Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN POST PARTUM SPONTAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA I


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D III
KEPERAWATAN JAKARTA
MEI 2019
A. Konsep Dasar Post Partum
1. Definisi Post Partum
Post partum merupakan periode waktu atau masa dimana organ-organ
reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil membutuhkan waktu
sekitar 6 minggu (Kirana, 2015).

Masa nifas (puerperium) dimulai sejak kelahiran plasenta sampai


ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil
yang berlangsung kira-kira 6 minggu (42 hari) (Dewi dan Sunarsih,
2012).

Post partum adalah masa sesudahnya persalinan terhitung dari saat


selesai persalinan sampai pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan
sebelum hamil dan lamanya masa nifas kurang lebih 6 minggu
(Rahayu, 2016).

Dari beberapa pengertian post partum diatas dapat disimpulkan bahwa


masa nifas adalah masa pemulihan organ reproduksi setelah
melahirkan yang membutuhkan waktu 6 minggu (42 hari).

2. Klasifikasi post partum


a. Post partum dini yaitu pulihnya kondisi ibu dan diperbolehkan
beraktivitas ringan seperti berjalan dan berdiri. Pada ibu yang
melahirkan spontan tanpa adanya komplikasi dalam 6 jam
pertama setelah kala IV dianjurkanuntuk mobilisasi segera.

7
8

b. Post partum intermedial yaitu masa pemulihan dimana organ-


organ reproduksi secara berangsur-angsur akan kembali ke
keadaan sebelum hamil sekitar 6-8 minggu.
c. Post partum remote yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
mempunyai komplikasi untuk sehat sempurna biasa berminggu-
minggu, bulanan atau tahunan (Martitalia, 2014).

3. Adaptasi fisiologis post partum


a. Sistem Reproduksi
1) Uterus
Setelah lahirnya plasenta, otot-otot uterus berkontaksi
sehingga menjepit pembuluh darah agar tidak terjadi
pendarahan post partum. Setelah itu akan terjadi involusi
uterus sehingga membuat ukuran dan berat uterus
berkurang serta warna dan banyaknya lochia
(Lowdermilk, 2013)

Tabel 2.1 Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi
menurut Rahayu (2016)
Diameter
Berat
Bekas
Involusi Tinggi Fundus Uteri Uteru Keadaan Serviks
Melekat
s (gr)
Plasenta
Bayi lahir Setinggi pusat 1.000 gr
Plasenta 2 jari di bawah pusat 750 gr 12,5 cm Lembut
lahir
1 minggu Pertengahan pusat 500 gr 7,5 cm Dapat dimasuki 2
simfisis jari
2 minggu Tidak teraba 350 gr 5 cm Dapat dimasuki 1
jari
6 minggu Bertambah kecil 50-60 gr 2,5 cm Hampir kembali
normal
8 minggu Normal seperti sebelum 30 gr - Normal
hamil

2) Lokia
Lokia atau cairan yang mengandung darah selama involusi
akan mengalir dari rahim dan keluar dari vagina dalam
masa nifas dan lokia yang normal memiliki berbau anyir
(Ratnawati, 2018).
Lokia dibedakan berdasarkan warna dan waktu keluarnya,
yaitu:
a) Lokia rubra
Cairan yang keluar pada hari ke-1 sampai hari ke-4
setelah melahirkan, cairan ini berwarna merah dan
mengandung darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta,
dinding rahim, lemak bayi, rambut lanugoo dan sisa
mekonium.
b) Lokia sanguinolenta
Berwarna merah kecokelatan dan juga berlendir, lokia
ini berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post
partum.
c) Lokia serosa
Berwarna kuning kecoklatan yang mengandung serum
leukosit, dan robekan laserasi plasenta. Lokia ini
keluar pada hari ke-7 sampai hari ke-14
d) Lokia alba
Berwarna kekuningan atau putih yang mengadung sel
epitel, mucus, serum, dan bakteri. Lokia alba ini dapat
berlangsung selama 2-6 minggu setelah melahirkan
(Astuti, 2014).
3) Vagina
Pada sekitar minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul
rugae kembali. Vagina yang semula sangat teregang akan
kembali secara bertahap seperti ukuran sebelum hamil
pada minggu ke-6 sampai ke-8 setelah melahirkan. Rugae
akan terlihat kembali pada minggu ke-3 atau ke-4.
Estrogen setelah melahirkan sangat berperan dalam
penebalan mukosa vagina dan pembentukan rugae kembali
(Maryunani, 2009).

Awalnya, lubang vagina terlihat kemerahan dan terdapat


edema, terutama di daerah sekitar jahitan episiotomy atau
laserasi. Bila episiotomi dan laserasi dijahit dengan baik,
lubang vagina wanita nulipara akan terlihat seperti lubang
vagina wanita yang belum pernah melahirkan, hematoma
dapat dicegah, ibu akan menampakkan kebersihan yang
baik selama 2 minggu pertama setelah melahirkan
(Lowdermilk, 2013).

4) Serviks
Serviks akan menjadi lunak segera setelah melahirkan.
Dalam waktu sekitar 20 jam setelah persalinan, serviks
memendek dengan konsistesi lebih padat dan kembali ke
bentuk semula dalam masa involusi (Maryunani, 2009).

5) Perineum
Perineum adalah daerah antara vulva dan anus. Biasanya
setelah melahirkan, perineum menjadi agak
bengkak/edema/memar dan mungkin ada luka jahitan
bekas robekan atau episotomi. Perhatikan tanda-tanda
infeksi pada luka episiotomy seperti nyeri, merah, panas,
bengkak, atau keluar cairan pada luka. Penyembuhan luka
biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah melahirkan
(Maryunani, 2009)

6) Payudara
Pasca melahirkan, payudara ibu akan membengkak dan
terasa nyeri. Penyebab pembengkakan payudara ini adalah
karena ASI tidak disusui dengan adekuat, sehingga sisa
ASI terkumpul pada sistem duktus. Hal ini mengakibatkan
terjadinya pembengkakan (Ratnawati, 2018).
Perubahan pada payudara dapat meliputi:
a) Penurunan kadar progesteron secara tepat dengan
peningkatan hormon prolaktin setelah persalinan.
b) Kolostrum sudah ada saat persalinan produksi ASI
terjadi pada hari ke-2 atau hari ke-3 setelah
persalinan
c) Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda
mulainya proses laktasi (Saleha, 2009)

b. Sistem Kardiovaskuler
Pada kehamilan terjadi hipervolemi (peningkatan volume
darah sebesar 35% dari volume sebelumnya mendekati aterm)
membuat wanita dapat mentoleransi kehilangan darah yang
cukup banyak saat melahirkan. Meskipun kehilangan darah
biasanya tidak sebanyak itu, darah yang hilang bisa sampai 500
ml (10% volume darah) pada kelahiran pervagina dan 1.000 ml
(15-30% volume darah) pada kelahiran dengan operasi cesar.

Curah jantung akan tetap meningkat sampai 48 jam pertama


postpartum, hal ini disebabkan oleh kembalinya darah ke
dalam sirkulasi ibu, karena penurunan yang cepat dari aliran
darah uterus dan mobilisasi cairan ekstravaskular. Curah
jantung akan berkurang sekitar 30% dalam 2 minggu setalah
melahirkan.

Ada tiga perubahan fisologis postpartum akan melindungi


wanita dari peningkatan volume darah:
1) Eliminasi sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi
ukuran jaringan pembuluh darah ibu sampai 10-20%.
2) Hilangnya fungsi endokrin plasenta akan
menghilangkan rangsangan vasodilatasi.
3) Mobilisasi cairan ekstravaskular yang disimpan selama
kehamilan (Lowdermilk, 2013).

Menurut Maryunani (2009) mengatakan leukosit normal selama


kehamilan rata-rata sekitar 12.000/mm3. Selama 10-12 hari
pertama setelah melahirkan, nilai sebesar 20.000-25.000/mm 3
adalah hal umum. Volume darah total akan berkurang sekitar 16
% dari nilai sebelum melahirkan, sehingga terjadi anemia
sementara.

c. Sistem Perkemihan
Diuresis yang normal dimulai segera setelah bersalin sampai
hari kelima setelah persalinan. Jumlah urine yang keluar dapat
melebihi 3.000 ml per harinya. Disamping itu, kandung kemih
pada purperium mempunyai kapasitas yang meningkat secara
relative. Oleh karena itu, distensi yang berlebihan, urine
residual yang berlebihan, dan pengosongan yang tidak
sempurna, harus diwaspadai dengan saksama. Ureter dan pelvis
renalis yang mengalami distensi akan kembali normal pada dua
sampai delapan minggu setelah persalinan (Saleha, 2009).
d. Sistem Pencernaan
1) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus
cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi
lahir. Kelebihan analgesia dan anesthesia bisa
memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke
keadaan normal.
2) Defekasi
Nyeri saat defekasi dirasakan diperineum akibat
episiotomi, laserasi, hemorid. Kebiasaan buang air yang
teratur perlu dicapai karena setelah tonus usus kembali
normal (Ambarwati, 2010).
3) Perubahan Berat Badan
Tabel 2.2 Sumber dan jumlah kehilangan berat badan
selama masa postpartum
No. Sumber Kehilangan Berat Badan Jumlah Kehilangan Berat
Badan
Janin dan plasenta, cairan ketuban 5,5 - 6,0 kg
1.
dan darah pada saat persalinan
2,5 – 4,0 kg
2. Persipasi (keringat) dan Diversis
persalinan.
1 kg
3. Involusi uterus dan lokia

9,0 – 10,0 kg
Jumlah Total Kehilangan Berat Badan

Sumber: Maryunani (2009)

e. Perubahan Dinding Abdomen/Perut


Pada hari pertama post partum, abdomen ibu akan tampak
menonjol dan seperti masih hamil. Dinding abdomen ibu akan
kembali ke keadaan sebelum hamil sekitar 6 minggu. Garis-
garis striae pada perut (stretch marks), yang disebabkan oleh
meregangnya/melenturnya dan pecahnya serabut-serabut elastis
pada kulit. Garis-garis ini secara bertahap akan memudar tetapi
masih tampak (Maryunani, 2009).
4. Adaptasi Psikologis Post Partum
Penyesuaian dilakukan terhadap semua perubahan baru. Keluarga
memulai peran baru, pada beberapa ibu dapat menyebabkan gangguan
psikologis, seperti post partum blues dan bila tidak ditangani dapat
berlanjut menjadi depresi post partum.
Menurut klsifikasi Reva Rubin terdapat tiga tingkat psikologis klien
setelah melahirkan yaitu:
a. Fase taking in (fase ketergantungan)
Lamanya 3 hari pertama setelah melahirkan. Fokus pada diri ibu
sendiri, tidak pada bayi, ibu membutuhkan waktu untuk tidur
dan istirahat. Pasif, ibu mempunyai ketergantungan dan tidak
bisa membuat keputusan. Ibu memerlukan bimbingan dalam
merawat bayi dan mempunyai perasaan takjub ketika melihat
bayinya yang baru lahir.
b. Fase taking hold (fase independen)
(Akhir hari ke-3 sampai hari ke-10. Aktif, mandiri, dan bisa
membuat keputusan. Memulai aktivitas perawatan diri, fokus
pada perut, dan kandung kemih. Fokus pada bayi dan menyusui.
Merespons instruksi tentang perawatan bayidan perawatan diri,
dapat mengungkapkan kurangnya kepercayaan diri dalam
merawat bayi.
c. Letting go (fase interdependen)
Terakhir hari ke-10 samapi 6 minggu post partum. Ibu sudah
mengubah peran barunya. Menyadari bayi merupakan bagian
dari dirinya. Ibu sudah dapat menjalankan peranya (Astuti,
2014).
5. Masalah-masalah yang muncul pada masa puerperium
a. Anemia
Resiko anemia ini dapat terjadi bila ibu mengalami pendarahan
yang banyak, apalagi bila sejak masa kehamilan memiliki
riwayat kekurangan darah. Dimasa nifas, anemia bisa
menyebabkan Rahim susah berkontraksi, hal ini disebabkan
karena darah tidak cukup memberikan oksigen ke rahim. Ibu
yang mengidap anemia dengan kondisi membahayakan, apabila
mengalami pendarahan post partum, maka harus segera diberi
transfusi darah. Jika kondisinya tidak berbahaya maka cukup
ditolong dengan pemberian obat-obatan penambah darah yang
mengadung zat besi.

b. Masalah perkemihan
Pada 24 jam pertama pasca persalinan, pasien umumnya
menderita keluhan tidak bisa BAK akibat depresi pada reflek
aktivitas detrusor yang disebabkan oleh tekanan dasar vesika
urinaria saat persalinan. Keluhan ini bertamabah hebat oleh
karena adanya fase diuresis pasca persalinan, bila perlu retensio
urine dapat diatasi dengan melakukan kateterisasi.

c. Masalah Pencernaan
Sejumlah pasien pasca persalinan mengaluh konstipasi yang
biasanya tidak memerlukan intervensi medis. Bila perlu dapat
diberi obat pencahar supositoria ringan. Haemorrhoid yang di
derita selama kehamilan akan menyebabkan rasa sakit pasca
persalinan dan keadaan ini memerlukan intervensi medis.

d. Nyeri punggung
Nyeri punggung sering dirasakan pada trimester ketiga
kehamilan dan menetap setelah persalinan dan pada masa nifas.
Kejadian ini terjadi pada 25% wanita dalam masa purperium
namun keluhan ini dirasakan oleh 50% dari mereka sejak
sebelum kehamilan. Keluhan ini menjadi semakin berat bila
mereka harus merawat anaknya sendiri.

e. Pendarahan post partum


Jika terjadi pendarahan, maka tinggi rahim akan bertambah
naik, tekanan darah menurun, dan denyur nadi ibu menjadi
cepat. Normalnya tinggi Rahim setelah melahirkan adalah sama
dengan pusar atau 1 sentimeter dibawah pusar. Ada kalanya
pendarahan yang terjadi tidak terlihat karena darah mengumpal
di Rahim, jika begitu keluar akan keluar cukup deras. Ini sangat
berbahaya karena bisa mengakibatkan kematian.

f. Infeksi masa nifas


Pada saat nifas, adanya darah yang keluar merupakan proses
pembersihan rahim dari sel-sel sisa jaringan, darah, lekosit, dan
lainnya. Oleh sebab itu, di masa nifas ini ibu belum boleh
melakukan hubungan seksual. Dikarenakan jika langsung
melakukan hubungan seksual, maka kotoran yang seharusnya
keluar dari rahim ibu akan kembali terbawa ke dalam dan
akhirnya menimbulkan infeksi. Jika infeksi terjadi, maka ibu
akan mengalami gejala demam tinggi dan lokianya berbau
busuk. Selain itu rahim bisa menjadi lembek dan tidak
berkontraksi sehingga bisa terjadi pendarahan (Hutahaean,
2009).

g. Tromboflebitis
1. Tromboflebitis pelvika
Tromboflebitis pelvika mengenai vena-vena dinding
uterus dan ligamentum latum yaitu vena ovarika, vena
uterine dan vena hipogastrika. Vena ovarika paling sering
terinfeksi, karena mengalirkan darah dari luka bekas
plasenta di daerah fundus uteri.

2. Tromboflebitis femoralis
Tromboflebitis vena femoralis mungkin terjadi karena
aliran darah melambat di daerah lipatan paha oleh tekanan
inguinal ligament dan juga karena kadar fibrinogen dalam
masa nifas meninggi.
Tromboflebitis yang berasal dari vena safena magan atau
vena femoralis, edema tungkai mulai muncul dari jari
kaki, lalu naik ke kaki, betis dan paha. Sedangkan
tromboflebitis lanjutan dari tromboflebitis pelvika, edema
mulai muncul dari paha lalu turun ke betis. Biasanya,
hanya satu kaki yang bengkak, tapi ada juga yang
keduanya (Martaadisoebrata et al, 2016)

h. Masalah Psikologi : Depresi masa nifas


Depresi yang terjadi pada masa nifas biasanya dapat terjadi di
minggu-minggu pertama setelah melahirkan. Hal ini
dikarenkan pengaruh perubahan hormonal, adanya proses
involusi dan ibu kurang tidur serta lelah karena mengurus bayi.
Gejalanya adalah gelisah, sedih, resah dan pusing, bahkan ada
pula yang sampai mengamuk seperti orang yang memiliki
gangguan kejiwaan (Maita et al, 2016).

6. Penatalaksanaan Post partum


a. Penatalaksanaan postpartum akibat laserasi/robekan jalan lahir
Pendarahan pasca persalinan yang terjadi pada kontraksi uterus
yang kuat, keras, bisa terjadi akibat adanya robekan jalan lahir.
Bila sudah dapat dilokalisir dari pendarahannya, jahitlah luka
tersebut dengan menggunakan benang katgut dan jarum bulat.
Untuk robekan yang lokasinya dalam atau sulit dijangkau,
berilah tampon pada liang senggama/vagina dan segera dirujuk
dengan terlebih dahulu memasang infus dan pemberian
uterotonika intravena. (Bobak, 2005)

b. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis seperti pemeriksaan diagnostik meliputi
pemeriksaan darah lengkap dan hemoglobin juga hematokrit,
pemeriksaan urinalisasi (kadar urin dan darah). Pemberian
terapi obat meliputi memberikan tablet zat besi untuk
mengatasi anmenia serta memberikan antibiotic bila ada
indikas
7. Pathway masa nifas

POST PARTUM

Perubahan Fisikologis Perubahan Psikologis

Tanda-tanda vital Sistem Kardiovaskuler Sistem Endokrin Sistem Reproduksi Kelainan bayi

Perubahan dalam keluarga


Sistem Pencernaan Sistem Muskuloskeletal Sistem Urinari

Adaptasi
 Suhu ↑ Bradikardi
Produksi hormone estrogen dan progesterone ↓
≥ 38°C Takikardi
Produksi prolactin ↑ Tidak beradaptasi
 Takikardi Iritabilitas vasomotor
Diaporosis Disuria
 TD dalam
Urinari frekuensi
batas
normal
 RR ↑
Gangguan perfusi
jaringan perifer Gangguan
↑ produksi ASI eliminasi urin
Resiko Infeksi Intoleransi aktivitas Breast engorgement

 Nafsu
makan ↑
 Tonus Sensasi ekstermitas bawah bawah ↓
Trombople bitis Gangguan Proses Laktasi
abdomen ↓

Resiko
Konstipasi Nyeri akut

Resiko gangguan proses


laktasi
Gangguan mobilitas fisik
Gambar 2.1 Pathway post partum
(Sumber: Aspiani, 2017)

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Post partum


1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas klien
b. Keluhan utama : nyeri pada daerah genetalia
c. Riwayat penyakit sekarang : biasanya klien merasakan nyeri karena
trauma akibat proses persalinan. ASI sudah keluar dan klien dapat
memberikan ASI pada bayinya
d. Riwayat penyakit dahulu : menyangkut riwayat penyakit yang
pernah di derita yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang
e. Riwayat penyakit keluarga
f. Riwayat nifas yang lalu
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : biasanya klien tampak lemah
2) Kesadaran : composmentis
3) Payudara : payudara membesar, areola mammae warnanya
lebih geap, papilla mammae menonjol dan keluar ASI
4) Fundus uteri : Periksa setiap 15 menit sselama satu jam
pertama kemudian setiap 30 menit, fundus harus berada dalam
midline, keras dan 2 sentimeter dibawah atau sejajr umbilicus.
Bila uterus lunak, lakukan masase hingga adanya kontraksi
5) Kandung kemih : kandung kemih ibu cepat terisi karena
diuresis post partum dan cairan intravena
6) Sistem gastrointestinal : pada minggu pertama post partum
fungsi uasu besar kembali normal
7) Sistem muskuloskeketal : selama kehamilan otot-otot abdomen
secara bertahap melebar dan terjadi penurunan tonus otot. Pada
periode post partum penurunan tonus otot jelas terlihat.
Abdomen menjadi lunak, lembut, dan lemah, serta muskulus
rektus abdominis memisah.
8) Perineum : perhatikan luka episiotomi jika ada dan perineum
harus bersih, tidak berwarna, tidak edema dan jahitan harus
utuh.
9) Lokia : periksa setiap 15 menit, alirannya harus sedang. Bila
darah mengalir dengan cepat curigai adanya robekan serviks.
h. Pemeriksaan psikososial : respon dan persepsi keluarga, status
psikologis ayah, respon keluarga terhadap bayi.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA, NIC DAN NOC dalam buku Aspiani (2017),
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut:
a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan (luka episiotomi)
ditandai dengan klien mengatakan nyeri pada daerah genetalia,
nyeri pada payudara, payudara bengkak, ekspresi wajah meringis.
b. Resiko kurang volume cairan berhubungan dengan pengeluaran
yang berlebih: perdarahan, diuresis, keringat berlebih
c. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jalan lahir.
d. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan trauma perineum.
e. Konstipasi berhubungan dengan kurangnya mobilisasi; diet yang
tidak seimbang, trauma persalinan.
f. Resiko gangguan proses parenting berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang cara merawat bayi.
g. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, kelelahan
post partum.
3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan perineum luka
episiotomi
Tujuan :
Klien mengetahui cara mengenali tingkat nyeri dan dapat
mengontrol nyeri setelah dilakukan tindakan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
Klien tidak mengeluh sulit tidur, tampak tenang dan nyaman
Rencana Tindakan Keperawatan :
1) Ukur tanda-tanda vital klien (rasional: mengetahui keadaan
umum klien)
2) Kaji karakteristik nyeri klien (rasional: untuk menentukan jenis
skala dan tempat terasa nyeri)
3) Pastikan berat/durasi ketidaknyamanan (rasional: Nyeri
mempengaruhi emosi dan perilaku, sehingga klien tidak
berfokus pada aktivitas perawatan diri sampai kebutuhan
fisiknya terhadap kenyamanan terpenuhi)
4) Bantu latihan gerak aktif/pasif (rasional: menurunkan
kekakuan sendi, meminimalkan ketidaknyamanan)
5) Berikan posisi yang nyaman, tidak bising, ruangan terang dan
tenang (rasional: membantu klien rileks dan mengurangi nyeri)
6) Kolaborasi pemberian obat analgetik (rasional: untuk menekan
atau mengurangi nyeri)

b. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jalan


lahir Tujuan :
Klien menunjukkan infeksi tidak menjadi aktual setelah dilakukan
tindakan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital dalam rentang normal (TD:120/80 mmHg, N:80-
100 kali/menit, RR:16-20 kali/menit, S:36,5 -37,5 ºC), klien dapat
membersihkan vaginadan perineumnya secara mandiri, vulva
bersih dan tidak infeksi, tidak ada pus pada luka di daerah
perineum
Rencana Tindakan Keperawatan:
1) Ukur tanda-tanda vital (rasional: mengetahui keadaan umum
klien)
2) Anjurkan klien menggant pembalut 3 kali sehari (rasional:
Untuk menghidari kuman masuk ke perineum sehingga dapat
menimbulkan infeksi)
3) Kaji lokasi dan kontraktilitas uterus, perhatikan perubahan
involusional atau adanya nyeri tekan uterus (rasional: Fundus,
yang pada awalnya 2 cm dibawah umbilikus, meningkat 1-2
cm/hari. Terjadinyan nyeri tekan menandakan kemungkinan
tertahannya jaringan plasenta atau infeksi)
4) Pantau jumlah dan bau lokia, evaluasi perubahan yang
signifikan (rasional : Lokia secara normal mempunyai bau
amis, namun pada endometritis, rabas mungkin purulent dan
bau busuk, mungkin gagal untuk menunjukkan kemajuan
normal dari rubra menjadi serosa sampai alba)
5) Kolaborasi dalam pemberian antibiotic (rasional: Antibiotik
dapat membunuh kuman pathogen penyebab penyakit

c. Kurang perawatan diri berhubungan dengan


kelemahan Tujuan :
klien menunjukkan partisipasi secara fisik dan atau verbal dalam
makan, berpakaian, toileting dan mandi
Kriteria hasil :
Klien bebas dari bau badan dan dapat mempertahankan integritas
kulit yang utuh, klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari
dengan bantuan minimal tanpa kecemasan, klien dapat menjelaskan
dan menggunakan metode mandi yang aman dan dengan kesulitan
yang minimal.
Rencana Tindakan Keperawatan:
1) Kaji tingkat kemampuan klien dalam melakukan perawatan
diri (rasional: Menentukan seberapa banyak kegiatan yang
dapat dibantu maupun dilakukan secara mandiri)
2) Bantu klien melakukan perawatan diri mandi, toileting dan
berpakaian (rasaional: Klien mungkin tidak bisa melakukan
aktivitas tersebut secara mandiri karena kelemahan yang
terjadi)
3) Libatkan keluaraga dalam peawatan diri klien (rasional:
Membantu menambah energy dan motivasi untuk kesembuhan
klien)
4) Jaga privacy dalam setiap self care assistance (rasional:
Menjaga privacy sangat penting untuk menumbuhkan rasa
kenyamanan)

4. Implementasi Keperawatan
Pelakasanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan dan kebutuhan klien.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan proses yang berlangsung secara terus
menerus dan bertujuan untuk menilai hasil dari tindakan keperawatan
yang telah diberikan
25
Daftar Pustaka

Ambarwati, Eny Retna. (2010). Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta :


Cendekia Press.

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC.

Aspiani, R.L. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas Aplikasi


NANDA, NIC DAN NOC. Jakarta : TIM.

Astuti, Sri., Tina, DJ., Lina, R., Ari, IS. (2014). Asuhan Kebidanan Nifas &
Menyusui. Yogyakarta : Erlangga.

Bobak, I.M., Lowdermilk, D.L., Jensen, M.D. (2005). Buku Ajar Keperawatan
Maternitas. Jakarta : EGC.

Dewi, V.N.L. dan Tri, Sunarsih. (2012). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas.
Jakarta: Salemba Medika.

Eldawati, S. (2015). Hubungan pengetahuan dan sikap ibu nifas dengan


praktik perawatan masa nifas di kecamatan gunung pati kota semarang
bulan januari-maret 2015:Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol 3, no 5,
pp.232.

Ernawati, S. R. (2010) „Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Penyembuhan


Luka Perineum Ibu Pasca Persalinan Di Puskesmas Brangsong Dan
Kaliwungu Kabupaten Kendal‟, Http//Jurnal.Unimus.Ac.Id, pp. 1–8.

Kirana, Y. (2015) „Hubungan tingkat kecemasan post partum dengan kejadian


post partum blues di rumah sakit dustira cimahi‟, Jurnal Ilmu
Keperawatan, III(1), pp. 25–37..

Hutahaean, Serri. (2009). Asuhan Keperawatan dalam Maternitas dan


Ginekologi. Jakarta : TIM.

Kemenkes RI. (2013). Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta:
Kemenkes RI.

Kemenkes RI. (2014). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta:


Kemenkes RI.

Khatarina, Telly. (2015). Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Tanda


Bahaya Kehamilan Dengan Kepatuhan Melakukan ANC Pada Ibu
Hamil Trimester III. Akademi Kebidanan Panca Bakti, Pontianak.

Kodim, Yulianingsih. (2015). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : TIM.


Kirana, Y. (2015). „Hubungan tingkat kecemasan post partum dengan
kejadian post partum blues di rumah sakit dustira cimahi’, Jurnal Ilmu
Keperawatan, III(1), pp. 25–37.

Lowdermilk, D., Perry, J., & Cashion. K. (2013). Keperawatan Maternitas


Edisi 8. Singapura: Elsevier.

Maita, Liva., Octa, DW., Rika, A., Risa, P., Yulrina, A. (2016). Obstetri dalam
Kebidanan. Yogyakarta : Deepublish

Martitalia, Dewi. (2014). Asuhan Kebidanan Nifas Dan Menyusui. Yogyakarta


: Pustaka Pelajar.

Maryunani, Anik. (2009). Asuhan Pada Ibu dalam Masa NIfas. Jakarta : TIM.

Martaadisoebrata, D., Firman, FW., Jusuf, SE. (2016). Obtetri Patologi : ilmu
kesehatan reproduksi Ed 3. Jakarta : EGC.

Potter, P.A. dan Perry, A.G. (2015). Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses dan Praktik. Ed 4 Vol 1. Jakarta : EGC

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP . (2018). Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta : DPP
PPNI

PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2018). Standar Luaran Keperawatan


Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1. Jakarta :
DPP PPNI

Rahayu, AP. (2016). Panduan Praktikum Keperawatan Maternitas.


Yogyakarta: Deepublish.

Ratnawati, Ana. (2018). Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta :


Pustaka Baru Press.

Riskesdas (2018).“Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar”, Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia, 1(1), pp. 1–200. doi: 1 Desember 2013.

Rohmah, Nikmatur & Saiful Walid. (2012). Proses Keperawatan Teori &
Aplikasi. Jakarta: AR-RUZZ Media

Saleha, Sittti. (2009). Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba
Medika.
Setiadi. (2012). Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Edisi
1. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Tarwoto & Wartonah, (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan. Jakarta : Salemba Mendika
Qonitun, U. and Novitasari, F. (2018) „Studi Persalinan Kala Iv Pada Ibu
Bersalin Yang Melakukan Inisiasi Menyusu Dini (Imd) Di Ruang Mina
Rumah Sakit Muhammadiyah Tuban‟, Jurnal Kesehatan, 11(1), pp. 1–
8. doi: 10.24252/kesehatan.v11i1.457

Anda mungkin juga menyukai