Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan
1.3 Metode penulisan
1.4 Sistematika penulisan

BAB II KONSEP DASAR


2.1 konsep penyakit
A. pengertian
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan progresif dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia (Black & Hawk dalam Dwy Retno
Sulystianingsih, 2018).
Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) saat ini merupakan masalah
kesehatan yang penting mengingat selain insidens dan pravelensinya yang semakin
meningkat, pengobatan pengganti ginjal yang harus di jalani oleh penderita gagal ginjal
merupakan pengobatan yang sangat mahal. Dialisa adalah suatu tindakan terapi pada
perawatan penderita gagal ginjal terminal. Tindakan ini sering juga disebut sebagai terapi
pengganti karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti yang
sering di lakukan adalah hemodialisis dan peritonealialisa. Diantara kedua jenis tersebut,
yang menjadi pilihan utama dan metode perawatan yang umum untuk penderita gagal
ginjal adalah hemodialisis (Arliza dalam Nita Permanasari, 2018)
Penyakit ginjal kronik stadium awal sering tidak terdiagnosis, sementara PGK stadium
akhir yang disebut juga gagal ginjal memerlukan biaya 6 perawatan dan penanganan yang
sangat tinggi untuk hemodialisis atau transplantasi ginjal. Penyakit ini baik pada stadium
awal maupun akhir memerlukan perhatian. Penyakit ginjal kronik juga merupakan faktor
risiko penyakit kardiovaskuler. Kematian akibat penyakit kardiovaskuler pada PGK lebih
tinggi daripada kejadian berlanjutnya PGK stadium awal menjadi stadium akhir (Delima,
2014).
B. etiologi

CKD bisa terjadi karena berbagai kondisi klinis seperti penyakit komplikasi yang bisa
menyebabkan penurunan fungsi pada ginjal (Muttaqin & Sari 2011). Menurut Robinson
(2013) dalam Prabowo dan Pranata (2014) penyebab CKD, yaitu: a) Penyakit glomerular
kronis (glomerulonephritis) b) Infeksi kronis (pyelonephritis kronis, tuberculosis) c)
Kelainan vaskuler (renal nephrosclerosis) d) Obstruksi saluran kemih (nephrolithiasis) e)
Penyakit kolagen (Systemic Lupus Erythematosus) f) Obat-obatan nefrotoksik
(aminoglikosida)
C. Sedangkan menurut Muttaqqin & Sari (2011) kondisi klinis yang bisa memicu
munculnya CKD, yaitu: 1) Penyakit dari ginjal a) Penyakit pada saringan (glomerulus):
glomerulonephritis b) Infeksi kuman: pyelonephritis, ureteritis c) Batu ginjal: nefrolitiasis
d) Kista di ginjal: polycitis kidney e) Trauma langsung pada ginjal f) Keganasan pada
ginjal g) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur 11 2) Penyakit umum di luar ginjal
a) Penyakit sistemik: diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi sangat berkaitan erat
untuk terjadinya kerusakan pada ginjal. Saat kadar insulin dalam darah berlebih akan
menyebabkan resistensi insulin yang dapat meningkatkan lipolisis pada jaringan adiposa
yang membuat lemak dalam darah meningkat termasuk kolesterol dan trigliserida.
Hiperkolesterolemia akan meningkatkan LDL-kol dan penurunan HDL-kol yang akan
memicu aterosklerosis karena ada akumulasi LDL-kol yang akan membentuk plak pada
pembuluh darah. Terbentuknya plak akan membuat retensi natrium sehingga tekanan
darah naik. Retensi ini yang nantinya akan merusak struktur tubulus ginjal (Noviyanti
dkk, 2015). b) Dyslipidemia karena dapat memicu aterosklerosis akibat akumulasi LDL-
kol sehingga memunculkan plak pada pembuluh darah yang akan meningkatkan tekanan
darah karena ada retensi natrium bisa membuat ginjal rusak (Noviyanti dkk, 2015). c)
SLE (Systemic Lupus Erythematosus) adalah penyakit autoimun yang dapat
menyebabkan peradangan pada jaringan dan pembuluh darah di semua bagian tubuh,
terutama menyerang pembuluh darah di ginjal. Pembuluh darah dan membran pada ginjal
akan menyimpan bahan kimia yang 12 seharusnya ginjal keluarkan dari tubuh karena hal
ini ginjal tidak berfungsi sebagaimana mestinya (Roviati, 2012). d) Infeksi di badan: TBC
paru, sifilis, malaria, hepatitis karena apabila tidak segera diobati maka bakteri, virus dan
parasit akan menggerogoti organ yang ditempati hingga nanti akan menyebar ke seluruh
tubuh melalui aliran darah dan menyerang organ lain seperti ginjal (Mohamad dkk,
2016). e) Preeklamsi menyebabkan vasokonstriksi sehingga terjadi penurunan aliran
darah ke ginjal yang berakibat GFR menurun dan laju ekskresi kreatinin dan urea juga
menurun (Fadhila dkk, 2018). f) Obat-obatan seperti antihipertensi memiliki efek
samping yaitu meningkatkan serum kreatinin jika digunakan dalam jangka panjang
(Irawan, 2014) g) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar, diare) akan
membuat seseorang mengalami dehidrasi sehingga akan membuat urine menjadi lebih
pekat (Arifa dkk, 2017).
D. tanda dan gejala

a. Menurut Haryono (2013) & Robinson (2013) CKD memiliki tanda dan gejala sebagai
berikut: a) Ginjal dan gastrointestinal biasanya muncul hiponatremi maka akan muncul
hipotensi karena ginjal tidak bisa mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit dan
gangguan reabsorpsi menyebabkan sebagian zat ikut terbuang bersama urine sehingga
tidak bisa menyimpan garam dan air dengan baik. Saat terjadi uremia maka akan
merangsang reflek muntah pada otak. 14 b) Kardiovaskuler biasanya terjadi aritmia,
hipertensi, kardiomiopati, pitting edema, pembesaran vena leher c) Respiratory system
akan terjadi edema pleura, sesak napas, nyeri pleura, nafas dangkal, kusmaull, sputum
kental dan liat d) Integumen maka pada kulit akan tampak pucat, kekuning-kuningan
kecoklatan,biasanya juga terdapat purpura, petechie, timbunan urea pada kulit, warna
kulit abu-abu mengilat, pruritus, kulit kering bersisik, ekimosis, kuku tipis dan rapuh,
rambut tipis dan kasar e) Neurologis biasanya ada neuropathy perifer, nyeri, gatal pada
lengan dan kaki, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat. f) Endokrin maka
terjadi infertilitas dan penurunan libido, gangguan siklus menstruasi pada wanita,
impoten, kerusakan metabolisme karbohidrat. g) Sistem muskulosekeletal: kram otot,
kehilangan kekuatan otot, fraktur tulang. h) Sistem reproduksi: amenore, atrofi testis
E. patofisiologi
CKD diawali dengan menurunnya fungsi ginjal, sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) ada yang utuh dan yang lainnya rusak. Akibatnya nefron yang utuh atau
sehat mengambil ahli tugas nefron yang rusak. Nefron yang sehat akhirnya meningkatkan
kecepatan filtrasi, reabsorpsinya dan ekskresinya meski GFR mengalami penurunan, serta
mengalami hipertropi. Semakin banyak nefron yang rusak maka beban kerja pada 15
nefron yang sehat semakin berat yang pada akhirnya akan mati. Fungsi renal menurun
akibatnya produk akhir metabolisme dari protein yang seharusnya diekskresikan kedalam
urin menjadi tertimbun dalam darah dan terjadi uremia yang mempengaruhi semua sistem
tubuh (Nursalam & Batticaca, 2009; Mutaqqin & Sari, 2011; Haryono, 2013). Salah
satunya yaitu sistem integumen karena adanya gangguan pada reabsorbsi sisa-sisa
metabolisme yang tidak dapat dieksresikan oleh ginjal sehingga terjadi peningkatan
natrium dan ureum yang seharusnya dikeluarkan bersama urine tetap berada dalam darah
pada akhirnya akan diekskresikan melalui kapiler kulit yang bisa membuat pigmen kulit
juga berubah (Baradero, Dayrit, & siswadi, 2009; Haryono, 2013; Prabowo & Pranata
2014). Karena sisa limbah dari tubuh yang seharusnya dibuang melalui urine terserap
oleh kulit maka dapat menyebabkan pruritus, perubahan warna kulit, uremic frosts dan
kulit kering karena sering melakukan hemodialisa (LeMone dkk, 2015). Sindrom uremia
juga bisa menyebabkan respon pada muskuloskeletal yaitu terdapat ureum pada jaringan
otot yang bisa menyebabkan otot mengalami kelemahan, kelumpuhan, mengecil dan
kram. Akibatnya bisa menyebabkan terjadi miopati, kram otot dan kelemahan fisik
(Muttaqin & Sari, 2014). Saat seseorang mengalami gangguan pada jaringan otot bisa
membuat kesulitan dalam beraktivitas hingga tirah baring yang lama hingga bisa
menyebabkan penekanan pada area tulang yang menonjol dan akan terjadi luka tekan.
Sehingga terjadilah gangguan integritas kulit pada penderita CKD.
F. Phatway
G. pemeriksaan penunjang dan hasinya
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada klien CKD, yaitu: a) Pemeriksaan
pada urine yang meliputi: 1) Volume urine pada orang normal yaitu 500-3000 ml/24 jam
atau 1.200 ml selama siang hari sedangkan pada orang CKD produksi urine kurang dari
400 ml/24 jam atau sama sekali tidak ada produksi urine (anuria) (Debora, 2017)
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada klien CKD, yaitu: a) Pemeriksaan
pada urine yang meliputi: 1) Volume urine pada orang normal yaitu 500-3000 ml/24 jam
atau 1.200 ml selama siang hari sedangkan pada orang CKD produksi urine kurang dari
400 ml/24 jam atau sama sekali tidak ada produksi urine (anuria) (Debora, 2017)
3) Berat jenis untuk urine normal yaitu 1.010-1.025 dan jika <1.010 menunjukan
kerusakan ginjal berat (Nuari & Widayati, 2017).
4) Klirens kreatinin kemungkinan menurun dan untuk nilai normalnya menurut
Verdiansah (2016), yaitu: a) Laki-laki : 97 mL/menit – 137 mL/menit per 1,73 m2 b)
Perempuan : 88 mL/menit – 128 mL/menit per 1,73 m2 5) Protein: derajat tinggi
proteinuria (3-4+) menunjukkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen ada.
Normalnnya pada urine tidak ditemukan kandungan protein.
b) Pemeriksaan darah pada penderita CKD menurut Nuari & Widayati (2017) 1) BUN
meningkat dari keadaan normal 10.0-20.0 mg/dL, kreatinin meningkat dari nilai normal <
7-8 gr/dl 3) SDM menurun dari nilai normal 4.00-5.00, defisiensi eritopoetin
4) BGA menunjukkan asidosis metabolik, pH <7,2
5) Natrium serum rendah dari nilai normal 136-145 mmol/L 6) Kalium meningkat dari
nilai normal 3,5-5 mEq/L atau 3,5-5 mmol/L 7) Magnesium meningkat dari nilai normal
1,8-2,2 mg/dL 8) Kalsium menurun dari nilai normal 8,8-10,4 mg/dL 9) Protein
(albumin) menurun dari nilai normal 3,5-4,5 mg/dL c) Pielografi intravena bisa
menunjukkan adanya abnormalitas pelvis ginjal dan ureter. Pielografi retrograde
dilakukan bila muncul kecurigaan adanya obstruksi yang reversibel. Arteriogram ginjal
digunakan untuk mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular massa
(Haryono, 2013). d) Ultrasono ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal serta
ada atau tidaknya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas (Nuari &
Widayati, 2017) e) Biopsi ginjal dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis (Haryono, 2013).

2.2 Konsep asuhan kegawatdaruratan


A. Pengkajian primer
1. Airway
 Sumbatan atau penumpukan
 Wheezing atau krekles
2. Breathing
 Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
 RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
 Ronkhi, krekles
 Ekspensi dada tidak penuh
 Penggunaan otot bantu nafas
3. Circulation
 Nadi lemah, tidak teratur
 Takikardi
 TD meningkat /meurun
 Edema
 Gelisah
 Akral dingin
 Kulit pucat, sianosis
 Output urine menurun
4. Disability
Airways
1) Sumbatan atau penumpukan secret
2) Wheezing atau krekles
b. Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
3) Ronchi, krekles
4) Ekspansi dada tidak penuh
5) Penggunaan otot bantu nafas
c. Circulation
1) Nadi lemah , tidak teratur
2) Takikardi
3) TD meningkat / menurun
4) Edema
5) Gelisah
6) Akral dingin
7) Kulit pucat, sianosis
8) Output urine menurun
Airways
1) Sumbatan atau penumpukan secret
2) Wheezing atau krekles
b. Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
3) Ronchi, krekles
4) Ekspansi dada tidak penuh
5) Penggunaan otot bantu nafas
c. Circulation
1) Nadi lemah , tidak teratur
2) Takikardi
3) TD meningkat / menurun
4) Edema
5) Gelisah
6) Akral dingin
7) Kulit pucat, sianosis
8) Output urine menurun

B. Pengkajian skunder
C. Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan membantu dalam
penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasi kekuatan dan
kebutuhan pasien serta merumuskan diagnose keperawatan (Smeltezer and Bare, 2011 :
Kinta, 2012). 1) Identitas pasien Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat
lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua. 2) Keluhan utama
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma. 3) Riwayat kesehatan
pasien dan pengobatan sebelumnya 33 Berapa lama pasien sakit, bagaimana
penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana cara minum obatnya apakan teratur atau
tidak, apasaja yang dilakukan pasien untuk menaggulangi penyakitnya. 4)
Aktifitas/istirahat : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia/gelisah atau samnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang
gerak 5) Sirkulasi Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada
(angina), hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak
tangan, nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada
penyakit tahap akhir, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning, kecenderungan perdarahan. 6)
Integritas ego Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da kekuatan,
menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian. 7) Eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah,
coklat, oliguria. 8) Makanan/Cairan Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan
berat badan (malnutrisi), anoreksia, nyeriulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap
pada mulut (pernapasan ammonia), penggunaan diuretic, distensi abdomen/asietes, 34
pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor kulit/kelembaban, ulserasi gusi,
perdarahan gusi/lidah 9) Neurosensori Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang,
syndrome “kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan,
khususnya ekstremitas bawah, gangguan status mental, contoh penurunan lapang
perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang, rambut tipis, kuku
rapuh dan tipis 10) Nyeri/kenyamanan Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki
dan perilaku berhatihati/distraksi, gelisah. 11) Pernapasan Napas pendek, dyspnea, batuk
dengan/tanpa sputum kental dan banyak, takipnea, dyspnea, peningkatan
frekuensi/kedalaman dan batuk dengan sputum encer (edema paru). 12) Keamanan Kulit
gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat
secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah
dari normal, petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi
13) Seksualitas Penurunan libido, amenorea, infertilitas 35 14) Interaksi social Kesulitan
menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya
dalam keluarga. 15) Penyuluhan/Pembelajaran Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi
untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urenaria, maliganansi,
riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan, penggunaan antibiotic
nefrotoksik saat ini/berulang.
D. Diagnose
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan diagnosa
keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut
(Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016): 1) Hipervolemia 2) Defisit nutrisi 3) Nausea 4)
Gangguan integritas kulit/jaringan 5) Gangguan pertukaran gas 6) Intoleransi aktivitas 7)
Resiko penurunan curah jantung 8) Perfusi perifer tidak efektif 9) Nyeri akut
E. Intervensi
Diagnosa tujuan dan kriteria hasil intervensi
Pola nafas tidak setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas I.01011
selama 3x 24 jam pasien Tindakan
efektif diharapkan ekpetasi meningkat Observasi
dengan kriteria hasil  Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha
demam menurun nafas)
 Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling,
kemerahan menurun
mengi, wheezing, ronkhi kering)
nyeri menurun  Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
bengkak menurun
 Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt
dan chin-lift
 Posisikan semifowler atau fowler
 Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal
 Berikan oksigen
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari
 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator,ekspektoran
mukolitik
Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipervolemia
keperawatan selama 3x8 Observasi:
jam maka hipervolemia  Periksa tanda dan gejala hipervolemia (edema,
meningkat dengan kriteria dispnea, suara napas tambahan)
hasil: 1. Asupan cairan  Monitor intake dan output cairan
meningkat 2. Haluaran urin  Monitor jumlah dan warna urin
meningkat 3. Edema Terapeutik
menurun 4. Tekanan darah  Batasi asupan cairan dan garam
membaik 5. Turgor kulit  Tinggikan kepala tempat tidur Edukasi
membaik  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan cairan
Kolaborasi
 Kolaborasai pemberian diuretik
 Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat
deuretik
 Kolaborasi pemberian continuous renal replecement
therapy (CRRT), jika perlu
Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi Observasi 1. Identifikasi status
keperawatan selama 3x8 nutrisi 2. Identifikasi makanan yang disukai 3. Monitor
jam diharapkan pemenuhan asupan makanan 4. Monitor berat badan Terapeutik 5.
kebutuhan nutrisi pasien Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu 6.
tercukupi dengan kriteria Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
hasil: 1. intake nutrisi 7. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
tercukupi 2. asupan konstipasi Edukasi 8. Anjurkan posisi duduk, jika
makanan dan cairan mampu 9. Ajarkan diet yang diprogramkan Kolaborasi
tercukupi 10. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan, jika
perlu 11. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan
Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi Observasi 1. Monitor frekuensi,
pertukaran gas keperawatan selama 3x8 irama, kedalaman dan upaya napas 2. Monitor pola
jam diharapkan pertukaran napas 3. Monitor saturasi oksigen 4. Auskultasi bunyi
gas tidak terganggu dengak napas Terapeutik 5. Atur interval pemantauan respirasi
kriteria hasil: 1. Tanda- sesuai kondisi pasien 6. Bersihkan sekret pada mulut
tanda vital dalam rentang dan hidung, jika perlu 7. Berikan oksigen tambahan, jika
normal 2. Tidak terdapat perlu 8. Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi 9.
otot bantu napas 3. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 10.
Memlihara kebersihan paru Informasikan hasil pemantauan Kolaborasi 11.
dan bebas dari tanda-tanda Kolaborasi penentuan dosis oksigen
distress pernapasan
Resiko penurunan Setelah dilakukan asuhan PERAWATAN JANTUNG (I.02075)
curah jantung keperawatan selama 3x8
jam diharapkan penurunan 1. Observasi
curah jantung meningkat  Identifikasi tanda/gejala primer
dengan kriteria hasil: 1. Penurunan curah jantung (meliputi dispenea,
Kekuatan nadi perifer kelelahan, adema ortopnea paroxysmal
meningkat 2. Tekanan darah nocturnal dyspenea, peningkatan CPV)
membaik 100-130/60-90  Identifikasi tanda /gejala sekunder
mmHg 3. Lelah menurun 4. penurunan curah jantung (meliputi
Dispnea menurun dengan peningkatan berat badan, hepatomegali ditensi
frekuensi 16-24 x/menit vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah,
oliguria, batuk, kulit pucat)
 Monitor tekanan darah (termasuk tekanan
darah ortostatik, jika perlu)
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor berat badan setiap hari pada
waktu yang sama
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor keluhan nyeri dada (mis.
Intensitas, lokasi, radiasi, durasi, presivitasi
yang mengurangi nyeri)
 Monitor EKG 12 sadapoan
 Monitor aritmia (kelainan irama dan
frekwensi)
 Monitor nilai laboratorium jantung (mis.
Elektrolit, enzim jantung, BNP, Ntpro-BNP)
 Monitor fungsi alat pacu jantung
 Periksa tekanan darah dan frekwensi
nadisebelum dan sesudah aktifitas
 Periksa tekanan darah dan frekwensi nadi
sebelum pemberian obat (mis. Betablocker,
ACEinhibitor, calcium channel blocker,
digoksin)
2. Terapeutik
 Posisikan pasien semi-fowler atau fowler
dengan kaki kebawah atau posisi nyaman
 Berikan diet jantung yang sesuai (mis.
Batasi asupan kafein, natrium, kolestrol, dan
makanan tinggi lemak)
 Gunakan stocking elastis atau pneumatik
intermiten, sesuai indikasi
 Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
modifikasi hidup sehat
 Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stres, jika perlu
 Berikan dukungan emosional dan
spiritual
 Berikan oksigen untuk memepertahankan
saturasi oksigen >94%
3. Edukasi
 Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
 Anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap
 Anjurkan berhenti merokok
 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur
berat badan harian
 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur
intake dan output cairan harian
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika
perlu
 Rujuk ke program rehabilitasi jantung

Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan Perawatan sirkulasi Observasi 1. Periksa sirkulasi
efektif perawatan selama 3x8 jam perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian kapiler,
maka perfusi perifer warna, suhu) 2. Monitor perubahan kulit 3. Monitor
meningkat dengan kriteria panas, kemerahan, nyeri atau bengkak 4. Identifikasi
hasil: 1. denyut nadi perifer faktor risiko gangguan sirkulasi Terapeutik 5. Hindari
meningkat 2. Warna kulit pemasangan infus atau pengambilan darah di area
pucat menurun 3. keterbatasan perfusi 6. Hindari pengukuran tekanan
Kelemahan otot menurun 4. darah pada ekstremitas dengan keterbatasan perfusi 7.
Pengisian kapiler membaik Lakukan pencegahan infeksi 8. Lakukan perawatan kaki
5. Akral membaik 6. Turgor dan kuku Edukasi 9. Anjurkan berhenti merokok
kulit membaik 10.Anjurkan berolahraga rutin 11.Anjurkan mengecek
air mandi untun menghindari kulit terbakar 12.Anjurkan
meminum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
Kolaborasi 13.Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika
perlu
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
keperawatan selama 3x8
jam maka tautan nyeri 1. Observasi
meningkat dengan kriteria  lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
hasil: 1. Melaporkan nyeri kualitas, intensitas nyeri
terkontrol meningkat 2.  Identifikasi skala nyeri
Kemampuan mengenali  Identifikasi respon nyeri non verbal
onset nyeri meningkat 3.  Identifikasi faktor yang memperberat dan
Kemampuan menggunakan memperingan nyeri
teknik nonfarmakologis  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
meningkat 4. Keluhan nyeri tentang nyeri
penggunaan analgesik  Identifikasi pengaruh budaya terhadap
menurun 5. Meringis respon nyeri
menurun 6. Frekuensi nadi  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
membaik 7. Pola nafas hidup
membaik 8. Tekanan darah  Monitor keberhasilan terapi
membaik komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan
analgetik
2. Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
 Control lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
3. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

BAB III Resume askep

3.1 Pengkajian fokus


Identitas Pasien
Nama : Tn. T
Jenis kelamin : laki-laki
Tempat & Tgl lahir : Semarang 25 Januari 1970
Pendidikan Terakhir : SLTA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : Kawin
Pekerjaan :-
Alamat : Jl pelemgolek tambakaji Rt 06/II semarang
Diagnose medik : post Op Craniotomy
3.2 Diagnosa keperawatan
3.3 Phatways keperawtan kasus
3.4 Fokus intervensi
BAB IV
Aplikasi jurnal evidence based nursing riset
4.1 identitas klien

4.2 data fokus pasien


4.3 diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan jurnal evidence based nursing riset yag
diaplikasikan
4.4 evidance based nursing practice yang diterapkan pada pasien
4.5 analisa sintesa justifikasi / alasan penerapan evidence basaed nursing practice dalam bentuk
skema
4.6 landasan teori terkait penerapan evidence based nursing practice
BAB V
Pembahasan
BAB VI
Penutup
SImpulan
Saran
Daftar pustaka

Anda mungkin juga menyukai