Disusun Oleh :
NIM : A01802464
1. Latar Belakang
Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronik adalah suatu
penyakit dimana ginjal mengalami penurunan fungsi yang progresif dan
ireversibel. The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of The
National Kidney Foundation menyebutkan bahwa CKD adalah penyakit ginjal
yang telah berlangsung selama lebih dari 3 bulan dan penurunan LFG (Laju
Filtrasi Glomerulus) sebanyak 60 ml/min/1.73m2 (Lewis, 2011).
Data dari United States Renal Data System (USRDS) pada tahun 2014
menunjukan bahwa prevalensi kejadian CKD di Amerika Serikat meningkat
setiap tahunnya, tercatat sebanyak 2,7 juta jiwa pada tahun 2011 dan tercatat
menjadi 2,8 juta jiwa ditahun 2012. Prevalensi penyakit CKD di Indonesia
pada tahun 2013 sebanyak 0,2% sedangkan di Jawa Tengah prevalensinya
sebanyak 0,3% (Riskesdas, 2013).
Penyakit CKD sering tidak teridentifikasi sampai pada tahap 3 karena
bersifat asymptomatic atau tanpa gejala hingga tahap uremik akhir tercapai.
Uremia adalah sindrom atau gejala yang terkait dengan CKD. Adanya uremia
tersebut akan mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit, pengaturan
dan fungsi endokrin ginjal rusak, dan akumulasi produk sisa secara esensial
memengaruhi setiap sistem organ lain (Lemone, 2012; Black & Hawks, 2009).
Penyakit CKD akan mempengaruhi penurunan LFG dan fungsi ginjal
memburuk lebih lanjut, retensi natrium dan air biasa terjadi. Hal ini dapat
menyebabkan resiko edema dan hipertensi, pasien juga akan merasa cepat
lelah, sesak nafas, dan nafsu makan menurun. Penanganan pada pasien CKD
tahap akhir dilakukan beberapa terapi diantaranya yaitu terapi pengganti ginjal
seperti transplantasi ginjal, dialisis peritoneal, maupun hemodialisa (Lemone,
2012; Tanto, dkk, 2014; Black & Hawks, 2009). Hemodialisa (HD) adalah
sebuah proses yang bertujuan untuk mengeluarkan produk limbah dan cairan
yang berada didalam tubuh, serta menggantikan fungsi ginjal dalam tubuh yang
tidak dapat berfungsi dengan baik (Smeltzer & Bare, 2013). Didunia saat ini
tercatat ada lebih dari 2 juta pasien yang menjalani terapi HD. Pasien HDdi
Amerika Serikat mencapai 350 ribu orang, Jepang 300 ribu orang, sedangkan
di Indonesia hampir mencapai 15 ribu orang (Setiati, dkk, 2014).
Hemodialisa menjadi terapi pengganti ginjal utama disebagian besar
negara di dunia dengan prevalensi yang mencapai angka 2 juta tersebut. Pasien
yang memilih terapi pengganti ginjal HD harus memahami hal-hal penting
seperti pembatasan asupan cairan, hal ini mempunyai tujuan untuk mengurangi
resiko edema dan komplikasi kardiovaskuler. Komplikasi kardiovaskuler pada
pasien HD akan meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas lebih dari 50%.
Cairan yang dikonsumsi kedalam tubuh harus sama jumlahnya dengan air yang
keluar, maka jumlah asupan cairan harus dibatasi sesuai dengan jumlah urine
yang keluar pada hari sebelumnya ditambah dengan cairan yang keluar melalui
insensible water losses (IWL) (Setiati, dkk, 2014; Smeltzer & Bare, 2013).
Cairan yang dikonsumsi pasien CKD harus diawasi dengan benar.
Sebagian besar pasien merasa kesulitan untuk membatasi asupan cairan yang
masuk, karena tidak mendapatkan pengetahuan atau tidak paham bagaimana
cara yang bisa memudahkan pasien dalam pembatasan asupan cairan tersebut.
Salah satu faktor yang diperlukan dalam pembatasan asupan cairan adalah
pengetahuan (Tovazzi & Mazzoni, 2012). Pengetahuan adalah sesuatu yang
dihasilkan dari panca indera manusia, atau hasil “tahu” seseorang terhadap
objek tertentu melalui panca indera yang dimilikanya. Pengetahuan akan
mempengaruhi bagaimana seseorang akan bersikap terhadap sesuatu, sikap
yang terbentuk ini berfungsi sebagai pendukung seseorang untuk melakukan
suatu tindakan tertentu (Notoatmodjo, 2012).
Terbentuknya tindakan dari hasil pengetahuan pasien HD akan menunjang
kepatuhan pasien dalam membatasi asupan cairannya sehingga dapat
mengurangi resiko komplikasi. Keluarga pasien juga sangat berperan penting
dalam membatasi asupan cairan pasien. Keluarga memiliki fungsi kesehatan
yang berperan sebagai support system dalam pemeliharaan kesehatan anggota
keluarganya. Oleh karena itu, dukungan dan pengetahuan keluarga sangat
dibutuhkan untuk memberikan perhatian dan motivasi, serta mengingatkan
pasien untuk selalu membatasi asupan cairan sesuai dengan anjuran untuk
pasien CKD dari tim medis (Smeltzer & Bare, 2013; Padila, 2012).
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Gagal ginjal kronik (CKD) adalah suatu sindroma klinis yang
disebabkan oleh penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun
berlangsung progresif dan cukup lanjut. Gagal ginjal kronis atau
penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia(Smaltzer, 2001).
Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat
fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya
yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan
dialysis atau transplantasi ginja (Nursalam, Batticaca Fransisca, 2008).
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible. Di mana
kemampuan tubuh gagal untuk memepertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddart, 2001).
Jadi, Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal progresif yang
berakibat fatal dan ditandai dengan uremia yang memiliki gangguan
fungsi pada renal yang progresif dan irreversible.
B. Etiologi
Menurut Muttaqin (2011), banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan
terjadinya gagal ginjal kronik, akan tetapi, apapun sebabnya, respons yang
terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang
memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal dan
diluar ginjal :
1. Penyakit dari ginjal
a. Kista di ginjal: polcystis kidney
b. Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulonephritis
c. Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis
d. Batu ginjal: nefrolitiasis
e. Trauma langsung pada ginjal
f. Keganasan pada ginjal
g. Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.
2. Penyakit umum di luar ginjal
a. Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi
b. Dyslipidemia
c. SLE
d. Infeksi: TBC, paru, sifilis, malaria, hepatitis
e. Preeklampsi
f. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)
g. Obat obatan
C. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi
2. Fisiologi
Sistem urinaria merupakan salah satu sistem utama untuk
mempertahankan homeostatis tubuh.
a. Komponen
Sistem urinaria terdiri dari dua ginjal yang memproduksi urine,
2 ureter yang membawa urin kedalam sebuah kandung kemih
untuk penampungan sementara. Dan uretra yang mengalirkan
urine keluar tubuh melalui orifisium uretra eksterna
b. Fungsi ginjal
1) Pengeluaran zat sisa organic. Ginjal mengeksresi urea, asam
urat, kreatinin dan produk penguraian hemoglobin dan
hormone.
2) Pengaturan konsentrasi ion – ion penting. Ginjal
mengeksresi ion natrium, kalium, calcium, magnesium,
sulfat dan fosfat. Eksresi ion ion ini seimbang dengan
asupan dan eksresinya melalui rute lain.
3) Pengaturan keseimbangan asam dan basa tubuh. ginjal
mengendalikan eksresi ion hydrogen, bikarbonat dan
ammonium Serta memproduksi urine asam atau basa,
bergantung pada kebutuhan tubuh.
4) Pengaturan produksi sel darah merah. Ginjal melepas
eritropoietinyang mengatur produksi sel darah merah dalam
sumsum tulang.
5) Pengaturan tekanan darah. Ginjal mengatur volume cairan
yang esensial bagi pengaturan tekanan darah dan uga
memproduksi enzim rennin. Rennin adalah komponen
penting dalam mekanisme rennin- angiotensin aldosteron,
yang meningkatkan tekanan darah dan retensi air.
6) Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah
dan asamamino darah. Ginjal, melalui eksresi glukosa
dan asam amino berlebih, bertanggung jawab atas
konsentrasi nutrient dalam darah.
7) Pengeluaran zat beracun. Ginjal mengeluarkan polutan, zat
tambahanmakanan, obat-obatan, atau zat kimia asing lain
dari tubuh.
c. Struktur ginjal
1) Hillus (hilum) adalah tingkat kecekungan tepi medial ginjal
2) Sinus ginjal adalah rongga berisi lemak yang membuka
pada hillus, sinus ini membentuk perlengketan untuk jalan
masuk dan keluar ureter, vena dan arteri renalis, saraf dan
limfatik.
3) Parenkim ginjal terbagi 2 bagian yaitu kortek dan medulla
ginjal
4) Medulla terdiri dari massa-massa triangular yang disebut
piramida ginjal
5) Korteks tersusun dari tubulus dan pembuluh darah nefron
yang merupakan unit structural dan fungsional ginjal.
d. Struktur nefron
Satu ginjal mengandung 1,2 juta nefron yang merupakan unit
pembentuk urine. Setiap nefron memiliki satu komponen
vascular (kapiler) dan satu komponen tubular terdiri dari:
1) Glomerulus yaitu untuk tempat filtrasi dan pembentukan
urine
2) Tubulus proksimal dan tubulus ansa henle yaitu untuk
reabsorbsi zat yang masih dapat dipakai oleh tubuh
3) Tubulus distal yaitu untuk proses sekresi
4) Tubulus kolectivus yaitu untuk eksresi zat yang harus
dibuang dalam tubuh. (Ethel Sloane, 2003)
5) Kandung kemih adalah organ muskular berongga yang
berfungsi sebagai kontainer penyimpanan urine.
e. Lokasi
Pada laki-laki. Kandung kemih terletak tepat di belakang
simfisisi pubis dan di depan rektum. Pada perempuan, organ ini
terletak agak di bawah uterus di depan vagina. Ukuran organ
ini sebesar kecangkenari dan terletak di pelvis saat kosong;
organ berbentuk seperti buah pir dan dapat mencapai umbilikus
dalam rongga abdominopelvis jika penuh berisi urine.
D. Patofisiologi
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan
garam, danpenimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung
pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari
25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal
karena nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron
yang rusak. Nefron yang tersisa meningkat kecepatan filtrasi,
reabsorpsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi. Seiring dengan
makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa
menghadapi tugas yang semkain berat, sehingga nefron-nefron tersebut
ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagaian dari siklus kematian
ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada
untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Seiring dengan penyusutan
progresif nefron - nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan
aliran darah ginjal mungkin berkurang (Elizabeth, 2001).
Meskipun penyakit ginjal terus berlanjut, namun jumlah zat terlarut
yang harus diekskresi oleh ginjal untuk mempertahankan
homeostasis tidaklah berubah, kendati jumlah nefron yang bertugas
melakukan fungsi tersebut sudah menurun secara progresif. Dua
adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap
ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang
ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan
seluruh beban kerja ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi,
beban zat terlarut dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron meskipun
GFR untuk seluruh massa nefron yang terdapat dalam ginjal turun di
bawah nilai normal. Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga
tingkat fungsi ginjal yang sangat rendah. Namun akhirnya, kalau
sekitar 75% massa nefron sudah hancur, maka kecepatan filtrasi dan
beban zat terlarut bagi setiap nefron demikian tinggi sehingga
keseimbangan glomerulus-tubulus (keseimbangan antara peningkatan
filtrasi dan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus tidak dapat lagi
dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun
proses konservasi zat terlarut dan air menjadi berkurang.
Sedikit perubahan pada makanan dapat mengubah keseimbangan
yang rawan tersebut, karena makin rendah GFR (yang berarti maikn
sedikit nefron yang ada) semakin besar perubahan kecepatan ekskresi
per nefron. Hilangnya kemampuan memekatkan atau
mengencerkan urine menyebabkan berat jenis urine tetap pada
nilai 1,010 atau 285 mOsm (yaitu sama dengan plasma) dan
merupakan penyebab gejala poliuria dan nokturia (Price, 2006).
Patway
GFR turun
GGK
RAA turun
Hipertofi antrikel naik Nyeri akut
E. Manifestasi klinis
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
1) Sistem kardiovaskuler : Hipertensi, Pitting Edema, Edema periorbital,
pembesaran vena leher, Friction sub pericardial
2) System pulmoner : krekel, nafas dangkal, kusmaul, sputum kental
3) Sistem gastrointestinal
a) Anoreksia, mual dan muntah
b) Perdarahan saluran GI
c) Ulserasi dan perdarahan mulut
d) Nafas berbau ammonia
4) System musculoskeletal
a) Kram otot
b) Kehilangan kekuatan otot
c) Fraktur tulang
5) System integumen
a) Warna kulit abu abu mengkilat
b) Pruritis
c) Kulit kering bersisik
d) Ekimosi
e) Kuku tipis dan rapuh
f) Rambut tipis dan kasar
6) Sistem reproduksi
a) Amenore
b) Atrofi testis
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis
adalah (Baughman, 2000):
1) Penyakit Tulang
Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan
mengakibatkan dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang akan
menjadi rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama akan
menyebabkan fraktur patologis
2) Penyakit Kardiovaskuler
Ginjal sebagai control sirkulasi sistemik akan berdampak secara
sistemik berupa hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa, dan
kelainan hemodinamik (sering terjadi hipertrofi ventrikel kiri)
3) Anemia
Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam
rangkaian hormonal (endokrin). Sekresi eritropoetin yang
mengalami defisiensi di ginjal akan mengakibatkan penurunan
hemoglobin.
4) Disfungsi Seksual
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering
mengalami penurunan dan terjadi impotensi pada pria. Pada wanita,
dapat terjadi hiperprolaktinemia.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a) Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya
anemia, dan hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom,
dan jumlah retikulosit yang rendah. ( Wanita di bawah 50 tahun:
< 20 mm / jam. Pria di bawah 50 tahun: < 15 mm / jam).
b) Ureum dan kreatini : Meninggi, biasanya perbandingan antara
ureum dankreatinin kurang lebih 20 : 1. Perbandingat meninggi
akibat pendarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas,
pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan
ini berkurang ketika ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet
rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun. ( Pria
dan Wanita Nilai Normal Kreatinin : 0,5-1,5 mg/dL dan Nilai
Normal Ureum : 15-40 mg/dL).
c) Hiponatremi : Kadar natrium dalam darah yang lebih rendah dari
batas normal. (Nilai Normal 135-145 mEq/liter)
d) Hiperkalemia atau Kadar kalium darah yang tinggi : suatu
keadaan dimana konsentrasi kalium darah lebih dari 5 mEq/L
darah. NilaiNormal : 3,5-5,5 mEq/liter)
e) Hipokalemia atau kadar kalium yang rendah dalam darah : suatu
keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah kurang dari 3,8
mEq/liter darah.
f) Phosphate alkaline : meninggi akibat gangguan metabolisme
tulang, terutama isoenzim fosfatase lindi tulang. (nilai normal 30-
120 Unit/L)
g) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia : umunya
disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
(nilai normal albumin dalam darah 3,8-5,1 g/dl)
h) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat
pada gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada
jaringan perifer). ( nilai normal gula darah sebelum makan : 70-
130 mg/dL. Dua jam setelah makan : kurang dari 180 mg/dL.
Setelah tidak makan (puasa) selama setidaknya delapan jam :
kurang dari 100 mg/dL)
2. Radiologi
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya
batu atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi karena proses
diagnostik akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu
penderita diharapkan tidak puasa.
3. Intra Vena Pielografi (IVP)
Untuk mengetahui adanya kelainan pada sistem urinary, dengan
melihat kerja ginjal dan sistem urinary pasien serta digunakan
untuk mengetahui gejala seperti kencing darah (hematuri) dan sakit
pada daerah punggung.
4. USG
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatanparenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih dan prostat.
5. EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda tanda
pericarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hyperkalemia)
H. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan
homeostasis selama mungkin. Seluruh faktor yang berperan pada gagal ginjal
tahap akhir dan faktor yang dapat dipulihkan (mis. Obstruksi) diidentifikasi
dan ditangani (Smeltzer, 2008).
Terapi Pengganti Ginjal (TPG)/ Replacement Renal Teraphy (RRT)
Dialisis
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan
dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu
melaksanankan proses tersebut (Smeltzer, 2008). Menurut Muttaqin (2008)
dialysis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yand serius,
seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki
abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan; dan
membantu penyembuhan luka.Menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/
SMF Ilmu Penyakit Dalam (2008) bahwa dialysis dapat diberikan pada pasien
gagal ginjal dengan stadium 5 yaitu GFR < 15 dan jika ada uremia.
Berdasarkan metode, dialysis dibagi menjadi dua yaitu (smeltzer, 2008) :
1) Hemodialysis (HD)
Hemodialisis adalah sebuah terapi yang menghilangkan sampah dan cairan
berlebih dari darah. Selama hemodialisis, darah dipompa melalui selang
lembut ke mesin dialisis yang akan menuju fliter khusus yang disebut
dialyzer (juga disebut ginjal buatan). Saat darah difiltrasi, darah akan
dikembalikan ke aliran darah. Untuk dapat disambungkan dengan mesin
dialisis, pasien harus mempunyai akses atau pintu masuk ke aliran darah.
Terapi ini biasanya dilakukan 3 kali seminggu. Tiap terapi berlangsung
selama 3-5 jam. Hemiodialisis dapat dilakukan di rumah atau di pusat HD.
Pusat HD berlokasi di dalam rumah sakir atau layanan kesehatan. Syarat
melakukan HD di rumah antara lain pasien harus memiliki cukup ruangan
untuk peralatan dan cukup air dan listrik untuk mengoperasikan mesin
dialisis dan mesin purifikasi. Pasien juga membutuhkan pendamping saat
dialisis.
Indikasi hemodialisis
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006)
umumnya indikasi dialisa pada GGK adalah bila laju filtrasi glomerulus
(LFG< 15 ml/ menit) sehingga dialisis baru dianggap perlu dimulai bila
dijumpai salah satu dari hal di bawah ini :
a) Keadaan umum buruk dan gejala klinin nyata
b) Kalium serum > 6 mEq/L
c) Ureum darah > 200 mg/L
d) Ph darah < 7,1
e) Anuria berkepanjangan (> 5 hari)
f) Fluid overloaded
g) dan peritoneal dialysis (PD).
2) Akses Hemodialisis
a) Fistula
Sebuah fistula direkomendasikan sebagai akses. Ini dibuat dengan
menggabungkan artei ke vena di dekatnya di bawah kulit untuk
membuat vaskuler yang lebih besar. Tipe ini dipilih karena
mengakibatkan masalah yang sedikit dan bertahan lama. Pasien harus
dievaluasi oleh bedah vaskuler minimal 6 bulan sebelum memulai
dialisis. Dokter akan melakukan pemeriksaan ultrasound untuk
melihat pembuluh darah yang ideal untuk fistula. Tindakan ini disebut
dengan “vessel mapping”. Fistula harus disiapkan terlebih dahulu
(beberapa bulan sebelum dimuali dialisis), sehingga ada waktu untuk
penyembuhan dan siap untuk digunakan HD.
b) Graft
Jika pembuluh darah tidak sesuai untuk dilakukan fistula, graft dapat
dilakukan. Tindakan ini menggabungkan arteri dan vena didekatnya
dengan selang lembut dari sintetik. Graft ini dimasukkan di bawah
kulit.
Selain itu terdapat juga akses vascular yang sifatnya temporer:
c) Kateter
Akses ketiga, disebut dengan kateter, dimasikkan ke dalam vena besar
di leher atau dada. Ujung dada selang berada diatas kulit luar tubuh.
Tipe ini umumnya digunakan untuk dialisis periode pendek. Kateter
digunakn menetap jika fistula atau graft tidak dapat dilakukan.
d) Peritoneal Dialisis (PD)
Dalam Updates Clinical Practice Guidelines for Hemodialysis
Adequacy (2006) pada peritoneal dialisis (PD), darah dibersihkan di
daam tubuh bukan di luar tubuh pasien. Peritoneum bekerja sebagai
filter alami. Cairan pembersih yang disebut dialisat, dialirkan ke dalam
abdomen melalui selang lembut yang dinamakan kateter PD. Kateter
dipasang melalui pembedahan minor. Sampahdan kelebihan cairan
keluar dari darah ke dalam cairan dialisar. Setelah bebera jam, pasien
mengalirkan cairan dialisat yang sudah digunakan dari abdomen dan
mengisi ulang dengan cairan pembersih yang baru untuk memulai
proses kembali. Mengeluarkan cairan yang telah digunakan dan
mengisi cairan baru membutuhkan waktu setengah jam dan hal ini
disebut “exchange”. Peritoneal dialisis dapat dilakukan di rumah, saat
bekerja, di sekolah atau selama perjalanan.
J. Intervensi Keperawatan
No
SLKI INTERVENSI / SIKI RASIONAL
dx
A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama pasien : Sdr. S 8. No. Mesin :4
2. Alamat : Sidoagung 04/09, 9. Hemodialisa ke : 187x
Sruweng, Kebumen
3. Umur : 28 tahun 10. Tipe Dialsisar, N/R : Purifier L160/ R1
4. Agama : Islam 11. Riw. Alergi Obat : -
5. Pendidikan : SD 12. Tanggal : 22 April 2021
6. Pekerjaan : Tiak bekerja 13. Jam : 13.00
7. No. RM : 00075862 14. DX. Medis : CKD st v e.c HT
B. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Keluhan utama: Pasien mengatakan berat badannya naik dalam waktu
yang singkat dari 61 kg menjadi 69,5 kg
Bila terdapat nyeri kaji menggunakan sekala nyeri sebagai berikut:
Penjalaran nyeri : √ Ya, sekitar lokasi penusukan v Tidak
Gejala penyerta : -
: Laki - laki
: Penderita
: Meninggal
: Tinggal 1 rumah
2. Pola Pengkajian Virginia Henderson
a. Pola Nafas
- Sebelum sakit : pasien mengatakan sebelum sakit tidak ada
masalah dalam bernafas.
- Saat dikaji : pasien mengatakan sedikit sesak tetapi tidak
menganggu aktifitasnya.
b. Pola Nutrisi
- Sebelum sakit : pasien mengatakan sebelum sakit makan normal
3x sehari disertai lauk dan pauk, makan buah dan minum dalam sehari
250 cc.
- Saat dikaji : pasien mengatakan makan dan minum melebihi
batas diit.
c. Istirahat dan Tidur
- Sebelum sakit : pasien mengatakan sebelum sakit istirahat merasa
sangat cukup, kurang lebih dapat tidur sampai 8 jam pada malam
hingga pagi hari.
- Saat dikaji : pasien mengatakan pola istirahatnya sedikit
terganggu karna keadaannya yang sekarang.
d. Eliminasi
- Sebelum sakit : pasien mengatakan sebelum sakit masih bisa BAK
kurang lebih 4-6 kali dalam sehari dan BAB 1 kali dalam sehari.
- Saat dikaji : pasien mangatakan sudah tidak bisa BAK sejak
dilakukannya program HD.
e. Pola gerak
- Sebelum sakit : pasien mengatakan sebelum sakit dapat
beraktivitas dan berjalan normal tanpa ada hambatan.
- Saat dikaji : pasien mengatakan hanya bisa tiduran dan ruang
gerak sangat terbatas karena terpasang alat HD.
f. Pola berpakaian
- Sebelum sakit : pasien mengatakan dapat berpakaian secara
mandiri tanpa bantuan orang lain.
- Saat dikaji: pasien mengatakan masih dapat berpakaian secara mandiri
tanpa bantuan orang lain.
g. Mempertahankan suhu tubuh
- Sebelum sakit : pasien mengatakan sebelum sakit jika badan
merasa panas pasien menggunakan pakaian yang tipis dan jika
kedinginan pasien menggunakan pakaian yang tebal misalnya jaket.
- Saat dikaji : pasien mengatakan saat dikaji merasa dingin
karena adanya ac sehingga pasien mengggunakan selimut.
h. Personal hygiene
- Sebelum sakit : pasien mengatakan sebelum sakit dapat menjaga
kebersihan diri secara mandiri tanpa bantuan orang lain.
- Saat dikaji: pasien mengatakan masih dapat menjaga kebersihan diri
secara mandiri tanpa bantuan orang lain.
i. Rasa Aman dan Nyaman
- Sebelum sakit : pasien mengatakan sebelum sakit merasa nyaman
dan aman jika dirumah.
- Saat dikaji : pasien mengatakan sudah terbiasa HD rutin, jadi
sudah merasa aman.
j. Pola komunikasi
- Sebelum sakit : pasien mengatakan sebelum sakit tidak ada
kendala saat berkomunikasi
- Saat dikaji : pasien mengatakan tidak ada kendala saat
berkomunikasi
k. Pola beribadah
- Sebelum sakit : pasien mengatakan sebelum sakit dapat beribadah
5 waktu dengan baik
- Saat dikaji : pasien mengatakan saat HD sedang berlangsung
maka menunda waktu sholat nya terlebih dahulu
l. Pola rekreasi
- Sebelum sakit : pasien mengatakan sebelum sakit biasanya pergi
ke tempat saudara atau rekan kerja. Dan berlibur bersama keluarga.
- Saat dikaji : pasien mengatakan jarang ke tempat saudara atau
rekan kerja dan berlibur dengan keluarganya karena resiko fisik yang
lemah serta harus rutin menjalani HD 2x seminggu.
m. Polan bekerja
- Sebelum sakit : pasien mengatakan sebelum sakit dapat bekerja
dengan baik
- Saat dikaji : pasien mengatakan tidak bekerja karena harus
rutin menjalani HD 2x seminggu.
n. Pola belajar
- Sebelum sakit : pasien mengatakan mendapat informasi melalui
televise dan media sosial.
- Saat dikaji : pasien mengatakan sudah mulai paham dengan
penyakit yang dideritanya melalui perawat dan dokter.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Baik/composmentis GCS: E4 M6 V5
b. Tekanan Darah : 152/ 94 mm/Hg, Nadi: 106 x/ menit, Rr: 20 x/ mnt
c. Konjungtiva : Tidak Anemis, Hb: 11,3 gr/dL
d. Abdomen : Asites (-)
e. Integumen : Turgor kulit kering, perubahan warna kulit
f. Ekstremitas : (pitting edema) * kalau ada
Atas : Tidak ada edema
Bawah : Terdapat edema pada kaki kiri
Berat badan : 61 kg, Pre HD : 69,5 kg, BB HD yg lalu : 64,5 kg,
Post HD: 66 kg
g. Berat badan kering : 66 kg
h. Akses Vaskular : AV fistula tangan kiri
Resiko Jatuh : Skor Hasil
1. Riwayat jatuh yang baru atau Tidak 0 0
bulan terakhir
Ya 25
3. Diagnosis Sekunder >1 Tidak 0
Ya 15 15
5. Alat bantu jalan Bed rest 0 0
Tongkat/ penopang 15
Furniture 30
8. Memakai therapy Heparin lock IV Tidak 0
Ya 25 25
10. Cara berjalan / berpindah Normal 0 0
Lemah 15
Terganggu 30
13. Status mental Orientasi sesuai 0 0
kemampuan
Lupa keterbatasan 15
Kesimpulan 0-24 (tidak beresiko) 25-50 (resiko rendah) >51 (resiko Skor total = 40
tinggi)
COP turun
RAA turun
Retensi Na dan H2O
Hipervolumia
2 DS : - pasien Ketidakpatu Program Program terapi
mengatakan han terapi kompleka lama
melakukan kompleks/
pantangan diit yang lama Ketidakpatuhan program
sudah ditentukan pengobatan/ diit
- Pasien
mengatakan Ketidakpatuhan
makan dan
minum lebih
dari yang sudah
ditentukan
DO : - BB pasien
bertambah dalam
waktu yang singkat
- BB kering : 61
kg
- BB pre HD :
69,5 kg
- BB yang lalu :
64,5 Kg
3. Ds : Nyeri Akut Agen GGK
-Pasien mengatakan pencedera
nyeri di area fisik (insersi Dilakukan insersi
tusukan jarum. AV fistula)
P : Pasien Kerusakan syaraf perifer
mengatakan
nyeri saat Pelepasan Prostaglandin
dilakukan
penusukan. Nyeri Dipersepsikan
Q : Nyeri
tertusuk-tusuk. Nyeri akut
R : Nyeri pada
area tusukan
jarum
S : Nyeri pada
skala 2.
T : 3 menit
Do :
- Pasien tanpak
meringis
kesakitan
7. Diagnose Keperawatan
a. Hipervolemia b.d penyakit ginjal: gagal ginjal kronis (gangguan
mekanisme regulasi)
b. Ketidakpatuhan b.d Program terapi kompleks/ lama
c. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik (insersi AV fistula)
8. Intervensi Keperawatan
No
SLKI INTERVENSI / SIKI RASIONAL
dx
mengikuti pengobatan. HD
Heparinisasi
Dosis sirkulasi : 2500 iu
Dosis awal : 1000 iu
Dosis maintanence : Intermitten : - iu /jam
Catatan lain: -
C. PENYULIT SELAMA HD :
Jelaskan : –
D. DISCHART PLANNING :
- HD rutin sesuai jadwal 2x/minggu
- Batasi intake cairan
E. OBAT
No Nama obat Dosis Waktu Indikasi
1 Heparin mini 12.00 Untuk mengatasi
dan mencegah
penggumpalan
darah
F. TINDAKAN KEPERAWATAN
Observ Jam QB UF TD HR Suhu RR Intake Out Put Keterangan Lain Paraf
Nacl Dextrose Makan/ Lain UF Goal
asi Rate dan
40% minum -
nama
Lain
Jelas
PRE 13.00 150 670 138 85 36,5 26 50 f
HD /77
INTRA 13.00 180 670 138 85 36,5 26 0 f
HD /77
14.00 200 670 670
15.00 200 670 100 1340
16.00 200 670 2010
17.00 200 670 108 85 36,5 22 100 2680
/71
17.30 150 Aff 3000
POST f
HD
Jumlah : 250 Jml : Balance : ∆ 2500-2750
3000 = -250
Total UE : 2750 ml
- Meganjurkan membatasi
3 17.30
makanan/minuman berlebih
Ds: pasien mengatakan paham
yang dapat mengganggu tidur
Do: pasien mengangguk
H. EVALUASI
No Hari/Tanggal Evaluasi TTD
. /Jam
DX
1. Kamis, 22 S: Pasien mengatakan tidak ada keluhan
April 2021 O: - KU baik, kesadaran composmentis
17.30 - TD : mmHg satri
- N: x/mnt
- RR: x/mnt
- S: 36,5 oC
- BB pre HD : kg
- BB post HD : kg
- Uf Goal :
- Uf Rate :
- QB: 200
- QD: 500
- Lama HD : 4,5 jam
- Terapi Heparin Mini (2500 iu)
A: Keseimbangan Cairan (L.05020) belum teratasi
P: -Batasi intake cairan
-HD rutin sesuai jadwal
2. Kamis, 22 S : Pasien mengatakan nyeri sudah menghilang
April 2021 O : Keadaan umum baik, composmentis,
17.32 -TD = mmHg,
- N: x/m,
-RR: 22x/m. satri
A : Masalah keperawatan nyeri akut teratasi
P : Lanjutkan intervensi
-memberikan informasi terkait diit pasien HD
-memberikan informasi efek samping terkait kenaikan berat
badan yang meningkat terlalu banyak
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Susanne C & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. EGC: Jakarta
Sudoyo, A. W dkk. 2009. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. Edisi V. Pusat Penerbitan IPD FK UI : Jakarta.