Disusun Oleh:
Nama : Khairil Anwar, S.Kep.
NIM : 19160104
Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas segala rahmat-Nya sehingga laporan ini yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Gerontik Penuaan Sistem Neurologis Pada Ny. J Di Kumai, Kalimantan
Tengah” dapat selesai dengan tepat waktu. Laporan ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas
pembelajaran saya sebagai mahasiswa sekaligus lebih memgetahui materi mengenai keperawatan
gerontik terutama mengelola lansia dengan penuaan sistem neurologis. Tidak lupa saya mengucapkan
terima kasih atas bantuan maupun bimbingan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Harapan saya semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi laporan agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, saya yakin masih banyak kekurangan
dalam laporan ini. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca guna kesempurnaan laporan ini.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................................. 1
B. Tujuan................................................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Neurologis........................................................................ 3
B. Proses Menua.................................................................................................................... 7
C. Penuaan Sistem Neurologis............................................................................................... 7
D. Faktor Risiko yang Mempengaruhi Sistem Neurologis.................................................... 16
E. Konsekuensi Fungsional Sistem Neurologis..................................................................... 17
F. Macam-Macam Gangguan (Penyakit) Pada Sistem Neurologis....................................... 18
G. Pathway Penuaan Sistem Terkait...................................................................................... 22
H. Asuhan Keperawatan......................................................................................................... 22
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Keperawatan Gerontik.................................................................................... 30
B. Diagnosis Keperawatan Genrontik.................................................................................... 34
C. Rencana Keperawatan Gerontik........................................................................................ 34
D. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Gerontik.......................................................... 37
BAB IV PEMBAHASAN
A. Gambaran Teknis Pemberian Intervensi........................................................................... 40
B. Perubahan Sebelum dan Sesudah Intervensi..................................................................... 41
C. Dasar Teori yang Dugunakan Dalam Menentukan Intervensi.......................................... 41
D. Bukti Ilmiah yang Mendukung Keputusan Penggunaan Intervensi.................................. 42
E. Hambatan dan Kelemahan Aplikasi Intervensi Berdasarkan Kondisi dan Situasi yang
Dihadapi............................................................................................................................ 44
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................................................ 45
B. Saran.................................................................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran-Lampiran
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, terus-menerus, dan
berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia
pada tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan
(Maryam, 2008). Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki usia lanjut mengalami
perubahan, dan sebagian besar perubahan itu terjadi ke arah yang memburuk/ mengalami
penurunan, misalnya, organ reproduksi lebih cepat usang dibanding organ yang lain, perubahan
penampilan, perubahan panca indra, perubahan seksual (Hurlock, 1999).
Proses penuaan adalah proses yang tersembunyi, dan permulaannya berbeda-beda antara
tiap individu, demikian pula kecepatan penurunannya. Perubahan ini meliputi perubahan kekuatan
jantung, penurunan sekresi cairan pencernaan ,penurunan aktivitas endokrin. Pada tingkatan
psikologis, proses penuaan ini ditandai dengan melambatnya waktu beraksi, melambatnya proses
belajar, serta penurunan daya ingat dan efisiensi intelektual. Sekitar 10% orang tua yang berusia
lebih dari 65 tahun dan 50% pada usia yang kebih dari 85 tahun akan mengalami gangguan
kognitif, dimana akan dijumpai gangguan yang ringan, terjadinya demensia. (G.A, 2000).
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori yang disebabkan oleh penyakit
otak dan tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran. Insidensi demensia meningkat
secara bernakna seiring meningkatnya usia. Setelah usia 65 tahun, prevalensi demensia meningkat
2 kali lipat setiap pertambahan usia 5 tahun. Secara keseluruhan prevalensi demensia pada populasi
berusia lebih dari 60 tahun afalah 5,6% saat ini usia harapan hidup mengalami peningkatan, hal ini
di perkirakan akan meningkatkan pula prevalensi demensia dan diseluruh dunia diperkirakan lebih
dari 30 juta penduduk menderita demensia dengan berbagai sebab. Di Indonesia sendiri, menurut
data profil kesehatan yang di laporkan oleh Departemen kesehatab tahun 1998 terdapat 7,2%
populasi usia lanjut 60 tahun keatas menderita demensia. Peningkatan angka kejadian kasus
demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup suatu populasi. Proses penuaan
adalah proses yang tersembunyi, dan permulaannya berbeda-beda antara tiap individu, demikian
pula kecepatan penurunannya. Perubahan ini meliputi perubahan kekuatan jantung, penurunan
sekresi cairan pencernaan ,penurunan aktivitas endokrin. Pada tingkatan psikologis, proses penuaan
ini ditandai dengan melambatnya waktu beraksi, melambatnya proses belajar, serta penurunan
daya ingat dan efisiensi intelektual. (G.A, 2000).
Beberapa faktor resiko yang berkaitan dengan demensia dalah aktivitas fisik dan aktivitas
kognitif. Aktivitas untuk mengisi waktu senggang pada lansia dapat menurukan demensia. Jenis
aktivitas tersebut melibatkan fungsi kognitif dan fisik. Pada lansia yang melakukan aktivitas
melibatkan fungsi kognitif dapat menurunkan resiko demensia.
Demensia juga berkaitan dengan umur dan jenis kelamin. Sekitar 5% usia lanjut 65-70
tahun menderita demensia dan meningkatkan dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45%
1
pada usia diatas 85 tahun. Penyakit ini adalah penyebab yang paling umum dari gangguan
intelektual yang berat pada orang usia lanjut. Pengaruh umur dengan kejadian demensia adalah
semakin meningkatnya umur, semakin tinggi pula resiko demensia. Demensia terjadi lebih tinggi
pada wanita dibanding pria. Penderita demensia pada usia 65 tahun dan 59 tahun sekitar 1,4% pria
dan 1,5% wanita. Pada usia 70 dan 74 tahun sekitar 3,1% pria dan 2,2% wanita. Pada usia antara
75 dan 79 sekitar 5,6% pria dan 7,1% wanita. Pada usia antar 80 dan 84 tahun sekitar 10,2% pria
dan 14,1% wanita. Pada usia 85 tahun atau lebi sekitar 19,6% pria dan 27,5% wanita.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem neurologis.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui dan memahami anatomi fisiologi sistem neurologis
b. Untuk mengetahui dan memahami definisi dan klasifikasi lansia.
c. Untuk mengetahu dan memahami penuaan pada sistem neurologis.
d. Untuk mengetahui dan memahami faktor risiko yang mempengaruhi fungsi sistem
neurologis.
e. Untuk mengetahui dan memahami konsekuensi fungsional sistem neurologis.
f. Untuk mengetahui dan memahami macam-macam gangguan (penyakit) pada sistem
neurologis.
g. Untuk mengetahui dan memahami pathway sistem neurologis terkait penuaan.
h. Untuk mengetahui dan memahami teori asuhan keperawatan pada sistem neurologis terkait
penuaan.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
c. Sel-sel glia memicu pembuluh darah halus otak (kapiler) menjalani perubahan anatomik
dan fungsional yang berperan dalam pembentukan sawar darah-otak.
d. Astrosit membantu memindahkan nutrien dari darah ke neuron
e. Sel ini berperan dalam perbaikan cedera otak dengan membentuk jaringan parut saraf.
f. Membantu mempertahankan kondisi ion yang optimal di sekitar neuron agar eksitabilitas
saraf normal.
g. Astrosit bersama dengan sel glia lain meningkatkan pembentukan sinaps dan memodifikasi
transmisi sinaps.
h. Berkomunikasi dengan neuron dan dengan astrosit lain melalui sinyal kimiawi yang
berjalan lokal ke kedua arah antara sel-sel.
2. Oligodendrosit membentuk selubung mielin insulatif di sekitar akson di sistem saraf pusat.
Oligodendrosit memiliki beberapa juluran memanjang, yang masing-masing membungkus
sepotong akson antarneuron untuk membentuk segmen mielin.
3. Mikroglia, berasal dari jaringan sumsum tulang yang sama dengan yang menghasilkan monosit.
Mikroglia adalah sel pertahanan imunsistem saraf pusat. Sejenis sel darah putih yang
meninggalkan darah dan tinggal menetap sebagai lini-pertama pertahanan di berbagai jaringan
seluruh tubuh. Dalam keadaan istirahat, mikroglia adalah sel berbulu dengan banyak cabang
panjang memancar keluar, sel ini mengeluarkan faktor-faktor pertumbuhan berkadar rendah.
Dalam keadaan aktif, mikroglia mengeluarkan bahan-bahan kimia destruktif untuk menyerang
sasaran mereka.
4. Sel ependimal berfungsi melapisi bagian dalam rongga otak dan korda spinal, ikut membentuk
cairan serebrospinal, berfungsi sebagai sel punca neuron dengan potensi membentuk neuron
dan sel glia baru.
Terdapat empat hal yang membantu melindungi sistem saraf pusat dari cidera, yaitu (Sherwood,
2014) :
1. Cranium (tengkorak) membungkus otak dan kolumma vertebra mengelilingi korda spinal
2. Meningen. Terdapat tiga lapisan meningen yaitu dura mater, adalah pembungkus inelastik kuat
yang terdiri dari dua lapisan yaitu sinus dura dan sinus venous; araknoid mater, adalah lapisan
halus kaya pembuluh darah dengan penampakan sarang laba-laba; dan pia mater, adalah yang
paling rapuh, melekat erat pada permukaan otak dan korda spinalis.
3. Cairan cerebrospinal, yang mengelilingi dan menjadi bantalan bagi otak dan korda spinal.
Fungsi utama cairan serebrospinal adalah sebagai cairan peredam-kejut untuk mencegah otak
menumbuk bagian interior tengkorak keras ketika kepala mengalami gerakan mendagak yang
menggetarkan dengan keras.
4. Sawar darah-otak yang membatasi akses bahan-bahan di darah masuk ke jaringan otak.
Bagian-bagian otak dapat di kelompokkan dalam berbagai cara bergantung pada pembedaan
anatomik, spesialisasi fungsi, dan perkembangan evolusi. (Sherwood, 2014)
1. Batang otak
4
Batang otak adalah penghubung vital antara korda spinalis dan bagian-bagian otak yang lebih
tinggi. Batang otak terdiri dari otak tengah, pons, dan medula.Batang otak berfungsi
mengontrol banyak proses yang memelihara kehidupan, seperti pernafasan, sirkulasi, dan
pencernaan, yang umum bagi semua vertebrata. Proses ini sering disebut sebagai fungsi
vegetasi, yang berarti fungsi yang dilakukan dibawah sadar atau involunter.
2. Serebrum
Melekat di atas bagian belakang otak, berkaitan dengan pemeliharaan posisi tubuh yang tepat
dalam ruang dan koordinasi bawah sadr aktivitas motorik.
3. Otak depan
a. Diensefalon
1) Hipotalamus
Hipotalamus adalah kumpulan nuk;eus-nukleus spesifik dan serat-serat terkaitnya yang
terletak dibawah talamus. Hipotalamus mengontrol banyak fungsi homeostatik yang
penting untuk mempertahankan stabilitas lingkungan internal serta sebagai penghubung
penting antara sistem saraf autonom dan sistem endokrin. Fungsi hipotaamus secara
spesifik:
a) Mengontrol suhu tubuh
b) Mengontrol rasa haus dan pengeluaran urin
c) Mengontrol asupan makanan
d) Mengontrol sekresi hormon hipofisis anterior
e) Menghasilkan hormon-hormon hipofisis posterior
f) Mengontrol kontraksi uterus dan ejeksi susu
g) Berfungsi sebagai pusat kordinasi sistem saraf aotonom utama
h) Berperan dalam pola emosi dan prilaku
i) Ikut serta dalam siklus tidur-bangun
2) Talamus
Berfungsi melakukan beberapa pemrosesan awal semua sensorik.
b. Serebrum
Lapisan luar serebrum adalah korteks serebrum yang sangat berkelok-kelok, yang
menutupi bagian dalam yang mengendung nukleus basal. Nukleus basal yang juga dikenal
sebagai ganglia basal terdiri dari beberapa massa substansi grisea yang terbenam jauh
didalam substansi alba serebrum, nukleus basal memiliki peran kompleks dalam
mengontrol gerakan. Secara khusus nukleus basal penting dalam menghambat tinus otot di
seluruh tubuh (tonus otot yang sesuai normalnya dipertahankan keseimbangannya antara
masukan eksitatorik dan inhibitorik ke neuron-neuron yang mensarafi otot rangka), memilih
dan mempertahankan aktivitas motorik bertujuan sementara menekan pola gerakan yang
tidak berguna atau tidak diinginkan, dan membantu memantau dan mengkoordinasikan
kontraksi lambat yang menetap, terutama yang berkaitan dengan postur dan penopangan.
5
Serebrum dibagi menjadi dua bagian, hemisfer serebrum kiri yang menonjol dalam
tugas logis, analitik, sekuensial, dan verbal; dan hemisfer kanan menonjol dalam
keretampilan non-bahasa, khususnya persepsi spasial sarta talenta musik dan artistik.
Keduanya saling berhubungan melalui korpus kolosum. Korpus kolosum adalah
information superhighway tubuh. Kedua hemisfer berkomunikasi dan saling bekerja sama
melalui perukaran informasi konstan melalui koneksi saraf ini.
Korteks serebrum tersusun menjadi kolom-kolom ventrikal fungsional yang meluas
tegak lurus sekitar 2mm dari permukaan korteks kebawah menembus ketebalan korteks ke
substansia alba di bawahnya. Daerah korteks yang mengontrol keluaran ke otot rangka
memiliki lapisan lima yang tebal, yang mengandung banyak neuron berukuran besar yang
disebut sel piramidal. Korteks dibagi menjadi empat lobus utama, yaitu lobus oksipitalis
yang terletak di posterior kepala, berfungsi melaksanakan pemrosesan awal masukan
penglihatan; temporalis yang terletak dilateral kepala, berfungsi menerima sensasi suara
(audiotori); lobus parientalis terletak di belakang sulkus sentralis (yang memisahkan natar
lobus parientalis dan frontalis), berperan menerima dan memproses masukan sensorik; dan
lobus frontalis terletak di depan sulkus sentralis, yang berperan dapam fungsi aktivitas
motorik volunter, kemampuan berbicara, dan elaborasi pikiran.
4. Serebelum
Serebelum adalah bagian otak yang seukuran bola kasti dan sangat berlipat serta terletak
dibawah lobus oksipital korteks dan melekat ke punggung bagian atas batang otak. Serebelum
terditi dari tida bagian yang secara fungsional berbeda dengan peran berbeda yang terutama
berkaitan dengan kotrol wabah sadar aktivitas motorik.
Secara spesifik bagian-bagian serebelum melakukan fungsi-fungsi berikut :
a. Vestivulosereselum untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol gerakan mata.
b. Spinoserebelum untuk meningkatkan tonus otot dan ngoordinasikan gerakan volunter
terampil dan memastikan waktu yang tepat bagi kontraksi berbagai otot untuk
mengngoordinasikan gerakan yang melibatkan banyak sendi.
c. Serebroserebelum berperan dalam perencanaan dan inisiasi aktivitas volunter dengan
memberikan masukan kedaerah motorik korteks dan menyimpan ingatan prosedural.
5. Korda spinalis
Korda spinalis adalah suatu silinder panjang langsing jaringan saraf yang berjalan dari
batang otak, panjang ny 45cm dan garis tengan 2cm. Dari korda spinalis keluar pasangan-
pasangan saraf spinalis melalui ruang-ruang yang terbentuk antara lengkung tulang berbetuk
sayap vertebra-vertebra yang berdekatan. Terdapat delapan saraf sevicalis keleher yaitu C1-C8;
12 saraf torakhalis (dada), 5 saraf lumbalis (abdomen), 5 saraf sakralis (panggul) dan 1 saraf
koksigeus (Sherwood, 2014)
6
B. Proses Menua
1. Definisi Lansia
Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia yang
dimaksud dengan lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Lebih
lanjut Maryam (2008) juga mendefinisikan lansia sebagai seseorang yang telah berusia lanjut
dan telah terjadi perubahan- perubahan dalam sistem tubuhnya.
Namun berbeda dengan definisi yang dikemukakan oleh Orimo et al. (2006), peneliti
asal Jepang, yang menjelaskan bahwa lansia merupakan orang yang berusia lebih dari 75
tahun. Definisi tersebut berdasar pada hasil riset yang telah dilakukannya dengan menemukan
fakta bahwa: 1) lansia di Jepang yang berusia 65 tahun atau lebih ternyata masih bisa
melakukan aktifitas fisik tanpa keluhan dan hambatan berarti; 2) arteri serebral pada lansia
tampak belum mengalami penuaan dan penurunan fungsi; dan 3) lansia penderita diabetes
mellitus yang berumur 65 tahun masih menunjukkan tingkat kemandirian yang tinggi untuk
memenuhi kebutuhannya. Tetapi definisi lansia dari penelitian tersebut memang tidak bisa
digunakan secara global karena faktor budaya dan lingkungan juga berpengaruh terhadap
proses penuaan.
2. Klasifikasi Lansia
Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
Depkes, membagi lansia sebagai berikut:
a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 th) sebagai masa vibrilitas
b. Kelompok usia lanjut (55-64 th) sebagai presenium
c. Kelompok usia lanjut (65 th>) sebagai senium
7
Penurunan dopamin dan beberapa enzim dalam otak pada lansia berperan terhadap
terjadinya perubahan neurologis fungsional. Kehilangan jumlah dopamin yang lebih besar terjadi
pada klien dengan penyakit parkinson. Defisiensi dopamin mengakibatkan ganglia basalis menjadi
terlalu aktif, sehingga menyebabkan terjadinya bradikinesia, kekakuan dan hilangnya mekanisme
postural. Secara fungsional terdapat suatu perlambatan refleks tendon profunda. Terdapat
kecenderungan ke arah tremor dan langkah yang pendek-pendek atau gaya berjalan dengan langkah
kaki melebar disertai dengan berkurangya gerakan yang sesuai. Peningkatan tonus otot juga
diketahui, dengan kaki yang lebih banyak terlibat dari pada lengan, lebih ke arah proksimal dari
pada distal. Selain itu penurunan kekuatan otot juga terjadi, dengan kaki yang menunjukkan
kehilangan yang lebih besar lebih ke arah proksimal dari pada distal. Penurunan konduksi saraf
perifer mungkin oleh klien. Waktu reaksi menjadi lebih lambat, dengan penurunan atau hilangnya
hentakan pergelangan kaki dan pengurangan refleks lutut, bisep dan trisep, terutama karena
pengurangan dendrit dan perubahan pada sinaps, yang memperlambat konduksi (Stanley.2006)
Perubahan fungsionaal termasuk penurunan diskriminasi rangsang taktil dan peningkatan
ambang batas nyeri dilihat pada perubahan baroreseptor. Fungsi sistem saraf otonom dan simpatis
mengalami penurunan secara keseluruhan. Plak senilis dan kekusutan neurofibril berkembang pada
lansia dengan dan tanpa demensia. Akumulasi pigmen lipofusin neuron menurunkan kendali sistem
saraf pusat terhadap sirkulasi. Obat-obatan penurunan oksigen, asupan vitamin E yang rendah, dan
sirosis adalah faktor eksternal yang memengaruhi penyimpanan lifopusin, yang mendorong
terjadinya kerusakan neuron. Bersama dengan kerusakan ini terjadi penurunan sintesis protein dan
kemampuan hipotalamus untuk mengatur produksi panas (Stanley.2006).
1. Sistem syaraf pusat
Studi terbaru terus mengidentifikasi perubahan otak terkait dengan usia, tetapi tidak
dapat disimpulkan berkaitan dengan dampak dari perubahan ini pada kognisi. Studi juga
menemukan penurunan aliran darah otak dan hilangnya kortikal volume, terutama di lobus
frontal, namun beberapa studi menunjukkan bahwa otak orang dewasa yang lebih tua mungkin
mampu mengimbangi perubahan ini (Sorond, Schnyer, Serrador, Milberg, & Lipstiz, 2008).
Perubahan tambahan diotak terkait usia dan sistem saraf pusat berpotensi mempengaruhi
berkurangnya kognitif, berkurang aliran darah otak, ventrikel membesar dan lebih luas,
penyusutan neuron, mengurangi neurotransmiter, dan akumulasi lipofuscin di badan sel saraf.
Selain langsung mempengaruhi kognitif, keterampilan, perubahan yang berkaitan dengan usia
ini menyebabkan waktu reaksi yang lebih lambat dan mempengaruhi kecepatan memproses
informasi. Gerontologists menekankan bahwa degeneratif yang berkaitan dengan perubahan
usia dalam struktur saraf tidak benar-benar menentukan kemampuan kognitif karena potensi
kognitif dapat tetap bahkan ketika struktur saraf terganggu (Willis, Schaie, & Martin, 2009
dalam Miller 2012).
Istilah neuroplastisitas (juga disebut neural plastisitas) mengacu pada kemampuan
fisiologis otak dan saraf sirkuit untuk mengubah dan mengembangkan dalam menanggapi
rangsangan lingkungan. Konsep terkait erat cadangan kognitif mengacu pada kapasitas untuk
8
terus berfungsi pada tingkat kognitif yang memadai meskipun kehadiran proses yang terkait
usia atau patologis yang mempengaruhi struktur saraf (Vance & Wright, 2009; Willis et al.,
2009 dalam Miller 2012). Neuroplastisitas didefinisikan sebagai positif ketika mempromosikan
koneksi saraf dan meningkatkan cadangan kognitif dan negatif ketika menghambat koneksi
neuronal dan menurunkan cadangan kognitif (Vance & Wright, 2009 dalam Miller 2012).
Gerontologists semakin menekankan bahwa perkembangan kognitif dapat terjadi pada setiap
tahap perkembangan manusia; Namun, orang dewasa yang lebih tua memiliki lebih banyak
kendala dan batas-batas yang perlu ditangani (Willis et al., 2009 dalam Miller 2012). Studi
berdasarkan model cadangan kognitif menunjukkan bahwa partisipasi dalam kreatif kegiatan
(misalnya, seni, bercerita, kelas tari) dan rekreasi kegiatan kognitif waktu (misalnya, diskusi
membaca, menulis, kelompok, bermain musik) dikaitkan dengan onset tertunda dari memori
memori menurun dan meningkatkan kognisi pada orang dewasa yang lebih tua (Hall et al.,
2009; McFadden & Basting, 2010 dalam Miller 2012).
2. Kecerdasan cair dan mengkristal
Cattell dan Horn teori kecerdasan cair dan mengkristal, pertama kali diusulkan pada
akhir tahun 1960, adalah salah satu teori pertama yang berusaha untuk menjelaskan perubahan
yang berkaitan dengan usia di beberapa kemampuan kognitif . kecerdasan tergantung pada
pusat fungsi sistem saraf dan seseorang, seperti memori dan pengenalan pola. kecerdasan cairan
dikaitkan dengan keterampilan kognitif integrasi, penalaran induktif, berpikir abstrak, dan
fleksibel dan berpikir adaptif. Karakteristik kognitif ini memungkinkan orang untuk
mengidentifikasi dan menarik kesimpulan tentang hubungan yang kompleks. kecerdasan
mengkristal mengacu pada keterampilan kognitif, seperti kosakata, informasi, dan pemahaman
verbal, bahwa orang memperoleh melalui budaya, pendidikan, informal pembelajaran, dan
pengalaman hidup lainnya. Karakteristik kognitif ini sangat terkait dengan kebijaksanaan,
penilaian, dan pengalaman hidup. Menurut teori ini, cairan dan kecerdasan mengkristal
mengembangkan secara bersamaan selama masa bayi dan kanak-kanak dan dibedakan sebagai
sistem saraf pusat jatuh tempo. berkaitan dengan usia perubahan dalam struktur saraf
menyebabkan turunnya kecerdasan cairan. kecerdasan mengkristal, terus berkembang selama
masa dewasa karena akumulasi pengalaman dan belajar,kecuali untuk proses-proses yang
bergantung pada kecepatan respon, tidak menurun karena usia, dan bahkan mungkin meningkat
karena pengalaman yang meningkatkan kebijaksanaan. Meskipun kecerdasan cairan
diperkirakan menurun dengan peningkatan usia (Stanley.2006).
3. Patofisiologi Defisit Neurologis
Manifestasi klinis yang berhubungan dengan defisit neurologis pada klien lansia
mungkin dipandang dari berbagai perspektif: fisik, fungsional, kognisi-komunikasi,persepsi
sensori dan psikososial.
a. Fisik
Gangguan perfusi dan terganggunya aliran darah serebral, lansia berisiko lebih
besar untuk mengalami kerusakan serebral tambahan, gagal ginjal, penyakit pernapasan, dan
9
kejang. Dengan penurunan kecepatan konduksi saraf, refleks yang lebih lambat, dan respon
yang tertunda untuk berbagai stimulus yang dialami; maka terdapat pengurangan sensasi
kinestetik. Karena perubahan fisiologis dalam sistem persyarafan yang terjadi selama proses
penuaan, siklus tidur bangun berubah. Perubahan tidur yang diketahui adalah meningkatnya
fase laten tidur, bangun pada dini hari, dan meningkatnya jumlah waktu tidur pada siang
hari. Hilangnya pengaturan sirkadian tidur efektif yang diketahui berhubungan dengan
peningkatan keadaan terbangun selama tidur dan gabungan jumlah waktu terbangun
sepanjang malam (Stanley.2006).
b. Fungsi
Defrisit fungsional pada gangguan neurologis berhubungan dengan penurunan
mobilitas pada klien lansia, yang disebabkan oleh penurunan kekuatan, rentang gerak, dan
kelenturan. Penurunan pergerakan mungkin merupakan akibat dari kifosis, pembesaran
sendi-sendi, kekejangan, dan penurunan tonus otot. Atrofi dan penurunan jumlah serabut
otot dengan jaringan fibrosa secara berangsur-angsur menggantikan jaringan otot. Dengan
penurunan masa otot, kekuatan, dan pergerakan secara keseluruhan. Tremor otot
dihubungkan dengan degenerasi sistem ekstrapiramidal. Kekejangan dapat diakibatkan oleh
cidera motor neuron didalam SSP. Kejang yang berat dapat mengakibatkan berkurangnya
fleksibilitas, postur tubuh, dan mobilitas fungsional, juga nyeri sendi, kontraktur, dan
masalah dengan pengaturan posisi untuk memberikan kenyamanan dan hygiene. Tendon
dapat mengalami sklerosis dan penyusutan, Yang menyebabkan suatu penurunanhentakan
tendon. Refleks pada umumnya tetap ada pada lutut, berkurang pada lengan, dan hampir
secara total hilang pada abdomen. Kram otot merupakan suatu masalah yang sering terjadi.
Defisit mobilitas fungsional dan pergerakan membuat lansia menjadi sangat rentan untuk
mengalami gangguan integritas kulit dan jatuh(Stanley.2006).
c. Kognisi-Komunikasi
Hambatan komunikasi terjadi akibat dari stroke atau penyakit parkinson. Perubahan
sensasi dan persepsi dapat mengganggu penerimaan dan pengungkapan informasi dan
perasaan. Gangguan pengecapan, penciuman, nyeri, sentuhan, temperatur, dan merasakan
posisi sendi dapat mengubah komunikasi dan persepsi yang kita alami. Dengan disorientasi
dan konfusi keasadaran kita terhadap kenyataan menurun secara nyata. Penurunan ini
mungkin progresif, permanen, atau temporer, bergantung pada sifat dan tingkat kerusakan
serebral. Memori mungkin berubah dalam proses penuaan. Deprivasi sensori dapat
diakibatkan oleh kerusakan pada pusat serebral yang bertanggungjawab untuk memperoses
stimulus. Halusinasi, disorientasi, dan konfusi menyebabkan deprivasi sensoris, bukan
gangguan kemampuan mental. Sensasi dan persepsi dapat berkurang lebih jauh ketika obat
depresan SSP digunakan dalam terapi farmakologis(Stanley.2006).
Klien tidak mampu untuk menyimpan informasi baru, yang dapat menyebabkan
lebih banyak frustrasi dan lebih sedikit toleransi untuk aktivitas sehari-hari. Agresi dan
agitasi dapat terjadi sebagai gejala dari kelebihan beban sensoris. Agnosia, afasia, dan
10
apraksia terlihat pada klien dengan stroke atau demensia progresif. Agnosia adalah
ketidakmampuan untuk mengenali objek yang umum (sisir, sikat gigi, cermin) dengan
menggunakan salah satu indra, walaupun indra tersebut masih utuh. Agnosia, penglihatan
pendengaran dan taktil terjadi ketika ada kerusakan pada lobus parietal dan oksipital, girus
presentral, daerah parieto-oksipital, dan korpus kolosum. Afasia adalah ketidakmampuan
untuk menggunakan kata-kata yang memiliki arti dan kehilangan kemampuan mengerti
bahasa lisan. Terdapat disentigrasi fonetik, semantik, atau sintaksis yang diketahui pada
tingkat produksi atau tingkat pemahaman dalam berkomunikasi. Afasia dicerminkan dalam
dalam kata-kata klien yang samar-samar, bicara melantur, kesukaran dalam berbicara, dan
kesulitan dalam menemukan kata-kata yang benar untuk menyatakan suatu
gagasan(Stanley.2006).
Apraksia adalah suatu ketidakmampuan untuk menunjukkan suatu aktivitas yang
dipelajari yang memiliki fungsi motorik yang diperlukan. Misalnya kesalahan penggunaan
kata-kata dalam menyebutkan hal-hal tertentu dan ketidakmampuan untuk mengenali dan
mengenali objek umum dan orang-orang yang dikenal. Gangguan citra tubuh, ruang, jarak,
dan persepsi pergerakan sering terjadi pada orang stroke. Klien mengalami distorsi dalam
memandang diri sendiri dan mengalami kekurangan kesadaran dalam menggunakan
komponen-komponen tubuh tertentu. Karena distorsi cara memandang diri sendiri dan
anggota tubuh yang tidak digunakan, lansia mengalami cedera, kelemahan, kurang
perhatian, dan kurangnya perawatan pada ekstremitas. Defisit memori, afasia, dan
kebingungan yang sering ditemukan pada stroke membuat komunikasi merupakan suatu
tantangan (Stanley.2006).
d. Persepsi – Sensori
Panca indra mungkin menjadi kurang efisien dengan proses penuaan, bahaya bagi
keselamatan, aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) yang normal dan harga diri secara
keseluruhan.
e. Psikososial
Defisit neurologis yang menyebabkan penarikan diri, isolasi, dan rasa asing
mungkin menyebabkan klien lansia lebih bingung dan mengalami disorientasi. Hilangnya
fungsi tubuh dan gangguan gambaran diri turut berperan terhadap hilangnya harga diri
klien. Perubahan fisik dan sosial yang terjadi bersamaan tidak dapat dipisahkan dari
perubahan psikologis selama proses penuaan. Sebagai contoh, perubahan organ sensoris
(misalnya dalam pendengaran atau penglihatan) dapat menghalangi interaksi dengan
lingkungan, memengaruhi kesejahteraan psikologis (Stanley.2006).
f. Memori
Memori sering dikonseptualisasikan sebagai-informasi seperti komputer, sistem
pengolahan di mana informasi pertama yang dirasakan, kemudian disimpan, dan akhirnya
diambil bila diperlukan atau ingin. memori utama memiliki durasi pendek dan sangat kecil
kapasitasnya. Informasi dalam memori utama dapat mengingat dengan baik dalam waktu
11
yang singkat atau dikirimkan ke penyimpanan jangka panjang. memori sekunder memiliki
durasi yang lebih lama , oleh karena itu, lebih penting dalam hal pengambilan, serta
penyimpanan, informasi.. Beberapa teori terkait dengan konsep ini menunjukkan bahwa
orang tua mengingat peristiwa lama lebih baik dari peristiwa baru-baru; Namun, studi
menunjukkan bahwa kedua jenis memori menurun pada dewasa yang lebih tua (Botwinick,
1984). Studi juga menemukan bahwa orang dewasa yang lebih tua ingat peristiwa yang
terjadi tetapi memiliki lebih kesulitan mengingat tempat (Cansino, 2009).
Kecepatan mengingat yang lebih lambat, perubahan berkaitan dengan usia
mempengaruhi memori dan kognitif keterampilan. variabel yang dapat mempengaruhi
memori meliputi motivasi, harapan, pengalaman, pendidikan, kepribadian, tugas tuntutan,
kebiasaan belajar, keterampilan intelektual, sosial budaya latar belakang, fisik dan kesehatan
mental, dan gaya pengolahan informasi. Studi terbaru menemukan bahwa memori dan
keterampilan kognitif orang dewasa yang lebih tua adalah sama atau lebih baik dari mereka
orang dewasa yang lebih muda di bawah beberapa kondisi (Labouvie-Vief, 2009). Misalnya,
orang dewasa yang lebih tua memiliki memori ingatan yang lebih baik dan pengakuan
daripada orang dewasa muda ketika informasi atau rangsangan emosional yang positif
dibandingkan dengan rangsangan yang negatif (Blanchard-Fields & Kalinauskas, 2009
dalam Miller 2012).
Demikian pula, orang dewasa yang lebih tua mampu menggunakan kognitif yang
kompleks keterampilan ketika situasi sangat menarik atau memiliki relevansi peribadi. Hess,
Leclerc, Swaim, & Weatherbee, 2009). Menurut perspektif ini, memori adalah kontinum
pengolahan, mulai dari dangkal ke level; lebih dalam tingkat di mana informasi disimpan,
semakin lama memori akan bertahan (Miller, 2012)
Beberapa penelitian berdasarkan kerangka kerja ini menyimpulkan bahwa orang
dewasa yang lebih tua mengalami penurunan fungsi memori karena rusak mekanisme
pengolahan memori (Botwinick, 1984). Metamemory mengacu pada pengetahuan diri dan
persepsi tentang memori, fungsi kognitif, dan pengembangan memori. Metamemory penting
dalam aktivitas sehari-hari karena jika orang tahu apa yang bisa mereka ingat dan berapa
banyak usaha mereka akan perlu mengingat hal hal tertentu, mereka dapat merencanakan
efisien dan strategi yang efektif untuk mengingat. Karena orang dewasa yang lebih tua
cenderung menganggap diri mereka sebagai kurang kompeten daripada yang lebih muda,
gerontologists menekankan pentingnya menangani sikap ageist yang berkontribusi terhadap
diri-stereotip negatif tentang kemampuan kognitif (Levy & Leifheit-Limson, 2009 dalam
Miller 2012).
4. Cerebrovascular Accident
CVA, atau stroke merupakan penyebab utama kematin setelah penyakit kardiovaskular
dan kanker. Hipertensi, hiperlipidemia, gout, dehidrasi, aterosklerosis berat, stenosis mitral,
infark miokardial tak bergejala, anemia, dan kadar serum trigliserida yang tinggi adalah faktor
risiko yang dihubungkan dengan stroke. Selain itu, merokok, ketidakaktifan fisik, obesitas,
12
riwayat stroke sebelumnya, penyakit arteri ekstrakranial, dan hipertrofi ventricular kiri (LVH)
juga dapat menjadi faktor resiko dari stroke. Aronow melaporkan dari hasil Framington Study
mengungkapkan bahwa ekokardiografi LVH merupakan prediksi untuk terjadinya stroke baru
pada pria lansia, usia, merokok yang bebas, dan faktor-faktor lain yang telah lama terbentuk.
(Stanley, 2006)
Serangan stroke mungkin terjadi dengan atau tampa peringatan serangan iskemik
temporer (Transient Ischemic Attack [TIA]) sebelumnya. Sindrom stroke disebabkan oleh
kelainan pembuluh darah serebral, secara kolektif disebut penyakit serebrovaskular. Sebagian
besar stroke melibatkan distribusi vascular carotid. Stroke thrombosis sering didahului oleh
adanya satu atau lebih TIA. TIA adalah suatu sindrom yang dimanifestasikan oleh awitan
nonkonvulsi yang mendadak atau cepat dengan deficit neurologis yang sesuai dengan daerah
vascular yang diketahui, berlangsung kurang dari 24 jam. TIA dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan yang menurunkan sirkulasi darah, contohnya : hiperekstensi dan fleksi kepala ketika
tertidur di kursi, penurunan tekanan darah akibat anemia, obat-obatan tertentu (diuretic dan
antihipertensi), dan merokok. Tanda dan gejala dari TIA bergantung pada lokasi daerah yang
mengalami iskemia, seperti; hemiparesis, hemianestesia, afasia, vertigo, mual, muntah, dan
disfagia. Penanganan medis dapat berupa pemberian terapi antikoagulan atau rekonstruksi
vaskuler. (Stanley, 2006)
Ketika seseorang mengalami penuaan, risiko untuk mengalami stroke meningkat.
Gejala stroke berlangsung lebih dari 24 jam dan biasanya permanen. Deficit neurologis yang
spesifik diakibatkan oleh kerusakan pada jaringan otak dan bergantung pada lokasi dan luasnya
iskemi neuronal. Rasa pusing, berkunang-kunang, serangan jatuh, dan perubahan perilaku dan
memori mungkin merupakan gejala stroke yang akan terjadi segera. Suatu serangan jatuh (jatuh
yang disebabkan oleh suatu kelemahan muscular secara tetap pada kaki tanpa adanya
perubahan kesadaran) adalah suatu gejala yang memerlukan perhatian dengan segera. Jenis
stoke yang sering terjadi adalah trombolitik, emboli, dan hemoragi. Stroke trombolitik dimulai
dengan arteroma dan lesi ulseratif di dalam pembuluh darah besar serebral. Stroke thrombosis
dihubungkan dengan pembentukan plak aterosklerosis, paling sering terlihat dalam cabang
pembuluh darah, sehingga pembuluh darah menjadi sempit karena adanya plak yang
memperlambat atau mengganggu aliran darah. Proses ini membawa kearah perkembangan
gejala akhir yang dihubungkan dengan stroke. (Stanley, 2006)
Ketika suatu thrombus terbentuk di dalam suatu pembuluh darah besar dan terpecah,
kemudian masuk ke otak, suatu stoke embolik mungkin terjadi. Thrombus pada umunya berada
dalam pembuluh darah yang lebih kecil, menghalangi aliran darah. Penyebab umum stroke
embolik adalah suatu mikroembolus yang dibawah ke otak sebagai akibat dari fibrilasi atrial.
Embolus bergerak dan masuk ke system serebral, biasanya melalui arteri karotis. Ketika
embolus telah masuk, embolus tersebut terus mengalir sampai pembuluh darah terlalu sempit
untuk dilalui lebih lanjut, menyumbat pembuluh darah dan menyebabkan iskemia, yang
kemudian menimbulkan terjadinya infark. Perkembangan yang cepat adalah suatu tanda dari
13
stroke embolus, dengan deficit maksimal yang terjadi dalam beberapa detik sampai 1 menit.
(Stanley, 2006)
Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya suatu pembuluh darah di dalam otak,
biasanya pembuluh darah yang dalam. Ada dua kategori stroke hemoragik; intra-serebral dan
subarachnoid. Stroke hemoragik intra-serebral yaitu perdarahan masuk ke dalam jaringan otak
dari pembuluh darah kecil yang pecah, paling sering ke suatu pembuluh darah yang
berpenetrasi dalam. Stroke hemoragik subarachnoid diakibatkan oleh perdarahan yang masuk
ke ruang subarachnoid, sering ada hubungan dengan pecahnya suatu aneurisma; atau
malformasi arteriovenosa. Gejala neurologisnya sering mendadak dan berat, yang secara cepat
menyebabkan koma dan distress pernafasan. Gejala umum adalah sakit kepala (biasanya pada
serangan mendadak), mual, sinkop, tinnitus, dan kelemahan otot. Selain itu, kehilangan
kemampuan motorik atau sensori atau paralisis pada wajah atau ekstermitas mungkin terjadi.
Afasia (ekspresif atau reseptif), inkontinensia usus atau urin, dan kejang mungkin juga
menyertai CVA. (Stanley, 2006)
Christ dan Hohloch menggambarkan tujuh fungsi yang mungkin terpengaruhi oleh
CVA yaitu :
a. Bahasa
Kemampuan bahasa pada umumnya tetap utuh dengan keterlibatan hemisfer kiri.
Ketika menguji bahasa, pengkajian ungkapan lisan, pemahaman, bahasa verbal, menamai,
membaca, menulis, dan mengulang adalah sesuatu yang sangat penting dalam mengkaji
tingkat deficit individu. Afasia (baik ekspresif dan reseptif) dapat diakibatkan oleh
keterlibatan tubuh bagian kanan.
Afasia ekspresif (nonfluentl tidak lancar) akibat dari kerusakan pada daerah lobus
frontalis, dikenal sebagai area Broca. Kerusakan pada area Broca menyebabkan klien
mempunyai kerusakan besar dalam berbicara, sering menggunakan tata bahasa yang salah.
Pada tipe Broca lancar (ekspretif), ungkapan, pengulangan, dan penamaan mengalami
gangguan, dengan gangguan pemahaman ringan.
Afasia reseptif (tipe lancar atau Wernicke) terjadi ketika terdapat cedera pada korteks
hemisfer kiri daalam lobus temporalis. Area Wernicke terletak diantara korteks auditorius
primer dan suatu struktur yang disebut girus angular. Suatu kumpulan serabut saraf, arcuate
fasiculus, menghubungkan area Broca dengan area Wernicke. Area Wernicke sangat penting
tidak hanya dalam berbicara, tetapi juga dalam pemahaman tentang kata-kata yang
dibicarakan dalam membaca dan menulis. Pada afasia Wernicke, ungkapan, pemahaman,
pengulangan, dan penamaan mengalami gangguan; tetapi kelancaran berbicara tetap normal.
Ketika suatu bunyi (kata) dibuat, kata tersebut tidak dapat terdengar sampai sinyal diproses
oleh area Wernicke. Dalam memberikan suatu tanggapan (kata), ada suatu indikasi bahwa
kata yang diucapkan ditransmisikan ke area Broca, yang menghasilkan suatu program untuk
artikulasi. Program ini disuplai ke korteks motorik, yang merangsang otot-otot bibir, lidah,
laring, dan sebagainya. Dalam membaca kata-kata, terutama korteks penglihatan/visual
14
mengenali kesan dan kemudian dipikirkan untuk menyampaikannya kepada girus angular.
Girus angular menghubungkan bentuk (symbol) kata-kata yang dilihat dengan pola
pendengaran yang ekuivalen dalam area Wernicke. Jika cedera terjadi pada kedua area,
orang tersebut akan mengalami afasia global; yaitu, ia mengalami kesulitan untuk berbicara
dan mengerti kata-kata yang diucapkan dan yang ditulis. Kelancaran berbicara, ungkapan,
pengertian, pengulangan, dan penamaan semuanya mengalami gangguan.
b. Wicara
Wicara mengalami perubahan pada terganggunya hemisfer kanan maupun hemisfer
kiri. Gangguan akibat kerusakan saraf yang mempengaruhi otot-otot untuk berbicara sering
terjadi pada afasia, disartria, dan disfagia. Disartria termasuk masalah artikulasi. Symbol-
simbol (kata-kata) digunakan secara tepat, tetapi bicaranya mungkin berlebihan atau
terganggu karena kendali motorik yang lemah. Pengkajian disartria yang menyertai mungkin
dideteksi dengan cara meminta klien untuk mengatakan hal-hal berikut: “Mi, mi, mi” (untuk
menguji bibir, “La, la, la” (untuk menguji lidah), dan “Ga, ga, ga” (untuk menguji faring).
Disfagia adalah kesulitan dalam menelan, berhubungan dengan lemahnya kendali motorik
pada lidah dan faring. Reflex muntah mungkin tidak ada, yang menimbulkan potensi untuk
terjadinya aspirasi ketika makan dan menelan. Klien dengan disfagia mungkin juga
mempunyai masalah dalam menangani sekresi yang berlebihan.
c. Persepsi-Sensasi
Sensasi terganggu baik pada hemiplegia bagian kanan maupun bagian kiri. Deficit
penglihatan atau kebutaan lapang pandang pada satu sisi, yaitu sisi yang terpengaruh, yang
dikenal dengan hemianopsia dan umumnya mengacu pada defek penglihatan bilateral.
Kelalaian yang terjadi pada bagian kanan atau kiri dapat terjadi dengan atau tanpa defek
lapang pandang. Distrosi persepsi ini membuat klien sulit untuk menilai kedalaman dan
orientasi vertical dan horizontal di lingkungannya. Sensasi terhadap nyeri, temperature, dan
propriosepsi mungkin berkurang, walaupun sensasi nyeri bagian dalam biasanya tetap utuh.
Propiosepsi adalah suatu perasaan tentang posisi sendi. Jika propiosepsi berubah, klien
mungkin tidak menyadari posisi sendi atau tungkai, yang dapat menyebabkan berisiko untuk
cedera dan kerusakan kulit lebih lanjut. Selain itu, suatu kelalaian hemispasial mungkin
dapat dimanifestasikan, yaitu kegagalan untuk melaporkan, berespons, atau orientasi
terhadap hal-hal baru atau stimulus yang penuh arti yang terdapat pada sisi yang berlawanan
dari lesi otak. Karena dampak negatifnya pada keseimbangan duduk, persepsi visual,
mobilitas kursi roda, kesadaran terhadap keamanan, perlindungan kulit dan sendi, dan risiko
jatuh, kelalaian hemispasial (sindrom kelalaian) turut berperan kea rah kecatatan setelah
stroke.
d. Pergerakan
Setelah serangan stroke, sisi yang terkena mungkin mulai lemah atau kaku karena
paralisis. Spastisitas dan kontraktur dapat terjadi bila paralisis tidak dapat diatasi. Spastisitas
berkembang tidak lama sesudah stroke terjadi, pada awalnya ditunjukkan sebagai suatu
15
peningkatan respons fasik pada tendon dan sedikit menangkap dengan rentang pasif.
Melakukan rentangan dapat menjadi lebih bermasalah dengan bukti-bukti posisi tonik pada
saat fleksi atau ekstensi. Pada saat aktivitas motorik yang disadari kembali, suatu
pengurangan tonus dan reflex juga terlihat jelas. Jika pemulihan tidak sempurna, kekakuan
biasanya tetap, mempunyai implikasi untuk keterampilan perawatan diri dan aktivitas
kehidupan sehari-hari.
e. Gaya Tingkah Laku
Perubahan gaya tingkah laku sering muncul dalam bentuk peningkatan kelabilan
emosional, yang tampak sebagai tawa atau tangisan yang tidak sesuai. Khususnya, pada
hemiplegia sisi kiri, klien bereaksi dengan cepat dan impulsive, sering berlebihan dalam
menilai kemampuannya. Klien mungkin melangkah, sering tampak mencari sesuatu, dan,
jika tidak diawasi, mungkin akan berjalan-jalan tampa tujuan. Merendahkan kemampuan
sering merupakan karakteristik dari hemiplegia sisi kanan. Depresi sering kali merupakan
komplikasi yang penting dari stroke dan mungkin membatasi keikutsertaan dan hasil
psikososial positif dengan cara menghambat motivasi dan inisiatif. Depresi setelah stroke
dapat dihubungkan dengan suatu kombinasi baik penyebab organic maupun penyebab
reaktif. Ansietas dan ketakutan setelah stroke adalah manifestasi yang umum, sering tentang
kemajuan di masa depan, kualitas hidup, dan kemampuan fungsional yang akan terjadi di
masa yang akan datang (Stanley, 2006).
16
kesehatan yang mempengaruhi proses kognitif karena adanya penurunan fungsi mendengar dan
melihat dapat membatasi kuantitas dan kualitas informasi yang diterima dari lingkungan.
Penenltian terbaru menyatakan bahwa kecemasan dapat mengganggu kemampuan kognitif
dengan menyebabkan kekhawatiran berlebihan serta bisa menggaanggu perhatian. Selain itu
depresi juga menjadi penyebab adanya gangguan kognisi karena berhubungan dengan perhatian
dan konsentrasi. Berprilaku gaya hidup sehat ( seperti : tidak merokok, aktivitas fisik, konsumsi
sayuran dan keterlibatan social) berhubungan dengan menjaga fungsi kognitif. Penelitian juga
menunjukkan bahwa aktifitas fisik juga mempengaruhi fungsi kognitif pada lansia.
3. Efek obat
Bebberapa obatobatan dapat mempengaruhi fungsi kognitif misalnya obat antikolinergik
obat ini secara signifikan bisa mempengaruhi fungsi kognitif dan bisa terjadi perubahan status
mental pada lansia.
4. Faktor merokok dan lingkungan
Studi panjang telah menemukan pada awal tahun merokok, dibandingkan perokok dan
bukan perokok hasil tes fungsi kogntifnya skornya sama. tetapi setelah 5 tahun, dilakukan
penelitian ulang bahwa ada perbedaan, adanya penuruna skor tes fungsi kogniti antara perokok
dan bukan perokok. Paparan lingkungan seperti racun, (pelarut, merkuri, pestisida, dan asap
rokok) menyebabkan kerusakan jangka panjang dan berefek pada proses penuaan.
17
1. Pada lansia sebenarnya mampu belajar hal-hal yang baru sama seperti orang yang lebih mudah.
Namun kecepatan untuk memproses informasi lebih lambat.
2. Adanya hambatan dalam belajar pada lansia termasuk gangguan, deficit sensori, kurangnya
relevansi dan nilai-nilai yang selaras dengan pengetahuan baru. (Miller, 2011).
18
reversibel, meskipun kemudian penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa sejumlah besar
orang-orang ini terus mengembangkan ireversibel demensia (Raskind & Peskind, 1992).
Demensia dapat disebabkan oleh sejumlah sumber yang berbeda. Penyakit Alzheimer
adalah yang bertanggung jawab untuk 50%-60% dari semua demensia pada orang dewasa
setelah usia 60. Perkembangan demensia tipe Alzheimer umumnya dibagi menjadi tiga tahap:
a. Tahap Pertama (durasi menjelang 2-4 tahun, menjelang dan termasuk diagnosis)
1) Kehilangan memori Progresif (misalnya, pelupa, salah benda) dan kebingungan
(misalnya, dengan mudah kewalahan oleh tugas, disorientasi)
2) Perubahan Suasana hati dan kepribadian, bisa menjadi lebih labil atau tertekan
3) Kehilangan spontanitas dan inisiatif dalam komunikasi verbal dan nonverbal dan
keterlibatan aktivitas.
4) Kemampuan konsentrasi menurun.
5) Gangguan penilaian dan pemikiran
b. Tahap kedua (durasi 2-8 tahun)
1) Meningkatnya kehilangan memori dan kebingungan
2) Kesulitan mengenali orang yang dicintai
3) Kontrol impuls yang buruk, mood labil
4) Dapat menunjukkan perilaku agresif
5) Halusinasi atau delusi
6) Afasia dan mengigau (mengisi kata atau kesenjangan memori dengan informasi yang
dibuat dalam rangka untuk mengkompensasi kehilangan memori)
7) Agraphia (ketidakmampuan untuk menulis)
8) Gangguan tidur
9) Agnosia
10) Perilaku berulang yang umum, dan gelisah
11) Hyperorality (kebutuhan untuk rasa dan lisan memeriksa benda cukup kecil untuk
ditempatkan di mulut)
c. Tahap ketiga (durasi 1-3 tahun)
1) Kehilangan berat badan atau sebaliknya
2) Kehilangan sebagian keterampilan perawatan diri
3) Inkontinensia urin
4) Minimal untuk tidak ada komunikasi, mungkin berteriak
5) Beberapa masalah kesehatan fisik dan akhirnya kematian
6) Penurunan progresif dalam kemampuan untuk menanggapi rangsangan lingkungan
(Mauk, K., 2006).
3. Manifestasi
Dalam Mauk, K (2006), mengatakan pada individu dengan lebih moderat untuk
demensia berat, kemampuan verbal cenderung sangat terbatas. Banyak kali orang dengan
penurunan kognitif dapat menjadi gelisah karena mereka tidak mengerti apa yang diharapkan
19
dari mereka. Selain itu, mereka bisa menjadi mudah frustrasi jika pada upaya komunikasi
mereka disalah pahami. Ini mungkin penting untuk menggunakan cara lain untuk memudahkan
pemahaman komunikasi.
Gejala dimensia:
a. Orientasi: hilangnya progresif orientasi waktu, tempat, dan orang
b. Perhatian: Relatif utuh langsung keterampilan perhatian
c. Ingatan: hilangnya progresif memori dengan baru-baru ini terkena sebelum terpencil
d. Belajar dan berpikir abstrak : gangguan
e. Psikologis: perubahan kepribadian, kecurigaan, paranoia, perilaku kompulsif,
halusinasi/delusi mungkin
Effect dimensia:
a. Labil, rawan apatis dan depresi pada tahap awal
b. Tingkah laku dimensia: Penurunan penghambatan, peningkatan agitasi, rutinitas penting,
penarikan, hilangnya spontan
4. Pemeriksaan Penunjang
Tiga tes skrining yang umum digunakan untuk semua bentuk demensia. Mini Mental
State Examination (MMSE) dianggap sebagai "standar emas" uji diagnostic untuk mendeteksi
demensia. Ini memiliki sensitivitas yang wajar dan spesifisitas, dan dapat dibuat lebih sensitive
atau spesifik tergantung pada titik potong yang digunakan untuk mendiagnosa demensia
(Folstein, Folstein, McHugh, 1975). Tes jam-gambar, di mana klien diminta untuk
menggambar wajah jam dan menunjukkan waktu tertentu, adalah tes skrining sensitive tapi
tidak spesifik (Sunderland et al., 1989). Penggunaan pelaporan informan status kognitif
individu telah ditemukan untuk menjadi alat skrining berguna juga (Mauk, K., 2006).
Demensia Screening Tingkat I rekomendasi. USPSTF menemukan bukti klinis tidak
cukup untuk merekomendasikan skrining untuk semua klien lansia dalam pengaturan
perawatan primer. Kebanyakan panel ahli setuju bahwa klien yang diduga menderita gangguan
kognitif atau yang keluarganya mengungkapkan keprihatinan tentang fungsi kognitif mereka
harus disaring (Mauk, K., 2006).
Hal ini penting untuk membedakan antara alat skrining dan tes yang digunakan untuk
diagnosis demensia. Sebuah demensia menyeluruh evaluasi melibatkan sejarah yang lengkap
dan pemeriksaan, pengujian laboratorium, dan pencitraan otak (Mauk, K., 2006).
5. Patofisiologi
Demensia adalah penurunan kemampuan secara bertahap biasanya melibatkan
penurunan progresif dalam berbagai kognitif kemampuan-termasuk memori, belajar, orientasi,
perhatian, penilaian, pemahaman, penggunaan bahasa, dan perhitungan. Hal ini sering disertai
dengan perubahan dalam kepribadian dan perilaku, yang merusak fungsi sehari-hari, sosial
keterampilan, dan pengendalian emosi.. Pada Lansia sering terjadi pengurangan aktivitas di
beberapa daerah di otak, seperti daerah medial temporal selama pemrosesan memori dan visual
untuk kemampuan kognitif. Disisi lain lansia juga mengalami overrecruit di beberapa daerah
20
otak seperti daerah korteks prefrontal yang merupakan pusat pengatur memori, serta kedua
frontal dan parietal yang berperan dalam proses control kognitif, misalnya perhatian. Selain itu
kadar neuro transmiter di otak yang diperlukan untuk proses konduksi saraf juga akan
berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya piker dan
belajar), gangguan sensorium (perhatian, kesadaran), persepsi, isipikir, emosidan mood. Fungsi
yang mengalami gangguan tergantung lokasi area yang terkena (kortikal atau subkortikal) atau
penyebabnya, karena manifestasinya dapat berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut akan
menyebabkan demensia (CL Grady 2008).
6. Perubahan kognitif
DalamMauk, K (2006) Perubahan kognitif Ada variabilitas yang tinggi dalam fungsi
kognitif baik dalam individu dan seluruh individu. Beberapa fungsi kognitif menurun dengan
usia, beberapa tetap stabil, dan lain-lain meningkatkan. Kebanyakan penelitian menunjukkan
bahwa orang-orang di usia 30-an dan 40-an menunjukkan kemampuan kognitif yang terbaik,
yang menurun setelahnya. Namun, diperkirakan bahwa perubahan kognitif menjadi nyata
hanya jika orang yang berusia 70-an.
Perbedaan sering dibuat antara kecerdasan cairan vs kecerdasan mengkristal.
Kecerdasan cairan diyakini menurun dari waktu kewaktu, sedangkan kecerdasan mengkristal
diyakini tetap stabil (Abeles et al., 1998). Beberapa keterampilan yang menurun dengan usia
termasuk kecepatan pemrosesan informasi, perhatian dibagi, perhatian berkelanjutan
(kemampuan untuk focus aktivitas kognitif pada stimulus), kinerja pada tugas visual-spasial
(misalnya, menggambar dan konstruksi blok), kata temuan, penamaan yang cepat kemampuan,
abstraksi, dan fleksibilitas mental. Memori jangka pendek dapat menunjukkan sedikit
penurunan dengan usia (seperti lupa), sedangkan memori jangka panjang (terkait dengan
retrieval) adalah sedikit terpengaruh oleh penuaan normal. Pemahaman verbal dan ekspresi
tetap stabil. Kosa kata dapat meningkat dengan usia. Hal ini juga diyakini hikmat dana
kumulasi keahlian praktis itu terus meningkatkan selama kehidupan (Abeles et al., 1998).
21
G. Pathway Penuaan Sistem Terakit
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan ( 11 Pola Gordon)
a. Pola Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
1) Kehilangan sebagian keterampilan perawatan diri
2) Ketidakmampuan memanipulasi pakaian untuk eliminasi
3) Ketidakmampuan mencapai toilet
4) Ketidakmampuan menyiram toilet
5) Ketidakmampuan naik ke toilet
6) Ketidakmampuan duduk di toilet
7) Ketidakmampuan membasuh tubuh
8) Ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi
9) Ketidakmampuan mengatur air mandi
10) Ketidakmampuan mengeringkan tubuh
11) Ketidakmampuan menjangkau sumber air
12) Ketidakmampuan melakukan higiene eleminasi secara komplit
b. Pola Nutrisi – Mrtabolik
1) Kehilangan berat badan
2) Hyperorality
3) Ketidakmampuan memakan makanan dalam jumlah memadai
4) Ketidakmampuan membuka wadah makanan
22
5) Ketidakmampuan memegang alat makan
6) Ketidakmampuan menelan makanan
7) Ketidakmampuan menempatkan makanan ke alat makan
8) Ketidakmampuan mengambil cangkir
9) Ketidakmampuan mengambil makanan dan memasukkan ke mulut
10) Ketidakmampuan menghabiskan makanan secara mandiri
11) Ketidakmampuan menyiapkan makanan
12) Ketidakmampuan mengunyah makanan
13) Gangguan tiroid
14) Diabetes
c. Pola Eliminasi
Inkontinensia urin
d. Pola Aktivitas – Latihan
1) Penyakit pernapasan
2) Tremor
3) Gaya berjalan dengan langkah kaki melebar
4) Penurunan kekuatan otot
5) Berkurangya gerakan
6) Pengurangan refleks lutut, bisep dan trisep
7) Penurunan atau hilangnya hentakan pergelangan kaki
8) Penurunan mobilitas
9) Nyeri sendi
10) Kelemahan
11) Apraxia
12) Agraphia
13) Trauma kepala
e. Pola Istirahat – Tidur
1) Perubahan tidur (meningkatnya fase laten tidur, bangun pada dini hari, dan
meningkatnya jumlah waktu tidur pada siang hari)
2) Gangguan tidur
f. Pola Kognitif – Perseptual
1) Perubahan kemampuan kognitif
2) Kesulitan mengingat tempat
3) Mengingat lambat
4) Memproses informasi lebih lambat
5) Memori menurun
6) Struktur saraf terganggu
7) Perubahan ukuran otak
8) Penyakit parkinson
23
9) Distribusi neuron kolinergik, norepinefrin dan dopamin yang tidak seimbang
10) Penurunan intelektual
11) Peningkatan kadar monoamin oksidase dan serotonin
12) Pengurangan dendrit dan perubahan pada sinap
13) Perubahan baroreseptor
14) Fungsi sistem saraf otonom dan simpatis
15) Plak senilis dan kekusutan neurofibril
16) Perlambatan refleks tendon profunda
17) Kejang
18) Refleks lambat
19) Pengurangan sensasi kinestetik
20) Stroke
21) Disorientasi dan konfusi
22) Agnosia, afasia, dan apraksia
23) Demensia progresif
g. Pola Persepsi diri – Konsep Diri
1) Depresi
2) Kifosis
3) Gangguan citra tubuh
4) Penarikan diri
5) Isolasi
6) Rasa asing
7) Hilangnya harga diri
8) Dapat menunjukkan perilaku agresif
9) Frustasi
10) Curigaan
11) Paranoia, perilaku kompulsif dan apatis
h. Pola Peran – Hubungan
1) Hambatan fungsi sosial
2) Kurang dukungan sosial
i. Pola Seksual – Reproduksi
j. Pola Koping – Toleransi stress
k. Pola nilai-kepercayaan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidkefektifan Pemeliharaan Kesehatan (00099)
b. Konfusi akut (00128)
c. Resiko konfusi akut (00173)
d. Konfusi Kronik (00129)
e. Defiseinsi pengetahuan (00126)
24
f. Kerusakan memori (00131)
g. Defisit Perawatan diri:Mandi (00108)
h. Defisit Perawatan Diri:Makan (000102)
i. Defisit perawatan diri:Eliminasi (000110)
j. Resiko Trauma (00038)
3. NOC dan NIC
a. NOC
1) Diagnose Ketidkefektifan Pemeliharaan Kesehatan (00099) :
a) Kognisi (0900)
b) Koping (1302)
c) Tingkat Demensia ( 0920)
d) Kesehatan spritual (2001)
e) Dukungan sosial (1504)
f) Pengetahuan perilaku kesehatan (1805)
g) Pengetahuan : promosi kesehatan (1823)
h) Penerimaan status Kesehatan(1300)
2) Diagnose Konfusi akut (00128)
a) Orientasi Kognitif (0901)
b) Tingkat Delirium (0916)
c) Tingkat Agitasi (1214)
d) Kognisi (0900)
e) Konsentrasi (0905)
f) Proses informasi
g) Memori (0908)
h) Kontrol diri terhadap Distrosi pemikiran (1403)
3) Diagnose Resiko konfusi akut (00173)
a) Orientasi kognitif ( 0901)
b) Tingkat delirium (0916)
4) Diagnose Konfusi Kronik (00129)
a) Orientasi Kognitif (0901)
b) Tingkat Dimensia (0920)
c) Pemikiran Abstrak (0919)
d) Kognisi (0900)
e) Status neurologi : kesadaran (0912)
f) Keterampilan Interaksi Sosial (1502)
g) Konsentrasi (0905)
h) Memori (0908)
i) Memproses Informasi (0907)
5) Diagnose Defiseinsi pengetahuan (00126)
25
a) Tingkat Dimensia (0920)
b) Kognisi (0900)
c) Pengetahuan : Mekanik Tubuh (1827)
d) Perilaku patuh (Bersifat Aktif) (1600)
e) Pengetahuan : Manajemen dimensia (1851)
f) Memori (0908)
g) Konsentrasi (0905)
6) Diagnose Kerusakan memori (00131)
a) Keseimbagan elektrolit (0606)
b) Kognisi (0900)
c) Kosentrasi (0905)
d) Menejemen waktu pribadi (1635)
e) Memori (0908)
f) Memproses informasi (0907)
g) Orientasi kognitif (0901)
h) Status neurologi (0909)
7) Diagnose Defisit Perawatan diri:Mandi (00108)
a) Perawatan diri mandi (0301)
b) Perawatan diri : kebersihan
c) Tingkat dimensia (0920)
d) Kognisi (0900)
e) Status kenyamanan lingkungan (2009)
f) Tingkat nyeri
g) Status neirologik : sesnsori tulang punggung dan fungsi motorik (0914)
h) Pergerakan (0208)
8) Diagnose Defisit Perawatan Diri:Makan (000102)
a) Perawatan diri makan (0303)
b) Pencegahan aspirasi
c) Koordinasi pergerakan
d) Tingkat dimensia (0920)
e) Tingkat kelelahan
f) Pergerakan sendi : jari jemari (0215)
g) Pergerakan sendi : pergelangan tangan (0221)
9) Diagnose Defisit perawatan diri:Eliminasi (000110)
a) Kognisi (0900)
b) Perawatan diri: Eliminasi (0310)
c) Tingkat Demensia (0920)
d) Status kenyamanan lingkungan (2009)
e) Fungsi Sensori propriosepsi (2405)
26
f) Tingkat kecemasan (1211)
g) Tingkat Nyeri (2102)
h) Perawatan Diri Kebersihan (0305)
10) Diagnose Resiko Trauma (00038)
a) Keseimbangan (0201)
b) Kontrol Risiko (1902)
c) Status neurologi (0909)
d) Tingkat Demensia (0920)
e) Kognisi (0900)
f) Keamanan lingkungan rumah (1910)
g) Fungsi sensori penglihatan (2404)
h) Perilaku kompensasi penglihatan (1611)
b. NIC
1) Diagnose Ketidkefektifan Pemeliharaan Kesehatan (00099) :
a) Restrukturisasi kognitif (4700)
b) Peningkatan koping (5230)
c) Pengajaran proses penyakit (5602)
d) Dukungan spiritual (5420)
e) Dukungan kelompok (5430)
f) Pendidikan kesehatan (5510)
g) Konseling (5240)
h) Peningkatan kesadaran kesehatan (5515)
2) Diagnose Konfusi akut (00128)
a) Stimulasi kognitif (4720)
b) Menejemen delirium (6440)
c) Menejemen delirium (6440)
d) Menejemen pengobatan(2380)
e) Orientasi realita
f) Pengurangan Kecemasan (5820)
3) Diagnose Resiko konfusi akut (00173)
a) Pemberian obat (2300)
b) Manajemen pengobatan (2380)
c) Monitor neurologi (2620)
d) Identitifikasi Resiko (6610)
e) Peningkatan tidur (1850)
f) Menejemen delirium ( 6640)
g) Menejemen delusi (6450)
4) Diagnose Konfusi Kronik (00129)
a) Stimulasi Kognisi (4720)
27
b) Manajemen Demensia (6460)
c) Manajemen Demensia : Memandikan (6462)
d) Manajemen Demensia : Keluyuran (6466)
e) Manajemen Lingkungan (6480)
f) Manajemen Lingkungan : Keselamatan (6486)
g) Latihan Memori (4760)
h) Terapi Validasi (6040)
5) Diagnose Defiseinsi pengetahuan (00126)
a) Diagnose Kerusakan memori (00131)
b) Latihan memori (0560)
c) Restrukturisasi kognitif (4700)
d) Stimulasi kognisi (4720)
e) Teknik menenangkan (5880)
f) Terapi reminiscence (4860)
g) Orientasi realita (4820)
h) Manajemen elektrolit/cairan (2080)
i) Monitor neurologi (2620)
6) Diagnose Defisit Perawatan diri:Mandi (00108)
a) Manajemen Demensia : Memandikan (6462)
b) Memandikan (1610)
c) Bantu perawatan diri : mandi/kebersihan (1801)
d) Pengajaran : Proses Penyakit ( 5602)
e) Restrukturisasi kognitif (4700)
f) Modifikasi perilaku (4360)
g) Manajemen nyeri (1400)
h) Peningkatan latihan (0200)
i) Peningkatan latihan : Peregangan (0202)
7) Diagnose Defisit Perawatan Diri:Makan (000102)
a) Diagnose Defisit perawatan diri:Eliminasi (000110)
b) Bantuan perawatan diri : eliminasi (1804)
c) Bantuan Perawatan Diri (1800)
d) Restrukturiasi Kognitif (4700)
e) Manajemen Lingkungan (6480)
f) Pengejaran : Proses penyakit (5602)
g) Menejemen dimensia (6460)
h) Pengurangan Kecemasan (5820)
i) Menejemen nyeri (1400)
8) Diagnose Resiko Trauma (00038)
a) Terapi Latihan : Keseimbangan (0222)
28
b) Restrukturisasi kognitif (4700)
c) Identifikasi resiko (6610)
d) Manajemen lingkungan:keselamatan(6486)
e) Peningkatan komunikasi:kurang penglihatan(4978)
f) Pengaturan posisi:neurologis(0844)
g) Pencegahan Jatuh (6490)
29
BAB III
TINJAUAN KASUS
30
pantangan yang membuat klien menghindarinya seperti ikan laut. Klien memiliki persepsi
bahwa dirinya mengalami penurunan berat badan, berat badan timbang terakhir yaitu 56 kg,
namun saat ini belum terkaji. Nampak rambut klien beruban, konjungtiva ananemis, sklera
putih, gigi menggunakan gigi palsu, kulit kering.
c. Elminasi
Klien mengatakan akhir-akhir ini kesulitan BAB, saat pengkajian klien sudah BAB namun
pada hari-hari sebelumnya kadang kesulitan BAB. Sebelum adanya pandemi covid 19, jika
klien susah BAB, klien langsung membeli dan konsumsi obat pencahar untuk BABnya.
Klien mengatakan BAK lancar, namun pada malam hari kadang BAK klien terlalu sering
sehingga mengganggu tidurnya, terkadang klien menahan BAK hingga pagi hari. Tidak ada
keluhan nyeri saat BAK.
d. Aktivitas – Latihan
Klien mengatakan bahwa sehari-hari beraktivitas ringan saja di dalam rumah seperti
menyapu, merapikan kamar, mencucui baju. Klien memiliki ruitinitas berjemur jika pagi
hari keluar rumah. Keluhan klien saat sesudah beraktivitas yaitu kadang nyeri pinggang
atau bagian persendian lainnya. Klien tidak memiliki gangguan keseimbangan.
Indeks KATZ
No Aktivitas Mandiri Tergantung
1 Mandi Ya
2 Berpakaian Ya
3 Ke kamar kecil Ya
4 Berpindah Ya
5 Kontinen Ya
6 Makan Ya
Interpretasi Hasil : A
A : Kemandirian dalam segala aktivitas
B : Kemandirian dalam segala aktivitas kecuali salah satu dari fungsi tersebut
C : Kemandirian dalam segala aktivitas kecuali mandi dan satu fungsi tambahan
D : Kemandirian dalam segala aktivitas kecuali mandi, berpakaian, dan satu fungsi
tambahan
E : Kemandirian dalam segala aktivitas kecuali mandi, berpakaian, ke kamar
mandi, dan satu fungsi tambahan
F : Kemandirian dalam segala aktivitas kecuali mandi, berpakaian, ke kamar
mandi, berpindah, dan satu fungsi tambahan
G : Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut
Lain-lain : Tergantung pada sedikitnya dua fungsi tetapi tidak dapay diklasaifikasikan
sebagai C, D, E, atau F.
e. Istirahat – Tidur
Klien mengatakan kualitas tidurnya kadang terganggu karena keinginan untuk BAK sangat
inetens jika pada malam hari. Kadang dalam semalam dapat terbangun 3-5 kali untuk BAK.
Klien biasa tidur pukul 21.00 dan terbangun pukul 03.00. Setiap terbangun pukul 03.00,
31
klien terjaga hingga menjelang sholat Subuh dan kemudian mengantuk setelah sholat Subuh
namun tidak bisa tidur dengan nyenyak. Sebelum tidur klien memiliki kebiasaan membaca
Al-Qur’an atau berdizikir. Kantong mata klien nampak gelap.
f. Kognitif – Perseptual
Klien mengatakan dari kelima sistem indra hanya fungsi penglihatan yang mengalami
penurunan. Klien mengeluhkan pandangan kabur terutama saat membaca Al-Qur’an, klien
menggunakan alat bantu kacamata untuk mengurangi masalah penglihatannya.
Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
N
Pertanyaan Benar Salah
O
1. Tanggal berapa hari ini ?
2. Hari apa sekarang?
3. Apa nama tempat ini?
4. Dimana alamat anda?
5. Berapa umur anda?
6. Kapan anda lahir?
7. Siapa presiden indonesia sekarang?
8. Siapa presiden sebelumnya?
9. Siapa nama ibu anda?
Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka
10.
baru, semua secara menurun
Jumlah 9 1
Interpretasi Hasil : 1
Kesalahan 0-2 : Fungsi intelektual utuh
Kesalahan 3-4 : Kerusakan intelektual ringan
Kesalahan 5-7 : Kerusakan intelektual sedang
Kesalahan 8-10 : Kerusakan intelektual berat
g. Persepsi Diri – Konsep Diri
Klien mengatakan khawatir dengan dirinya ketika terjadi pandemi covid-19 sekarang.
Ruang geraknya saat ini terbatas hanya di rumah saja terlebih mendengar bahwa covid-19
berisiko tinggi terhadap lansia. Klien mengaku masih sedikit mendapat edukasi tentang
covid-19, sumber edukasi yang saat ini klien dapatkan yaitu melalui TV dan omongan-
omongan keluarga. Klien saat ini bahagia saja, tidak ada rasa kehilangan. Klien juga
memandang dirinya positif secara utuh.
h. Peran – Hubungan
Klien mengatakan hubungan dirinya dengan keluarga besar harmonis, seringkali anak-anak
dan cucu-cucunya datang berkunjung. Hubungan klien dengan masyarakat luar saat ini
dibatasi karena klien juga tidak ingin berisiko tinggi tertular covid-19 dari luar.
i. Seksual – Reproduksi
Klien mengatakan terakhir menopause pada usia 50an, tidak ada perasaan khusus yang
klien alami saat terjadi menopause. Saat ini suami klien telah meninggal. Klien memiliki 4
orang anak.
32
j. Koping –Toleransi Stress
Status emosi klien saat pengkajian baik, klien kooperatif menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan. Klien mengaku memiliki stressor saat ini, stressor klien yaitu adanya
pandemi covid-19 dan dampaknya terhadap lansia.
Geriatri Depression Scale (GDS)
Jawaban Jawaba
No Pertanyaan Skor
Klien n Baku
1 Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan Ya Tidak 0
anda?
2 Apakah anda telah banyak menghentikan aktivitas Ya Ya 1
dan minat-minat anda?
3 Apakah anda merasa kehidupan anda kosong? Tidak Ya 0
4 Apakah anda sering merasa hidup anda bosan? Tidak Ya 0
5 Apakah anda mempunyai semangat baik setiap saat? Ya Tidak 0
6 Apakah anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan Ya Ya 1
terjadi pada anda?
7 Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar Ya Tidak 0
hidup anda?
8 Apakah anda sering merasa tidak berdaya? Ya Ya 1
9 Apakah anda lebih senang tinggal di rumah daripada Ya Tidak 0
pergi ke luar dan mengerjakan sesuatu hal yang baru?
10 Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah Ya Ya 1
dengan daya ingatan anda dibandingkan kebanyakan
orang?
11 Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini Ya Tidak 0
menyengakan?
12 Apakah anda merasa tidak berharga seperti perasaan Tidak Ya 0
anda saat ini?
13 Apakah anda merasa penuh semangat? Ya Tidak 0
14 Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada Tidak Ya 0
harapan?
15 Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih baik Tidak Ya 0
keadaannya dari pada anda?
Jumlah 4
* Setiap jawaban yang SESUAI dengan Jawaban Baku mempunyai skor 1
Interpretasi Hasil: 4 (Depresi Ringan)
Skor 1-4 : Depresi ringan
Skor 5-9 : Depresi sedang
Skor 10-15: Depresi berat
k. Nilai – Kepercayaan
Klien beragama Islam, klien menyadari bahwa saat ini dirinya sudah berusia lanjut. Klien
selalu berusaha untuk menunaikan ibadah Sholat 5 waktu, klien terbiasa membaca Al-
Qur’an atau berzikir ketika mau tidur. Klien bersuku bangsa melayu dan saat ini tidak ada
kegiatan upacara kebudayaan khusus yang dijalani dan berpengaruh terhadap kesehatan
klien.
33
B. Diagnosis Keperawatan Gerontik
1. Analisis Data
Nama Klien : Ny. J Alamat : Kalimantan Tengah
Umur : 76 tahun Tanggal : 2 Juli 2020
Tgl Data Fokus Etiologi Problem
2 Juli 2020 DS: Stressor Ansietas (00146)
Klien mengatakan khawatir Domain 9. Koping/Toleransi
dengan dirinya ketika terjadi Stress
pandemi covid-19 sekarang. Kelas 2. Respons Koping
Ruang geraknya saat ini terbatas Hlm. 324
hanya di rumah saja terlebih
mendengar bahwa covid-19
berisiko tinggi terhadap lansia
DO:
Lingkungan tempat tinggal klien
berstatus zona merah covid-19
2 Juli 2020 DS: Kendala Gangguan Pola Tidur (00198)
Klien mengatakan kualitas lingkunga Domain 4. Aktivitas/Istriahat
tidurnya kadang terganggu n Kelas 1. Tidur/Istirahat
karena keinginan untuk BAK Hlm. 214
sangat inetens jika pada malam
hari. Kadang dalam semalam
dapat terbangun 3-5 kali untuk
BAK. Klien biasa tidur pukul
21.00 dan terbangun pukul
03.00. Setiap terbangun pukul
03.00, klien terjaga hingga
menjelang sholat Subuh dan
kemudian mengantuk setelah
sholat Subuh namun tidak bisa
tidur dengan nyenyak
DO:
Kantong mata klien nampak
hitam
35
Diagnosis Keperawatan NOC/Hasil NIC/Intervensi
Pendidikan Kesehatan (5510)
1. Targerkan sasaran pada kelompok
berisiko tinggi dan rentang usia
yang akan mendapat manfaat besari
dari pendidikan kesehatan
2. Identifikasi faktor internal atau
eksternal yang dapat meningkatkan
atau mengurangi motivasi untuk
berperilaku sehat
3. Tentukan pengetahuan kesehatan
dan gaya hidup perilaku saar ini
pada individu, keluarga, atau
kelompok setara
4. Bantu individu, keluarga, dan
masyarakat untuk memperjelas
keyakinan dan nilai-nilai kesehatan
5. Rumuskan tujuan dalam program
pendidikan kesehatan
6. Lakukan demonstrasi/demonstrasi
ulang, partisipasi pembelajar, dan
manipulasi bahan ketika
mengajarkan keterampilan
psikomotorik
7. Gunakan berbagai strategi dan
intervensi utama dalam program
pendidikan
36
D. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Gerontik
Diagnosis : Gangguan pola tidur b.d kendala lingkungan d.d kesulitan memulai tidur, kesulitan mempertahankan tetap tidur, ketidakpuasan tidur, dan tidak merasa
cukup istirahat
No Tanggal Jam Implementasi Evaluasi TTD
1 14 Juli 2020 07.00 Tindakan: S : Klien mengatakan ingin mendapatkan kembali KH
Peningkatan Tidur pola tidur yang diinginkan dengan cara
a. Menentukan pola tidur klien membatasi asupan cairan berlebihan saat hendak
b. Memonitor pola tidur klien tidur
c. Mendiskusikan bersama klien mengenai teknik peningkatan tidur O : Klien nampak setuju dengan hasil konseling
d. Menjelaskan pentingnya tidur bagi lansia A : Tujuan tidak tercapai
e. Menganjurkan pasien untuk memantau pola tidurnya P : Lanjutkan intervensi
- Terapi relaksaasi (murotal)
Respon:
Klien mengaku ingin kembali mendapatkan pola tidur yang diharapkan
2 15 Juli 2020 20.00 Tindakan: S : Klien mengatakan tidurnya semalam lebih KH
Terapi Relaksasi: Murottal Al-Quran terkontrol karena sudah membatasi minumnya
sebelum tidur, BAK hanya terjadi pada saat
Respon: bangun tidur di pagi hari.
Klien mengatakan lebih tenang dan ingin mendengarkan murotal lagi O : Klien nampak kooperatif
sebelum tidur agar merasa tenang A : Tujuan tercapi
P : Hentikan intervensi
Diagnosis : Ansietas b.d stressor d.d khawatir tentang perubahan dalam hidup, sangat khawatir, tampak waspada, dan penurunan produktivitas.
No Tanggal Jam Implementasi Evaluasi TTD
1 27 Juli 2020 08.00 Pendidikan Kesehatan: Pengetahuan Dasar COVID-19 S : Klien mengatakan sedikit telah memahami KH
a. Mengidentifikasi faktor internal atau eksternal yang dapat informasi seputar COVID-19
meningkatkan atau mengurangi motivasi untuk berperilaku sehat O : Klien mampu menjawab evaluasi yang diberikan
b. Menentukan pengetahuan kesehatan dan gaya hidup perilaku saar saat pendidikan kesehatan
ini pada klien A : Tujuan tidak tercapai
c. Menjelaskan pengetahuan dasar COVID-19 meliputi definisi, P : Lanjutkan intervensi
manifestasi klinis, dan pencegahan - Pendidikan Kesehatan
d. Mendiskusikan materi pengetahuan dasar COVID-19 meliputi - Imajinasi Terbimbing
37
No Tanggal Jam Implementasi Evaluasi TTD
definisi, manifestasi klinis, dan pencegahan bersama klien
e. Mengevaluasi pengetahuan klien tentang pengetahuan dasar
COVID-19 meliputi definisi, manifestasi klinis, dan pencegahan
Respon:
Klien mampu menjawab evaluasi:
a. Definisi novel corona virus
b. Tiga dari 5 gejala klinis corona virus disease-19
c. Lima dari 7 pencegahan corona virus disease-19
2 4 Agustus 16.00 Tindakan: S : Klien mengatakan dirinya lebih rileks KH
2020 Imajinasi Terbimbing O : Klien belum mampu mengikuti imajinasi yang
a. Menskrining adanya masalah emosi berat, riwayat penyakit diharapkan
psikiatrik, atau halusinasi A : Tujuan tidak tercapai
b. Menggambarkan rasionalisasi, manfaat, batasan, dan tipe dari P : Lanjutkan intervensi
teknik imajinasi terbimbing yang ada. - Pendidikan Kesehatan
c. Mendukung individu untuk memilih variasi teknik imajinasi - Imajinasi terbimbing
terbimbing
d. Menyarankan individu dengan posisi yang nyaman dan pakaian
longgar
e. Mendiskusikan bayangan yang menyenangkan yang pernah
dialami pasien dan membuat rileks
f. Menyediakan lingkungan yang nyaman tanpa interupsi
g. Menggambarkan pemandangan dengan menggunakan lima indera,
jika memungkinkan
3 6 Agustus 08.00 Tindakan: S : Klien mengatakan dirinya lebih rileks KH
2020 Imajinasi Terbimbing O : Klien mengikuti intervensi dengan kooperatif
a. Menskrining adanya masalah emosi berat, riwayat penyakit A : Tujuan tidak tercapai
psikiatrik, atau halusinasi P : Lanjutkan intervensi
b. Menggambarkan rasionalisasi, manfaat, batasan, dan tipe dari - Pendidikan Kesehatan
teknik imajinasi terbimbing yang ada. - Imajinasi terbimbing
c. Mendukung individu untuk memilih variasi teknik imajinasi
terbimbing
d. Menyarankan individu dengan posisi yang nyaman dan pakaian
longgar
38
No Tanggal Jam Implementasi Evaluasi TTD
e. Mendiskusikan bayangan yang menyenangkan yang pernah
dialami pasien dan membuat rileks
f. Menggambarkan pemandangan dengan menggunakan lima indera,
jika memungkinkan
4 8 Agustus 08.00 Tindakan: S : Klien mengatakan dirinya lebih rileks KH
2020 Imajinasi Terbimbing O : Klien nampak lebih rileks dan kooperatif
a. Menskrining adanya masalah emosi berat, riwayat penyakit A : Tujuan tidak tercapai
psikiatrik, atau halusinasi P : Lanjutkan intervensi
b. Menggambarkan rasionalisasi, manfaat, batasan, dan tipe dari - Pendidikan Kesehatan
teknik imajinasi terbimbing yang ada.
c. Mendukung individu untuk memilih variasi teknik imajinasi
terbimbing
d. Menyarankan individu dengan posisi yang nyaman dan pakaian
longgar
e. Mendiskusikan bayangan yang menyenangkan yang pernah
dialami pasien dan membuat rileks
f. Menyediakan lingkungan yang nyaman tanpa interupsi
g. Menggambarkan pemandangan dengan menggunakan lima indera,
jika memungkinkan
5 9 Agustus Pendidikan Kesehatan: Psikosomatis Lansia Terhadap COVID-19 S : Klien mengatakan akan mengontrol KH
2020 a. Mengidentifikasi faktor internal atau eksternal yang dapat kecemasannya terhadap COVID-19
meningkatkan atau mengurangi motivasi untuk berperilaku sehat O : Klien mampu menjawab evaluasi saat
b. Menentukan pengetahuan kesehatan dan gaya hidup perilaku saar pendidikan kesehatan
ini pada klien A : Tujuan tercapai
c. Menjelaskan pengertian psikosomatis dan tips mengendalikan P : Hentikan intervensi
psikosomatis
d. Mendiskusikan materi pengertian psikosomatis dan tips
mengendalikan psikosomatis
e. Mengevaluasi pengetahuan klien tentang pengertian psikosomatis
dan tips mengendalikan psikosomatis
Respon:
Klien mampu menjawab evaluasi definisi psikosomatis dan tips
mengendalikan psikosomatis
39
BAB IV
PEMBAHASAN
40
kecemasan. Imajinasi terbimbing dilakukan selama 3 kali. Selama intervensi, klien terlihat
kooperatif. Tindakan pertama yang dilakukan saat intervensi yaitu dengan menjelaskan maksud
dan tujuan intervensi kemudian membuat lingkungan klien bebas dari interupsi selama
intervensi dan memulai membimbing klien ke dalam imajinasinya. Perawat memilih suasana
pantai sebagai suasana yang dirasakan klien selama berimajinasi.
41
gangguan pola tidur pada klien. Terapi ini saya perkuat dengan pemberian konseling
peningkatan tidur sebelumnya agar klien berkomitmen untuk meningkatkan tidurnya. Terapi
murottal Al Quran sangat mudah untuk diterapkan, tidak membuthkan biaya yang mahal, dan
efisien waktu. Terapi murottal Al Quran selain menghantarkan lantunan nada bacaan Al Quran,
juga memuat makna spiritual bagi pendengarnya, hal ini cocok dengan kebiasaan klien saya
yang menyatakan sering membaca Al Quran.
2. Imajinasi Terbimbing
Selain memberikan pendidikan kesehatan covid-19 untuk menambah pengetahuan
klien, saya memberikan terapi imajinasi terbimbing. Terapi imajinasi terbimbing tidak
membuthkan alat yang komplek dan rumit, biaya, dan caranya sangat mudah untuk diterapkan
sehingga saya memilih intervensi ini untuk menurunkan kecemasan klien. Terapi ini
membuthkan terapis yang mungkin dapat dilakukan secara mandiri bersama keluarga klien.
Menurut pandangan ilmiah, imajinasi terbimbing mampu menurunkan tingkat kecemasan pada
klien yang mengalami kecemasan.
42
Rahman terhadap kualitas tidur lansia di Balai Perlindungan Sosial Tresna Wredha
(BPSTW) Ciparay Bandung.
e. The effect of holy Quran Recitation on the quality of sleep among older people residing in
nursing homes (Hossini, et al, 2018). Hasil penelitian: Terdapat perbedaan yang signifikan
antara kelompok intervensi dan kontrol setelah mendengarkan ayat suci Al Quran (p <
0,001). Kemudian, pada kelompok intervensi, nilai mean±SD kualitas tidur (dari 9,27±3,37
ke 6,60±3,87). Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa dengan mendengarkan ayat suci
Al Quran dapat meingkatkan kualitas tidur pada lansia.
2. Imajinasi Terbimibing dalam Menurunkan Kecemasan
a. Nature-based guided imagery as an intervention for state anxiety (Nguyen da Brymer,
2018). Hasil peneltian: Imajinasi terbimbing bertemakan alam efektif sebagai manajemen
kecemasan yang memiliki keuntungan murah dan mudah diakses.
b. Effect of Guided Imagery on Anxiety and Physiological Indicators in In-Patients With
Acute Coronary Syndrome (Tavakolizadeh, J., et al, 2018). Hasil penelitian: Kecemasan
secara signifikan berkurang pada kelompok intervensi. Kemudian, tidak terdapat secara
signifikan perbedaan diantara 2 kelompok mencakup tekanan darah, frekuensi nadi, dan
SpO2. Kesimpulan: Imajinasi terbimbing mampu menurunkan kecemasan dan beberapa
tanda fisiologis pada pasien ACS.
c. Pengaruh teknik relaksasi guided imagery terhadap tingkat kecemasan pada pasien
preoperasi katarak (Antoro dan Amatiria, 2017). Hasil penelitian: ada pengaruh teknik
relaksasi guide imagery dalam penurunan tingkat kecemasan (pvalue =0,000).
d. The effect of guided imagery to the level anxiety of trimester III pregnant woman in the
working area of Mijen Health Center in Semarang City (Wulandari, Sofitamia, dan
Kustriyanti, 2019). Hasil penelitian: Wilcoxon test menunjukan bahwa p value 0,000 (p
value < 0,05). H0 ditolak dan Ha diterima. Kesimpulan penelitian bahwa terdapat pengaruh
terapi guided imagery dalam menurunkan tingkat kecemasan pada ibu hamil trimester III di
Puskesmas Mijen, Semarang.
e. Pengaruh teknik distraksi guidance imagery terhdap tingkatan ansietas pada pasien pra
bedah di RSUD Linggajati Kabupaten Kuningan (Mardiani dan Hermawan, 2019). Hasil
penelitian: 1) Tingkat kecemasan pasien sebelum dilakukan teknik distraksi guidance
imagery di RSUD Linggajati Kuningan termasuk dalam kategori sedang; 2) Tingkat
kecemasan pasien sesudah dilakukan teknik distraksi guidance imagery di RSUD
Linggajati Kuningan termasuk dalam kategori ringan mengalami peningkatan; 3) Ada
pengaruh pemberian teknik distraksi guided imagery terhadap tingkat kecemasan pada
pasien pra bedah di RSUD Linggajati Kuningan. Kesimpulan: Guidance imagery dapat
menurunkan tingkat kecemasan pada pasien pra bedah di RSUD Linggarjati Kuningan.
43
E. Hambatan dan Kelemahan Aplikasi Intervensi Berdasarkan Kondisi dan Situasi yang
Dihadapi
Hambatan dan kelemahan saat memberikan intervensi yaitu kendala pertemuan yang
dilakukan secara daring. Saat memberikan intervensi, perawat perlu menyesuaikan pertemuan agar
dapat berjalan mendekati kondisi pertemua secara luring. Contohnya saat memberikan intervensi
imajinasi terbimbing, perawat kesulitan saat harus mengurangi gangguan selama intervensi. Hal ini
terjadu karena lingkungan perawat dan klien berbeda. Kemudian perawat kesulitan mendapatkan
data objektif selama intervensi, perawat hanya menggunakan data subjektif dan sebagian data
objektif melalui pengamatan/observasi secara virtual untuk menentukan keadaan klien sebelum dan
sesudah diberikan intervensi.
44
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan di bab sebelumnya,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Sistem neurologis terbagi menjadi 2 yaitu sistem saraf pusat (otak dan korda spinalis) dan
sistem saraf tepi/perifer.
2. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas dan telah terjadi
perubahan-perubaham dalam sistem tubuhnya
3. Faktor risiko yang mempengaruhi sistem neurologis meliputi pengaruh personal, social, dan
attitude, faktor kesehatan fisik dan mental, efek obat, dan faktor merokok dan lingkungan.
4. Gangguan pada sistem neurologis salah satunya adalah demensia
5. Demensia adalah sekelompok gejala, penyakit yang menyertai, yang bermanifestasi sebagai
kehilangan memori, disorientasi, perubahan suasana hati atau kepribadian, dan kesulitan
dalam berpikir abstrak, kinerja tugas, dan penggunaan bahasa.
6. Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah penuaan sistem neurologis:
a. Masalah keperawatan yang diangkat yaitu gangguan pola tidur dan ansietas
b. Luaran yang hendak dicapai yaitu peningkatan tidur dan penurunan kecemasan
c. Intervensi yang diberikan yaitu konseling peningkatan tidur disertai terapi murottal Al
Quran untuk mengatasi gangguan pola tidur dan pendidikan kesehatan diserta imajinasi
terbimbing untuk mengatasi kecemasan.
B. Saran
1. Klien
Diharapkan klien setelah mendapatkan terapi mampu menerapkan kembali secara
mandiri dengan pendamingan ahli atau keluarga guna selalu meingkatkan derajat
kesehatannya.
2. Institusi Pendidikan Profesi Ners
Diharpkan institusi Pendidikan Profesi Ners Universitas Respati Yogyakarta untuk
terus memberikan kesempatan mahasiswa mengaplikasikan ilmu keperawatan yang didapat
di institusi dengan pendampingan dosen.
3. Profesi Keperawatan
Diharapkan profesi keperawatan lebih peka terhadap intervensi-intervensi
keperawatan yang hingga saat ini masih jarang dilaksanakan seperti terapi relaksasi dan
imajinasi terbimbing.
45
DAFTAR PUSTAKA
Antoro, B. dan Amatiria, G. (2017). Pengaruh Tknik Relaksasi Guide Imagery Terhadap Tingkat
Kecemasan Pasien Preoperasi Katarak. Jurnal Keperawatan, Volume XIII, No. 2, Oktober 2017,
pp: 239-43.
Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., dan Wagner, C.M. (2013). Nursing Interventions
Classification. Singapura: Elsevier.
Febiyanti, A., Komarudin, U., dan Putri, M. (2017). Murattal Al Quran Surah Ar Rahman
Meningkatkan Kualitas Tidur Lansia. Prosiding Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Bandung, pp: 820-27.
Graby, C.L. (2008). Cognitive Neuroscience of agin. Diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18400928
Herdman, T.H. dan Kamitsuru, S. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2018-2020. Jakarta: EGC.
Hossini, A., et al. (2018). The Effect of Holy Recitation on the Quality of Slepp Among Older People
Residing in Nursing Homes. Iranian Journal of Ageing, Vol. 14, Issue 2, Summer 2019, pp: 236-
47.
Mardiani, N. dan Hermawan, B. (2019). Pengaruh Teknik Distraksi Guidance Imagery Terhadap
Tingkatan Ansietas pada Pasien Pra Bedah di RSUD Linggjati Kabupaten Kuningan. Junral
Soshum Insentif, Vol. 2, No. 1, April 2019, pp: 136-44.
Marlina, N. dan Sudyasih, T. (2019). Efektibitas Terapi Murottal Al Quran Secara Audio Visual
Terhadap Kualitas Tidur Lansia dengan Insomnia di Panti Wredha Budhi Dharma Umbulharjo
Yogyakarta. Naskah Publikasi Universitas Aisyiyah Yogyakarta.
Mauk, K.., (2006). Gerontological Nursing Competencies for Care. 2nd ed. Boston: Jones and Bartlett
Publisher.
Miller, Carol A. (2011). Nursing for Wellness in Older Adults Sixth Edition. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., dan Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classification
(NIC). Singapura: Elsevier.
Nguyen, J. dan Brymer, E. (2018). Nature-Based Guided Imagery as an Intervention for State Anxiety.
Frontiers in psychology, 9, 1858. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2018.01858
Oktora, S, et al. (2016). Pengaruh Terapi Murottal Al Quran Terhadap Kualitas Tidur Lansia di Unit
Rehablitasi Sosial Dewanta Cilacap. Jurnal Keperawatan Soedirman. Vol. 11, No. 3, 2016, pp:
168-73.
Sherwood, Lauralee. (2014). Fisiologi Manusia Dari Sel Kesistem. Ed-8. Jakarta: EGC.
Stanley, Mickey & Patricia G. B. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Ed. 2. Jakarta: EGC.
Tavakolizadeh, J., et al. (2018). Effect of Guided Imagery on Anxiety and Physiological Indicators in
In-Patients with Acute Coronary Syndrome. Journal of Pharmaceutical Research International.
23(5), 2018, pp: 1-8.
Wulandari, P., Sofiatamia, A., dan Kustriyani, M. (2019). The Effect of Guided Imagery to The Level
of Anxiety of Trimester III Pregnant Woman in the Working Area of Mijen Health Center in
Semarang City. Media Keperawatan Indonesia, Vol. 2, No. 1, Februari 2019, pp: 29-37.
Wuryaningsih, W., et al. (2017). Murottal Al Quran Therapy to Increase Sleep Quality in Nursing
Students. Proceeding 3rd International Nursing Conference, Faculty of Nursing University of
Jember, November 2017, pp: 7-14.
B. Ansietas
1. Nursing Outcomes Classification (NOC)
Tingkat Kecemasan (1211)
Definsi: Keparahan dari tanda-tanda ketakutan, ketegangan, atau kegelisahan yang berasal dari sumber yang tidak dapat
diidentifikasi
SKALA TARGET OUTCOME Dipertahankan pada Ditingkatkan ke 4
A. Topik
Pokok Bahasan : Covid-19
Sub Pokok Bahasan : Corona Virus Disease-19
Sasaran : Lansia
Waktu : 1x20 menit
B. Tujuan
1. Tujuan Intruksional Umum
Setelah dilakukan penyuluhan tentang novel corona virus selama 20 menit diharapkan pasien
memahami tentang nover corona virus
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan pasien dapat:
h. Memahami definisi novel corona virus
i. Mengetahui 4 dari 5 gejala klinis corona virus disease-19
j. Mengetahui 5 dari 7 pencegahan corona virus disease-19
C. Jadwal Kegiatan
1. Tempat Pelaksanaan : Daring
2. Waktu Pelaksanaan : Juli 2020
D. Metode Pelaksanaan
1. Ceramah
2. Diskusi tanya jawab
F. Pengorganisasian
Penyuluh : Khairil Anwar
G. Setting Tempat
Penyuluh bertatap muka dengan klien secara virtual melalui aplikasi Zoom/WA Video Call
H. Pengorganisasian Antisipasi Kegitan Pendidikan Kesehatan
1. Audien yang tidak memperharikan saat pendidikan kesehatan
Antipasi : Maksimalkan peran penyuluh untuk memingatkan audien tentang
pentingnya topik pendidikan kesehatan yang akan diberikan.
2. Bila audien terlihat kebingungan dengan materi pendidikan kesehatan
Antipasi : Mengulang kembali materi dengan penekanan pada demonstrasi langsung
oleh audien.
J. Evaluasi
1. Evaluasi Proses
a. Penyuluh melakukan persiapan pre interaksi dengan menyiapkan media pendidikan
kesehatan yaitu poster daring
b. Audien telah berada di ruang meeting zoom
c. Acara pendidikan kesehatan dibuka dengan salam terapeutik, kemudian dilanjutkan dengan
penyampaian materi meliputi definisi novel corona virus, gejala klinis corona virus disease-
19, dan pencegahan corona virus disease-19
d. Audien antusias dan kooperatif dalam mengikuti pendidikan kesehatan.
2. Evaluasi Hasil
Aduien mampu menjelaskan kembali tentang:
a. Definisi novel corona virus
b. Gejala klinis corona virus disease-19
c. Pencegahan corona virus disease-19
K. Daftar Pustaka
https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019
https://covid19.go.id/edukasi
Media Poster Daring
SATUAN ACARA PENYULUHAN
PENDIDIKAN KESEHATAN
PSIKOSOMATIS LANSIA TERHADAP COVID-19
A. Topik
Pokok Bahasan : Covid-19
Sub Pokok Bahasan : Psikomatis Lansia Terhadap Covid-19
Sasaran : Lansia
Waktu : 1x20 menit
B. Tujuan
1. Tujuan Intruksional Umum
Setelah dilakukan penyuluhan tentang psikomatis lansia terhadap covid-19 selama 20 menit
diharapkan pasien memahami tentang psikomatis lansia terhadap covid-19
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan pasien dapat:
a. Memahami definisi penyakit psikosomatis
b. Mengetahui 6 dari 8 tips mengendalikan psikomatis lansia
C. Jadwal Kegiatan
1. Tempat Pelaksanaan : Daring
2. Waktu Pelaksanaan : Juli 2020
D. Metode Pelaksanaan
1. Ceramah
2. Diskusi tanya jawab
F. Pengorganisasian
Penyuluh : Khairil Anwar
G. Setting Tempat
Penyuluh bertatap muka dengan klien secara virtual melalui aplikasi Zoom/WA Video Call
H. Pengorganisasian Antisipasi Kegitan Pendidikan Kesehatan
1. Audien yang tidak memperharikan saat pendidikan kesehatan
Antipasi : Maksimalkan peran penyuluh untuk memingatkan audien tentang
pentingnya topik pendidikan kesehatan yang akan diberikan.
2. Bila audien terlihat kebingungan dengan materi pendidikan kesehatan
Antipasi : Mengulang kembali materi dengan penekanan pada demonstrasi langsung
oleh audien.
J. Evaluasi
1. Evaluasi Proses
a. Penyuluh melakukan persiapan pre interaksi dengan menyiapkan media pendidikan
kesehatan yaitu poster daring
b. Audien telah berada di ruang meeting zoom
c. Acara pendidikan kesehatan dibuka dengan salam terapeutik, kemudian dilanjutkan dengan
penyampaian materi meliputi definisi penyakit psikosomatis dan tips mengendalikan
psikosomatis pada lansia
d. Audien antusias dan kooperatif dalam mengikuti pendidikan kesehatan.
2. Evaluasi Hasil
Aduien mampu menjelaskan kembali tentang:
a. Definisi penyakit psiokosomatis
b. Tips mengendalikan psikosomatis
K. Daftar Pustaka
https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019
https://covid19.go.id/edukasi
https://bkkbn.go.id
Media Poster Daring
Psikosomatis Lansia Terhadap Covid-19 (1)
Media Poster Daring
Psikosomatis Lansia Terhadap Covid-19 (2)
Dokumentasi
1. Konseling Peningkatan Tidur (14 Juli 2020)
2.
3. Terapi Murrotal (15 Juli 2020)
4. Edukasi Covid-19 (29 Juli 2020)
5. Edukasi Psikosomatis pada Lansia (9 Agustus 2020)
INSTRUMENT PENILAIAN SOCA
(Student Oral Case Analyze)
Dosen Penilai:
Nama Dosen/Praktisi : Suwarsi, S.Kep., Ns., M.Kep.
NIP/NIK :
Departemen/Stase : Stase Keperawatan Gerontik
Nilai
No Kriteria Penilaian Panduan Skor Penilaian Bobot
Max
1. Tidak dapat menjelaskan dan menjawab
2. Dapat menjelaskan namun tidak dapat menjawab
Penguasan gambaran masalah
3. Dapat menjelaskan dan menjawab namun kurang
1 kesehatan/ kasus klien kelolaan 1 3x1
jelas dan kurang detail
yang diujikan
4. Dapat menjelaskan dan menjawab dengan jelas dan
detail kasus kliennya
1. Tidak dapat menjelaskan rasionalitas diagnosa
keperawatan berdasarkan bemasalah klien
2. Dapat menjelaskan rasionalitas diagnosa namun
Pengusaan diagnosa keperawatan kurang didasari oleh masalah klien
2 yang ditegakkan dari kasus klien 3. Dapat menjelaskan rasionalitas diagnosa 2 3x2
kelolaan yang diujikan berdasarkan masalah klien, namun kurang jelas &
kurang detail
4. Dapat menjelaskan rasionalitas diagnosanya dengan
jelas dan detail
1. Tidak dapat menjelaskan rasionalitas & dasar
evidance based dari intervensi yang diberikan
2. Dapat menjelaskan rasionalitas intervensi namun
Penguasaan intervensi dan kurang didasari evidance based
3 memodifikasinya sesuai dengan 3. Dapat menjelaskan rasionalitas intervensi 2 3x2
kondisi klien kelolaan berdasarkan evidance based, namun kurang tepat &
kurang sesuai dengan masalah klien
4. Dapat menjelaskan rasionalitas intervensi dan
evidance basednya dengan jelas dan detail
1. Tidak dapat menjelaskan kesesuaian dari indikator
evaluasi yang dilakukan dengan masalah klien
2. Dapat menjelaskan kesesuaian indikator evaluasi
namun kurang didasari rujukan standart output
Penguasaan melakukan evaluasi
3. Dapat menjelaskan kesesuaian indikator evaluasi
4 hasil intervensi kepada klien 1 3x1
berdasarkan rujukan standart output, namun kurang
kelolaan
tepat rasionalitas target yang dicapai
4. Dapat menjelaskan kesesuaian indikator evaluasi
berdasarkan rujukan standart output dan memiliki
ketepatan rasionalitas target yang dicapai
1. Jawaban tidak argumentatif dan tidak bersikap
Kejelasan dalam memberikan profesional
5 dasar argumentasi jawaban dan 2. Jawaban argumentatif namun tidak bersikap 1 2x1
memiliki sikap yang profesional profesional
3. Jawaban argumentatif dan bersikap profesional
Total Skore Skor Maskimal: 20 20
( 1 )+ ( 2 )+ (3 )+ ( 4 )+(5)
Nilai Akhir : = 20/20 = 100%
20
: 95