7
8
Tabel 2.1 Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi
menurut Rahayu (2016)
Diameter
Berat
Bekas
Involusi Tinggi Fundus Uteri Uteru Keadaan Serviks
Melekat
s (gr)
Plasenta
Bayi lahir Setinggi pusat 1.000 gr
Plasenta 2 jari di bawah pusat 750 gr 12,5 cm Lembut
lahir
1 minggu Pertengahan pusat 500 gr 7,5 cm Dapat dimasuki 2
simfisis jari
2 minggu Tidak teraba 350 gr 5 cm Dapat dimasuki 1
jari
6 minggu Bertambah kecil 50-60 gr 2,5 cm Hampir kembali
normal
8 minggu Normal seperti sebelum 30 gr - Normal
hamil
2) Lokia
Lokia atau cairan yang mengandung darah selama involusi
akan mengalir dari rahim dan keluar dari vagina dalam
masa nifas dan lokia yang normal memiliki berbau anyir
(Ratnawati, 2018).
Lokia dibedakan berdasarkan warna dan waktu keluarnya,
yaitu:
a) Lokia rubra
Cairan yang keluar pada hari ke-1 sampai hari ke-4
setelah melahirkan, cairan ini berwarna merah dan
mengandung darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta,
dinding rahim, lemak bayi, rambut lanugoo dan sisa
mekonium.
b) Lokia sanguinolenta
Berwarna merah kecokelatan dan juga berlendir, lokia
ini berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post
partum.
c) Lokia serosa
Berwarna kuning kecoklatan yang mengandung serum
leukosit, dan robekan laserasi plasenta. Lokia ini
keluar pada hari ke-7 sampai hari ke-14
d) Lokia alba
Berwarna kekuningan atau putih yang mengadung sel
epitel, mucus, serum, dan bakteri. Lokia alba ini dapat
berlangsung selama 2-6 minggu setelah melahirkan
(Astuti, 2014).
3) Vagina
Pada sekitar minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul
rugae kembali. Vagina yang semula sangat teregang akan
kembali secara bertahap seperti ukuran sebelum hamil
pada minggu ke-6 sampai ke-8 setelah melahirkan. Rugae
akan terlihat kembali pada minggu ke-3 atau ke-4.
Estrogen setelah melahirkan sangat berperan dalam
penebalan mukosa vagina dan pembentukan rugae kembali
(Maryunani, 2009).
4) Serviks
Serviks akan menjadi lunak segera setelah melahirkan.
Dalam waktu sekitar 20 jam setelah persalinan, serviks
memendek dengan konsistesi lebih padat dan kembali ke
bentuk semula dalam masa involusi (Maryunani, 2009).
5) Perineum
Perineum adalah daerah antara vulva dan anus. Biasanya
setelah melahirkan, perineum menjadi agak
bengkak/edema/memar dan mungkin ada luka jahitan
bekas robekan atau episotomi. Perhatikan tanda-tanda
infeksi pada luka episiotomy seperti nyeri, merah, panas,
bengkak, atau keluar cairan pada luka. Penyembuhan luka
biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah melahirkan
(Maryunani, 2009)
6) Payudara
Pasca melahirkan, payudara ibu akan membengkak dan
terasa nyeri. Penyebab pembengkakan payudara ini adalah
karena ASI tidak disusui dengan adekuat, sehingga sisa
ASI terkumpul pada sistem duktus. Hal ini mengakibatkan
terjadinya pembengkakan (Ratnawati, 2018).
Perubahan pada payudara dapat meliputi:
a) Penurunan kadar progesteron secara tepat dengan
peningkatan hormon prolaktin setelah persalinan.
b) Kolostrum sudah ada saat persalinan produksi ASI
terjadi pada hari ke-2 atau hari ke-3 setelah
persalinan
c) Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda
mulainya proses laktasi (Saleha, 2009)
b. Sistem Kardiovaskuler
Pada kehamilan terjadi hipervolemi (peningkatan volume
darah sebesar 35% dari volume sebelumnya mendekati aterm)
membuat wanita dapat mentoleransi kehilangan darah yang
cukup banyak saat melahirkan. Meskipun kehilangan darah
biasanya tidak sebanyak itu, darah yang hilang bisa sampai 500
ml (10% volume darah) pada kelahiran pervagina dan 1.000 ml
(15-30% volume darah) pada kelahiran dengan operasi cesar.
c. Sistem Perkemihan
Diuresis yang normal dimulai segera setelah bersalin sampai
hari kelima setelah persalinan. Jumlah urine yang keluar dapat
melebihi 3.000 ml per harinya. Disamping itu, kandung kemih
pada purperium mempunyai kapasitas yang meningkat secara
relative. Oleh karena itu, distensi yang berlebihan, urine
residual yang berlebihan, dan pengosongan yang tidak
sempurna, harus diwaspadai dengan saksama. Ureter dan pelvis
renalis yang mengalami distensi akan kembali normal pada dua
sampai delapan minggu setelah persalinan (Saleha, 2009).
d. Sistem Pencernaan
1) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus
cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi
lahir. Kelebihan analgesia dan anesthesia bisa
memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke
keadaan normal.
2) Defekasi
Nyeri saat defekasi dirasakan diperineum akibat
episiotomi, laserasi, hemorid. Kebiasaan buang air yang
teratur perlu dicapai karena setelah tonus usus kembali
normal (Ambarwati, 2010).
3) Perubahan Berat Badan
Tabel 2.2 Sumber dan jumlah kehilangan berat badan
selama masa postpartum
No. Sumber Kehilangan Berat Badan Jumlah Kehilangan Berat
Badan
Janin dan plasenta, cairan ketuban 5,5 - 6,0 kg
1.
dan darah pada saat persalinan
2,5 – 4,0 kg
2. Persipasi (keringat) dan Diversis
persalinan.
1 kg
3. Involusi uterus dan lokia
9,0 – 10,0 kg
Jumlah Total Kehilangan Berat Badan
b. Masalah perkemihan
Pada 24 jam pertama pasca persalinan, pasien umumnya
menderita keluhan tidak bisa BAK akibat depresi pada reflek
aktivitas detrusor yang disebabkan oleh tekanan dasar vesika
urinaria saat persalinan. Keluhan ini bertamabah hebat oleh
karena adanya fase diuresis pasca persalinan, bila perlu retensio
urine dapat diatasi dengan melakukan kateterisasi.
c. Masalah Pencernaan
Sejumlah pasien pasca persalinan mengaluh konstipasi yang
biasanya tidak memerlukan intervensi medis. Bila perlu dapat
diberi obat pencahar supositoria ringan. Haemorrhoid yang di
derita selama kehamilan akan menyebabkan rasa sakit pasca
persalinan dan keadaan ini memerlukan intervensi medis.
d. Nyeri punggung
Nyeri punggung sering dirasakan pada trimester ketiga
kehamilan dan menetap setelah persalinan dan pada masa nifas.
Kejadian ini terjadi pada 25% wanita dalam masa purperium
namun keluhan ini dirasakan oleh 50% dari mereka sejak
sebelum kehamilan. Keluhan ini menjadi semakin berat bila
mereka harus merawat anaknya sendiri.
g. Tromboflebitis
1. Tromboflebitis pelvika
Tromboflebitis pelvika mengenai vena-vena dinding
uterus dan ligamentum latum yaitu vena ovarika, vena
uterine dan vena hipogastrika. Vena ovarika paling sering
terinfeksi, karena mengalirkan darah dari luka bekas
plasenta di daerah fundus uteri.
2. Tromboflebitis femoralis
Tromboflebitis vena femoralis mungkin terjadi karena
aliran darah melambat di daerah lipatan paha oleh tekanan
inguinal ligament dan juga karena kadar fibrinogen dalam
masa nifas meninggi.
Tromboflebitis yang berasal dari vena safena magan atau
vena femoralis, edema tungkai mulai muncul dari jari
kaki, lalu naik ke kaki, betis dan paha. Sedangkan
tromboflebitis lanjutan dari tromboflebitis pelvika, edema
mulai muncul dari paha lalu turun ke betis. Biasanya,
hanya satu kaki yang bengkak, tapi ada juga yang
keduanya (Martaadisoebrata et al, 2016)
b. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis seperti pemeriksaan diagnostik meliputi
pemeriksaan darah lengkap dan hemoglobin juga hematokrit,
pemeriksaan urinalisasi (kadar urin dan darah). Pemberian
terapi obat meliputi memberikan tablet zat besi untuk
mengatasi anmenia serta memberikan antibiotic bila ada
indikas
7. Pathway masa nifas
POST PARTUM
Tanda-tanda vital Sistem Kardiovaskuler Sistem Endokrin Sistem Reproduksi Kelainan bayi
Adaptasi
Suhu ↑ Bradikardi
Produksi hormone estrogen dan progesterone ↓
≥ 38°C Takikardi
Produksi prolactin ↑ Tidak beradaptasi
Takikardi Iritabilitas vasomotor
Diaporosis Disuria
TD dalam
Urinari frekuensi
batas
normal
RR ↑
Gangguan perfusi
jaringan perifer Gangguan
↑ produksi ASI eliminasi urin
Resiko Infeksi Intoleransi aktivitas Breast engorgement
Nafsu
makan ↑
Tonus Sensasi ekstermitas bawah bawah ↓
Trombople bitis Gangguan Proses Laktasi
abdomen ↓
Resiko
Konstipasi Nyeri akut
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA, NIC DAN NOC dalam buku Aspiani (2017),
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut:
a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan (luka episiotomi)
ditandai dengan klien mengatakan nyeri pada daerah genetalia,
nyeri pada payudara, payudara bengkak, ekspresi wajah meringis.
b. Resiko kurang volume cairan berhubungan dengan pengeluaran
yang berlebih: perdarahan, diuresis, keringat berlebih
c. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jalan lahir.
d. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan trauma perineum.
e. Konstipasi berhubungan dengan kurangnya mobilisasi; diet yang
tidak seimbang, trauma persalinan.
f. Resiko gangguan proses parenting berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang cara merawat bayi.
g. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, kelelahan
post partum.
3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan perineum luka
episiotomi
Tujuan :
Klien mengetahui cara mengenali tingkat nyeri dan dapat
mengontrol nyeri setelah dilakukan tindakan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
Klien tidak mengeluh sulit tidur, tampak tenang dan nyaman
Rencana Tindakan Keperawatan :
1) Ukur tanda-tanda vital klien (rasional: mengetahui keadaan
umum klien)
2) Kaji karakteristik nyeri klien (rasional: untuk menentukan jenis
skala dan tempat terasa nyeri)
3) Pastikan berat/durasi ketidaknyamanan (rasional: Nyeri
mempengaruhi emosi dan perilaku, sehingga klien tidak
berfokus pada aktivitas perawatan diri sampai kebutuhan
fisiknya terhadap kenyamanan terpenuhi)
4) Bantu latihan gerak aktif/pasif (rasional: menurunkan
kekakuan sendi, meminimalkan ketidaknyamanan)
5) Berikan posisi yang nyaman, tidak bising, ruangan terang dan
tenang (rasional: membantu klien rileks dan mengurangi nyeri)
6) Kolaborasi pemberian obat analgetik (rasional: untuk menekan
atau mengurangi nyeri)
4. Implementasi Keperawatan
Pelakasanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan dan kebutuhan klien.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan proses yang berlangsung secara terus
menerus dan bertujuan untuk menilai hasil dari tindakan keperawatan
yang telah diberikan
25
Daftar Pustaka
Astuti, Sri., Tina, DJ., Lina, R., Ari, IS. (2014). Asuhan Kebidanan Nifas &
Menyusui. Yogyakarta : Erlangga.
Bobak, I.M., Lowdermilk, D.L., Jensen, M.D. (2005). Buku Ajar Keperawatan
Maternitas. Jakarta : EGC.
Dewi, V.N.L. dan Tri, Sunarsih. (2012). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas.
Jakarta: Salemba Medika.
Kemenkes RI. (2013). Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta:
Kemenkes RI.
Maita, Liva., Octa, DW., Rika, A., Risa, P., Yulrina, A. (2016). Obstetri dalam
Kebidanan. Yogyakarta : Deepublish
Maryunani, Anik. (2009). Asuhan Pada Ibu dalam Masa NIfas. Jakarta : TIM.
Martaadisoebrata, D., Firman, FW., Jusuf, SE. (2016). Obtetri Patologi : ilmu
kesehatan reproduksi Ed 3. Jakarta : EGC.
Potter, P.A. dan Perry, A.G. (2015). Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses dan Praktik. Ed 4 Vol 1. Jakarta : EGC
Rohmah, Nikmatur & Saiful Walid. (2012). Proses Keperawatan Teori &
Aplikasi. Jakarta: AR-RUZZ Media
Saleha, Sittti. (2009). Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba
Medika.
Setiadi. (2012). Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Edisi
1. Yogyakarta : Graha Ilmu.