH pasien turun dan terjadi asidosis metabolik
a) Natrium
b) Kalium
Kalium meningkat pada penderita gagal ginjal kronis Nilai normal : Dewasa :
3.5-5.0 mEq/L, Anak : 3.6-5.8 mEq/L.
c) Magnesium
8
Menurut Setiati dkk. (2014) untuk pemeriksaan radiologi pada gagal ginjal
kronik, antara lain:
1) Foto polos abdomen
9
Menurut As’adi Muhammad (2012) dalam pemeriksaan EKG, Keadaan
abnormal menunjukan adanya ketidak seimbangan elektrolit dan asam
basa, aritmia, hipertrofi ventrikel, dan tanda – tanda perikarditis.
7. Penatalaksanaan
ventrikel, dan tanda – tanda perikarditis.
g. Penatalaksanaan
Diet yang diberikan pada gagal ginjal kronik yaitu diet teratur rendah protein
dengan asam amino esensial untuk meminimalkan keracunan uremia dan
cegah limbah serta malnutrisi.
iii. Pengobatan keadaan yang berhubungan dengan peningkatan dinamika
ginjal.
10
5) Retensi fosfat : kurangi diet fosfat (bayam, susu, dan karbonat dalam
saluran pencernaan)
iv. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler Pencegahan
dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler
merupakan hal yang penting, kareana 40-45% kematian pada penyakit
ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler. Hal-hal yang
termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskuler adalah
pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi,
pengendalian disipidemia dan terapi terhadap
kelebihan caiaran dan gangguan keseimbangan elektrolit.
v. Pembatasan cairan dan elektrolit
11
(umumnya terjadi selama hemodialisis), sesak napas (dan dalam beberapa
kasus, akibat cairan di paru-paru), masalah jantung, yang dapat mencakup
denyut jantung cepat, otot-otot jantung melemah dan pembesaran jantung /
jantung bengkak. Rasa haus merupakan masalah yang sering dijumpai
bagi yang menjalani Hemodialisis dengan pembatasan cairan (Davita,
2015).
vi. Hemodialisis
12
hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran
semi permiabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal
buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Brunner &
Suddarth, 2001).
2.1.2 Tujuan
13
intraseluler dan ekstraseluler yang terganggu akibat dari fungsi ginjal yang
rusak (Himmelfarb & Ikizler, 2010)
Air yang berlebihan akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradient
tekanan; dengan kata lain air bergerak dari daerah dengan tekanan yang
lebih tinggi (tubuh klien) ketekanan yang lebih rendah (dialisat). Gradient
ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan tekanan negative yang
dikenal dengan ultrafiltrasi pada mesin hemodialisa. Tekanan negative
sebagai kekuatan penghisap pada membrane dan memfasilitasi
pengeluaran air sehingga tercapainya keseimbangan. (Brunner & Suddart,
2010).
14
Efektifitas hemodialisa dilakukan 2 – 3 kali dalam seminggu selama 4 – 5 jam
atau paling sedikit 10 – 12 jam perminggunya (Black & Hawk, 2005).
Sebelum dilakukan hemodilisa maka perawat harus melakukan pengkajian
pradialisa, dilanjutkan dengan menghubungankan klien dengan mesin
hemodialisa dengan memasang blood line dan jarum ke akses vaskuler
klien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke dialiser dan akses masuk
darah ke dalam tubuh. Arterio Venous (AV) fistula adalah akses
vaskuler yang direkomendasikan karena kecendrungan lebih aman dan juga
nyaman bagi pasien. (Brunner & Suddart, 2010).
15
2.1.5. Komplikasi Hemodialisa
16
C. Konsep Xerotemia
1. A
2.1.1 Definisi
2.1.2 Etiologi
1. Gangguan pada kelenjar saliva: Ada beberapa penyakit lokal tertentu yang
mempengaruhi kelenjar saliva dan menyebabkan berkurangnya aliran
saliva.7,12 Sialodenitis kronis lebih sering mempengaruhi kelenjar
submandibula dan parotis. Penyakit ini menyebabkan degenerasi dari sel
asini dan penyumbatan duktus.7 Kista- kista dan tumor kelenjar saliva,
baik yang jinak maupun ganas dapat menyebabkan penekanan pada
struktur-struktur duktus dari kelenjar saliva dan dengan demikian
17
2. Keadaan fisiologis: Tingkat aliran saliva biasanya dipengaruhi oleh
keadaan-keadaan fisiologis. Pada saat berolahraga, berbicara yang lama
dapat menyebabkan berkurangnya aliran saliva sehingga mulut terasa
kering.7,12 Bernafas melalui mulut juga akan memberikan pengaruh
mulut kering.7,9,11 Gangguan emosionil, seperti stress, putus asa dan
rasa takut dapat menyebabkan mulut kering. Hal ini disebabkan keadaan
emosionil tersebut merangsang terjadinya pengaruh simpatik dari sistem
syaraf autonom dan menghalangi sistem parasimpatik yang menyebabkan
turunnya sekresi saliva.7-12
3. Penggunaan obat-obatan: Banyak sekali obat yang mempengaruhi sekresi
saliva. Obat-obatan tersebut mempengaruhi aliran saliva secara langsung
dengan memblokade sistem syaraf dan menghambat sekresi saliva. Oleh
karena sekresi air dan elektrolit terutama diatur oleh sistem syaraf
parasimpatis, obat-obatan dengan pengaruh antikolinergik akan
menghambat paling kuat pengeluaran saliva. Obat- obatan dengan
pengaruh anti β-adrenergik (yang disebut β-bloker) terutama akan
menghambat sekresi ludah mukus.7,12,27 Obat-obatan juga dapat secara
tidak langsung mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan
cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke
kelenjar.7,12
4. Usia: Keluhan mulut kering sering ditemukan pada usia lanjut. Keadaan
ini disebabkan oleh adanya perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai
dengan
18
dimana kelenjar parenkim hilang yang digantikan oleh jaringan lemak,
lining sel duktus intermediate mengalami atropi. Keadaan ini
mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva.1,7,12 Selain itu,
penyakit- penyakit sistemik yang diderita pada usia lanjut dan obat-obatan
yang digunakan untuk perawatan penyakit sistemik dapat memberikan
pengaruh mulut kering pada usia lanjut.1,2,7,9
5. Terapi kanker: Xerostomia paling sering berhubungan dengan terapi
radiasi kepala dan leher.1,2,6,11 Xerostomia akut karena radiasi dapat
menyebabkan suatu reaksi peradangan, bila xerostomia kronik terjadi
sampai 1 tahun setelah mendapat terapi radiasi, dapat menyebabkan
fibrosis kelenjar saliva dan biasanya permanen.6,7 Radiasi menyebabkan
perubahan di dalam sel sekresi serous, mengakibatkan pengurangan
pengeluaran saliva dan peningkatan kepekatan saliva. Biasanya, keluhan
awal dari terapi radiasi adalah saliva pekat dan berlendir.1,6,7 Kadar
permanennya xerostomia bergantung pada banyaknya kelenjar saliva yang
terpapar radiasi dan dosis radiasi.6,7,10-12 Apabila jumlah dosis radiasi
yang diterima melebihi 5,200 cGy, aliran saliva akan berkurang dan
sedikit atau tidak ada saliva yang dikeluarkan dari kelenjar saliva.
Perubahan ini biasanya permanen.2,6 Beberapa obat kemoterapi kanker
juga dapat mengubah komposisi dan aliran saliva, mengakibatkan
xerostomia, tetapi perubahan ini biasanya sementara.6,10,15
19
saliva.1,6,7,10,11,15 Proses pengunyahan dan penelanan makanan sulit
dilakukan khususnya makanan kering.1,2,6-
12 Rasa pengecapan dan proses bicara juga akan terganggu.1,2,6-12
Kekeringan pada mulut menyebabkan fungsi pembersih dari saliva
berkurang, sehingga terjadi radang dari selaput lendir yang disertai
keluhan mulut terasa seperti terbakar.1,6-8,10-12 Selain itu, pada
penderita xerostomia fungsi bakteriostase dari saliva berkurang sehingga
menyebabkan peningkatan proses karies gigi.1,6-9,12
2. A
3. A
4. A
5. A
D. Konsep Xylitol
1. Djf
1. Xylitol
a. Definisi
Xylitol adalah gula alkohol atau golongan polialkohol tipe pentitol berantai
lima karbon dan bersifat non-kariogenik dengan formula
(CHOH)3(CH2OH)2 yang banyak ditemukan pada berbagai produk
pertanian. Xylitol memiliki atom karbon yang lebih pendek dibandingkan
pemanis yang lainnya. Pendeknya rantai karbon xylitol ini menyebabkan
xylitol tidak dapat dicerna oleh bakteri Streptococcus mutans sehingga
dapat menekan pertumbuhan koloni bakteri tersebut.
b. Sejarah Xylitol
20
Xylitol pertama kali ditemukan oleh peneliti berkebangsaan Jerman bernama
Emil Fischer pada tahun 1891. Pada tahun 1943, xylitol pertama kali
ditemukan pada tanaman birch di Finlandia. Xylitol juga dapat diperoleh
dari beberapa tanaman lain, contohnya plum, stroberi, kembang kol,
jagung, rasberi dan bayam. Di dalam tubuh manusia xylitol juga
diproduksi sebagai bagian dari metabolisme normal sebanyak 10-15 gram
per hari (Makinen, 1978).
Pada tahun 1963, The United States Food and Drug Administration menyetujui
penggunaan xylitol. Kemudian pada tahun 1970, penelitian pertama
tentang efek xylitol terhadap plak gigi di Turku, Finlandia dimulai.
Setelah diputuskan sebagai pemanis yang aman untuk dikonsumsi pada
tahun 1983, xylitol banyak diproduksi dalam bentuk permen karet di
Swedia dan
Norwegia (Makinen, 1978). Xylitol juga dapat dijumpai dalam bentuk tablet,
pastiles, minuman ringan dan obat-obatan (Kusumayani, 2011).
c. Metabolisme Xylitol
Xylitol adalah pemanis yang aman untuk gigi, xylitol dalam permen karet
banyak digunakan sebagai pengganti sukrosa. Xylitol memiliki derajat
21
kemanisan yang sama dengan sukrosa namun memiliki kandungan kalori
yang lebih sedikit yaitu sekitar 40% (Rodian et al, 2011).
Xylitol berperan aktif dalam memperbaiki kavitas kecil yang disebabkan oleh
karies karena menghambat akumulasi plak gigi. Xylitol tidak dapat
dimetabolisme oleh bakteri oral termasuk Streptococcus mutans dan bila
xylitol berkontak dengan Streptococcus mutans akan terbentuk xylitol-5-
fosfat yang menyebabkan kerja substansi yang berperan dalam proses
glikolisis seperti glukosa-6-fosfat, fruktosa-6-fosfat, bifosfat, 3-
3fosfogliserat, 2- fosfogliserat dan fosfoenolpiruvat terhambat (Rodian et
al, 2011). Xylitol juga mendukung proses remineralisasi dan memperkuat
email gigi karena menyebabkan aliran saliva bertambah sehingga dapat
menormalkan pH rongga mulut dan menetralisir semua asam yang telah
terbentuk (Makinen, 1978).
22
BAB III
PEMBAHASAN
Gagal ginnjal kronis adalah penyakit pada ginjal yang dimana ginjal
kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan. Pada
penderita gagal ginjal kronis biasanya melakukan terapi hemodialysis yang bertujuan
untuk membersihkan nitrogen sebagai sampah hasil metabolisme, membuang
kelebihan cairan, mengoreksi elektrolit dan memperbaiki gangguan keseimbangan
basa pada penderita PGK (Levy, Morgan & Brown, 2004). Tujuan utama tindakan
hemodialisis adalah mengembalikan keseimbangan cairan intraseluler dan
ekstraseluler yang terganggu akibat dari fungsi ginjal yang rusak (Himmelfarb &
Ikizler, 2010). Biasanya penderita gagal ginjal kronis ditandai dengan dehidrasi,
asidosis, hyperkalemia, hipermagnesemia, hipokalsemia dan mulut kering, yang
disebabkan karena penderita gagal ginjal kronik perlu dibatasi asupan cairan.
Sehingga penderita gagal ginjal kronik harus membatasi cairan yang di konsumsinya,
yang mengakibatkan penderita mengalami rasa haus dan mulut kering (xerotemia).
Salah satu cara yang dapat mengatasi rasa haus dan mulut kering dengan
mengunyah permen karet yang mengandung xylitol. Karena xylitol merupakan bahan
yang tidak dapat di permentasi oleh bakteri dan tidak diubah menjadi asam, sehingga
dapat mendorong keseimbangan asam basa didalam mulut, juga mempunyai efek
merangsang kecepatan sekresi saliva dan menekan pertumbuhan streptococcus
mutans. Mekanisme penghambatan spesifik xylitol terhadap metabolisme
streptococcus mutans disebabkan aktivitasnya ketika memsuki sel bakteri tersebut.
Xylitol ditransfer ke dalam sel streptococcus mutans melalui system postpotnasferase
yang diproduksi secara konstitutif dan membentuk xylitol-fosfat yang tidak dapat
dimetabolisme. Penumpukan senyawa ini menghambat kerja substansi-substansi yang
berperan dalam proses glikolisis seperti glukosa-6-fosfat, pruktosa-6-fosfat,
gliseraldehid-3-fosfat, fruktosa-1, 6 bifosfat, 3-fosfogiserat, 2-fosfogliserat, dam
fosfoenolfirufat. Hal ini mengakibatkan menurunnya energy yang dihasilkan saat
metabolism karena terganggunya proses glikoslisis yang akhirnya akan lisis
23
(strepcoccus mutans) dan jumlah koloinya didalam saliva akan menurun.
Mengunyah permen karet menimbulkan refleks proses pengunyahan. Adanya
bolus makanan di dalam mulut pada awalnya menimbulkan penghambatan refleks
gerakan mengunyah pada otot, yang menyebabkan rahang bawah turun. Penurunan
ini akan menyebabkan refleks regang pada otot rahang bawah yang menyebabkan
kontraksi rebound. Keadaan ini secara otomatis mengangkat rahang bawah yang
menimbulkan pengatupan gigi dan menekan
bolus melawan dinding mulut, yang menghambat otot rahang bawah sekali
lagi, menyebabkan rahang bawah turun dan kembali rebound, hal ini berulang ulang
terus dan merupakan suatu siklus pengunyahan. Proses pengunyahan merupakan
suatu proses yang kompleks, melibatkan otot pengunyahan, lidah, pipi, persendian
temporomandibula, gigi dan persarafan. Koordinasi pergerakan mandibula dan gigi
yang berfungsi optimal, akan menghasilkan makanan yang berubah menjadi
konsistensi relatif halus yang disebut dengan bolus. Permen karet merupakan bolus
yang dapat menyebabkan stimulus mekanis dan dapat merangsang peningkatan
sekresi saliva, sedangkan sensasi pengecapan rasa pedas dari permen karet
merupakan stimulus kimiawi yang juga dapat meningkatkan sekresi saliva.
Meningkatnya sekresi saliva menyebabkan meningkatkan volume dan mengencerkan
saliva yang diperlukan untuk proses penelanan dan lubrikasi. Peningkatan sekresi
saliva juga meningkatkan jumlah dan susunan kandungan saliva, seperti bikarbonat
yang dapat meningkatkan pH. 13-16
Saliva merupakan salah satu faktor penting dalam memelihara kesehatan gigi
dan mulut yang berperan dalam fungsi perlindungan.15 Perannya sebagai pelumas
yang melapisi mukosa dan membantu melindungi jaringan mulut terhadap iritasi
mekanis, termal dan zat kimia. Fungsi lain termasuk dengan kapasitas dapar,
bertindak sebagai penyimpanan ion yang memfasilitasi remineralisasi gigi, aktivitas
antimikroba, yang melibatkan immunoglobulin A, lisozim, laktoferin dan
24
myeloperoxidase. Fungsi perlindungan dilakukan dengan cara meningkatkan sekresi
saliva yang dapat diukur melalui kecepatan aliran, volume, pH dan viskositasnya.
25
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil dari pelaksanaan proyek inovasi yang kami lakukan pada
klien post operasi Sectio Caesare didapatkan bahwa sebelum dilakukan Hand
and Foot Massage, intensitas nyeri rata-rata yang dirasakan responden adalah
pada skala 5,00. Nyeri tertinggi yang dirasakan responden yaitu skala 6
sedangkan yang terendah pada skala 4.
Sesudah dilakukan pemberian Hand and Foot Massage intensitas nyeri
mengalami penurunan yaitu rata-rata mengalami intensitas nyeri pada skala
2.75. Nyeri tertinggi yang dirasakan pada skala 3 sedangkan yang terendah
pada skala 2.
Ada perbedaan intensitas nyeri pasca sectio caesaria sebelum dan sesudah
pemberian Hand and Foot Massage. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis p
value 0,018 (<0,05) yang berarti ada perbedaan yang signifikan antara sebelum
dan sesudah pemberian Hand and Foot Massage.
B. SARAN
Diharapkan bagi ibu post sectio caesaria dapat memahami tentang Hand
and Foot Massage terhadap penurunan intensitas nyeri akibat luka post sectio
caesaria. Informasi yang telah diterima dapat dipraktekkan secara mandiri oleh
keluarga pasien sehingga ketika ibu mengalami nyeri keluarga bisa melakukan
tindakan non farmakologis untuk mengurangi nyeri yaitu dengan tidakan
pemijatan pada kaki dan tangan.
Diharapkan bagi tenaga kesehatan khususnya paramedis hasil penelitian ini
dapat digunakan untuk bahan pertimbangan pengembangan intervensi kebidanan
untuk tindakan non farmakologis dalam mendukung penyembuhan dan
pelengkap tindakan farmakologis
26
Kelompok menyarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang
Hand and Foot Massage untuk mengurangi nyeri pada ibu post sectio caesarea
dengan jumlah responden yang lebih banyak dan lama penelitian yang lebih
lama.
27
DAFTAR PUSTAKA
o. Tarik satu persatu jari klien (1 jari 3 kali tarikan). Penarikan tidak boleh
mengeluarkan bunyi.
f. Gerakan kedua ini sama dengan gerakan pertama yaitu menarik dari
pergelangan sampai ujung jari melewati pergelangan jari diakhiri dengan
tarikan kecil pada jari. Gerakan ini dilakukan pada semua jari kaki, dari
kelingking hingga jempol.