Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PROYEK INOVASI

“Pengaruh Pemberian Permen Karet Xylitol dalam Mengatasi Xerostomia pada


Pasien Hemodialisis dengan Gagal Ginjal Kronis di Ruang Hemodialisa
RSD Gunung Jati Kota Cirebon Tahun 2019”

Disusun Oleh
Kelompok 1

Adi Priyanto
Asri Rahayu
Atik Purwati
Aulia Pratiwi
Ayu Agista
May Muslim

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT,


karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas proyek inovasi pada stase keperawatan medical bedah yang berjudul
“Pengaruh Pemberian Permen Karet Xylitol dalam Mengatasi Xerostomia pada
Pasien Hemodialisis dengan Gagal Ginjal Kronis di Ruang Hemodialisa RSD
Gunung Jati Kota Cirebon Tahun 2019”.
Laporan ini ditujukan untuk menyelesaikan tugas proyek inovasi pada
stase keperawatan medikal bedah di Program Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Kuningan (STIKKU). Dalam Penulisan laporan ini, kami banyak
mendapatkan bimbingan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan kali ini tak
lupa kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
mendukung, membimbing kami dalam proses proyek inovasi ini.
Kami menyadari bahwa dalam laporan proyek inovasi ini terdapat
kesalahan-kesalahan baik dalam segi penulisan ataupun penyusunan laporan
penelitian ini. Kesalahan secara disengaja ataupun tidak disengaja mohon untuk
dimaklumi.
Kami berharap, proyek inovasi yang kami lakukan dapat menjadikan
wawasan, dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam
memberikan penangan asuhan keperawatan pada klien yang menjalani
hemodialisa.

Cirebon, Januari 2020

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................... i


Daftar Isi............................................................................................................ ii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang .......................................................................................1
B. Tujuan Proyek Inovaai ...........................................................................3
C. Manfaat Proyek Inovasi .........................................................................4
Bab II Tinjauan Teori
A. Konsep Aromatherapy Lavender ..........................................................5
1. Pengertian Aromatherapy lavender..................................................5
2. Jenis Pijat ........................................................................................14
3. Tujuan Massage ..............................................................................15
4. Manfaat Massage ............................................................................15
5. Manfaat Hand and Foot Massage ...................................................15
6. Teknik Pemijatan ............................................................................17
B. Konsep Sectio Caesarea
1. Pengertian Sectio Caesarea.............................................................18
2. Jenis Sectio Caesarea......................................................................18
3. Indikasi Sectio Caesarea .................................................................19
4. Efek Samping Sectio Caesarea .......................................................19
Bab III Pembahasan
A. Hasil Pembahasan Proyek Inovasi ........................................................23
Bab IV Simpulan dan Saran
1. Simpulan ...............................................................................................27
2. Saran ......................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal ginjal kronik atau chronic kidney disease adalah penyimpangan progresif,
fungsi ginjal yang tidak dapat pulih, dimana kemampuan tubuh
mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit, yang
mengakibatkan uremia (Smeltzer & Bare, 2010). Kondisi ini disebabkan oleh
glomerulonefritis kronis, pielonefritis, hipertensi tak terkontrol, lesi herediter,
kelainan vaskular, obstruksi saluran perkemihan, diabetes, dan infeksi. Dewasa
ini, penyakit ginjal kronik merupakan salah satu penyakit yang prevalensinya
terus meningkat (Baughman & Hackley, 2012).

Menurut World Health Organization (WHO) jumlah penderita gagal ginjal pada
tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun 2012. Berdasarkan Center for
Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2010, lebih dari 20 juta atau
10% dari jumlah orang dewasa di Amerika Serikat mengidap penyakit gagal
ginjal kronik,sedangkan di Indonesia
populasi berusia ≥ 15 tahun yang terdiagnosis gagal ginjal kronik sebesar 0,2%
dari jumlah penduduk (Riskesdas, 2013). Dimana 98% menjalani terapi
Hemodialisa (Indonesian Renal Registry, 2016).

Terapi hemodialisis merupakan salah satu cara bagi penderita gagal ginjal kronis
untuk bisa bertahan hidup. Dengan tujuan
untuk membuang produk sisa metabolisme dari peredaran darah manusia berupa
air, natrium, kalium, hidrogen, urea, dan kreatinin, melalui membran
semipermeable atau disebut dialiser. Penderita gagal ginjal kronis menjadikan
hemodialisis sebagai rutinitas dan pasien yang menjalani hemodialisa harus
mempertahankan pembatasan asupan cairan untuk mengontrol dan membatasi
jumlah asupan cairan sehingga tercapai keseimbangan cairan tubuh agar tidak
terjadi kelebihan cairan (Harsismanto, Rifai dan Tuti, 2008; Price & Wilson,
2013).

Kelebihan cairan pada pasien yang menjalani hemodialisis dapat


menyebabkan penambahan berat badan, edema, peningkatan tekanan darah,
sesak nafas, dan gangguan jantung yang menurunkan kualitas hidup pasien,
maka dari itu pembatasan cairan harus dilakukan pada pasien hemodialisa
walaupun pasien akan mengalami keluhan xerostomia dan rasa haus (Guyton &

1
Hall, 2016). Rasa haus adalah respon fisiologis dari dalam tubuh manusia berupa
keinginan untuk memenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh. Diperkirakan 68 -
86% dari pasien
yang menjalani hemodialisis mengungkapkan pengalaman rasa haus atau mulut
kering, yang menyebabkan ketidaknyamanan dan penderitaan pada pasien
hemodialisis sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup (Fan & Zhang, 2013).
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk merawat mulut kering dan mengurangi
rasa haus pada pasien yang menjalani hemodialisa adalah mengulum es batu
(Arfany, Armiyati, & Kusuma, 2015), berkumur dengan air dingin (Fransisca,
2013), mengulum frozen grapes (Dewi, Nurchayati, & Jumaini, 2018), dan
mengunyah permen karet (xylitol) (Ariani, Yasa, & Arisusana, 2014) .

Permen karet xylitol merupakan permen yang mengandung pemanis buatan yang
digunakan sebagai bahan pengganti gula yang sama manisnya dengan sukrosa.
Kegiatan mengunyah permen karet rendah gula dua butir ± 10 menit dengan
3x/hari selama 2 minggu akan menimbulkan rangsangan mekanis dan kimiawi
yang dapat menggerakkan reflek saliva dengan menstimulasi reseptor yang
dipantau oleh nervus trigeminal (V) dan nervus fasial (VII) sebagai pengecap.
Stimulasi saraf simpatis akan mempercepat sekresi pada semua kelenjar saliva
dalam jumlah banyak yang dapat menurunkan sensasi rasa haus yang muncul
(Ganong, 2008; Said & Mohammed, 2013) selain itu permen karet xylitol dapat
dibawah kemana-mana serta cara mengkonsumsi yang praktis jika dibandingkan
dengan mengulum es batu (Arfany, Armiyati & Kusuma, 2015). Berkumur
dengan air dingin (Fransisca, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ariani, Putra, dan Arisusana
pada tahun 2014 dengan 20 responden, terdapat pengaruh yang signifikan
mengunyah permen karet terhadap rasa haus. Dalam penelitian ini juga
mencantumkan bahwa semakin banyak mengunyah permen karet maka rasa haus
pada pasien hemodialisa berkurang. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan
Lastriyanti pada tahun 2014, tidak ada pengaruh mengunyah permen karet
terhadap rasa haus karena penelitian ini peneliti hanya memberikan empat buah
permen karet dengan durasi lima menit. Maka dari itu peneliti mengadakan
penelitian mengenai “Pengaruh mengunyah permen karet terhadap rasa haus
pada pasien hemodialisa”.

B. Tujuan Proyek Inovasi


1. Tujuan Umum Proyek Inovasi

2
Untuk mengetahui pengaruh pemberian permen karet xylitol dalam
mengatasi xerotemia pada pasien hemodialis dengan gagal ginjal kronik di
ruang Hemodialisa RSD Gunung Jati tahun 2020.
2. Tujuan Khusus Proyek Inovasi
a. Untuk mengidentifikasi gambaran xerotemia sebelum diberikan permen
karet xylitol pada pasien hemodialysis dengan gagal ginjal kronik
b. Untuk mengidentifikasi gambaran xerotemia sesudah diberikan permen
karet xylitol pada pasien hemodialysis dengan gagal ginjal kronik.
c. Untuk mengidentifikasi pengaruh xerotemia sebelum dan sesudah
diberikan permen karet xylitol pada pasien hemodialysis dengan gagal
ginjal kronik.

C. Manfaat Proyek Inovasi


1. Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil proyek inovasi ini bisa menambahkan wawasan,
pengetahuan, dan keterampilan kelompok tentang aromatherapy lavender
dalam menurunkan kecemasan sehingga pasien hemodialisa segera
melaksanakan mobilisasi dini untuk mempercepat penyembuhan. Proyek
inovasi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam alternatif
pengobatan non farmakologis dalam pelaksanaan pengurangan nyeri pada
pasien post sectio caesare.
2. Manfaat Praktis

a. Diharapkan dengan memberikan perlakuan foot and hand massage pada


pasien post sectio caesarea bisa menurunkan nyeri pada luka post sectio
caesarea, pasien segera melakukan mobilisasi dini sehingga dapat
mempercepat pemulihan pasien, mengurangi biaya pengobatan.

b. Diharapkan dengan penelitian ini dapat meningkatkan skill tenaga


kesehatan medis dan paramedis dalam management post sectio caesarea
dengan perlakuan foot hand massage.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Gagal Ginjal Kronik


1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan
asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua
kategori yaitu kronik dan akut (NANDA, 2015).
Gagal ginjal kronik (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan
limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya
jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam, 2008).
2. Etiologi
Gagal ginjal kronik ada berbagai macam penyebabnya, antara lain :
penyakit infeksi tubuloiterstitial (pielonefritis kronik atau refluks
nefropati), penyakit peradangan (glomerulonefritis), penyakit vaskuler
hipertensif (nerfosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria
renalis), gangguan jaringan ikat (lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa), gangguan kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik ,
asidosis tubulus ginjal), penyakit metabolic (diabetes melitus, goat,
hiperparatiroidisme, amiloidosis), nefropati toksik (penyalahgunaan
analgesic, nefropati timah), nefropati obstruktif (traktus urinarius bagian
atas (batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal), traktus urinarius bagian

4
bawah (hipertrofi prostat, struktur uretra, anomaly congenital, leher vesika
urinaria dan uretra)) (NANDA, 2015).
3. Manifestasi Klinis
Menurut Nursalam (2008) ada beberapa tanda dan gejala atau manifestasi
klinis pada gagal ginjal kronik, antara lain :
i. Gastrointestinal : ulserasi saluran pencernaan dan pendarahan.

ii. Kardiovaskuler : Hipertensi, perubahan elektro kardiografi (EKG),


perikarditis, efusi perikardium, dan temponade perikardium.
iii. Respirasi : edama paru, efusi pleura, pleuritis.
iv. Neuromuskular : lemah, gangguan tidur, sakit kepala, letargi, gangguan
muskular, neuropati perifer, bingung, dan koma.
v. Metabolik/endokrin : inti glukosa, hiperlipidemia, gangguan hormon seks
menyeababkan penurunan lipido, impoten, dan amnenorhoe (wanita)
vi. Cairan – elekrolit : gangguan asam - basa menyebabkan kehilangan
sodium sehingga terjadi dehidrasi, asidosis, hiperkalemia,
hipermagnesemia, dan hipokalsemia.
vii. Dermatologi : pucat, hiperpigmentasi, pluritis, eksimosis, dan uremia
frost.
viii. Abnormal skeletal : osteodistrofi ginjal menyebabkan osteomalasia.
ix. Hematologi : anemia, defek kualitas flatelat, dan perdarahan meningkat.
x. Fungsi psikososial : perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan
proses kognitif.

4. Patofisiologi
Patofisiologi gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasari, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang
terjadi kurang lebih sama. Pada stadium paling dini gagal ginjal kronik,
terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana
basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara

5
perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif,
yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien
seperti nokturi, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan
berat badan. Sampai pada LFG dibawa 30% pasien memperlihatkan gejala
dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah,
gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan
lain sebagainya. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan cairan seperti
hipovolemia atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara
lain natrium dan kalium. Kelebihan volume cairan pada penderita gagal
ginjal kronik hal ini fungsi ginjal sudah menurun sehingga terjadi retensi
natrium dan air. Ginjal sering tidak mengeksresikan natrium dan air yang
sudah tidak diperlukan tubuh. Natrium yang tidak dibuang akan tertimbun
di ruang ekstraseluler dan sifat natrium adalah menarik air. Namun ginjal
yang fungsinya menurun juga terjadi retensi air. Maka air akan ditarik
oleh natrium ke ruang ekstraseluler lama kelamaan akan terjadi
penimbunan natrium dan air sehingga terjadi kelebihan volume cairan atau
eodama. Pada LFG dibawa 15% pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien stadium gagal ginjal (Setiati
dkk, 2014)
5. Komplikasi
Menurut As’adi Muhammad (2012) gagal gijal kronik menyebabkan berbagai
macam komplikasi, antara lain:
i. Perikarditis

6
Peradangan perikardium parietal, perikardium viseral, atau keduanya.
Peradangan ini menyebabkan cairan dan sel – sel darah memenuhi rongga
pericardium.
ii. Hipertensi

Hipertensi disebabkan oleh retensi cairan dan natrium, serta mal fungsi sistem
renin angioldosteron.
iii. Anemia

Anemia disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah,
dan pendarahan gastrointestina akibat iritasi.
iv. Penyakit tulang

Hal ini disebabkan oleh retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah,
metabolime vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.
6. Pemeriksaan Penunjang
i. Pemeriksaan Laboratorium

Menurut Wijaya dan Putri (2013) untuk pemeriksaan penunjang gagal ginjal
kronik dalam pemeriksaan laboratorium, antara lain:
1) Kadar kreatinin serum meningkat

Kreatinin adalah sampah dari sisa – sisa metabolisme yang dilakukan oleh
aktivitas otot. Sama dengan ureum, kreatinin akan menumpuk dalam
darah apabila ginjal tidak berfungsi sebagaimana mestinya untuk
menyaring serta membuangnya bersama urin. Hasil Normal: 0.5 s/d 1.5
mg/dl untuk pria dewasa0.5 s/d 1.3 mg/dl untuk wanita dewasa.
2) Rasio protein kreatin urin atau albumin kreatinin urin menurun pada
penderita gagal ginjal kronik

7
Nilai normal untuk pria < 17 mg albumin/gram kreatinin, untuk wanita < 25
mg albumin/gram kreatinin.
3) Pemeriksaan sedimen urin atau tes celup urin (dipstick) Pemeriksaan ini
digunakan untuk melihat adanya proteinuri, sel darah merah, dan sel darah
putih.
4) PH pasien turun dan terjadi asidosis metabolik

5) Pada pemeriksaan hitungan gula darah lengkap hematologi menurun dan


hemogoblin kurang dari 7-8 gr% pada penderita gagal ginjal kronik.
6) Kadar elekrolit serum

a) Natrium

Natrium serum menurun pada penderita gagal ginjal kronis


Nilai normal dalam serum : Dewasa : 135-145 mEq/L, Bayi : 134-150 mEq/L,
Anak : 135-145 mEq/L.
Dalam urin : 40-220 mEq/L/24 jam.

b) Kalium

Kalium meningkat pada penderita gagal ginjal kronis Nilai normal : Dewasa :
3.5-5.0 mEq/L, Anak : 3.6-5.8 mEq/L.
c) Magnesium

Magnesium meningkat pada penderita gagal ginjal kronis Nilai normal :


Dewasa : 1.5-2.5 mg/dL.

ii. Pemeriksaan Radiologi

8
Menurut Setiati dkk. (2014) untuk pemeriksaan radiologi pada gagal ginjal
kronik, antara lain:
1) Foto polos abdomen

Pada pemeriksaan foto polos abdomen bisa tampak batu radio-opak.


2) Pielografi intravena

Pemeriksaan ini untuk mendeteksi lokasi obstruksi

3) Pielografi antegrad atau retrograd

Teknik atau prosedur pemeriksaan sinar-X sistem urinaria dengan


menggunakan media kontras yang dimasukkan melalui kateter yang telah
dipasang dokter urologi dengan cara nefrostomi percutan.
4) Pemeriksaan pemindai ginjal atau renografi

Pada dasarnya metoda renografi adalah memonitor kedatangan, sekresi,


ekskresi (arrival, uptake, transit and elimination) dari radiofarmaka pada
ginjal sesaat setelah injeksi intravena.
5) Pemeriksaan USG

Menurut Setiati (2014) dalam pemeriksaan ultrasonografi ginjal bisa


memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis,
adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.
6) Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal

Menurut Setiati (2014) dalam pemeriksaan biopsi dan pemeriksaan


histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang
masih mendekati normal.
7) Pemeriksaan EKG

9
Menurut As’adi Muhammad (2012) dalam pemeriksaan EKG, Keadaan
abnormal menunjukan adanya ketidak seimbangan elektrolit dan asam
basa, aritmia, hipertrofi ventrikel, dan tanda – tanda perikarditis.

7. Penatalaksanaan
ventrikel, dan tanda – tanda perikarditis.
g. Penatalaksanaan

Menurut Nursalam (2008) penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik, antara


lain :
i. Deteksi dan obati penyakit gagal ginjal (kontrol DM, terapi hipertensi)
Dengan dekteksi dan obati penyakit ginjal diharapkan dapat meringankan atau
menghilangkan masalah – masalah yang timbul.
ii. Diet rendah protein

Diet yang diberikan pada gagal ginjal kronik yaitu diet teratur rendah protein
dengan asam amino esensial untuk meminimalkan keracunan uremia dan
cegah limbah serta malnutrisi.
iii. Pengobatan keadaan yang berhubungan dengan peningkatan dinamika
ginjal.

1) Anemia : rekombinasi dan human eritropoetin

2) Eigen : pengganti hormon ginjal

3) Asidosis : ganti bikarbonat dengan infus sodium


bikarbonat/oral
4) Hiperkalemia : diet ketat potasium-kation pengganti renin

10
5) Retensi fosfat : kurangi diet fosfat (bayam, susu, dan karbonat dalam
saluran pencernaan)
iv. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler Pencegahan
dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler
merupakan hal yang penting, kareana 40-45% kematian pada penyakit
ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler. Hal-hal yang
termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskuler adalah
pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi,
pengendalian disipidemia dan terapi terhadap
kelebihan caiaran dan gangguan keseimbangan elektrolit.
v. Pembatasan cairan dan elektrolit

Menurut Setiati dkk. (2014) untuk penatalaksanaan pembatasan asupan air


pada pasien gagal ginjal kronik, sangat diperlukan. Hal ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya edama dan komplikasi kardiovaskuler. Elektrolit
yang harus diawasi asupanya adalah kalium dan natrium. Pembatasan
kaluim karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung yang
fatal. Sedangkan untuk
pembatasan natrium dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan edama.
Pembatasan cairan dapat bervariasi untuk setiap pasien. Tergantung faktor-
faktor seperti berat badan antara perawatan, urin dan bengkak. Jika pasien
menjalani hemodialisis, berat badan pasien dicatat sebelum dan setelah
sesi dialisis pasien. Perawat pasien menggunakan perubahan berat badan
untuk membantu menentukan berapa banyak cairan yang dikeluarkan
selama dialisis. Jika pasien menjalani dialisis peritoneal, perawat akan
meminta pasien untuk mencatat berat badan pasien setiap hari. Berat
badan yang meningkat secara tiba-tiba bisa berarti pasien minum terlalu
banyak cairan. Untuk pasien dialisis, komplikasi akibat kelebihan cairan
adalah: tekanan darah tinggi, penurunan tekanan darah secara tiba-tiba

11
(umumnya terjadi selama hemodialisis), sesak napas (dan dalam beberapa
kasus, akibat cairan di paru-paru), masalah jantung, yang dapat mencakup
denyut jantung cepat, otot-otot jantung melemah dan pembesaran jantung /
jantung bengkak. Rasa haus merupakan masalah yang sering dijumpai
bagi yang menjalani Hemodialisis dengan pembatasan cairan (Davita,
2015).
vi. Hemodialisis

Menurut O’Callaghan (2007) Hemodialisis adalah pengganti ginjal moderen


menggunakan dialisis untuk mengeluarkan zat
terlarut yang tidak diinginkan melalui difusi dan hemofiltrasi untuk
mengeluarkan air, yang membawa serta zat telarut yang tidak diinginkan.
vii. Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal adalah terapi penggantian ginjal yang melibatkan


pencangkokan ginjal dari orang hidup atau mati kepada orang yang
membutuhkan. Transplantasi ginjal menjadi terapi pilihan untuk sebagian
besar pasien dengan gagal ginjal dan penyakit ginjal stadium akhir.
Transplantasi ginjal menjadi pilihan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien.
8. S
9.
B. Konsep Hemodialisa
1. Pengertian
Hemodialisa merupakan suatu membran atau selaput semi permiabel.
Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses
ini disebut dialisis yaitu proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui
membran semi permiabel. Terapi hemodialisa merupakan teknologi tinggi
sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau
racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium,

12
hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran
semi permiabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal
buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Brunner &
Suddarth, 2001).

Hemodialisis adalah pengobatan yang bertujuan untuk menghapus akumulasi


sisa produk metabolik dan untuk memperbaiki komposisi elektrolit darah
melalui suatub pertukaran antara darah pasien dan cairan dialisa meniru
cairan ekstraseluler yang normal melintasi membran semipermeabel (Man,
Zingraff, & Jungers, 1995)

Proses hemodialisis yang terjadi didalam membran semipermiabel terbagi


menjadi tiga proses yaitu osmosis, difusi dan ultrafiltrasi (Curtis &
Roshto, 2008). Osmosis adalah proses perpindahan zat terlarut dari bagian
yang berkonsentrasi rendah kearah konsentrasi yang lebih tinggi. Difusi
adalah proses perpindahan zat terlarut dari konsentrasi tinggi kearah
konsentrasi yang rendah. Sedangkan ultrafiltrasi adalah perpindahan
cairan karena ada tekanan dalam membran dialyzer yaitu dari tekanan
tinggi kearah yang lebih rendah (Curtis & Roshto, 2008)

2.1.2 Tujuan

Hemodialisis tidak mengatasi gangguan kardiovaskuler dan endokrin pada


penderita PGK. Tindakan hemodialisis bertujuan untuk membersihkan
nitrogen sebagai sampah hasil metabolisme, membuang kelebihan cairan,
mengoreksi elektrolit dan memperbaiki gangguan keseimbangan basa
pada penderita PGK (Levy, Morgan & Brown, 2004). Tujuan utama
tindakan hemodialisis adalah mengembalikan keseimbangan cairan

13
intraseluler dan ekstraseluler yang terganggu akibat dari fungsi ginjal yang
rusak (Himmelfarb & Ikizler, 2010)

2.1.3 Prinsip Hemodialisa

Tindakan Hemodialisa memiliki tiga prinsip yaitu: difusi, osmosis dan


ultrafiltrasi (Brunner & Suddart, 2010). Sisa akhir dari proses
metabolisme didalam darah dikeluarkan dengan cara berpindah dari darah
yang konsentrasinya tinggi ke dialisat yang mempunyai konsentrasi
rendah (Smeltzel et al, 2008). Ureum, kreatinin, asam urat dan fosfat dapat
berdifusi dengan mudah dari darah ke cairan dialisat karena unsure-unsur
yang tidak terdapat dalam dialisat. Natrium asetat atau bicarbonate yang
lebih tinggi konsentrasinya dalam dialisat akan berdifusi kedalam darah.
Kecepatan difusi solut tergantung kepada koefisien difusi, luas permukaan
membrane dialiser dan perbedaan konsentrasi serta perbedaan tekanan
hidrostatik diantara membrane dialysis (Prince & Wilson, 2005)

Air yang berlebihan akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradient
tekanan; dengan kata lain air bergerak dari daerah dengan tekanan yang
lebih tinggi (tubuh klien) ketekanan yang lebih rendah (dialisat). Gradient
ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan tekanan negative yang
dikenal dengan ultrafiltrasi pada mesin hemodialisa. Tekanan negative
sebagai kekuatan penghisap pada membrane dan memfasilitasi
pengeluaran air sehingga tercapainya keseimbangan. (Brunner & Suddart,
2010).

2.1.4. Proses Hemodialisa

14
Efektifitas hemodialisa dilakukan 2 – 3 kali dalam seminggu selama 4 – 5 jam
atau paling sedikit 10 – 12 jam perminggunya (Black & Hawk, 2005).
Sebelum dilakukan hemodilisa maka perawat harus melakukan pengkajian
pradialisa, dilanjutkan dengan menghubungankan klien dengan mesin
hemodialisa dengan memasang blood line dan jarum ke akses vaskuler
klien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke dialiser dan akses masuk
darah ke dalam tubuh. Arterio Venous (AV) fistula adalah akses
vaskuler yang direkomendasikan karena kecendrungan lebih aman dan juga
nyaman bagi pasien. (Brunner & Suddart, 2010).

Setelah blood line dan akses vaskuler terpasang, proses hemodialisa


dimulai. Saat dialysis darah dialirkan keluar tubuh dan disaring didalam
dialiser. Darah mulai mengalir dibantu pompa darah. Cairan normal salin
diletakkan sebelum pompa darah untuk mengantisipasi adanya hipotensi
intradialisis. Infuse heparin diletakkan sebelum atau sesudah pompa
tergantung peralatan yang digunakan (Hudak & Gallo, 1999). Darah
mengalir dari tubuh melalui akses arterial menuju ke dialiser sehingga
terjadi pertukaran darah dan sisa zat. Darah harus dapat keluar masuk
tubuh klien dengan kecepatan 200-400 ml/menit (Price & Wilson, 2005).
2. Komplikasi
Proses selanjutnya darah akan meninggalkan dialiser. Darah meninggalkan
dialiser akan melewati detector udara. Darah yang sudah disaring
kemudian dialirkan kembali kedalam tubuh melalui akses venosa (Hudak
& Gallo, 1999). Dialysis diakhiri dengan menghentikan darah dari klien,
membuka selang normal salin dan membilas selang untuk mengembalikan
darah pasien. Pada akhir dialysis, sisa akhir metabolism dikeluarkan,
keseimbangan elektrolit tercapai dan buffer system telah diperbaharui
(Brunner & Suddart, 2010).

15
2.1.5. Komplikasi Hemodialisa

Selama proses hemodialisis sering muncul komplikasi yang berbeda-beda


untuk setiap pasien. Menurut Brunner dan Suddart (2010) salah satu
komplikasi selama hemodialisis adalah hipertensi. 1) Intradialytic
Hypotension (IDH) : Intradialytic Hypotension adalah tekanan darah
rendah yang terjadi ketika proses hemodialisis sedang berlangsung. IDH
terjadi karena penyakit diabetes millitus, kardiomiopati, left ventricular
hypertrophy (LVH), status gizi kurang baik, albumin rendah, kandungan
Na dialysate rendah, target penarikan cairan atau target ultrafiltrasi yang
terlalu tinggi, berat badan kering terlalu rendah dan usia diatas 65 tahun,
2) Kram otot; Kram otot yang terjadi selama hemodialisis terjadi karena
target ultrafiltrasi yang tinggi dan kandungan Na dialysate yang rendah. 3)
Mual dan muntah Komplikasi mual dan muntah jarang berdiri sendiri,
sering menyertai hipotensi dan merupakan salah satu presensi klinik
disequillibrium syndrom. Bila tidak disertai gambaran klinik lainnya harus
dicurigai penyakit hepar atau gastrointestinal. 4) Sakit kepala; Penyebab
tidak jelas, tapi bisa berhubungan dengan dialisat acetat dan
disequillibrium syok syndrome (DDS). 5) Emboli udara; Emboli udara
dalam proses hemodialisis adalah masuknya udara kedalam pembuluh
darah selama prose hemodialisis. 6) Hipertensi Keadaan hipertensi selama
proses hemodialisis bisa diakibatkan karena kelebihan cairan, aktivasi
sistem renin angiotensin aldosteron, kelebihan natrium dan kalsium,
karena erythropoietin stimulating agents dan pengurangan obat anti
hipertensi.
3. A
4. A
5. a

16
C. Konsep Xerotemia
1. A
2.1.1 Definisi

Xerostomia adalah keadaan di mana mulut kering akibat pengurangan atau


tiadanya aliran saliva.6,8 Xerostomia bukanlah suatu penyakit, tetapi
merupakan gejala dari pelbagai kondisi seperti perawatan yang diterima,
efek samping dari radiasi di kepala dan leher, atau efek samping dari
pelbagai jenis obat. Dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan
penurunan fungsi kelenjar saliva.6

2.1.2 Etiologi

Faktor penyebab timbulnya xerostomia:

1. Gangguan pada kelenjar saliva: Ada beberapa penyakit lokal tertentu yang
mempengaruhi kelenjar saliva dan menyebabkan berkurangnya aliran
saliva.7,12 Sialodenitis kronis lebih sering mempengaruhi kelenjar
submandibula dan parotis. Penyakit ini menyebabkan degenerasi dari sel
asini dan penyumbatan duktus.7 Kista- kista dan tumor kelenjar saliva,
baik yang jinak maupun ganas dapat menyebabkan penekanan pada
struktur-struktur duktus dari kelenjar saliva dan dengan demikian

mempengaruhi sekresi saliva.7,8 Sindroma Sjogren merupakan penyakit


autoimun jaringan ikat yang dapat mempengaruhi kelenjar airmata dan
kelenjar saliva.1,2,6-12 Sel-sel asini kelenjar saliva rusak karena infiltrasi
limfosit sehingga sekresinya berkurang.7,6

17
2. Keadaan fisiologis: Tingkat aliran saliva biasanya dipengaruhi oleh
keadaan-keadaan fisiologis. Pada saat berolahraga, berbicara yang lama
dapat menyebabkan berkurangnya aliran saliva sehingga mulut terasa
kering.7,12 Bernafas melalui mulut juga akan memberikan pengaruh
mulut kering.7,9,11 Gangguan emosionil, seperti stress, putus asa dan
rasa takut dapat menyebabkan mulut kering. Hal ini disebabkan keadaan
emosionil tersebut merangsang terjadinya pengaruh simpatik dari sistem
syaraf autonom dan menghalangi sistem parasimpatik yang menyebabkan
turunnya sekresi saliva.7-12
3. Penggunaan obat-obatan: Banyak sekali obat yang mempengaruhi sekresi
saliva. Obat-obatan tersebut mempengaruhi aliran saliva secara langsung
dengan memblokade sistem syaraf dan menghambat sekresi saliva. Oleh
karena sekresi air dan elektrolit terutama diatur oleh sistem syaraf
parasimpatis, obat-obatan dengan pengaruh antikolinergik akan
menghambat paling kuat pengeluaran saliva. Obat- obatan dengan
pengaruh anti β-adrenergik (yang disebut β-bloker) terutama akan
menghambat sekresi ludah mukus.7,12,27 Obat-obatan juga dapat secara
tidak langsung mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan
cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke
kelenjar.7,12
4. Usia: Keluhan mulut kering sering ditemukan pada usia lanjut. Keadaan
ini disebabkan oleh adanya perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai
dengan

pertambahan umur yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah


komposisinya.7 Seiring dengan meningkatnya usia, dengan terjadinya
proses aging, terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva,

18
dimana kelenjar parenkim hilang yang digantikan oleh jaringan lemak,
lining sel duktus intermediate mengalami atropi. Keadaan ini
mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva.1,7,12 Selain itu,
penyakit- penyakit sistemik yang diderita pada usia lanjut dan obat-obatan
yang digunakan untuk perawatan penyakit sistemik dapat memberikan
pengaruh mulut kering pada usia lanjut.1,2,7,9
5. Terapi kanker: Xerostomia paling sering berhubungan dengan terapi
radiasi kepala dan leher.1,2,6,11 Xerostomia akut karena radiasi dapat
menyebabkan suatu reaksi peradangan, bila xerostomia kronik terjadi
sampai 1 tahun setelah mendapat terapi radiasi, dapat menyebabkan
fibrosis kelenjar saliva dan biasanya permanen.6,7 Radiasi menyebabkan
perubahan di dalam sel sekresi serous, mengakibatkan pengurangan
pengeluaran saliva dan peningkatan kepekatan saliva. Biasanya, keluhan
awal dari terapi radiasi adalah saliva pekat dan berlendir.1,6,7 Kadar
permanennya xerostomia bergantung pada banyaknya kelenjar saliva yang
terpapar radiasi dan dosis radiasi.6,7,10-12 Apabila jumlah dosis radiasi
yang diterima melebihi 5,200 cGy, aliran saliva akan berkurang dan
sedikit atau tidak ada saliva yang dikeluarkan dari kelenjar saliva.
Perubahan ini biasanya permanen.2,6 Beberapa obat kemoterapi kanker
juga dapat mengubah komposisi dan aliran saliva, mengakibatkan
xerostomia, tetapi perubahan ini biasanya sementara.6,10,15

2.1.3 Gejala dan Tanda

Xerostomia menyebabkan mengeringnya selaput lendir, mukosa mulut


menjadi kering, mudah mengalami iritasi dan infeksi. Keadaan ini
disebabkan oleh karena tidak adanya daya lubrikasi dan proteksi dari

19
saliva.1,6,7,10,11,15 Proses pengunyahan dan penelanan makanan sulit
dilakukan khususnya makanan kering.1,2,6-
12 Rasa pengecapan dan proses bicara juga akan terganggu.1,2,6-12
Kekeringan pada mulut menyebabkan fungsi pembersih dari saliva
berkurang, sehingga terjadi radang dari selaput lendir yang disertai
keluhan mulut terasa seperti terbakar.1,6-8,10-12 Selain itu, pada
penderita xerostomia fungsi bakteriostase dari saliva berkurang sehingga
menyebabkan peningkatan proses karies gigi.1,6-9,12
2. A
3. A
4. A
5. A

D. Konsep Xylitol
1. Djf
1. Xylitol

a. Definisi

Xylitol adalah gula alkohol atau golongan polialkohol tipe pentitol berantai
lima karbon dan bersifat non-kariogenik dengan formula
(CHOH)3(CH2OH)2 yang banyak ditemukan pada berbagai produk
pertanian. Xylitol memiliki atom karbon yang lebih pendek dibandingkan
pemanis yang lainnya. Pendeknya rantai karbon xylitol ini menyebabkan
xylitol tidak dapat dicerna oleh bakteri Streptococcus mutans sehingga
dapat menekan pertumbuhan koloni bakteri tersebut.
b. Sejarah Xylitol

20
Xylitol pertama kali ditemukan oleh peneliti berkebangsaan Jerman bernama
Emil Fischer pada tahun 1891. Pada tahun 1943, xylitol pertama kali
ditemukan pada tanaman birch di Finlandia. Xylitol juga dapat diperoleh
dari beberapa tanaman lain, contohnya plum, stroberi, kembang kol,
jagung, rasberi dan bayam. Di dalam tubuh manusia xylitol juga
diproduksi sebagai bagian dari metabolisme normal sebanyak 10-15 gram
per hari (Makinen, 1978).
Pada tahun 1963, The United States Food and Drug Administration menyetujui
penggunaan xylitol. Kemudian pada tahun 1970, penelitian pertama
tentang efek xylitol terhadap plak gigi di Turku, Finlandia dimulai.
Setelah diputuskan sebagai pemanis yang aman untuk dikonsumsi pada
tahun 1983, xylitol banyak diproduksi dalam bentuk permen karet di
Swedia dan

Norwegia (Makinen, 1978). Xylitol juga dapat dijumpai dalam bentuk tablet,
pastiles, minuman ringan dan obat-obatan (Kusumayani, 2011).
c. Metabolisme Xylitol

Xylitol memiliki konsentrasi dalam darah antara 0,03-0,06 mg/100 ml. Di


dalam tubuh xylitol diabsorpsi secara pasif melalui dinding usus dan
penyerapannya lebih lambat dari D-glukosa dan D-fruktosa. Di dalam
usus 1/3 dari dosis xylitol yang dikonsumsi akan diabsorpsi masuk ke
dalam sistem metabolisme di hati, sedangkan 2/3 dosis xylitol lainnya
akan dipecah oleh bakteri di bagian distal usus. Eksresi xylitol melalui
urin diperkirakan sekitar 0,3 mg/jam (Makinen, 1978).
d. Manfaat Bagi Kesehatan Gigi

Xylitol adalah pemanis yang aman untuk gigi, xylitol dalam permen karet
banyak digunakan sebagai pengganti sukrosa. Xylitol memiliki derajat

21
kemanisan yang sama dengan sukrosa namun memiliki kandungan kalori
yang lebih sedikit yaitu sekitar 40% (Rodian et al, 2011).
Xylitol berperan aktif dalam memperbaiki kavitas kecil yang disebabkan oleh
karies karena menghambat akumulasi plak gigi. Xylitol tidak dapat
dimetabolisme oleh bakteri oral termasuk Streptococcus mutans dan bila
xylitol berkontak dengan Streptococcus mutans akan terbentuk xylitol-5-
fosfat yang menyebabkan kerja substansi yang berperan dalam proses
glikolisis seperti glukosa-6-fosfat, fruktosa-6-fosfat, bifosfat, 3-
3fosfogliserat, 2- fosfogliserat dan fosfoenolpiruvat terhambat (Rodian et
al, 2011). Xylitol juga mendukung proses remineralisasi dan memperkuat
email gigi karena menyebabkan aliran saliva bertambah sehingga dapat
menormalkan pH rongga mulut dan menetralisir semua asam yang telah
terbentuk (Makinen, 1978).

Oleh karena itu xylitol bersifat non-kariogenik yang dapat menekan


pertumbuhan koloni Streptococcus mutans, menghambat akumulasi plak
dan menekan keasaman saliva (Rodian et al, 2011).
2. A
3. A
4. A
5. a

22
BAB III
PEMBAHASAN

Gagal ginnjal kronis adalah penyakit pada ginjal yang dimana ginjal
kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan. Pada
penderita gagal ginjal kronis biasanya melakukan terapi hemodialysis yang bertujuan
untuk membersihkan nitrogen sebagai sampah hasil metabolisme, membuang
kelebihan cairan, mengoreksi elektrolit dan memperbaiki gangguan keseimbangan
basa pada penderita PGK (Levy, Morgan & Brown, 2004). Tujuan utama tindakan
hemodialisis adalah mengembalikan keseimbangan cairan intraseluler dan
ekstraseluler yang terganggu akibat dari fungsi ginjal yang rusak (Himmelfarb &
Ikizler, 2010). Biasanya penderita gagal ginjal kronis ditandai dengan dehidrasi,
asidosis, hyperkalemia, hipermagnesemia, hipokalsemia dan mulut kering, yang
disebabkan karena penderita gagal ginjal kronik perlu dibatasi asupan cairan.
Sehingga penderita gagal ginjal kronik harus membatasi cairan yang di konsumsinya,
yang mengakibatkan penderita mengalami rasa haus dan mulut kering (xerotemia).
Salah satu cara yang dapat mengatasi rasa haus dan mulut kering dengan
mengunyah permen karet yang mengandung xylitol. Karena xylitol merupakan bahan
yang tidak dapat di permentasi oleh bakteri dan tidak diubah menjadi asam, sehingga
dapat mendorong keseimbangan asam basa didalam mulut, juga mempunyai efek
merangsang kecepatan sekresi saliva dan menekan pertumbuhan streptococcus
mutans. Mekanisme penghambatan spesifik xylitol terhadap metabolisme
streptococcus mutans disebabkan aktivitasnya ketika memsuki sel bakteri tersebut.
Xylitol ditransfer ke dalam sel streptococcus mutans melalui system postpotnasferase
yang diproduksi secara konstitutif dan membentuk xylitol-fosfat yang tidak dapat
dimetabolisme. Penumpukan senyawa ini menghambat kerja substansi-substansi yang
berperan dalam proses glikolisis seperti glukosa-6-fosfat, pruktosa-6-fosfat,
gliseraldehid-3-fosfat, fruktosa-1, 6 bifosfat, 3-fosfogiserat, 2-fosfogliserat, dam
fosfoenolfirufat. Hal ini mengakibatkan menurunnya energy yang dihasilkan saat
metabolism karena terganggunya proses glikoslisis yang akhirnya akan lisis

23
(strepcoccus mutans) dan jumlah koloinya didalam saliva akan menurun.
Mengunyah permen karet menimbulkan refleks proses pengunyahan. Adanya
bolus makanan di dalam mulut pada awalnya menimbulkan penghambatan refleks
gerakan mengunyah pada otot, yang menyebabkan rahang bawah turun. Penurunan
ini akan menyebabkan refleks regang pada otot rahang bawah yang menyebabkan
kontraksi rebound. Keadaan ini secara otomatis mengangkat rahang bawah yang
menimbulkan pengatupan gigi dan menekan

bolus melawan dinding mulut, yang menghambat otot rahang bawah sekali
lagi, menyebabkan rahang bawah turun dan kembali rebound, hal ini berulang ulang
terus dan merupakan suatu siklus pengunyahan. Proses pengunyahan merupakan
suatu proses yang kompleks, melibatkan otot pengunyahan, lidah, pipi, persendian
temporomandibula, gigi dan persarafan. Koordinasi pergerakan mandibula dan gigi
yang berfungsi optimal, akan menghasilkan makanan yang berubah menjadi
konsistensi relatif halus yang disebut dengan bolus. Permen karet merupakan bolus
yang dapat menyebabkan stimulus mekanis dan dapat merangsang peningkatan
sekresi saliva, sedangkan sensasi pengecapan rasa pedas dari permen karet
merupakan stimulus kimiawi yang juga dapat meningkatkan sekresi saliva.
Meningkatnya sekresi saliva menyebabkan meningkatkan volume dan mengencerkan
saliva yang diperlukan untuk proses penelanan dan lubrikasi. Peningkatan sekresi
saliva juga meningkatkan jumlah dan susunan kandungan saliva, seperti bikarbonat
yang dapat meningkatkan pH. 13-16
Saliva merupakan salah satu faktor penting dalam memelihara kesehatan gigi
dan mulut yang berperan dalam fungsi perlindungan.15 Perannya sebagai pelumas
yang melapisi mukosa dan membantu melindungi jaringan mulut terhadap iritasi
mekanis, termal dan zat kimia. Fungsi lain termasuk dengan kapasitas dapar,
bertindak sebagai penyimpanan ion yang memfasilitasi remineralisasi gigi, aktivitas
antimikroba, yang melibatkan immunoglobulin A, lisozim, laktoferin dan

24
myeloperoxidase. Fungsi perlindungan dilakukan dengan cara meningkatkan sekresi
saliva yang dapat diukur melalui kecepatan aliran, volume, pH dan viskositasnya.

Diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh

25
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil dari pelaksanaan proyek inovasi yang kami lakukan pada
klien post operasi Sectio Caesare didapatkan bahwa sebelum dilakukan Hand
and Foot Massage, intensitas nyeri rata-rata yang dirasakan responden adalah
pada skala 5,00. Nyeri tertinggi yang dirasakan responden yaitu skala 6
sedangkan yang terendah pada skala 4.
Sesudah dilakukan pemberian Hand and Foot Massage intensitas nyeri
mengalami penurunan yaitu rata-rata mengalami intensitas nyeri pada skala
2.75. Nyeri tertinggi yang dirasakan pada skala 3 sedangkan yang terendah
pada skala 2.
Ada perbedaan intensitas nyeri pasca sectio caesaria sebelum dan sesudah
pemberian Hand and Foot Massage. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis p
value 0,018 (<0,05) yang berarti ada perbedaan yang signifikan antara sebelum
dan sesudah pemberian Hand and Foot Massage.
B. SARAN
Diharapkan bagi ibu post sectio caesaria dapat memahami tentang Hand
and Foot Massage terhadap penurunan intensitas nyeri akibat luka post sectio
caesaria. Informasi yang telah diterima dapat dipraktekkan secara mandiri oleh
keluarga pasien sehingga ketika ibu mengalami nyeri keluarga bisa melakukan
tindakan non farmakologis untuk mengurangi nyeri yaitu dengan tidakan
pemijatan pada kaki dan tangan.
Diharapkan bagi tenaga kesehatan khususnya paramedis hasil penelitian ini
dapat digunakan untuk bahan pertimbangan pengembangan intervensi kebidanan
untuk tindakan non farmakologis dalam mendukung penyembuhan dan
pelengkap tindakan farmakologis

26
Kelompok menyarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang
Hand and Foot Massage untuk mengurangi nyeri pada ibu post sectio caesarea
dengan jumlah responden yang lebih banyak dan lama penelitian yang lebih
lama.

27
DAFTAR PUSTAKA

Abbaspoor Z, dkk. (2013). Effect of Foot and Hand Massage In Post-Cesarean


Section Pain Control : A Randomized Control Trial. Diakses dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pada tanggal 28 Januari 2019.
Abbaspoor Z, Akbari M, Najar S. (2013). Effect of Foot and Hand Massage
InPost-Cesarean Section Pain Control : A Randomized Control Trial.
Al-FirdausI. (2011). Terapi Pijat Untuk Kesehatan Kecerdasan Otak Dan Kekuatan
Daya Ingat. Yogyakarta : Buku Biru.
Barbara & Kevin Kunz. (2012). Pijar Refleksi Sehat Lewat Pijatan Jari. Jakarta : PT
Grafika Multi Warna.
Corwin.E.J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
David TYL. (2008). Manual Persalinan. Jakarta : EGC.
Degirmen N, Ozendogan N, Sayiner D, Kosgeroglu N, Ayrancy U. (2010).
Effectiveness of Foot and Hand Massage In Postcesarean Pain Control In
Agroup of Turkish Pregnant Women.
Depkes. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Diakses dari http://depkes.go.id pada
tanggal 28 Januari 2019.
Hartwig dalam Price, S. A dan Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Huriawati Hartanto, dkk (Eds), Brahm U. Pendit,
dkk (penterjemah), 2006. Ed. 6, Cetakan I. Jakarta : EGC.
Hawthorn, Jan dan Redmond, Kathy. (2004). Pain : Causes and Management. First
Published Blackwell Science Ltd USA.
Kusmarjadi D. (2008). PROM Ketuban Pecah Dini. Diakses dari http://drdidispog.
com.
Lowdermilk. (2013). Keperawatan Komunitas Edisi 8. Singapura : Elseiver.
Nakita.(2010). Efek samping operasi cesar. Diakse dari
http://kiatsehat2010.blogspot.
Potter and Perry. (2010.). Keperawatan : Konsep, proses dan praktik. Jakarta : EGC.
Potter, Patricia A dan Perry, Anne Griffin. (2005). Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses dan Praktik. Yasmin Asih, dkk (penterjemah) Edisi 4. Vol. 1.
Jakarta : EGC .
Trisnowiyanto B. (2012). Keterampilan Dasar massage. Jogyakarta : Nuha Medika.
Stillwell S.B. (2011). Pedoman Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC .
Wang HL, Keck JF, (2004) Foot and hand massage as an intervention for post
operative pain.
WHO. (2014). Global Survei on Maternal and Perinatal Health.
Wiknjosastro H. (2002). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
Wong M F. (2012). Panduan Lengkap Pijat. Jakarta : Penerbar Plus+ .
Yunitasari E, Nursanti I dan Widakdo G. (2018). The Effectiveness Of Hand
Massage, Foot Massage And Combination On Pain Intensity Of Post Sectio
Caesarea. International Journal of Research in Applied, Vol. 6 Issue 9.
LAMPIRAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


HAND AND FOOT MASSAGE
(TAHAP PELAKSANAAN)

A. Standar Operasional Prosedur


1. Pengertian
Foot and Hand Massage adalah atau penekanan yang dilakukan pada
titik-titik syaraf yang berada pada kaki dan tangan, kebanyakan titik syaraf
tersebut berada pada telapak kaki dan telapak tangan.
2. Tujuan
a. Menurunkan nyeri
b. Melancarkan peredaran darah
c. Membantu mengatasi stress
3. Persiapan Pasien
Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilakukan.
4. Persiapan Alat
a. Minyak telon
b. Lotion / handbody
5. Persiapan Lingkungan
a. Memberikan lingkungan yang aman dan nyaman
b. Tutup sketsel
6. Prosedur
Langkah-langkah prosedur hand massage adalah sebagai berikut :
a. Hand massage dilakukan 1 kali pemberian
b. Pijat dilakukan 10 menit lalu di evaluasi setelah 30 menit.
c. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan.
d. Lakukan pengukuran Tanda-tanda vital sebelum dan setelah 30 menit
setelah dipijat.
e. Atur posisi klien senyaman mungkin, dan hand massage dilakukan di
ruangan yang tenang dan penerangan yang cukup.
f. Bersihkan tangan pasien dengan menggunakan waslap / tissue basah.
g. Gunakan minyak yang bertekstur halus misalnya minyak zaitun atau minyak
yang beraromaterapi karena dapat memberikan kenyamanan pada pasien
dan kelembaban pada kulit.
h. Lakukan pemijatan pada tangan ibu pada daerah bawah siku dari atas ke
bawah sebanyak 30 kali.
i. Jepit tangan klien (posisi supinasi) menggunakan celah antara jari manis dan
kelingking.
j. Pijat telapak tangan klien secara melingkar dari dalam keluar menggunakan
ibu jari sebanyak 30 kali.
k. Selain itu lakukan pemijatan dari arah telapak tangan ke arah jari tangan.
l. Jepit tangan klien (posisi pronasi) menggunakan celah antara jari manis dan
kelingking.
m. Pijat punggung tangan klien secara melingkar dari dalam keluar
menggunakan ibu jari sebanyak 30 kali.
n. Lakukan pemijatan/penekanan secara memutar dan halus diantara ibu jari
dan jari telunjuk sebanyak 30 kali.

o. Tarik satu persatu jari klien (1 jari 3 kali tarikan). Penarikan tidak boleh
mengeluarkan bunyi.

p. Remas pergelangan tangan klien sebanyak 5x.


q. Tarik satu persatu jari klien (1 jari 3 kali tarikan) menggunakan jepitan dua
jari. Penarikan tidak boleh mengeluarkan bunyi.
r. Remas dan pijat tangan klien dari bawah ke atas sampai batas siku selama
5x balikan.
s. Cuci tangan klien dan keringkan.
t. Rapikan pasien dan tempat kembali.
Langkah-langkah prosedur foot massage adalah sebagai berikut :
a. Foot massage dilakukan 1 kali pemberian.
b. Waktu pemijatan dapat dilakukan selama 10 menit.
c. Bersihkan kaki klien dengan menggunakan waslap / tissue basah.
d. Bisa menggunakan minyak agar kulit tidak lecet ketika dipjat.
e. Gerakan pertama disebut dengan euflurrage yaitu memijat dari pergelangan
kaki ditarik sampai ke jari-jari. Gerakan dapat dilakukan sekitar 3-4 kali.

f. Gerakan kedua ini sama dengan gerakan pertama yaitu menarik dari
pergelangan sampai ujung jari melewati pergelangan jari diakhiri dengan
tarikan kecil pada jari. Gerakan ini dilakukan pada semua jari kaki, dari
kelingking hingga jempol.

g. Setelah itu, dilakukan seperti gerakan pertama tetapi dengan


mengungkapkan semua telapak tangan pada atas dan bawah telapak kaki,
ditarik lembut dari pergelangan kaki hingga ke jari kaki. Gerakan ini
dilakukan 3-4 kali.
h. Pegang kaki seperti gambar di bawah, lakukan pemijatan pada daerah tumit
dengan gerakan melingkar. Penekanan pemijatan dipuasakan pada jempol
tangan yang dilakukan seperti gerakan-gerakan memutar kecil secara jarum
jam. Gerakan ini dilakukan sebanyak 3-4 kali.

i. Lakukan pemijatan dengan memfokuskan penekanan pada jempol, jari


telunjuk, dan jari tengah dengan membuat gerakan tarikan dari mata kaki
kerah tumit. Gerakan ini dilakukan sebanyak 3-4 kali.

j. Lakukan pemijatan penekanan yang berfokus pada jempol, mengusap dari


telapak kaki bagian atas hingga ke bawah. Gerakan ini dapat dilakukan
sebanyak 3-4 kali.
k. Gerakan ke tujuh hampir sama dengan gerakan ke-6, tetapi gerakan ini
dilakukan dengan posisi agak ke tengah dari telapak kaki. Gerakan ini dapat
dilakukan sebanyak 3-4 kali.

l. Gerakan selanjutnya yaitu dengan membuat gerakan kecil memutar dengan


memberikan sedikit penekanan yang berfokus pada jempol, gerakan ini
dilakukan dari bagian atas telapak kaki bawah jempol hingga di bagian
tumit tetapi telapak bagian tepi. Gerakan ini tidak dilakukan perulangan,
cukup satu kali saja.

m. Gerakan selanjutnya hampir sama dengan gerakan ke-8, hanya bedanya


gerakan ke-9 ini lebih di area telapak kaki bagian tengah. gerakan ini juga
tidak dilakukan perulangan, cukup satu kali saja.
n. Gerakan ke-10 adalah dengan melakukan penekanan pada bawah jari,
seperti yang dilakukan gambar di atas. Gerakan ini dilakukan pada semua
jari kaki. Gerakan ini dilakukan dengan menekan dan memberikan putaran-
putaran kecil searah jarum jam. Setiap jari kaki diberikan pijatan 3-4 kali.

o. Gerakan selanjutnya yaitu memberikan penekanan dan gerakan memutar


kecil pada area tersebut (seperti pada gambar). Gerakan yang dilakukan
dapat sebanyak 4-5 kali pada titik ini saja.

p. Gerakan selanjutnya dapat dilakukan dengan memutar pergelangan kaki,


posisi tangan dapat dilakukan seperti pada gambar. Pemutaran pergelangan
kaki dapat dilakukan sebanyak 4-5 kali.
q. Setelah itu regangkan kaki, yaitu dengan memegang daerah pergelangan
kaki dan memberikan sedikit dorongan keluar pada telapak kaki bagian atas.
Gerakan ini dapat dilakukan 3-4 kali.

r. Gerakan terakhir yaitu memberi usapan lembut dengan sedikit diberikan


penekanan dari pergelangan kaki hingga semua ujung kaki. Gerakan ini
dilakukan 3-4 kali, dan ditutup dengan mengusap satu kali dengan lembut
dari atas pergelangan kaki hingga ujung kaki tanpa diberikan penekanan.

s. Usahakan komunikasi pasien dengan pemijatan terjalin dengan baik, jangan


membicarakan segala sesuatu yang dapat memberatkan mental pasien
khususnya mengenai pasien.
t. Cucilah tangan sehabis memijat.

Anda mungkin juga menyukai