Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY


DISEASE (CKD) CAUSA DIABETES MELITUS DI DUSUN KRAJAN RT
05 DESA SENGGRENG

OLEH:
Gerry Sandhya Santana
NIM 203106104

SUB. DEPARTEMEN PROFESI NERS


STIKes WIDYA CIPTA HUSADA MALANG
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori Penyakit


1. Anatomi dan Fisiologi Ginjal
a. Anatomi Ginjal
Ginjal (Ren) adalah suatu organ yang mempunyai peran penting dalam
mengatur keseimbangan air dan metabolit dalam tubuh dan mempertahankan
keseimbangan asam basa dalam darah. Produk sisa berupa urin akan
meninggalkan ginjal menuju saluran kemih untuk dikeluarkan dari tubuh. Ginjal
terletak di belakang peritoneum sehingga disebut organ retroperitoneal (Snell,
2006). Ginjal merupakan suatu organ yang terletak retroperitoneal pada dinding
abdomen di kanan dan kiri columna vertebralis setinggi vertebra T12 hingga L3
(Moore, 2002)
Ginjal kanan terletak lebih rendah dari yang kiri karena besarnya lobus
hepar. Ginjal dibungkus oleh tiga lapis jaringan. Jaringan yang terdalam adalah
kapsula renalis, jaringan pada lapisan kedua adalah adiposa, dan jaringan terluar
adalah fascia renal. Ketiga lapis jaringan ini berfungsi sebagai pelindung dari
trauma dan memfiksasi ginjal (Tortora, 2011).

Gambar 1. Anatomi Ginjal


Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat terang
dan medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap. Korteks ginjal
mengandung jutaan alat penyaring disebut nefron. Setiap nefron terdiri dari
glomerulus dan tubulus. Medula ginjal terdiri dari beberapa massa-massa
triangular disebut piramida ginjal dengan basis menghadap korteks dan bagian
apeks yang menonjol ke medial. Piramida ginjal berguna untuk mengumpulkan
hasil ekskresi yang kemudian disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis
ginjal (Tortora, 2011).

b. Fisiologi Ginjal
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan
komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan zat
terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma
darah melalui glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam
jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di
eksresikan keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan urin (Price dan
Wilson, 2012).
Menurut Sherwood (2011), ginjal memiliki fungsi yaitu:
a. Mempertahankan keseimbangan H₂O dalam tubuh.
b. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan
dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri.
c. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.
d. Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.
e. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan.
Ginjal mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri. Ginjal kemudian
akan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah. Zat-zat yang diambil dari
darah pun diubah menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke
ureter. Setelah ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di kandung kemih. Bila
orang tersebut merasakan keinginan berkemih dan keadaan memungkinkan, maka
urin yang ditampung dikandung kemih akan di keluarkan lewat uretra (Sherwood,
2011).
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu
filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi (Sherwood, 2011).
1. Filtrasi. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan
yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula Bowman.
Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, di filtrasi secara bebas
sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula bowman
hampir sama dengan plasma.
2. Reabsorbsi. Reabsorbsi adalah proses penyerapan kembali zat-zat yang
masih diperlukan tubuh. Pada proses ini terjadi penyerapan kembali
sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida fosfat dan beberapa ion
bikarbonat.
3. Proses ketiga adalah sekresi tubulus yang mengacu pada perpindahan
selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus ke lumen tubulus.

Gambar 2. Proses Pembentukan Urine


2. Definisi Chronic Kidney Disease (CKD)
Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah
penyakit yang disebabkan oleh adanya penurunan progresif fungsi ginjal dalam
beberapa bulan atau tahun. CKD sebagai kerusakan ginjal dan/atau penurunan
Glomerular Filtration Rate (GFR) kurang dari 60mL/min/1,73m² selama minimal
3 bulan (Kidney Disease Improving Global Outcomes, 2013). Menurut Suwitra
(2009) CKD merupakan suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam
yang mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada
umumnya berakhir dengan keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti
ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
CKD adalah suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya fungsi ginjal
secara bertahap dari waktu ke waktu. Kondisi ginjal yang memburuk dapat
menyebabkan ternjadinya penumpukan limbah yang beresiko dapat menyebabkan
timbulnya komplikasi seperti tekanan darah tinggi, anemia, tulang lemah,
kesehatan nutrisi yang buruk, dan kerusakan saraf. Penyakit ginjal juga dapat
meningkatkan risiko terkena penyakit jantung dan pembuluh darah. Masalah-
masalah ini dapat terjadi secara perlahan dalam jangka waktu yang lama (National
Kidney Foundation, 2017).

3. Epidemiologi Chronic Kidney Disease (CKD)


CKD merupakan masalah kesehatan masyarakat global dengan prevalensi
dan insidens gagal ginjal yang meningkat, prognosis yang buruk, dan biaya yang
tinggi. CKD dapat terjadipada seluruh usia dan ras namun, prevalensi CKD
terbanyak terjadi pada individu berusia 75 tahun atau lebih. Prevalensi CKD
meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan kejadian
penyakit diabetes melitus serta hipertensi. Sekitar 1 dari 10 populasi global
mengalami CKD pada stadium tertentu (World Kidney Day, 2018). Hasil
systematic review dan metaanalysis yang dilakukan oleh Hill et al. (2016),
mendapatkan prevalensi global CKD sebesar 13,4%. Perawatan penyakit ginjal di
Indonesia menempati ranking kedua dalam hal pembiayaan terbesar dari BPJS
kesehatan setelah penyakit jantung (Kementerian Kesehatan RI, 2017).
4. Etiologi Chronic Kidney Disease (CKD)
Secara global, penyebab CKD terbesar adalah diabetes mellitus. Di
Indonesia, sampai dengan tahun 2000, penyebab terbanyak adalah
glomerulonefritis, namun beberapa tahun terakhir menjadi hipertensi berdasarkan
data Indonesian Renal Registry (IRR). Namun belum dapat dipastikan apakah
memang hipertensi merupakan penyebab CKD atau hipertensi akibat penyakit
ginjal tahap akhir, karena data IRR didapatkan dari pasien hemodialisis yang
sebagian merupakan pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir (Kementerian
Kesehatan RI, 2017).
Suwitra (2009) menyebutkan bahwa etiologi penyakit ginjal kronik sangat
bervariasi, etiologi yang sering menjadi penyebab penyakit ginjal kronik
diantaranya adalah:
1. Glomerulonefritis.
Glomerulonefritis (GN) adalah penyakit parenkim ginjal progesif dan
difus yang sering berakhir dengan gagal ginjal kronik, disebabkan oleh
respon imunologik dan hanya jenis tertentu saja yang secara pasti telah
diketahui etiologinya. Glomerulonefritis ditandai dengan proteinuria,
hematuri, penurunan fungsi ginjal dan perubahan eksresi garam dengan
akibat edema, kongesti aliran darah dan hipertensi. Di Indonesia GN
masih menjadi penyebab utama penyakit ginjal kronik dan penyakit
ginjal tahap akhir.
2. Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karateristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada
diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau
kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung
dan pembuluh darah. Masalah yang akan dihadapi oleh penderita DM
cukup komplek sehubungan dengan terjadinya komplikasi kronis baik
mikro maupun makroangiopati. Salah satu komplikasi mikroangiopati
adalah nefropati diabetik yang bersifat kronik progresif. Perhimpunan
Nefrologi Indonesia pada tahun 2000 menyebutkan diabetes mellitus
sebagai penyebab nomor 2 terbanyak penyakit ginjal kronik dengan
insidensi 18,65%.
3. Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu faktor pemburuk fungsi ginjal
disamping faktor lain seperti proteinuria, jenis penyakit ginjal,
hiperglikemi dan faktor lain. Penyakit ginjal hipertensi menjadi salah
satu penyebab penyakit ginjal kronik.
Selain glomerulonephritis, diabetes mellitus dan hipertensi, terdapat
penyebab lain penyakit ginjal kronik seperti kista dan penyakit bawaan lain,
penyakit sistemik (lupus, vaskulitis), neoplasma, serta berbagai penyakit lainya
(Suwitra, 2009). Menurut Kementerian Kesehatan RI (2017) CKD juga dapat
disebabkan oleh nefritis intersisial kronis, penyakit ginjal polikistik, obstruksi,
infeksi saluran kemih, dan obesitas.

5. Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD)


Menurut Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) 2012 yang
mengacu pada National Kidney Foundation-KDQOL (NKF-KDQOL) tahun 2002,
CKD diklasifikasikan menjadi lima stadium atau kategori berdasarkan penurunan
GFR, yaitu :

Tabel 1. Klasifikasi CKD berdasarkan penurunan GFR


GFR
Stadiu
Penjelasan (mL/min/1,73m²
m
)
1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan 60-89
3a Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan sampai sedang 45-59
3b Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang hingga berat 30-44
4 Kerusakan ginjal dengan penurunan berat GFR 15-29
5 Gagal ginjal < 15
Sumber: Kidney Disease Improving Global Outcomes (2013)
Gambar 3. Klasifikasi CKD berdasarkan penurunan GFR

Dikutip dari KDIGO 2012 clinical practice guideline for the evaluation and
management of chronic kidney disease, berdasarkan peningkatan albumin dalam
urin, KDIGO 2012 mengklasifikasikan CKD menjadi tiga kategori.

Tabel 2. Klasifikasi CKD berdasarkan albuminuria


AER (Albumin ACR (Albumin
Kategor Penjelasan
Excretion Rate) Creatinine Ratio)
i (albuminuria)
mg/24 jam mg/mmol mg/g
1 < 30 <3 < 30 Normal atau meningkat
2 30-300 3-30 30-300 Peningkatan sedang
3 > 300 > 30 > 300 Peningkatan berat
Sumber: Kidney Disease Improving Global Outcomes (2013)
6. Patofisiologi Chronic Kidney Disease (CKD)
Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Pada pasien yang mengalami diabetes melitus, terjadi hambatan
aliran pembuluh darah sehingga terjadi nefropati diabetik, dimana terjadi
peningkatan tekanan glomerular sehingga terjadi ekspansi mesangial, hipertrofi
glomerular. Semua itu akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi yang
mengarah pada glomerulosklerosis (Sudoyo, 2009).
Tingginya tekanan darah juga menyebabkan terjadi CKD. Tekanan darah
yang tinggi menyebabkan perlukaan pada arteriol aferen ginjal sehingga dapat
terjadi penurunan filtrasi (NIDDK, 2014). Pada glomerulonefritis, saat antigen
dari luar memicu antibodi spesifik dan membentuk kompleks imun yang terdiri
dari antigen, antibodi, dan sistem komplemen. Endapan kompleks imun akan
memicu proses inflamasi dalam glomerulus. Endapan kompleks imun akan
mengaktivasi jalur klasik dan menghasilkan Membrane Attack Complex yang
menyebabkan lisisnya sel epitel glomerulus (Sudoyo, 2009).
Pada pasien GGK, terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam tubuh.
Hal ini disebabkan karena gangguan ginjal dapat mengganggu keseimbangan
glomerulotubular sehingga terjadi peningkatan intake natrium yang akan
menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan volume cairan ekstrasel
(Harrison, 2012). Reabsorbsi natrium akan menstimulasi osmosis air dari lumen
tubulus menuju kapiler peritubular sehingga dapatterjadi hipertensi (Tortora,
2011). Hipertensi akan menyebabkan kerja jantung meningkat dan merusak
pembuluh darah ginjal. Rusaknya pembuluh darah ginjal mengakibatkan
gangguan filtrasi dan meningkatkan keparahan dari hipertensi (Saad, 2014).
Gangguan proses filtrasi menyebabkan banyak substansi dapat melewati
glomerulus dan keluar bersamaan dengan urin, contohnya seperti eritrosit,
leukosit, dan protein (Harrison, 2012). Penurunan kadar protein dalam tubuh
mengakibatkan edema karena terjadi penurunan tekanan osmotik plasma sehingga
cairan dapat berpindah dari intravaskular menuju interstitial (Kidney Failure,
2013). Sistem renin-angiotensin-aldosteron juga memiliki peranan dalam hal ini.
Perpindahan cairan dari intravaskular menuju interstitial menyebabkan penurunan
aliran darah ke ginjal. Turunnya aliran darah ke ginjal akan mengaktivasi sistem
reninangiotensin-aldosteron sehingga terjadi peningkatan aliran darah (Tortora,
2011).
CKD menyebabkan insufisiensi produksi eritropoetin (EPO). Eritropoetin
merupakan faktor pertumbuhan hemopoetik yang mengatur diferensiasi dan
proliferasi prekursor eritrosit. Gangguan pada EPO menyebabkan terjadinya
penurunan produksi eritrosit dan mengakibatkan anemia (Harrison, 2012).

7. Manifestasi Klinis Chronic Kidney Disease (CKD)


Pada derajat awal, CKD belum menimbulkan gejala dan tanda, bahkan
hingga laju filtrasi glomerulus sebesar 60% pasien masih asimtomatik namun
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Kelainan secara klinis
dan laboratorium baru terlihat dengan jelas pada pasien CKD derajat 3 dan 4. Saat
laju filtrasi glomerulus sebesar 30%, keluhan seperti badan lemah, mual, nafsu
makan berkurang dan penurunan berat badan mulai dirasakan pasien. Pasien mulai
merasakan gejala dan tanda uremia yang nyata saat laju filtrasi glomelurus kurang
dari 30% (Kementerian Kesehatan RI, 2017).
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada pasien CKD menurut Mayo
Clinic (2018) dan National Kidney Disease (2017):
1. Mual
2. Muntah
3. Kehilangan selera makan
4. Kelelahan dan kelemahan
5. Mengalami masalah tidur
6. Perubahan pola buang air kecil
7. Penurunan status mental
8. Otot berkedut dan kram
9. Pembengkakan kaki dan pergelangan kaki
10. Gatal terus menerus
11. Nyeri dada apabila ada cairan yang menumpuk di sekitar selaput
jantung
12. Sesak napas apabila ada cairan yang menumpuk di paru-paru
13. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yang sulit dikendalikan
Manifestasi klinik menurut Price dan Wilson (2005), Smeltzer dan Bare
(2001), LeMone dan Burke (2000) dapat dilihat dari berbagai fungsi system tubuh
yaitu :
1. Manifestasi kardiovaskuler: hipertensi, pitting edema, edema periorbital,
friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif,
perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade
pericardial.
2. Gejala dermatologis/system integumen: gatal-gatal hebat (pruritus), warna
kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak
umum karena pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis,
kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar (purpura).
3. Manifestasi pada pulmoner: krekels, edema pulmoner, sputum kental dan
liat,nafas dangkal, pernapasan kusmaul, pneumonitis
4. Gejala gastrointestinal: nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan
pada mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran
saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan
penghidu dan pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan
diare, perdarahan darisaluran gastrointestinal.
5. Perubahan muskuloskeletal: kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur
tulang, kulai kaki (foot drop).
6. Manifestasi pada neurologi: kelemahan dan keletihan, konfusi,
disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada tungkai
kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot, tidak mampu berkonsentrasi,
perubahan tingkat kesadaran, neuropati perifer.
7. Manifestasi pada system repoduktif: amenore, atropi testikuler, impotensi,
penurunan libido, kemandulan
8. Manifestasi pada hematologi: anemia, penurunan kualitas trombosit, masa
pembekuan memanjang, peningkatan kecenderungan perdarahan.
9. Manifestasi pada system imun: penurunan jumlah leukosit, peningkatan
resiko infeksi.
10. Manifestasi pada system urinaria: perubahan frekuensi berkemih,
hematuria, proteinuria, nocturia, aliguria.
11. Manifestasi pada sisitem endokrin: hiperparatiroid dan intoleran glukosa.
12. Manifestasi pada proses metabolik: peningkatan urea dan serum kreatinin
(azotemia), kehilangan sodium sehingga terjadi dehidrasi, asidosis,
hiperkalemia, hipermagnesemia dan hipokalsemia.
13. Fungsi psikologis: perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan
proses kognitif.

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui apakah
seseorang mengalami CKD meliputi (National Kidney Foundation, 2017):
1. Menghitung Glomerular Filtration Rate (GFR). Penghitungan GFR
dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak fungsi ginjal.
2. Pemeriksaan dengan ultrasound atau CT scan dilakukan untuk
mendapatkan gambaran ginjal dan saluran kemih, serta untuk
mengetahui apakah pasien memiliki masalah seperti batu ginjal atau
tumor dan apakah ada masalah dalam struktur ginjal dan saluran kemih.
3. Biopsi ginjal dilakukan pada beberapa kasus untuk memeriksa jenis
penyakit ginjal tertentu, melihat berapa banyak kerusakan ginjal yang
telah terjadi. Biopsi dilakukan dengan mengambil potongan-potongan
kecil jaringan ginjal dan melihat kemudian jaringan tersebut dilihat
dengan menggunakan mikroskop
Pemeriksaan penunjuang pada pasien CKD menurut (Doengoes, 2000) yaitu :
1. Kreatinin plasma meningkat, karena penurunan laju filtrasi glomerulus.
2. Natrium serum rendah / normal.
3. Kalium dan fosfat meningkat.
4. Hematokrit menurun pada anemia. Hb : biasanya kurang dari 7-8 gr/dl.
5. GDA. pH : penurunan asidosis matabolik (kurang dari 7,2).
6. USG ginjal.
7. Pielogram retrograde.
8. Arteriogram ginjal.
9. Sistouretrogram.
10. EKG.
11. Foto rontgen.
12. Urine
Volume : oliguria, anuria
Warna : keruh
Sedimen : kotor, kecoklatan
Klerin kreatinin menurun
Natrium : lebih besar atau sama dengan 40 m Eq/L
Protein : proteinuria.
9. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi
World Kidney Day (2018) menyebutkan bahwa tidak ada obat untuk
penyakit CKD. Perawatan utama pada pasien CKD adalah diet dan obat-obatan
yang tepat, dan bagi mereka yang mencapai ESRD (End Stage Renal Disease)
perawatan yang dapat dilakukan adalah dengan dialisis jangka panjang atau
transplantasi ginjal. Pada tahap awal penyakit ginjal, diet dan obat yang tepat
dapat membantu menjaga keseimbangan ginjal. Namun, ketika seseorang
mengalami gagal ginjal, perlu dilakukan perawatan dialisis untuk membuang
limbah dan cairan yang berlebih. Dialisis dan transplantasi ginjal dikenal sebagai
terapi penggantian ginjal (Renal Replacement Therapy, RRT) karena dilakukan
untuk "menggantikan" fungsi normal ginjal.
Pada jurnal KDIGO (Kidney Disease Improving Global Outcomes),
penatalaksanaan perkembangan dan komplikasi pada CKD meliputi pencegahan
perkembangan penyakit CKD dan komplikasi yang berhubungan dengan
penurunan fungsi ginjal.

a. Pencegahan perkembangan CKD.


Pencegahan perkembangan CKD bertujuan untuk mengatasi faktor
risiko yang terkait dengan perkembangan penyakit CKD. Strategi yang
dapat dilakukan adalah mengontrol tekanan darah dan gangguan sistem
RAA (Renin Angiotensin Aldosteron) dengan menggunakan ACEI atau
ARB, serta pengendalian parameter metabolik seperti mengontrolgula
darah, asupan protein, asam urat dan asupan garam. Pasien CKD dengan
diabetes disarankan untuk mengontrol tekanan darah dan mencegah
risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler dengan menggunakan ACEI
atau ARB, statin, dan terapi dengan antiplatelet sesuai dengan kondisi
klinis pasien.
b. Komplikasi CKD
Komplikasi yang berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal meliputi
anemia, CKD Metabolic Bone Disease, dan asidosis. Diagnosa anemia
pada CKD dapat dilihat dari konsentrasi Hb <13 g/dl jika laki-laki dan <
12 g/dl jika perempuan. Terapi anemia menggunakan iron supplement
atau ESA (Erythropoiesis-stimulating agent). Terapi Metabolic Bone
Disease menggunakan suplemen vitamin D, sedangkan terapi asidosis
menggunakan suplemen bikarbonat. (NKF-KDIGO, 2013)
Terapi non-farmakologi meliputi pengelolaan nutrisi tubuh seperti
pengurangan asupan protein. National Kidney Foundation telah
merekomendasikan untuk pasien yang memiliki GFR kurang dari 25
ml/menit/1,73m2 yang tidak menjalani dialisis harus membatasi asupan protein
0,6 g/kg/hari. Sedangkan untuk pasien yang menerima dialisis menjaga asupan
protein dari 1,2 g/kg/hari sampai 1,3 g/kg/hari (Schonder, 2008).
B. Clinical Pathway

DIABETES

Defisiensi insulin

Glukagon Pemakaian glukosa sel

Glukoneogenesis
Hiperglikemia Nutrisi sel

Lemak Protein Glycosuria Polyphagi

Ketogenesis BUN Osmotic diuresis Polyuri

Ketonemia Nitrogen urin Dehidrasi Polydipsi Jantung IMA

pH Hemokonsentrasi Cerebral Stroke

asidosis arteriosklerosis Makrovaskuler ekstremitas Gangran

Mual Koma Mikrovaskuler Kerusakan integritas kulit


Muntah Kematian

Resiko dekubitua Retina Ginjal

Retinopati Nefropati

CKD

Ggn. sekresi Resiko ketidakseimbangan elektrolit retensi Na sekresi eritropoitin


protein

sindrom uremia edema


produksi Hb dan sel
darah merah
perpospate pruritus Gangguan kelebihan volume
mia Integritas cairan
Kulit suplai O2 intoleransi aktivitas
urokrom perubahan
tertimbun di warna kulit beban jantung
kulit naik Ketidakefektifan
perfusi jaringan
Toksisitas Enchepalop Penurunan hipertrofi perifer
ureum di ati kesadaran ventrikel kiri
otak
Penurunan curah
Ggn. asam - Mual Gangguan jantunag
basa Muntah nutrisi: kurang
dari kebutuhan
tubuh edema paru
alkalosis Ketidakefek
respiratorik tifan pola
nafas ggn. pertukaran
gas

intoleransi
aktivitas
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data dasar pengkajian menurut (Doengoes, 2000) adalah:
1. Aktivitas/istirahat
DS: Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaiase, gangguan tidur
(insomnia/ gelisah/ somnolen)
DO : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentan gerak.
2. Sirkulasi
DS : Riwayat hipertensi lama/ berat.
DO: Hipertensi, DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum, pitting pada
kaki, telapak tangan, disritmia jantung. Nadi lemah, hipotensi ortostatik
menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir.
Friction rub pericardial. Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.
Kecenderungan perdarahan.
3. Integritas ego
DS: Faktor stres, contoh financial, hubungan dan sebagainya. Perasaan
tidak berdaya, tak ada harapan, tidak ada kekuatan.
DO: menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
4. Eliminasi
DS: Penurunan frekuensi urine, oliguria, urinaria (gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diere / konstipasi.
DO: Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawan. Oliguria, dapat menjadi anuria.
5. Makanan/cairan
DS: Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi). Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa tak sedap
pada mulut (pernapasan ammonia). Penggunaan diuretik.
DO: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir). Perubahan
turgor kulit. Edema. Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah. Penurunan
otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.
6. Neurosensori
DS: Sakit kepala, penglihatan kabur. Kram otot/kejang, sindrom “kaki
gelisah”, kebas terasa terbakar pada telapak kaki. Kebas/kesemutan dan
kelemahan, khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer).
DO: Gangguan status mental, contoh : penurunan lapang pandang,
ketidak mampuan berkonsentrasi, kehlangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran, stupor, koma. Penurunan DTR. Tanda chvostek dan
Trousseau positif. Kejang, fasikulsi otot, aktifitas kejang. Rambut tipis,
kuku rapuh dan tipis.
7. Nyeri / kenyamanan
DS: Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki (memburuk saat
malam hari).
DO : Perilaku hati-hati / distraksi, gelisah.
8. Pernafasan
DS: Nafas pendek, dispnea, nokturnal, paroksismal, batuk dengan
/tanpa sputum kental dan banyak.
DO: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi atau kedalaman
(pernapasan kausmal). Batuk produktif dengan sputum merahmuda-
encer (edema paru)
9. Keamanan
DS : Kulit gatal. Ada/berulangnya infeksi.
DO : Pruritus. Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara
actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu lebih
rendah dari normal (depresi respon imun). Patekie, area ekimosis pada
kulit. Fraktur tulang, defosit fosfat kalsium (klasifikasi metastatik).
Pada kulit, jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak sendi.
10. Seksualitas
DS : Penurunan libido, amenore, infertilitas.
11. Interaksi Sosial
DS : Kesulitan menentukan kondisi, contoh: tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran, biasanya dalam keluarga.
DS : Riwayat DM, keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit
polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi. Riwayat
terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan. Penggunaan
antibiotik nefrotoksik atau berulang.

2. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul (PES)


a. Resiko ketidakseimbangan elektrolit
b. Kelebihan volume cairan
c. Ketidakefektifan pola nafas
d. Penurunan curah jantung
e. Gangguan perfusi jaringan perifer
f. Intoleransi aktivitas
g. Kerusakan integritas kulit
h. Resiko dekubitus
i. Resiko infeksi
2) Perencanaan/ Nursing Planning

DIAGNOSIS PARAF &


NO. TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN NAMA
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, NIC: Pemantauan (monitor) elektrolit (2020)
cairan dan elektrolit klien diharapkan dapat a. Monitor serum elektrolit
seimbang dengan criteria hasil: b. Monitor serum albumin dan kadar protein total, sesuai
Kriteria Hasil : dengan indikasi
a. Mempertahankan urine output sesuai c. Monitor ketidakseimbangan asam basa
dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT d. Monitor adanya kehilangan cairan dan elektrolit, jika
normal diperlukan
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam e. Monitor tanda Chvostek dan/atau tanda Trousseau
batas normal f. Monitor manfestasi ketidakseimbangan elektrolit pada
c. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, sistem saraf (misalnya., perubahan sensori dan
d. Elastisitas turgor kulit baik, membran kelemahan)
Resiko
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang g. Monitor rekaman EKG untuk mengetahui perubahan
1 ketidakseimbangan
berlebihan abnormal yang berkaitan dengan kadar kalium, kalsium,
elektrolit (00195)
dan magnesium
h. Catat kekuatan otot
i. Monitor adanya mual, muntah dan diare
j. Ajarkan kepada klien cara mencegah atau
meminimalisasi ketidakseimbangan elektrolit
k. Anjurkan kepada klien dan/atau keluarga mengenai
modifikasi diet khusus, jika diperlukan
l. Konsultasikan kepada dokter jika tanda clan gejala
ketidakseimbangan cairan dan/atau elektrolit menetap
atau memburuk
2 Kelebihan volume Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, NIC: Manajemen cairan ( 4120)
cairan(00026) volume cairan klien seimbang dengan kriteria hasil: a. Timbang berat badan setiap hari dan monitor status klien
Kriteria Hasil : b. Hitung atau timbang popok dengan baik
a. Terbebas dari edema, efusi, anaskara c. Jaga asupan yang akurat dan dan catat output
b. Bunyi nafas bersih, tidak ada d. Masukkan kateter urin
dvspneu/ortopneu e. Monitor status hidrasi
c. Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek f. Monitor hasil laboraturium yang relevan dengan retensi
hepatojugular (+) cairan
d. Memelihara tekanan vena sentral, tekanan g. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP,PAP,
kapiler paru, output jantung dan vital sign dan KWP
dalam batas normal h. Monitor tanda-tanda vital klien
e. Terbebas dan kelelahan, kecemasan atau i. Monitor indikasi kelebihan cairan ( misalnya creckles,
kebingungan deviasi CVP atau tekanan darah kapiler paru terganjal,
f. Menjelaskan indikator kelebihan cairan edema, distensi vena leher, dan asites)
j. Monitor perubahan berat badan klien sebelum dan
sesudah dialysis
k. Kaji lokasi dan luasnya edema
l. Monitor makanan/cairan yang dikonsumsi dan dihitung
asupan kalori harian
m. Berikan terapi IV sesuai yang diperlukan
n. Monitor status gizi
o. Berikan cairan dengan tepat
p. Berikan diuretic yang diresepkan
q. Berikan cairan IV sesuai suhu kamar
r. Berikan penggantian nasogastrik yang diresepkan
berdasarkan output
s. Distribusikan asupan cairan selama 24 jam
t. Dukung klien dan keluarga untuk membantu dalam
pemberian makan dengan baik
u. Tawari makanan ringan
v. Batasi asupan air pada kondisi pengenceran hiponatremia
dengan serum NA dibawah 130 mEq/L
w. Monitor reaksi klien terhadap terapi eletrolit yang
direspkan
x. Konsultasikan dengan dokter jika ada perubahan tanda-
tanda vital dan gejala kelebihan volume cairan menetap
atau memburuk
y. Persiapkan pemberian produk-produk darah(cek darah,
dan mempersiapkan pemasangan infuse)
z. Berikan produk-produk darah jika diperlukan (seperti
trombosit dan plasma yang baru)
3 Ketidakefektifan Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, pola NIC: Manajemen jalan nafas ( 3140)
pola nafas(00032) nafas klien diharapkan efektif dengan criteria hasil: a. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust
Kriteria Hasil : sebagaimana mestinya
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara b. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan c. Identifikasi kebutuhan actual/potensial klien untuk
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, masukkan alat bpembuka jalan nafas
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada d. Masukkan alat NPA atau OPA
pursed lips) e. Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya
b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien f. Buang secret dengan memotivasi klien untuk melakukan
tidak merasa tercekik, irama nafas, batuk atau menyedot lender
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, g. Motivasi klien untuk bernafas pelan, dalam dan batuk
tidak ada suara nafas abnormal) h. Intruksikan untuk melakukan bauk efektif
c. Tanda Tanda vital dalam rentang normal i. Bantu dengan dorongan spirometer
(tekanan darah, nadi, pernafasan) j. Auskultasi suara nafas, catat area ventilasi yang menurun
atau tidak adan dan adanya sura nafas tambahan
k. Lakukan penyedotan melewati endotrakea atau
nasotrakea
l. Kelola pemberian bronkodilator
m. Kelola pengobatan aerosol
n. Kelola nebulizer ultrasonic
o. Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan
p. Regulasi asupan cairan untuk mengoptimalkan
keseimbangan cairan
q. Posisikan untuk meringankan nafas
r. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
4 Penurunan curah Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, NIC: Perawatan Jantung (4040)
jantung(00029) curah jantung klien kembali normal dengan kriteria a. Secara rutin mengecek klien baik secara fisik dan
hasil: psikologis
Kriteria hasil: b. Pastikan tingkat aktivitas klien yang tidak
membahayakan curah jantung atau memprovokasi
a. Klien menunjukkan curah jantung yang cukup serangan jantung
seperti yang dibuktikan dengan tekanan darah c. Dorong adanya peningkatan aktivitas bertahap ketika
dan denyut nadi dan ritme dalam parameter kondisi klien sudah distabilkan (misalnya dorong
normal untuk klien; denyut perifer yang kuat; aktivitas yang lebih ringan atau waktu yang lebih singkat
dan kemampuan untuk mentolerir aktivitas dengan waktu istirahat yang sering dalam melakukan
tanpa gejala dispnea, sinkop, atau nyeri dada. aktivitas)
b. Klien menunjukkan kulit hangat, kering, eupnea d. Instruksikan klien tentang pentingnya untuk segera
tanpa adanya kerutan paru. melaporkan bila merasakan nyeri dada
c. Klien tetap bebas dari efek samping dari obat e. Evaluasi episode nyeri dada (intensitas, lokasi, radiasi,
yang digunakan untuk mencapai curah jantung durasi dan faktor yang memicu serta meringankan nyeri
yang cukup. dada)
d. Klien menjelaskan tindakan dan tindakan f. Monitor EKG, adakah perubahan segmen ST,
pencegahan untuk penyakit jantung. sebagaimana mestinya
g. Lakukan penilaian komprehensif pada sirkulasi perifer
(misalnya cek nadi perifer, edema, pengisian ulang
kapiler, warna dan suhu ekstrimitas) secara rutin sesuai
kebijakan agen
h. Monitor tanda-tanda vital secara rutin
i. Catat tanda dan gejala penurunan curah jantung
j. Monitor status pernafasan terkait dengan adanya gejala
gagal jantung
k. Evaluasi perubahan tekanan darah
l. Monitor sesak nafas, kelelahan, takipnea dan orthopnea
m. Berikan dukungan teknik yang efektif untuk mengurangi
stress
n. Lakukan terapi relaksasi, sebagaimana mestinya
5 Ketidakefektifan Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, NIC: Pengaturan hemodinamik (4150)
perfusi jaringan perfusi jaringan perifer klien diharapkan dapat a. Lakukan penilaian komprehensif terhadap status
perifer((00204) kembali normal dengan kriteria hasil: hemodinamik (yaitu memeriksa tekanan darah, denyut
Kriteria hasil: jantung, denyut nadi, tekanan darah vena jugularis,
tekanan vena sentral, atrium kiri dan kanan, tekanan
a. Klien menunjukkan toleransi terhadap aktivitas. ventrikel dan tekanan arteri pulmonalis)
b. Klien tidak menunjukkan pemburukan / b. Monitor dan dokumentasikan tekanan nadi proporsional
pengulangan defisit lebih lanjut. (tekanan sistolik dan diastolic)
c. Klien melakukan perilaku atau tindakan untuk c. Kurangi kecemasa dengan memberikan informasi yang
memperbaiki perfusi jaringan. tepat
d. Klien mempertahankan perfusi jaringan d. Identifikasi adanya tanda dan gejala peringatan dini
maksimum ke organ vital, seperti yang sistem hemodinamik ( dispnea, ortopnea, kelelahan,
ditunjukkan oleh kulit hangat dan kering, pusing, melamun, edema, palpitasi, perubahan berat
denyut perifer yang ada dan kuat, vital di badan tiba0tiba)
kisaran normal klien, I & O seimbang, tidak ada e. Monitor adanya tanda gejala masalah status volume
edema, ABG normal, waspada LOC, dan tidak cairan
adanya nyeri dada. f. Tankan status perfusi ( apakakah klien terasa dingin, sua
e. Klien verbalisasi atau menunjukkan sensasi kuku, atau hangat)
normal dan gerakan yang sesuai. g. Monitor tanda gejala gangguan hemodinamik, seperti
hipotensi simtomatik, dingin di ujung kaku dan tangan,
mengantuk terus, elevasi keratin dan BUN, hiponatremia,
tekanan nadi sempit)
h. Lakukan auskultasi pada jantung dan paru
i. Monitor dan catat tekanan darah, denyut jantung, irama,
dan denyut nadi
j. Monitor resistensi sistemik pembuluh darah dan paru
k. Berikan obat-obatan inotropik dan pemacu kontraktilitas
l. Berikan obat antiaritmia
m. Tinggikan kepala di tempat tidur
n. Tinggikan kaki di tempat tidur
o. Monitor adanya edema perifer
p. Monitor kadar elektrolit
q. Berikan obat vasodilator atau vasokonstriksi
r. Evaluasi efek terapi cairan
s. Pasang kateter urin
t. Minimakan stress lingkungan
6 Intoleransi Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, klien NIC: terapi aktivitas (4310)
aktivitas(00092) diharapkan dapat bertoleransi terhadap aktivitas a. Pertimbangkan kemampuan klien dalam berpartisipasi
dengan criteria hasil: melalui aktivitas spesifik
Kriteria hasil: b. Pertimbangkan komitmen klien untuk meningkatkan
frekuensi dan jarak aktivitas
a. Klien akan menunjukkan toleransi selama c. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
aktivitas fisik sebagaimana dibuktikan oleh diinginkan
fluktuasi tanda vital yang normal selama d. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
aktivitas fisik. bermakna
b. Klien akan mengidentifikasi faktor-faktor yang e. Bantu klien untuk menjadwalkan waktu-waktu spesifik
memperparah aktivitas intoleransi. terkait dengan aktivitas harian
c. Klien akan melaporkan kemampuan untuk f. Berkolaborasi dengan ahli terapis fisik, okupasi dan
melakukan aktivitas sehari-hari yang terapis rekreasional dalam perencanaan dan pemantauan
dibutuhkan. program aktivitas, jika memang diperlukan
d. Klien akan verbalisasi dan menggunakan teknik g. Bantu klien dan keluarga untuk mengidentifikasi
konservasi energi. kelemahan dalam level aktivitas tertentu
e. Klien akan mengidentifikasi metode untuk h. Dorong keterlibatan dalam aktivitas kelompok maupun
mengurangi intoleransi aktivitas. terapi, jika memang diperlukan
f. Klien akan mempertahankan tekanan darah i. Bantu dengan aktivitas fisik secara teratur (misalnya.,
dalam batas normal 3 menit setelah aktivitas. ambulasi, transfer/berpindah, berputar dan kebersihan
diri), sesuai dengan kebutuhan
j. Ciptakan lingkungan yang aman untuk dapat melakukan
pergerakan otot secara berkala sesuai dengan indikasi
k. Berikan aktivitas motorik untuk mengurangi terjadinya
kejang otot
l. Monitor respon emosi, fisik, sosial dan spiritual terhadap
aktivitas
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, NIC: pengecekan kulit (3590)
integritas kulit klien diharapkan dapat membaik a. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan adanya
dengan kriteria hasil: kemerahan, kehangatan ekstrirn, edema, atau drainase
Kriteria hasil: b. Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur,
edema, dan ulserasi pada ekstremitas
a. Klien melaporkan adanya sensasi atau nyeri c. Monitor warna dan suhu kulit Monitor kulit dan selaput
yang berubah di tempat kerusakan jaringan. lendir terhadap area perubahan warna, memar, dan pecah
Kerusakan b. Klien menunjukkan pemahaman tentang d. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
7 integritas rencana untuk menyembuhkan jaringan dan e. Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang berlebihan
kulit(00047) mencegah cedera. dan kelembaban
c. Klien menggambarkan tindakan untuk f. Monitor sumber tekanan dan gesekan
melindungi dan menyembuhkan jaringan, g. Monitor infeksi, terutarna dari daerah edema
termasuk perawatan luka. h. eriksa pakaian yang terlalu ketat
d. Luka klien menurun dalam ukuran dan telah i. Dokumentasikan perubahan membran mukosa
meningkatkan jaringan granulasi. j. Lakukan langkah-langkah untuk mencegah kerusakan
lebih lanjut (misalnya, melapisi kasur, menjadwalkan
reposisi)
8 Resiko Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, NIC: Pencegahan luka tekan ( 3540)
dekubitus(00249) resiko dekubitus pada klien menurun dengan kriteria a. Gunakan alat pengkajian resiko dekubitus yang telah
hasil: ditetapkan guna memonitor faktor resiko secara individual
Kriteria hasil: seperti: skala Braden
a. Mengidentifikasi faktor penyebab luka b. Manfaatkan metode dalam pengukuran suhu kulit untuk
decubitus menentukan resiko dekubitus sesuai protokol institusi
b. Mengidentifikasi rasional untuk pencegahan masing-masing.
dan tindakan. c. Dorong individu untuk tidak merokok dan konsumsi
alkohol.
c. Berpartisipasi dalam rencana tindakan yang d. Dokumentasikan setiap kejadian dekubitus yang pernah
diprogramkan untu meningkatkan dialami klien
penyembuhan luka. e. Dokumentasikan berat badan dan perubahan berat badan.
d. Menunjukkan kemajuan penyembuhan f. Dokumentasikan kondisi kulit klien pada saat masuk dan
decubitus. setiap hari.
g. Monitor kondisi kemerahan pada kulit secara cermat.
h. Hilangkan kelembaban yang berlebihan pada kulit yang
disebabkan oleh keringat, drainase luka dan inkontinensia
urin atau fekal.
i. Gunakan pelindung seperti krim atau bantalan yang dapat
menyerap kelembaban untuk menghilangkan kelembaban
yang berlebihan sesuai dengan kebutuhan.
j. Ubah posisi setiap 1 atau 2 jam sesuai kebutuhan.
k. Ubah posisi hati-hati untuk mencegah robekan pada kulit
yang rapuh.
l. Tempelkan jadwal perubahan posisi klien disamping
tempat tidur klien, jika memungkinkan.
m. Inspeksi daerah kulit yang berada pada daerah tonjolan
tulang atau daerah yang tertekan pada saat reposisi, paling
tidak satu kali sehari.
n. Hindari melakukan pemijatan pada daerah diatas
permukaan tonjolan tulang.
o. Gunakan bantal untuk menaikkan area –area yang
tertekan.
p. Pertahankan linen dalam keadaan bersih, kering dan bebas
dari kerutan.
q. Siapkan tempat tidur dengan menggunakan bantalan kaki.
r. Gunakan tempat tidur dan kasur khusus, jika tersedia.
s. Hindari penggunaan bantalan donat pada daerah akral.
t. Hindari penggunaan air panas, gunakan sabun yang
lembut saat mandi
u. Monitor sumber tekanan dan gesekan
v. Gunakan pelindung bahu dan tumit, sesuai kebutuhan
w. Berikan trapeze untuk membantu klien dalam mengangkat
badan
x. Berikan asupan nutrisi yang adekuat, terutama protein,
vitamin B dan C, zat besi dan kalori, suplemen, sesuai
kebutuhan.
y. Bantu klien memperthankan berat badan yang sehat.
z. Ajarkan anggota keluarga dan pemberi perawatan lain
tentang tandatanda kerusakan kulit, sesuai kebutuhan.
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, NIC: Kontrol Infeksi (6540)
resiko pada klien diharapkan minal dengan a. Lakukan enam langkah cuci tangan saat kegiatan 5
kriteria hasil: moment dengan benar
Kriteria Hasil: b. Ajarkan cara cuci tangan kepada klien dan keluarga klien
dengan benar
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
c. Batasi jumlah pengunjung
b. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, d. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat
Resiko faktor yang mempengaruhi penularan serta memasuki dan meninggalkan ruangan klien
9
infeksi(00004) penatalaksanaannya e. Pastikan penanganan aseptik dari semua saluran IV
c. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah f. Pastikan teknik perawatan luka yang sesuai
timbulnya infeksi g. Motivasi intake cairan dan nutrisi yang tepat
d. Jumlah leukosit dalam batas normal h. Kolaborasi pemberian terapi antibiotik yang sesuai
e. Menunjukkan perilaku hidup sehat i. Ajarkan klien dan keluarga mengenai tanda dan gejala
infeksi dan kapan harus melaporkan kepada perawat
D. Discharge Planing
Keluarga dari pasien CKD yang telah keluar dari rumah sakit perlu untuk
segera cari pertolongan apabila pasien merasa: bingung dan sangat mengantuk,
mengalami kejang, dan memiliki nafas pendek. Menghubungi penyedia layanan
kesehatan sangat diperlukan saat: pasien tiba-tiba mengalami kenaikan atau
penurunan berat badan, kulit terasa gatal atau muncul ruam, buang air kecil lebih
banyak atau lebih sedikit dari biasanya, terdapat darah dalam urin, pasien
mengalami mual dan muntah berulang, mengalami kelelahan atau kelemahan otot,
mengalami cegukan yang tidak akan berhenti (Drugs, 2018).
Pasien juga perlu mengkonsumsi obat yang telah diberikan. Obat-obatan
dapat diberikan untuk menurunkan tekanan darah dan membantu membuang
cairan yang berlebih pada tubuh. Pasien mungkin juga menerima obat untuk
mengelola kondisi kesehatan yang mungkin terjadi dengan CKD, seperti anemia,
diabetes, dan penyakit jantung. Pasien perlu meminum obat sesuai petunjuk.
Hubungi penyedia layanan kesehatan jika pasien merasa obat yang diberikan tidak
memberikan efek atau jika pasien mengalami efek samping (Drugs, 2018).
Pasien juga perlu memperhatikan asupan makannya. Ahli gizi mungkin
menyarankan pasien untuk mengkonsumsi makan-makanan rendah sodium
(garam), kalium, fosfor, atau protein. Selain itu pembatasan alkohol dan rokok
juga perlu diperhatikan oleh pasien (Fairview, 2018).
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E, Marry F. MandAlice, C.G. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :


Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta: EGC.
Drugs. 2018. Chronic Kidney Disease. https://www.drugs.com/cg/chronic-kidney-
disease-discharge-care.html. [Diakses pada 09 Oktober 2018].
Fairview. 2018. Discharge Instructions for Chronic Kidney Disease (CKD).
https://www.fairview.org/patient-education/86310. [Diakses pada 09
Oktober 2018].
Harrison. 2012. Principles of Internal Medicine. Amerika Serikat: Mc-Graw Hill.
Herdman, T. Heather. 2015. NANDA Internasional Inc. diagnosa keperawatan:
definisi & klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
Hill, N. R., Fatoba, S. T., Oke, J. L., Hirst, J. A., O’Callaghan, C. A., Lasserson,
D. S., & Hobbs, F. D. R. 2016. Global Prevalence of Chronic Kidney
Disease – A Systematic Review and Meta-Analysis. PLOS ONE, 11(7),
e0158765. doi:10.1371/journal.pone.0158765.
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Jakarta: Pusat
Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Kidney Disease Improving Global Outcomes. 2013. KDIGO 2012 Clinical
Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic Kidney
Disease.
www.kdigo.org/clinical_practice_guidelines/pdf/CKD/KDIGO_2012_CKD
_GL.pdf. [Diakses Pada 09 Oktober 2018].
Kidney Failure. 2013. Edema in Chronic Kidney Disease.
http://www.kidneyfailureweb.com/ckd/889.html. [Diakses pada 09 Oktober
2018].
LeMone, P. dan Burke, K.M. 2000. Surgical Nursing: Critical Thinking in Client
Care. New Jersey: Prentice Hall Health.
Mayo Clinic. 2018. Chronic Kidney Disease.
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/chronic-kidney-
disease/symptoms-causes/syc-20354521. [Diakses pada 09 Oktober 2018].
Moore, KL. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates
National Institute for Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK).
2014. Cause of Diabetes. NIH Publication.
National Kidney Foundation. 2017. About Chronic Kidney Disease.
https://www.kidney.org/atoz/content/about-chronic-kidney-disease.
[Diakses pada 09 Oktober 2018].
NKF-KDIGO. 2013. KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation
and Management of Chronic Kidney Disease.
http://www.kdigo.org/clinical_practice_guidelines/pdf/CKD/KDIGO_2012_
CKD_GL.pdf. [Diakses pada 09 Oktober 2018].
Price S.A., dan Wilson, L.M. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi Ke-6. Jakarta: EGC.
Price, S.A., dan Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses
Penyakit, Edisi 6. Jakarta: EGC.
Saad, E. 2014. High Blood Pressure/Kidney Disease.
http://www.mcw.edu/Nephrology/ClinicalServices/HighBloodPressure.htm.
[Diakses pada 09 Oktober 2018].
Schonder, K.S., 2008. Pharmacotherapy Principles and Practise. Amerika
Serikat: The McGraw-Hill Companies.
Sherwood L. 2011. Fisiologi Manusia, edisi ke-6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and
Suddart. Jakarta: EGC.
Snell, R.S. 2006. Anatomi Klinik ed. 6. Jakarta: EGC.
Sudoyo, A.W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.
Suwitra, K. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.
Tortora G.J., dan Derrickson, B. 2011. Principles of Anatomy and Physiology
Maintanance and Continuity of the Human Body 13th Edition. Amerika
Serikat: John Wiley & Sons, Inc.
Tortora GJ, Derrickson B. 2011. Principles of Anatomy and Physiology
Maintanance and Continuity of the Human Body 13th Edition. Amerika
Serikat: John Wiley & Sons, Inc.
World Kidney Day. 2018. Chronic Kidney Disease.
https://www.worldkidneyday.org/faqs/chronic-kidney-disease/. [Diakses
pada 09 Oktober 2018].

Anda mungkin juga menyukai