Oleh:
Vinny Ismawati
G3A020189
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Definisi
Menurut Smeltzer dan Bare (2015) CKD atau gagal ginjal kronis merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga
terjadi uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalamdarah).
Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI), CKD merupakan
kerusakan ginjal yang terjadi dengan penurunan GFR (Glomerular Filtration rate) <60
mL/min/ 1.73 m2 selama lebih dari 3 bulan (Kasiske, Betram., 2014)
Gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan
volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal.Gagal ginjal
biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut.Penyakit ginjal kronik
merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat pada setiap nefron
(biasanya berlangsung beberapa tahun dan tidak reversible).Penyakit ginjal kronik
seringkali berkaitan dengan penyakit kritis, berkembang cepat dalam hitungan beberapa
hari hingga minggu, dan biasanya reversible bila pasien dapat bertahan dengan penyakit
kritisnya. (Price & Wilson, 2006 dalam Nanda Nic-Noc, 2015).
Penyakit ginjal kronik (Chronic Renal Failure, CRF) terjadi apabila kedua ginjal
sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan
hidup.Kerusakan pada kedua ginjal ini ireversibel.Eksaserbasi nefritis, obstruksi saluran
kemih, kerusakan vascular akibat diabetes mellitus, dan hipertensi yang berlangsung
terus-menerus dapat mengakibatkan pembentukan jaringan parut pembuluh darah dan
hilangnya fungsi ginjal secara progresif.(Baradero. 2009).
Selama penyakit ginjal kronik, beberapa nefron termasuk glomeruli dan tubula
masih berfungsi, sedangkan nefron yang lain sudah rusak dan tidak berfungsi lagi. Nefron
yang masih utuh dan berfungsi mengalami hipertrofi dan menghasilkan filtrate dalam
jumlah banyak. Reabsorpsi tubula juga meningkat walaupun laju filtrasi glomerulus
berkurang.Kompensasi nefron yang masih utuh dapat membuat ginjal mempertahankan
fungsinya sampai tiga perempat nefron rusak.Solut dalam cairan menjadi lebih banyak
dari yang dapat direabsorpsi dan mengakibatkan diuresis osmotic dengan poliuria dan
haus.Akhirnya, nefron yang rusak bertambah dan terjadi oliguria akibat sisa metabolisme
tidak diekskresikan.(Baradero. 2009).
2. Klasifikasi CKD
Penyakit CKD selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFRyang tersisa (Muttaqin
& Sari, 2011). Price dan Wilson (2012) menjelaskan perjalanan klinis umum CKD
progresif dibagi menjadi tiga stadium yaitu:
a. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)Pada stadium pertama kreatinin serum dan
kadar BUN normal dan asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi
dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti tes pemekatan urine.
Muttaqin dan Sari (2011) menjelaskan penurunan cadangan ginjal yang terjadi apabila
GFR turun 50% dari normal.
b. Stadium 2 (insufisiensi ginjal) Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak
(GFR besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini BUN mulai meningkat diatas normal,
kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal, azotemia ringan, timbul
nokturia dan poliuri.
c. Stadium 3 (gagal ginjal stadium akhir / uremia) Stadium ketiga disebut penyakit ginjal
stadium akhir (ERSD) yang dapat terjadi apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai
GFR 10% dari keadaan normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml
permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN meningkat sangat
menyolok sebagai respons terhadap GFR yang mengalami sedikit penurunan. KDOQI
merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan GFR
yaitu:
a. Stage1: Kidney damage with normalor increased GFR (>90 mL/min/1.73m2)
b. Stage2: Mild reduction in GFR (60-89 mL/min/1.73 m2)
c. Stage3: Moderate reduction in GFR (30-59 mL/min/1.73 m2)
d. Stage4: Severe reductionin GFR (15-29mL/min/1.73 m2)
e. Stage5: Kidney failure(GFR <15 mL/min/1.73 m2 or dialysis)
3. Etiologi
Etiologi Etiologi memegang peranan penting dalam memperkirakan
perjalananklinis PGK dan penanggulangannya. Penyebab primer PGK juga akan
mempengaruhi manifestasi klinis yang akan sangat membantu diagnosa, contoh: gout
akan menyebabkan nefropati gout. Penyebab terbanyak PGK pada dewasa ini adalah
nefropati DM, hipertensi, glomerulonefritis, penyakit ginjal herediter seperti ginjal
polikistik dan sindroma alport, uropati obstruksi, dan nefritis interstisial (Irwan, 2016).
Sedangkan di Indonesia, penyebab PGK terbanyak adalah glomerulonefritis, infeksi
saluran kemih (ISK), batu saluran kencing, nefropati diabetik, nefrosklerosis hipertensi,
ginjal polikistik, dsb (Irwan, 2016).
4. Tanda dan Gejala
a) Tanda dan Gejala dari penyakit ginjal kronik menurut Smeltzer & Bare tahun 2015
yaitu:
1) Kardiovaskuler: hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sakrum), edema
periorbital, friction rub pericardial, pembesaran vena leher
2) Integumen: warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering (bersisik), pruritus,
ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar
3) Pulmoner: krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan kussmaul
4) Gastrointestinal: napas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut,
anoreksia (mual muntah), konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran
5) Neurologi: kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan
pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki
6) Muskuloskeletal: kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
7) Reproduktif: amenore, dan atrofi testikuler
b) Tanda dan gejala dari penyakit ginjal kronik menurut Mary Baradero (2008) yaitu:
1) System hematopoletik: anemia, cepat lelah, trombositopenia, ekimosis,
perdarahan
2) Sistem kardiovaskuler: hypervolemia, hipertensi, takikardi, distrimia, gagal
jantung kongestif, pericarditis
3) Sistem pernapasan: takipnea, pernapasan kussmaul, halitosis uremic atau fetor,
sputum yang lengket, batuk disertai nyeri, suhu tubuh meningkat, hilar
pneumonitis, pleural friction rub, edema paru
4) Sistem gastrointestinal: anoreksia, mual dan muntah, perdarahan gastrointestinal,
distensi abdomen, diare dan konstipasi
5) Sistem neurologi: perubahan tingkat kesadaran: letargi, bingung, stupor, dan
koma, kejang, tidur terganggu, asteriksis
6) Sistem skeletal: osteodistrofi ginjal, rickets ginjal, nyeri sendi, pertumbuhan
lambat pada anak
7) Kulit: pucat, pigmentasi, pruritus, ekimosis, lecet, uremic frosts
8) Sistem perkemihan: haluaran urin berkurang, berat jenis urine menurun,
proteinuria, fragmen dan sel dalam urine, natrium dalam urine berkurang
9) Sistem reproduksi: infertilitas, libido menurun, disfungsi ereksi, amenorea, lambat
pubertas.
5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul menurut Corwin,2015 antara lain:
1) Pada gagal ginjal progresif, terjadi beban volume, ketidakseimbangan elektrolit,
asidosis metabolic, azotemia, dan uremia.
2) Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia dan uremia
berat. Asidosis metabolic memburuk, yang secara mencolok merangsang kecepatan
pernafasan.
3) Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensefalopati uremic, dan pruritus
(gatal) adalah komplikasi yang sering terjadi.
4) Penurunan pembentukan eritropoietin dapat menyebabkan sindrom anemia
kardiorenal, suatu trias anemia yang lama, penyakit kardiovaskular, dan penyakit
ginjal yang akhirnya menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas.
5) Dapat terjadi gagal jantung kongestif
6) Tanpa pengobatan terjadi koma dan kematian.
6. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium seperti: pemeriksaan urin (volumenya biasanya< 400
ml/jam atau oliguria atau urin tidak ada/anuria, perubahan warna urin bisa disebabkan
karena ada pus/darah/bakteri/lemak/partikel koloid/miglobin, berat jenis pemeriksaan
natrium, pemeriksaan protein, dan pemeriksaan darah (kreatinin, SDM, Hitung darah
lengkap, GDA)
2) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi ginjal, biopsy ginjal,
endoskopi ginjal, EKG, KUB foto(untuk menunjukkan ukuran ginjal), arteriogram
ginjal (mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler, massa),
pyelogram retrogad (untuk menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal), sistouretrogram
(berkemih untuk menunjukkan ukuran kandung kemih, refluk kedalam ureter, dan
retensi) (Nuari. 2017)
3) Darah :
Bun / kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium serum, Kalium,
Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas serum
4) Pielografi intravena
- Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
- Pielografi retrograde
- Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible
- Arteriogram ginjal
- Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, massa.
5) Sistouretrogram berkemih
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter, retensi.
6) Ultrasono ginjal
Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas.
7) Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis
histologis
8) Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal ; keluar batu, hematuria dan pengangkatan
tumor selektif
9) Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal. Menilai
bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
10) Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), efusi
pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.
11) Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik.
12) EKG
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa,
aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda tanda perikarditis.
Menurut Doenges (2000) pemeriksaan penunjang pada pasien GGK adalah:
1. Volume urin : Biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam (fase oliguria) terjadi dalam
(24 jam – 48) jam setelah ginjal rusak.
2. Warna Urin : Kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah.
3. Berat jenis urin : Kurang dari l, 020 menunjukan penyakit ginjal contoh
glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan memekatkan :
menetap pada l, 0l0 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
4. pH : Lebih besar dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal dan rasio
urin/ serum saring (1 : 1).
5. Kliren kreatinin : Peningkatan kreatinin serum menunjukan kerusakan ginjal.
6. Natrium : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/ ltr bila ginjal tidak
mampu mengabsorpsi natrium.
7. Bikarbonat : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
8. Warna tambahan : Biasanya tanda penyakit ginjal atau infeksi tambahan warna
merah diduga nefritis glomerulus.
7. Pathways
GFR menurun
hiperfiltrasi
Sklerosis nefron
CKD
Stage 1(GFR > 90) Stage 2 (GFR 60 – 90) Stage 3 GFR 30-59%) Stage 4 (GFR 15-29) Stage 5 (GFR <15)
↓cadangan ginjal Proteinuria/ BUN, Kreatinin ↓Eritropoitin Retensi Na Sekresi protein ↓sintesis 1,25-
albuminuria meningkat menurun terganggu dihydroxyvitamin D atau
asimtomatik Total CES ↑ kalsitriol
hipoalbuminuria Sekresi protein anemia Sindroma uremia
terganggu kegagalan mengubah
↑Tekanan
Pembengkakan MK: Keletihan kapiler perpospate Gangguan bentuk inaktif Ca
pergelangan kaki, Syndrome rnia keseimba
tangan, wajah, perut uremia ↑Volume ngan asam Kegagalan mengubah
interstitial pruritus basa bentuk inaktif Ca
Pruritus
oedema ↑As. ↓absorbsi Ca
MK: Hipervolemia MK: gangguan Lambung
MK: gangguan integritas kulit
↑Preload
integritas kulit
hipokalsemia
Hipertrofi
dan osteodistrofi
ventrikel kiri
Tekanan vena
pulmonalis
Edema paru
MK : gangguan
pertukaran gas
Stadium Penyakit Ginjal Kronik
Tabel klasifikasi stadium penyakit ginjal kronik
Baradero, Mary, dkk. (2009). Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC Corwin, Elizabeth J.
(2009). Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC
Nuari, Nian A. (2017). Gangguan Pada Sistem Perkemihan & Penatalaksanaannya, Ed.1.
Yogyakarta: Penerbit Deepublish
Smeltzer, C Suzanne & Bare, G Brenda. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner&Suddarth, Ed.8, Vol.2. Jakarta: EGC
Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) CKD Work Group, 2013. KDIGO
Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic Kidney
Disease. Kidney international, Supplement, vol 3, p: 1-150.
Price, S. A., & Wilson, L. M., 2006, Patofisiologi Konsep Klinik Proses Penyakit, edisi VI,
Jakarta, EGC
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik.
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan.
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.