Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PERDARAHAN POST PARTUM

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Maternitas


Ruang 8 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh:
HANIFAH MUNAJIYAH
NIM. 170070301111004

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

2018

PERDARAHAN POST PARTUM

1
A. Definisi
Perdarahan pasca persalinan adalah kehilangan darah melebihi 500 ml yang terjadi
setelah bayi lahir, perdarahan primer terjadi dalam 24 jam pertama, sedangkan perdarahan
sekunder terjadi setelah itu (Mansjoer,2002 ). Perdarahan postpartum ada kalanya
merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita
jatuh ke dalam syok, ataupun merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi
terus menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi banyak
yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok (Mochtar, 1995).
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500cc yang terjadi setelah bayi lahir
pervaginam atau lebih dari 1000 ml setelah persalinan abdominal (Nugroho,2012).
Perdarahan pasca persalinan merupakan kondisi dimana terjadi kehilangan darah
melebihi 500 ml setelah kelahiran bayi dimana dapat terjadi selama 24 jam pertama
maupun setelahnya. Kondisi ini beresiko menyebabkan syok akibat banyaknya perdarahan
yang terjadi.
Gambar :

B. Etiologi
Penyebab terjadinya perdarahan postpartum antara lain :
1. Atonia uteri
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah
persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan
tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri
ini adalah terjadinya perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari

2
pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas
sebagian atau lepas keseluruhan (Faisal, 2008).
Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang
terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan pasca persalinan.
Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh
darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-
tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus, dengan
adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit
pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan
menyebabkan terjadinya pendarahan pasca persalinan (Faisal, 2008).
Atonia uteri dapat terjadi sebagai akibat :
a. Partus lama
b. Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil
kembar, hidramnion atau janin besar
c. Multiparitas
d. Anestesi yang dalam
e. Anestesi lumbal
2. Luka jalan lahir
Luka jalan lahir dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca
persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh
robekan serviks atau vagina (Saifuddin, 2002).
3. Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir setengah jam
setelah janin lahir. Hal tersebut disebabkan (Wiknjosastro, 2005) :
a. Plasenta belum lepas dari dinding uterus
b. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila
sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi
untuk segera mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus
disebabkan :
a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta
adhesiva)
b. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis
menembus desidua sampai miometrium (plasenta akreta)
c. Plasenta merekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis
menembus sampai di bawah peritoneum (plasenta perkreta).
Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh
tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III,
sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).

3
4. Gangguan pembekuan darah (Nugroho,2012)
C. Klasifikasi
Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba, 2003) :
1. Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi
dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer
adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan
inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
2. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan pascapersalinan yang terjadi
setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan
oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.

D. Patofisiologi
(terlampir)
E. Manifestasi Klinis
Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume
total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak pada kehilangan
darah sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan pervaginam yang terus-menerus
setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu
penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan
lain-lain (Wiknjosastro, 2005).
F. Pemeriksan Diagnostik
Kriteria diagnosa perdarahan postpartum, yaitu (Vicky, 2006)
1. Pemeriksaan fisik :pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah
rendah, denyut nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin serta
tampak darah keluar melalui vagina terus-menerus.
2. Pemeriksaan obstetri : uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus
baik, perdarahan mungkin karena luka jalan lahir.
3. Pemeriksaan ginekologi :dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, dapat
diketahui kontraksi uterus, luka jalan lahir dan retensi sisa
plasenta.
G. Penatalaksanaan
Penanganan perdarahan postpartum (Mansjoer, 2002)

4
1. Pada retensio plasenta, bila plasenta belum lahir dalam 30 menit, lahirkan plasenta
dengan plasenta manual dan lakukan histerektomi. Bila hanya sisa plasenta, lakukan
pengeluaran plasenta dengan digital/ kuretase, sementara infuse oksitosin diteruskan.
2. Pada trauma jalan lahir, segera lakukan reparasi, perlukaan jalan lahir sebagai
penyebab perdarahan apabila uterus sudah berkontraksi dengan baik tapi perdarahan
terus berlanjut. Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir
dengan penerangan yang cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah diketahui sumber
perdarahan, pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir dibawah
dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai.
3. Pada atonia uteri, lakukan masase uterus dan penyuntikan 0,2 mg ergometrin intavena
atau prostaglandin parenteral. Jika tidak berhasil, lakukan kompresi bimanual pada
uterus dengan cara memasukkan tangan kiri kedalam vagina dan dalam posisi
mengepal diletakkan di forniks anterior, tangan kanan diletakkan di dinding perut
memegang fundus uteri. Bila tetap gagal, dapat dipasang tampon uterovaginal, dengan
cara mengisi kavum uteri dengan kasa sampai padat selama 24 jam, atau dipasang
kateter folley. Bila tindakan tersebut tidak dapat menghentikan perdarahan juga, terapi
definitive yang diberikan adalah histerektomi atau ligasi arteri uterine.
4. Bila disebabkan gangguan pembekuan darah, berikan transfuse plasma segar.
Urutan Penatalaksanaan Hemoragic Postpartum
1. Melahirkan plasenta bila masih in situ
- Bila plasenta benar-benar lengket, biasanya tidak ada perdarahan
- Bila pelepasan sebagian, mungkin plasenta sulit diangkat lengkap dan
perdarahan sulit ditanggulangi
2. Menggosok Kontraksi
- Menggosok fundus dengan gerakan melingkar kuat. Uterus harus teraba
keras, tidak lunak
- Kaji ulang secara teratur, gosok ulang bila uterus mulai relaks dibawah jari
3. Berikan Oksitoksik IV
- Berikan obat oksitoksik
- Peringatkan ibu sebelumnya bahwa ia akan merasa sakit dan muntah
- Berikan cepat pada awalnya, kemudian perlahan ketika uterus berespon
4. Kateterisasi
- Penting bila kandung kemih teraba atau terlihat
- Pada fase ini, kebanyakan perdarahan tertanggulangi dan berespon
terhadap oksitoksik. Bila tidak, diberikan bantuan lanjutan dari tim
obsetrik dan anestetik
5. Kaji Ulang
- Mengkaji ulang perdarahan
6. Perdarahan masih berjalan atau ganti kehilangan darah
- Diberikan sesuai beratnya kehilangan darah

5
7. Bila perdarahan masih berjalan dan berat
- Dirumah sakit, pemindahan ibu ke kamar operasi untuk pengangkatan
manual plasenta dan kompresi bimanual

H. Pencegahan
Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai
sejak wanita hamil dengan antenatal care yang baik. Pengawasan antenatal
memberikan manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan secara dini, sehingga
dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam pertolongan
persalinannya. Kunjungan pelayanan antenatal bagi ibu hamil paling sedikit 4 kali
kunjungan dengan distribusi sekali pada trimester I, sekali trimester II, dan dua kali
pada trimester III. Anemia dalam kehamilan harus diobati karena perdarahan dalam
batas-batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah anemia. Kadar
fibrinogen perlu diperiksa pada perdarahan yang banyak, kematian janin dalam uterus
dan solusio plasenta. Apabila sebelumnya penderita sudah mengalami perdarahan
postpartum, persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Di rumah sakit diperiksa
keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah dan bila mungkin tersedia
donor darah. Sambil mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan
obat-obatan penguat rahim (uterus tonikum). Setelah ketuban pecah kepala janin
mulai membuka vulva, infus dipasang dan sewaktu bayi lahir diberikan ampul
methergin atau kombinasi 5 satuan sintosinon (sintometrin intravena) (Mochtar,
1995).
Dalam kala III uterus jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas
dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegah perdarahan
postpartum. Sepuluh satuan oksitosin diberikan intramuskulus segera setelah anak
lahir untuk mempercepat pelepasan plasenta. Sesudah plasenta lahir hendaknya
diberikan 0,2 mg ergometrin intramuskulus. Kadang-kadang pemberian ergometrin,
setelah bahu depan bayi lahir dengan tekanan pada fundus uteri plasenta dapat
dikeluarkan dengan segera tanpa banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari
pemberian ergometrin setelah bahu depan bayi lahir adalah kemungkinan terjadinya
jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada persalinan gemelli yang tidak diketahui
sebelumnya (Wiknjosastro, 2005).
I. Komplikasi

6
Komplikasi perdarahan postpartum primer yang paling berat yaitu syok. Bila terjadi
syok yang berat dan pasien selamat, dapat terjadi komplikasi lanjutan yaitu anemia
dan infeksi dalam masa nifas. Infeksi dalam keadaan anemia bisa berlangsung berat
sampai sepsis. Pada perdarahan yang disertai oleh pembekuan intravaskuler merata
dapat terjadi kegagalan fungsi organ-organ seperti gagal ginjal mendadak (Chalik,
2000).

J. Prognosis
Angka kematian ibu mencapai 7,9 % dan angka kematian ibu mencapai 1,8-4,5% dari
kasus yang ada. (Wiknjosastro, 2005)

7
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical
record dll.
2. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dahulu riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal
kronik, hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi
pembuluh darah dll,
a. Alasan dan keluhan pertama masuk Rumah Sakit
Apa yang dirasakan saat itu ditujukan untuk mengenali tanda atau gajala yng
berkaitan dengan perdarahan post portum misalnya antonio uteri, retensio
plasenta robekan jalan lahir, vagina, perineum, adanya sisa selaput plsenta dan
biasanya ibu Nampak perdarahan banyak > 500 CC
b. Riwayat kesehatan sekarang
Dikaji untuk mengetahui apakah seorang ibu menderita penyakit yang bisa
menyebabkan perdarahan post portum seperti aspek fisiologis dan
psikososialnya. Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam
jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus,
pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Dikaji untuk mengrtahui apakah seorang ibu perah menderita penyakit yang
lain yang menyertai dan bisa memperburuk keadaan atau mempersulit
penyambuhan. Seperti penyakit diabetus mellitus dan jantung
d. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada yang
mempunyai riwayat yang sama. Adanya riwayat keluarga yang pernah atau
sedang menderita hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit
keturunan hemopilia dan penyakit menular.
e. Riwayat obstetric
1. Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya,
baunya , keluhan waktu haid, HPHT
2. Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia
mulai hamil.
3. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu.
4. Riwayat Kehamilan sekarang
f. Pemeriksaan fisik (Dongoes, 2001)
 Pemeriksaan tanda-tanda vital
1. Suhu badan, biasanya meningkat sampai 38C dianggap normal.

8
2. Nadi, akan meningkat cepat karena nyer
3. Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia
4. Pernafasan juga menjadi tidak normal.
 Pemeriksaan fisik lainnya : (Nugroho, 2012)
Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi
cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar dari vagina
terus-menerus.
g. Pemeriksaan Khusus (Dongoes, 2001)
1. Nyeri/ketidaknyamanan
2. Sistem vaskuler
3. Sistem Reproduksi
4. Traktus urinarius
5. Traktur gastro intestinal
6. Integritas Ego
h. Pemeriksaan obstetric (Nugroho, 2012)
Mungkin kontraksi usus lembek, uterus membesar bila ada atonia urine. Bila
kontraksi uterus baik, perdarahan mungkin karena luka jalan lahir.
i. Pemeriksaan ginekologi (Nugroho, 2012)
Dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, dapat diketahui kontraksi
uterus, luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta.
j. Pemeriksaan radiologi (Nugroho, 2012)
Onset perdarahan postpartum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan
penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan
laboratorium atau radiologis dapat dilakukan
k. Pemeriksaan Diagnostik (Nugroho, 2012)
1. Golongan darah : Menentukan Rh, golongan ABO dan pencocokan silang
2. Jumlah darah lengkap
3. Kultur uterus dan vaginal : Mengesampingkan infeksi pasca partum
4. Urinalisis : Memastikan kerusakan kandung kemih
5. Profil koagulasi : Peningkatan degeradasi kadar produk fibrin/ produk
spilit fibrin (SDP/FSP)
6. Sonografi : Menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan s/d perdarahan pervaginam

2. Gangguan perfusi jaringan s/d perdarahan pervaginam

3. Cemas/ketakutan s/d perubahan keadaan atau ancaman kematian

4. Resiko infeksi s/d perdarahan

5. Resiko shock hipovolemik s/d perdarahan.

C. Rencana tindakan keperawatan

9
1. Kekurangan volume cairan s/d perdarahan pervaginam

Tujuan: Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan

Rencana tindakan :

a. Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya


tetap terlentang

b. Monitor tanda vital

c. Monitor intake dan output setiap 5-10 menit

d. Evaluasi kandung kencing

e. Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya


diletakan diatas simpisis.

f. Batasi pemeriksaan vagina dan rektum

Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan
cepat, pasien merasa mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera
kolaborasi.

g. Berikan infus atau cairan intravena

h. Berikan uterotonika ( bila perdarahan karena atonia uteri )

i. Berikan antibiotik

j. Berikan transfusi whole blood ( bila perlu )

2. Gangguan perfusi jaringan s/d perdarahan pervaginam

Tujuan: Tanda vital dan gas darah dalam batas normal

Rencana keperawatan :

a. Monitor tanda vital tiap 5-10 menit

b. Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit

c. Kaji ada / tidak adanya produksi ASI

d. Tindakan kolaborasi :

 Monitor kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar gas darah dan PH
merupakan tanda hipoksia jaringan )

10
 Berikan terapi oksigen ( Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan
transportasi sirkulasi jaringan ).

3. Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian

Tujuan: Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan
perasaan cemas berkurang atau hilang.

Rencana tindakan :

a. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan


paska persalinan

b. Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea,


gemetar )

c. Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta


sikap mendukung

d. Berikan informasi tentang perawatan dan


pengobatan

e. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya

f. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien

4. Resiko infeksi sehubungan dengan perdarahan

Tujuan: Tidak terjadi infeksi (lokhea tidak berbau dan TV dalam batas normal)

Rencana tindakan :

a. Catat perubahan tanda vital

b. Catat adanya tanda lemas,


kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang lembek, dan nyeri panggul

c. Monitor involusi uterus


dan pengeluaran lochea

d. Perhatikan kemungkinan
infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran nafas, mastitis dan saluran
kencing

e. Tindakan kolaborasi

11
 Berikan zat besi ( Anemi memperberat keadaan )

 Beri antibiotika ( Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk


keadaan infeksi ).

C. Evaluasi yang diharapkan


1. Suhu tubuh pasien berada dalam rentang normal (36,5-37,5OC)
2. Respiratori rate pasien berada dalam rentang normal
3. Tekanan darah diastol pasien dalam rentang normal (dewasa : <85 mmHg)
4. Tekanan nadi pasien berada dalan rentang normal (dewasa : 60-100 x/menit)
5. Turgor kulit elastis
6. Intake dan output pasien seimbang
7. Membran mucus pasien lembab
8. Tekanan vena sentral pasien berada dalam rentang normal
9.Saturasi oksigen pasien berada dalam rentang normal (skala 5)

DAFTAR PUSTAKA

Chalik TMH. (2000). Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Widya Medika,
1997.
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD. Uterine
Leiomvomas. (2005). In : William Obstetrics 22nd edition. Mc Graw-Hill.
NewYork.
Dongoes, Marilynn E. (2001). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta.
Faisal. (2008). Pendarahan Pasca Persalinan. Diakses : 12 Maret 2014, dari :
http://www.scribd.com/doc/8649214/ PENDARAHAN-PASCA-PERSALINAN.
Mansjoer, A. (2002). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta.
Manuaba. (2003). Kepanitraan Klinik Obsetri & Ginekologi. Jakarta : EGC.
Mochtar, R. (1995). Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri patologi. Jakarta : EGC
Nugroho, T. (2012). Obstetri dan Ginekologi. Yogyakarta : Nuha Medika.
Saifuddin, AB. (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

12
Sheris, J. (2002). Out Look : Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir, Edisi Khusus. PATH.
Seattle.
Vicky. (2006). Asuhan Kebidanan Persalinan & Kelahiran. Jakarta : EGC
Winkjosastro H, Hanada. (2005). Perdarahan Pasca persalinan. Diakses : 12 Maret 2014
dari : http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt12.html [update : 1
Februari 2005].

13
Pathway perdarahan post partum

Etiologi

Atonia uteri Persalinan dengan tindakan Retensio plasenta Inversio uteri

Kegagalan miometrium (episiotomi), Plasenta tdk dapat terlepas Fundus uteri terbalik

u/ berkontraksi Robekan serviks, masih sisa plasenta dlm sebagian/seluruhnya

Uterus dlm keadaan robekan perineum rahim masuk ke dlm cavum uteri

relaksasi,melebar,lembek Terputusnya kontinuitas Menggagu kontraksi uterus Lingkaran kontriksi uterus

Pembuluh darah tak pembuluh darah Pembuluh darah tdk dapat akan mengecil

mampu berkontraksi menutup Uterus akan akan terisi darah

Pembuluh darah tetap

terbuka

Perdarahan Post Partum(Perdarahan Pasca Persalinan)

Penurunan jumlah Persalinan dg tindakan

cairan intravaskuler (episiotomi),

14
Jumlah hemoglobin Berlangsung secara robekan serviks,

dlm darah menurun terus-menerus robekan perineum

Suplai oksigen ke Penurunan jumlah cairan Prosedur invasif Terbentuknya porte de entre

jaringan menurun intravaskuler dlm jumlah Terputusnya kontinuitas (pintu masuknya virus dan

Hipoksia jaringan yang banyak jaringan bakteri patogen)

5L,mukosa pucat, Renjatan hipovolemik Nyeri Virus/bakteri dpt masuk dgn

akral dingin,konjungtiva mudah ke dlm tubuh dan


Resiko syok Nyeri Akut
anemis,nadi cepat tp lemah
Resiko infeksi

Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer

15

Anda mungkin juga menyukai