Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ANEMIA APLASTIK

Nama Mahasiswa : MELYANI TUTI


Nim : R014192021

Preseptor Akademik

Dr.Suni Hariati, S.Kep.,Ns.,M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Definisi
Anemia aplastik lebih dari sekadar kekurangan eritrosit, meskipun
jarang demikian. Namanya berasal dari kata aplasia, yang berarti kegagalan
untuk berkembang. Biasanya itu dimanifestasikan oleh jumlah eritrosit,
leukosit, dan platelet yang tidak mencukupi, secara kolektif digambarkan
sebagai pansitopenia. Anemia aplastik adalah konsekuensi dari produksi sel
induk yang tidak memadai di sumsum tulang (Timby & Smith, 2010). Angka
kematian pada anemia aplastik berkisar dari 80-90% (Kowalak, Welsh, &
Mayer, 2017).

B. Klasifikasi

1. Klasifikasi menurut kausanya :


a. Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira
50% kasus.
b. Sekunder : bila kausanya diketahui.
c. Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan,
misalnya anemia Fanconi
2. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan atau prognosis
Tabel 1.1
Tabel klasifikasi anemia aplastik
Anemia  Seluraritas sumsum tulang <25% atau 25-50%
Aplastik Berat dengan <30% sel hematopoietik residu, dan
 Dua dari tiga kriteria berikut :
- netrofil < 0,5x109/l
- trombosit <20x109 /l
- retikulosit < 20x109 /l

Anemia Sama seperti anemia aplastik berat kecuali netrofil


Aplastik Sangat <0,2x109/l
Berat

Anemia Pasien yang tidak memenuhi kriteria anemia aplastik


Aplastik Bukan berat atau sangat berat; dengan sumsum tulang yang
Berat hiposelular dan memenuhi dua dari tiga kriteria
berikut :
- netrofil < 1,5x10/l
- trombosit < 100x10/l
- hemoglobin <10 g/dl
Sumber: American Society of Hematology (2011)

C. Patofisiologi
Penyebab anemia aplastik adalah faktor kongenital, faktor didapat
antara lain : bahan kimia, obat, radiasi, imunologik. Apabila pajanan
dilanjutkan setelah tanda hipoplasia muncul, maka depresi sumsum tulang
akan berkembang sampai titik dimana terjadi kegagalan sempurna dan
ireversibel. Abnormalitas mungkin terjadi pada sel stem, prekusor
granulosit, eritrosit dan trombosit, akibatnya terjadi pansitopenia.
Pansitopenia adalah menurunnya sel darah merah, sel darah putih,
dan trombosit. Penurunan sel darah ( anemia ) ditandai dengan menurunnya
tingkat hemoglobin dan hematokrit. Penurunan sel darah merah (
Hemoglobin ) menyebabkan penurunan jumlah oksigen yang dikirimkan ke
jaringan, biasanya ditandai dengan kelemahan, kelelahan, dispnea,
takikardia, ekstremitas dingin dan pucat. Kelainan kedua setelah anemia
yaitu leukopenia atau menurunnya jumlah sel darah putih (leukosit) kurang
dari 4500-10000/mm, penurunan sel darah putih ini akan menyebabkan
agranulositosis dan akhirnya menekan respon inflamasi. Respon inflamasi
yang tertekan akan menyebabkan infeksi dan penurunan system imunitas
fisis mekanik dimana dapat menyerang pada selaput lendir, kulit, silia,
saluran nafas sehingga bila selaput lendirnya yang terkena maka akan
mengakibatkan ulserasi dan nyeri pada mulut serta faring, sehingga
mengalami kesulitan dalam menelan dan menyebabkan penurunan masukan
diet dalam tubuh.
Kelainan ketiga setelah anemia dan leukopenia yaitu tromositopenia,
trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit dibawah
100.000/mm3. akibat dari trombositopenia antara lain ekimosis, ptekie,
epistaksis, perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf dan
perdarahan saluran cerna. Gejala dari perdarahan saluran cerna adalah
anoreksia, nausea, konstipasi, atau diare dan stomatitis ( sariawan pada
lidah dan mulut ) perdarahan saluran cerna dapat menyebabkan
hematemesis melena. Perdarahan akibat trombositopenia mengakibatkan
aliran darah ke jaringan menurun.

D. Etiologi
Menurut Kowalak, Welsh, & Mayer (2017), keadaan yang dapat
menyebabkan anemia aplastik, antara lain:
1. Radiasi (sekitar separuh seluruh kasus anemia aplastik)
2. Obat (antibiotik, antikonvulsan) atau zat-zat yang toksik seperti benzene
atau kloramfenikol)
3. Penyakit berat khususnya hepatitis atau infiltrasi preleukemik atau
neoplastic pada sumsum tulang

4. Kongenital (anemia idiopatik). Terdapat dua bentuk anemia aplastik yang


sudah teridentifikasi yaitu anemia hipoplastik atau Blackfan-Diamond
(yang terjadi pada usia antara dua atau tiga bulan) serta sindrom Fanconi
(yang tejadi antara usia sejak lahir dan usia 10 tahun).

Timby & Smith (2010) mengemukakan bahwa beberapa kasus


penyebab sumsum tulang menjadi tidak berfungsi karena terpapar bahan
kimia beracun, radiasi, dan terapi obat dengan obat antikanker dan beberapa
antibiotik. Klien dengan anemia aplastik merasakan sangat sakit dan tingkat
kematiannya tinggi jika sumsum tulang telah mengalami rusak yang parah.
E. Manifestasi klinis
Menurut Kowalak, Welsh, & Mayer (2017), tanda dan gejala anemia
aplastik bervariasi menurut berat dan kondisi pansitopenia yang meliputi:
1. Kelemahan serta rasa mudah lelah yang meningkat secara progresif,
sesak nafas, sakit kepala, pucat dan akhirnya takikardi serta gagal jantung
akibat hipoksia dan peningkatan aliran balik vena
2. Ekimosis, petekie dan pendarahan, khususnta dari membran mukosa
(hidung, gusi, rectum, vagina) atau kedalam retina atau sistem saraf pusat
yang disebabkan oleh trombositopenia
3. Infeksi (demam, ulkus oral dan rektal, nyeri tenggorokan [sore throats]
tanpa disertai inflamasi yang khas; gejala ini disebabkan oleh neutropenia
(defisiensi sel-sel neutrofil)
Klien dengan anemia aplastik mengalami semua karakteristik khas
anemia (kelemahan dan kelelahan). Selain itu, mereka memiliki infeksi
oportunistik yang sering ditambah kelainan koagulasi yang dimanifestasikan
oleh perdarahan yang tidak biasa, perdarahan kulit kecil yang disebut
petechiae dan ecchymoses (memar). Limpa menjadi membesar dengan
akumulasi sel-sel darah klien yang dihancurkan oleh limfosit yang gagal
mengenalinya sebagai sel normal atau dengan akumulasi sel darah yang
ditransfusikan mati. Jumlah sel darah menunjukkan jumlah sel darah yang
tidak mencukupi. Aspirasi sumsum tulang menegaskan bahwa produksi sel
induk ditekan (Timby & Smith, 2010).
F. Komplikasi
Komplikasi anemia aplastik yang mungkin terjadi yaitu perdarahan dari
membran mukosa yang dapat membawa kematian (Kowalak, Welsh, &
Mayer, 2017).
G. Pemeriksaan penunjang
1. Biopsi sum-sum tulang
menentukan beratnya penurunan elemen sum-sum normal dan
penggantian oleh lemak. Abnormalitas mungkin terjadi pada sel stem,
prekusor granulosit, eritrosit dan trombosit. Akibatnya terjadi
pansitopenia (defisiensi semua elemen sel darah).
2. Pemeriksaan darah lengkap
disertai diferensial anemia makrositik, penurunan granulosit, monosit,
limfosit. Gambaran darah tepi : menunjukkan pansitopenia dan
limfositosis relative

3. Uji kerusakan kromosom positif untuk anemia fanconi


4. Tes Fungsi Hati dan Virus
Anemia aplastik dapat terjadi pada 2-3 bulan setelah episode akut
hepatitis. Tes ini juga dinilai jika mempertimbangkan dilakukannya bone
marrow transplantasion
5. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk
sindrom kegagalan sumsum tulang yang diturunkan, karena banyak
diantaranya memperlihatkan abnormalitas skeletal. Pada pemeriksaan
MRI (Magnetic Resonance Imaging) memberikan gambaran yang khas
yaitu ketidakhadiran elemen seluler dan digantikan oleh jaringan lemak.

H. Penegakan Diagnosis
Menurut Kowalak, Welsh, & Mayer (2017), hasil pemeriksaan berikut ini
membantu penegakan diagnosis anemia aplastik:
1. Jumlah sel darah merah hanya 1 juta/μl atau kurang dengan warna dan
besar normal (normokromik normositik) Sel darah merah bisa makrositik
(melebihi ukuran normal) dan aniositotik (memiliki ukuran yang sangat
bervariasi) dengan:
1. Jumlah absolut retikulosit yang sangat rendah
2. Kenaikan kadar besi serum (kecuali bila terjadi perdarahan), TIBC (total
iron-binding capacity) yang normal atau menurun, keberadaan
hemosiderin (derivate hemoglobin) dan simpanan besi dalam jaringan
yang hanya bisa dilihat melalui mikroskop
3. Penurunan jumlah trombosit, neutrofil dan limfosit.
4. Hasil tes koagulasi (waktu perdarahan) yang abnormal dan
mencerminkan penurunan jumlah trombosit
5. “dry tap” (tidak ada sel) pada hasil aspirasi sumsum tulang di beberapa
tempat
6. Biopsi yang memperlihatkan sumsum tulang yang aplastik atau
hiposeluler berat disertai penggantian oleh jaringan lemak, jaringan
fibrosa, atau gelatinosa dalam jumlah bervariasi; penurunan jumlah sel
darah merah serta prekursornya (unsur-unsur eritroid)
Kriteria diagnosis anemia aplastik menurut International
Agranulocytosis and Aplastic Anemia Study Group (IAASG) adalah:
1. Satu dari tiga sebagai berikut
a. Hemoglobin kurang dari 10 g/dl atau hematokrit kurang dari 30%
b. Trombosit kurang dari 50x109/L
c. Leukosit kurang dari 3,5x109/L atau neutrofil kurang dari 1,5x109/L
2. Dengan retikulosit <30.000 u/L (<1%)
3. Dengan gambaran sumsum tulang:
a. Penurunan selularitas dengan hilangnya atau menurunnya semua
sel hemopoetik atau selularitas normal oleh hiperplasia eritroid
fokal dengan deplesi seri granulosit dan megakariosit.
b. Tidak adanya fibrosis yang bermakna atau infiltrasineoplastik.
I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
1) Terapi Kausal : Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan
agen penyebab. Hindarkan pemaparan lebih lanjut terhadap agen
penyebab yang tidak diketahui. Akan tetapi hal ini sulit dilakukan
karena etiologinya tidak jelas atau penyebabnya tidak dapat
dikoreksi.
2) Terapi Suportif : Terapi suportif bermanfaat untuk mengatasi
kelainan yang timbul akibat pansitopenia. Adapun bentuk terapinya
sebagai berikut :

a) Untuk mengatasi infeksi


Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotic yang tepat
dan adekuat. Tranfusi granulosit konsertat diberikan pada sepsis
berat.
b) Usaha untuk mengatasi anemia
Berikan tranfusi Packed Red Cell (PRC) jika hemoglobin < 7 gr/
atau tanda payah jantung atau anemia yang sangat simptomatik.
Koreksi Hb sebesar 9-10 gr % tidak perlu sampai normal karena
akan menekan eritropoesis internal.
c) Usaha untuk mengatasi perdarahan. Berikan tranfusi konsertat
trombosit jika terdapat perdarahan mayor atau trombosit <
20.000 mm3.
3) Terapi untuk memperbaiki sum-sum tulang
Obat untuk merangsang fungsi sum-sum tulang :
a) Anabiotik sterod dapat diberikan oksimetolon atau stanal dengan
dosis 2-3 mg/kgBB/hari. Efek fungsi terapi tampak setelah 6-8
minggu. Efek samping yang dialami berupa virilisasi dan
gangguan fungsi hati.
b) Kortikosteroid dosis rendah sampai menengah.
4) Terapi definitive
Terapi definitif merupakan terapi yang dapat memberikan
kesembuhan jangka panjang.
a) Terapi imonusupresif : Pemberian anti-lymphocyte globuline
(ALG) atau anti-thymocyte globuline (ATG) dapat menekan
proses imunologis. Terapi imonusupresif lain, yaitu pemberian
metilprednison dosis tinggi.
b) Transplantasi sum-sum tulang
Transplantasi sum-sum tulang merupakan terapi definitif yang
memberikan haraapan kesembuhan, tetapi biayanya mahal.

2. Penatalaksanaan/manajemen keperawatan
Perawat menilai tanda-tanda anemia berat, infeksi dan
kecenderungan perdarahan. Perawat melakukan segala upaya untuk
mencegah infeksi. Jika jumlah leukosit sangat rendah, perawat
menerapkan prosedur isolasi khusus, seperti membatasi pengunjung dan
menggunakan ruang aliran udara laminar.
Perawat memasukkan makanan lunak dalam makanan dan
memodifikasi teknik kebersihan mulut untuk mencegah pendarahan dari
gusi. Perawat berkolaborasi dengan dokter mengenai rute alternatif untuk
obat yang diberikan secara parenteral. Jika itu tidak memungkinkan,
perawat memberikan tekanan tambahan pada setiap tusukan dari suntikan
atau tempat di mana cairan IV diberikan dan dihentikan. Perawat
memonitor klien dengan cermat selama transfusi darah karena risiko reaksi
meningkat dengan berulangnya sel asing dari banyak donor darah (Timby
& Smith, 2010).
3. Pertimbangan khusus
a. Jika jumlah trombosit rendah (kurang dari 2.000/ul), cegah pendarahan
dengan menghindari suntik IM, menganjurkan pemakaian alat cukur
elektris serta sikat gigi berbulu lunak, melakukan humidifikasi oksigen
untuk mencegah kekeringan membran mukosa dan meningkatkan
defekasi yang teratur melalui penggunaan obat pelunak feses serta diet
yang tepat untuk mencegah konstipasi. Selain itu, lakukan penekanan
pada tempat penusukan vena sampai perdarahan berhenti. Deteksi
perdarahan secara dini dengan memeriksa darah dalam urin serta feses
dan periksa adanya petekie pada kulit.
b. Lakukan tindakan pengamanan untuk mencegah agar pasien tidak
jatuh karena keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan atau hemoragi
berkepanjangan.
c. Bantu mencegah infeksi dengan perawat mencuci tangan sebelum
memasuki kamar pasien dan memastikan bahwa pasien sudah
mendapatkan makanan bergizi (kaya vitamin serta protein) untuk
memperbaiki daya tahan tubuhnya serta mendorong pasien untuk
merawat mulut dan daerah perianal dengan teliti.
d. Pastikan pemeriksaan kultur sekret tenggorok, urine, secret hidung,
rectum serta darah dilakukan secara rutin dan benar untuk mendeteksi
kemungkinan infeksi.
e. Apabila pasien memiliki kadar hemoglobin yang rendah sehingga
membuatnya merasa lelah, jadwalkan periode istirahat yang frekuen.
f. Berikan kenyamanan seperti penggunaan selimut atau kaos kaki/tangan
yang nyaman untuk memberikan kehangatan pada periperal
ekstremitas
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan

Pengumpulan Data

Biodata identitas klien dan penanggung jawab

1. Identitas Klien

Dikaji nama, jenis kelamin, agama, alamat, suku bangsa, pekerjaan dan

lain-lain.

2. Identitas penanggung jawab

Dikaji nama, alamat, pekerjaan dan hubungan dengan klien.

3. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama

(Menjelaskan keluhan yang paling dirasakan oleh klien saat ini)

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

(Menjelaskan uraian kronologis sakit klien sekarang sampai klien

dibawa ke RS, ditambah dengan keluhan klien saat ini yang diuraikan

dalam konsep PQRST)

1) P : Palitatif /Provokatif

(Apakah yang menyebabkan gejala, apa yang dapat memperberat

dan menguranginya)

2) Q : Qualitatif /Quantitatif

(Bagaimana gejala dirasakan, nampak atau terdengar, sejauhmana

merasakannya sekarang)
3) R : Region

(Dimana gejala terasa, apakah menyebar)

4) S : Skala

(Seberapa keparahan dirasakan dengan skala 1 s/d 10)

5) T : Time

(Kapan gejala mulai timbul, berapa sering gejala terasa, apakah

tiba-tiba atau bertahap)

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

(Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan dengan

atau memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita klien saat

ini. Termasuk faktor predisposisi penyakit dan ada waktu proses

sembuh)

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

(Mengidentifikasi apakah di keluarga klien ada riwayat penyakit

turunan atau riwayat penyakit menular)

e. Pola Aktivitas Sehari-hari

(Membandingkan pola aktifitas keseharian klien antara sebelum sakit

dan saat sakit, untuk mengidentifikasi apakah ada perubahan pola

pemenuhan atau tidak)

4. Pemeriksaan Fisik

Fokus pada struktur dan perubahan fungsi yang terjadi dengan teknik

pemeriksaan yang digunakan Head to Toe yang diawali dengan observasi


keadaan umum klien. Dan menggunakan pedoman 4 langkah yaitu

Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi.

a. Sistem Kardiovakuler

Misalnya: takikardi, bradikardi, murmur, edema, nadi tidak teraba

b. Sistem Integument

Misalnya: bengkak, diaforesis, lembab, prosthesis, atrofi/deformitas

c. Sistem Pulmoner

Misalnya: sputum kental, nafas dangkal, pernafasan kusmaul, udem

paru, gangguan pernafasan, asidosis metabolic, pneumonia, nafas

berbau amoniak, sesak nafas

d. Sistem Gastrointestinal

Misalnya: distensi, anoreksia, hipoperistaltik, rigiditas, konstipasi,

disfagia
e. Sistem Neurologi

Misalnya: konfusi, vertigo, sedasi, tremor, pupil non rekatif, koma,

sakit kepala, letargi, mati rasa, suara sesak

f. Sistem Muskuloskletal

Misalnya: kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop,

osteosklerosis, dan osteomalasia

g. Sisem Urinaria

Misalnya: disuria, hesitansi, nokturia, folley, inkontinensia

h. Sistem Reproduktif
Misalnya: amenore, atropi testikuler, penurunan libido, infertilitas

5. Data Psikologis

6. Data Sosial

7. Data Spiritual

8. Data Penunjang

Tentang semua prosedur diagnostik dan laporan laboratorium yang dijalani

klien, dituliskan hasil pemeriksaan dan nilai normal, dituliskan hanya 3

kali pemeriksaan terakhir secara berturut-turut. Bila hasilnya fluktuatif,

buat keterangan secara naratif

9. Program dan Rencana Pengobatan

Tentang seluruh rencana pengobatan yang akan dilakukan.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang dapat di angkat berdasarkan NANDA 2015-2017 adalah :

1. Hipertermia berhubungan dengan sepsis

2. Ketidakseimbangan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

penurunan suplai darah ke perifer

3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen

4. Risiko perdarahan dengan faktor risiko koagulopati inheren (misalnya

trombositopenia)

5. Risiko infeksi dengan faktor risiko leukopenia

6. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi


C. Rencana/Intervensi Keperawatan

1. Diagnosa : Hipertermia berhubungan dengan sepsis (domain 11, kelas 6, kode diagnosis 00007)

NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan: a. Perawatan demam
a. Keparahan infeksi 1. Monitor warna kulit dan suhu
1. Tidak ada demam 2. Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan
2. Suhu stabil kehilangan cairan yang tak dirasakan
3. Tidak ada nyeri 3. Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya
4. Tidak menggigil 4. Beri obat atau cairan IV (misalnya antipiretik, agen
5. Nafsu makan baik antibakteri)
5. Tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan,
tergantung pada fase demam (yaitu: memberikan selimut
hangat untuk fase dingin; menyediakan pakaian atau
linen tempat tidur ringan untuk demam dan fase
bergejolak/flush
6. Fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan aktivitas: jika
diperlukan
7. Pantau komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan
demam serta tanda dan gejala kondisi penyebab demam
(misalnya kejang, penurunan tingkat kesadaran, status
elektrolit abnormal, ketidakseimbangan asam basa,
aritmia jantung dan perubahan abnormalitas sel)
8. Kolaborasi pemberian obat penurun panas
2. Diagnosa : Ketidakseimbangan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan suplai darah ke perifer (domain 4,

kelas 4, kode diagnosis 00204)

NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan : a. Peripheral Sensation Management (Manajemen Sensasi
a. Perfusi jaringan : perifer Perifer)
1. Pengisian kapiler jari dan kaki kisaran normal 1. Monitor adanya daerah yang hanya peka terhadap
2. Suhu kulit ujung aki dan tangan kisaran normal panas/dingin/tajam/tumpul
3. Kekuatan nadi karotis, brakialis, radialis, femoralis, 2. Monitor warna kulit, suhu dan refleks otot
pedal ( kanan) kisaran normal 3. Monitor adanya paretese
4. Kekuatan nadi karotis, brakialis, radialis, femoralis, 4. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada
pedal (kiri) kisaran normal isi atau laserasi
5. Tekanan darah dalam kisaran normal 5. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
6. Bruit di ujung kaki dan tangan tidak ada 6. Kolaborasi pemberian terapi fisioterapi untuk
7. Edema perifer tidak ada memperlacar peredaran darah dan memperkuat otot
8. Matirasa tidak ada sesuai indikasi
9. Pucat tidak ada
10. Kelemahan otot tidak ada
11. Kerusakan kulit tidak ada
12. Nekrosis tidak ada

3. Diagnosa : Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (domain 4, kelas
4, kode diagnosis 00092)
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan : a. Terapi aktifitas
a. Toleransi terhadap aktifitas 1. Pertimbangkan aktivitas yang akan dilakukan
1. Saturasi oksigen meningkat kemampuan pasien dalam berpartisipasi melalui aktivitas
2. Frekuensi nadi dalam batas normal spesifik
3. Pola napas meningkat/normal 2. Bantu klien memilih aktivitas dan pencapaian tujuan
4. Pergerakan dan kekuatan otot meningkat melalui aktivitas yang konsisten dengan kemampuan fisik
b. Perawatan diri : aktifitas sehari-hari 3. Bantu klien mengidentifiksikan aktivitas yang diinginkan
1. Makan tidak terganggu 4. Bantu dengan aktivitas fisik secara teratur (misalnya
2. Memakai baju tidak terganggu ambulasi, transfer/berpindah, berputar dan kebersihan
3. Ke toilet tidak terganggu diri)
4. Berpakaian tidak terganggu 5. Ciptakan lingkungan yang aman
5. Berjalan tidak terganggu 6. Berikan kesempatan keluarga untuk terlibat dalam
aktivitas dengan cara yang tepat.
7. Bantu klien dan keluarga untuk memantau perkembangan
pasien terhadap pencapaian tujuan.
b. Manajemen energy
1. Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan
sesuai dengan konteks usia dan perkembangan
2. Anjurkan atau keluarga pasien mengungkapkan
keterbatasan yang dialami secara verbal
3. Tentukan persepsi orang terdekat dengan pasien
mengenai penyebab kelelahan
4. Perbaiki status defisit fisiologis sebagai prioritas utama
5. Monitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber
energi yang adekuat
6. Bantu pasien memilih aktivitas-aktivitas
4. Diagnosa : Risiko perdarahan dengan faktor risiko koagulopati inheren (mis., trombositopenia) (domain 11, kelas 2, kode

diagnosis 00206)

NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan : a. Pencegahan perdarahan
a. Keparahan kehilangan darah Koagulasi darah 1. Monitor ketat terjadinya resiko perdarahan
1. Kehilangan darah yang terlihat berkurang 2. Catat nilai hemoglobin dan hematokrit sebelum serta
2. Tidak terdapat hematuria dan hematemesis sesudah perdarahan
3. Tidak terdapat distensi abdominal 3. Monitor tanda dan gejala terjadinya perdarahan menetap
4. Tidak terdapat perdarahan pervagina serta anus 4. Monitor komponen koagulasi darah seperti trombosit,
5. Tekanan darah dalam batas normal protrombin time, partial thromboplastin time
6. Tidak terjadi penurunan Hemoglobin dan 5. Monitor tekanan darah dan ortostatik
hematocrit 6. Pertahankan pasien agar tetap berbaring saat perdarahan
b. Kontrol risiko aktif
1. Mampu mengidentifikasi faktor risiko 7. Berikan transfusi pengganti darah seperti trombosit dan
2. Mampu mengenali faktor risiko individu Packed Red Cell (PRC)
3. Mampu memonitor faktor risiko individu 8. Lindungi pasien dari trauma yang menyebabkan
4. Mampu mengembangkan strategi yang efektif terjadinya perdarahan
dalam mengontrol risiko 9. Cegah konstipasi dengan meningkatkan asupan cairan dan
5. Mampu menyesuaikan strategi control risiko serat
6. Mampu menjalankan strategi kontrol risiko yang 10. Kolaborasi pemberian nutrisi parenteral yang sesuai
sudah ditetapkan b. Pengurangan perdarahan
7. Mampu menghindari paparan ancaman kesehatan 1. Identifikasi penyebab terjadinya perdarahan
2. Monitor status cairan intake dan output pasien
3. Monitor sebelum dan sesudah transfusi
4. Dokumentasikan reaksi dan hasil intervesi
5. Diagnosa : Risiko infeksi dengan faktor risiko leukopenia (domain 11, kelas 1, kode diagnosis 00004)
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan: a. Perlindungan infeksi
a. Keparahan infeksi 1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
1. Suhu kembali stabil 2. Perhatikan dan pertahankan prodesur aseptik
2. Nafsu makan baik 3. Monitor hitung mutlak granulosit, WBC dan hasil-hasil
3. Tidak merasakan nyeri diferensial
4. jumlah sel darah putih dalam ambang normal 4. Batasi jumlah pengunjung yang sesuai
b. Kontrol risiko 5. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup
1. Mampu mengidentifikasi faktor risiko 6. Anjurkan asupan cairan dengan tepat
2. Mampu mengenali faktor risiko individu 7. Instruksikan pasien untuk minum antiobiotik sesuai resep
3. Mampu mengembangkan strategi yang efektif b. Kontrol infeksi
dalam mengontrol risiko 1) Batasi dan atur jumlah kunjungan dan pasien per kamar
4. Mampu menjalankan strategi kontrol risiko yang 2) Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan
sudah ditetapkan untuk setiap pasien
5. Mampu menghindari paparan ancaman kesehatan 3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan
pasien
4) Dorong intake nutrisi dan cairan yang sesuai
5) Ajarkan kepada pasien dan keluarga mengenai tanda dan
gejala infeksi dan kapan harus dilaporkan kepada penyedia
perawatan kesehatan
6. Diagnosa : Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi (domain 4, kelas 4, kode diagnosis 00032)

NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan: a. Monitor pernafasan
a. Status pernafasan 1. Monitor kecepatan irama, kedalaman dan kesulitan
1. Frekuensi pernafasan normal bernafas
2. Irama pernafasan normal 2. Catat pergerakan dada, catat ketidak simetrisan,
3. Kedalaman inspirasi normal pengunaan otot-otot bantu nafas dan retraksi pada otot
4. Kepatenan jalan nafas normal supraclaviculas dan interkosta
5. Volume tidal normal 3. Monitor pola nafas (misalnya bradipnue, takipnue,
hiperventilasi, pernafasan kusmaul, pernafasan 1:1 dan
lain-lain
4. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi
sesuai dengan protocol
5. Monitor keluhan sesak nafas pasien, termasuk kegiatan
yang meningkatkan atau memperburuk sesak nafas
6. Berikan bantuan resusitasi jika diperlukan
7. Berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan
b. Manajemen jalan nafas
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Posisikan untuk meringankan sesak nafas
3. Monitor status pernafasan dan oksigenasi, sebagaimana
mestinya
BAB III
PENYIMPANGAN KDM

1. Zat kimia Aplasia Risiko


2. Obat-obatan sumsum tulang Perdarahan
3. Virus
4. Radiasi
5. Kelainan imunologik Penurunan sel-sel Gangguan
prekusor/sel induk pembekuan darah
6. Kelompok idiopatik Granulositopenia
hematopoietik & leukositopenia
Trombositopenia

Kerusakan mikro Meningkatkan


Risiko
sumsum tulang ANEMIA APLASTIK respon infeksi
Infeksi
terhadap patogen

Kompensasi paru Penurunan kadar Hb Penurunan jumlah eritrosit Thermostat di hipotalamus dan
pengeluarin prostaglandin

Kebutuhan O2 tidak terpenuhi Penurunan transport Kompensasi jantung


O2 ke jaringan Hipertermia

Peningkatan frekuensi napas beban kerja jantung meningkat


Hipoksia sel (Takikardia, angina (nyeri Kelelahan
dan jaringan dada), iskemia mikokardium)
Kesulitan bernapas

Penumpukan asam Intoleransi


Ketidak efektifan Ketidakefektifan Metabolisme laktat pada Aktivitas
pola napas perfusi Jaringan anaerob jaringan
Perifer
DAFTAR PUSTAKA

Adeyemo T, Adediran A, Akanmu A, Adeyemo W, Akinbami AJ. (2011). Orofacial


manifestations of hematological disorders: Anemia and hemostatic disorders.
Indian J Dent Res. 22(3):454.
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Kritis
untuk Hasil yang Diharapkan. Singapore: Elsevier.
Contejean, A., Rigon, M. R., & Tamburini, J. (2019). Aplastic Anemia In The Elderly: A
Nationwide Survey On Behalf Of The French Reference Center For Aplastic
Anemia. Journal of the Ferrata Storti Foundation, 256-262.
Damodar S. (2015). Immunosuppressive Therapy for Aplastic Anaemia History of IST
for Aplastic. 16–20.
Kowalak, J. P., Welsh, W., & Mayer, B. (2014). Buku Ajar Patofissiologi . Jakarta: EGC.
Jacobus, D. J. (2016). Proses Autoimun terkait Myedysplastic Syndrome. Cermin Dunia
Kedokteran, 43(5). Dipetik april 22, 2019, dari
www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/view/63
Timby, B. K., & Smith, N. E. (2010). Introductory Medical-Surgical Nursing (Vol. 10).
China: Wolters Kluwer Health | Lippincott Williams & Wilkins.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2010). Nursing care plans :
guidelines for individualizing client care across the life span. Amerika Serikat:
F. A. Davis Company.
Kowalak, J. P., Welsh, W., & Mayer, B. (2017). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Scheinberg P, Young NS. (2012). How I treat acquired aplastic anemia. Blood J.
120(6):1185–97.

Anda mungkin juga menyukai