Anda di halaman 1dari 28

Konsep Teori Penyakit

1. Anatomi dan Fisiologi Ginjal


a. Anatomi Ginjal
Ginjal (Ren) adalah suatu organ yang mempunyai peran penting dalam mengatur
keseimbangan air dan metabolit dalam tubuh dan mempertahankan keseimbangan asam basa
dalam darah. Produk sisa berupa urin akan meninggalkan ginjal menuju saluran kemih untuk
dikeluarkan dari tubuh. Ginjal terletak di belakang peritoneum sehingga disebut organ
retroperitoneal (Snell, 2006). Ginjal merupakan suatu organ yang terletak retroperitoneal pada
dinding abdomen di kanan dan kiri columna vertebralis setinggi vertebra T12 hingga L3
(Moore, 2002)
Ginjal kanan terletak lebih rendah dari yang kiri karena besarnya lobus hepar. Ginjal
dibungkus oleh tiga lapis jaringan. Jaringan yang terdalam adalah kapsula renalis, jaringan
pada lapisan kedua adalah adiposa, dan jaringan terluar adalah fascia renal. Ketiga lapis
jaringan ini berfungsi sebagai pelindung dari trauma dan memfiksasi ginjal (Tortora, 2011).

Gambar 1. Anatomi Ginjal


Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat terang dan medula
ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap. Korteks ginjal mengandung jutaan alat
penyaring disebut nefron. Setiap nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Medula ginjal
terdiri dari beberapa massa-massa triangular disebut piramida ginjal dengan basis menghadap
korteks dan bagian apeks yang menonjol ke medial. Piramida ginjal berguna untuk
mengumpulkan hasil ekskresi yang kemudian disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis
ginjal (Tortora, 2011).

b. Fisiologi Ginjal
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia
darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan zat terlarut dan air secara selektif.
Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus dengan reabsorpsi
sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan
zat terlarut dan air di eksresikan keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan urin
(Price dan Wilson, 2012).
Menurut Sherwood (2011), ginjal memiliki fungsi yaitu:
a. Mempertahankan keseimbangan H₂O dalam tubuh.
b. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan dalam pengaturan
jangka panjang tekanan darah arteri.
c. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.
d. Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.
e. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan.
Ginjal mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri. Ginjal kemudian akan
mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah. Zat-zat yang diambil dari darah pun diubah
menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke ureter. Setelah ureter, urin akan
ditampung terlebih dahulu di kandung kemih. Bila orang tersebut merasakan keinginan
berkemih dan keadaan memungkinkan, maka urin yang ditampung dikandung kemih akan di
keluarkan lewat uretra (Sherwood, 2011).
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu filtrasi,
reabsorpsi, dan sekresi (Sherwood, 2011).
1. Filtrasi. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang hampir
bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam
plasma, kecuali protein, di filtrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat
glomerulus dalam kapsula bowman hampir sama dengan plasma.
2. Reabsorbsi. Reabsorbsi adalah proses penyerapan kembali zat-zat yang masih diperlukan
tubuh. Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium,
klorida fosfat dan beberapa ion bikarbonat.
3. Proses ketiga adalah sekresi tubulus yang mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari
darah kapiler peritubulus ke lumen tubulus.

Gambar 2. Proses Pembentukan Urine

2. Definisi Chronic Kidney Disease (CKD)


Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah penyakit
yang disebabkan oleh adanya penurunan progresif fungsi ginjal dalam beberapa bulan atau
tahun. CKD sebagai kerusakan ginjal dan/atau penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR)
kurang dari 60mL/min/1,73m² selama minimal 3 bulan (Kidney Disease Improving Global
Outcomes, 2013). Menurut Suwitra (2009) CKD merupakan suatu proses patofisiologi dengan
etiologi yang beragam yang mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi ginjal yang progresif,
dan pada umumnya berakhir dengan keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang
tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
CKD adalah suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya fungsi ginjal secara
bertahap dari waktu ke waktu. Kondisi ginjal yang memburuk dapat menyebabkan ternjadinya
penumpukan limbah yang beresiko dapat menyebabkan timbulnya komplikasi seperti tekanan
darah tinggi, anemia, tulang lemah, kesehatan nutrisi yang buruk, dan kerusakan saraf.
Penyakit ginjal juga dapat meningkatkan risiko terkena penyakit jantung dan pembuluh darah.
Masalah-masalah ini dapat terjadi secara perlahan dalam jangka waktu yang lama (National
Kidney Foundation, 2017).

3. Epidemiologi Chronic Kidney Disease (CKD)


CKD merupakan masalah kesehatan masyarakat global dengan prevalensi dan insidens
gagal ginjal yang meningkat, prognosis yang buruk, dan biaya yang tinggi. CKD dapat
terjadipada seluruh usia dan ras namun, prevalensi CKD terbanyak terjadi pada individu
berusia 75 tahun atau lebih. Prevalensi CKD meningkat seiring meningkatnya jumlah
penduduk usia lanjut dan kejadian penyakit diabetes melitus serta hipertensi. Sekitar 1 dari 10
populasi global mengalami CKD pada stadium tertentu (World Kidney Day, 2018). Hasil
systematic review dan metaanalysis yang dilakukan oleh Hill et al. (2016), mendapatkan
prevalensi global CKD sebesar 13,4%. Perawatan penyakit ginjal di Indonesia menempati
ranking kedua dalam hal pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah penyakit jantung
(Kementerian Kesehatan RI, 2017).

4. Etiologi Chronic Kidney Disease (CKD)


Secara global, penyebab CKD terbesar adalah diabetes mellitus. Di Indonesia, sampai
dengan tahun 2000, penyebab terbanyak adalah glomerulonefritis, namun beberapa tahun
terakhir menjadi hipertensi berdasarkan data Indonesian Renal Registry (IRR). Namun belum
dapat dipastikan apakah memang hipertensi merupakan penyebab CKD atau hipertensi akibat
penyakit ginjal tahap akhir, karena data IRR didapatkan dari pasien hemodialisis yang
sebagian merupakan pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir (Kementerian Kesehatan RI,
2017).
Suwitra (2009) menyebutkan bahwa etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi,
etiologi yang sering menjadi penyebab penyakit ginjal kronik diantaranya adalah:
1. Glomerulonefritis.
Glomerulonefritis (GN) adalah penyakit parenkim ginjal progesif dan difus yang sering
berakhir dengan gagal ginjal kronik, disebabkan oleh respon imunologik dan hanya jenis
tertentu saja yang secara pasti telah diketahui etiologinya. Glomerulonefritis ditandai
dengan proteinuria, hematuri, penurunan fungsi ginjal dan perubahan eksresi garam
dengan akibat edema, kongesti aliran darah dan hipertensi. Di Indonesia GN masih
menjadi penyebab utama penyakit ginjal kronik dan penyakit ginjal tahap akhir.
2. Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karateristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,
syaraf, jantung dan pembuluh darah. Masalah yang akan dihadapi oleh penderita DM
cukup komplek sehubungan dengan terjadinya komplikasi kronis baik mikro maupun
makroangiopati. Salah satu komplikasi mikroangiopati adalah nefropati diabetik yang
bersifat kronik progresif. Perhimpunan Nefrologi Indonesia pada tahun 2000
menyebutkan diabetes mellitus sebagai penyebab nomor 2 terbanyak penyakit ginjal
kronik dengan insidensi 18,65%.
3. Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu faktor pemburuk fungsi ginjal disamping faktor lain
seperti proteinuria, jenis penyakit ginjal, hiperglikemi dan faktor lain. Penyakit ginjal
hipertensi menjadi salah satu penyebab penyakit ginjal kronik.
Selain glomerulonephritis, diabetes mellitus dan hipertensi, terdapat penyebab lain
penyakit ginjal kronik seperti kista dan penyakit bawaan lain, penyakit sistemik (lupus,
vaskulitis), neoplasma, serta berbagai penyakit lainya (Suwitra, 2009). Menurut Kementerian
Kesehatan RI (2017) CKD juga dapat disebabkan oleh nefritis intersisial kronis, penyakit
ginjal polikistik, obstruksi, infeksi saluran kemih, dan obesitas.

5. Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD)


Menurut Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) 2012 yang mengacu
pada National Kidney Foundation-KDQOL (NKF-KDQOL) tahun 2002, CKD
diklasifikasikan menjadi lima stadium atau kategori berdasarkan penurunan GFR, yaitu :
Tabel 1. Klasifikasi CKD berdasarkan penurunan GFR
GFR
(mL/mi
Stadium Penjelasan
n/1,73m
²)
1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan 60-89
3a Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan sampai sedang 45-59
3b Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang hingga berat 30-44
4 Kerusakan ginjal dengan penurunan berat GFR 15-29
5 Gagal ginjal < 15
Sumber: Kidney Disease Improving Global Outcomes (2013)

Gambar 3. Klasifikasi CKD berdasarkan penurunan GFR

Dikutip dari KDIGO 2012 clinical practice guideline for the evaluation and
management of chronic kidney disease, berdasarkan peningkatan albumin dalam urin,
KDIGO 2012 mengklasifikasikan CKD menjadi tiga kategori.
Tabel 2. Klasifikasi CKD berdasarkan albuminuria
AER (Albumin ACR (Albumin
Penjelasan
Kategori Excretion Rate) Creatinine Ratio)
(albuminuria)
mg/24 jam mg/mmol mg/g
1 < 30 <3 < 30 Normal atau
2 30-300 3-30 30-300 meningkat
3 > 300 > 30 > 300 Peningkatan sedang
Peningkatan berat
Sumber: Kidney Disease Improving Global Outcomes (2013)

6. Patofisiologi Chronic Kidney Disease (CKD)


Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Pada
pasien yang mengalami diabetes melitus, terjadi hambatan aliran pembuluh darah sehingga
terjadi nefropati diabetik, dimana terjadi peningkatan tekanan glomerular sehingga terjadi
ekspansi mesangial, hipertrofi glomerular. Semua itu akan menyebabkan berkurangnya area
filtrasi yang mengarah pada glomerulosklerosis (Sudoyo, 2009).
Tingginya tekanan darah juga menyebabkan terjadi CKD. Tekanan darah yang tinggi
menyebabkan perlukaan pada arteriol aferen ginjal sehingga dapat terjadi penurunan filtrasi
(NIDDK, 2014). Pada glomerulonefritis, saat antigen dari luar memicu antibodi spesifik dan
membentuk kompleks imun yang terdiri dari antigen, antibodi, dan sistem komplemen.
Endapan kompleks imun akan memicu proses inflamasi dalam glomerulus. Endapan
kompleks imun akan mengaktivasi jalur klasik dan menghasilkan Membrane Attack Complex
yang menyebabkan lisisnya sel epitel glomerulus (Sudoyo, 2009).
Pada pasien GGK, terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam tubuh. Hal ini
disebabkan karena gangguan ginjal dapat mengganggu keseimbangan glomerulotubular
sehingga terjadi peningkatan intake natrium yang akan menyebabkan retensi natrium dan
meningkatkan volume cairan ekstrasel (Harrison, 2012). Reabsorbsi natrium akan
menstimulasi osmosis air dari lumen tubulus menuju kapiler peritubular sehingga dapatterjadi
hipertensi (Tortora, 2011). Hipertensi akan menyebabkan kerja jantung meningkat dan
merusak pembuluh darah ginjal. Rusaknya pembuluh darah ginjal mengakibatkan gangguan
filtrasi dan meningkatkan keparahan dari hipertensi (Saad, 2014).
Gangguan proses filtrasi menyebabkan banyak substansi dapat melewati glomerulus
dan keluar bersamaan dengan urin, contohnya seperti eritrosit, leukosit, dan protein (Harrison,
2012). Penurunan kadar protein dalam tubuh mengakibatkan edema karena terjadi penurunan
tekanan osmotik plasma sehingga cairan dapat berpindah dari intravaskular menuju interstitial
(Kidney Failure, 2013). Sistem renin-angiotensin-aldosteron juga memiliki peranan dalam hal
ini. Perpindahan cairan dari intravaskular menuju interstitial menyebabkan penurunan aliran
darah ke ginjal. Turunnya aliran darah ke ginjal akan mengaktivasi sistem reninangiotensin-
aldosteron sehingga terjadi peningkatan aliran darah (Tortora, 2011).
CKD menyebabkan insufisiensi produksi eritropoetin (EPO). Eritropoetin merupakan
faktor pertumbuhan hemopoetik yang mengatur diferensiasi dan proliferasi prekursor eritrosit.
Gangguan pada EPO menyebabkan terjadinya penurunan produksi eritrosit dan
mengakibatkan anemia (Harrison, 2012).

7. Manifestasi Klinis Chronic Kidney Disease (CKD)


Pada derajat awal, CKD belum menimbulkan gejala dan tanda, bahkan hingga laju
filtrasi glomerulus sebesar 60% pasien masih asimtomatik namun sudah terjadi peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum. Kelainan secara klinis dan laboratorium baru terlihat dengan
jelas pada pasien CKD derajat 3 dan 4. Saat laju filtrasi glomerulus sebesar 30%, keluhan
seperti badan lemah, mual, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan mulai
dirasakan pasien. Pasien mulai merasakan gejala dan tanda uremia yang nyata saat laju filtrasi
glomelurus kurang dari 30% (Kementerian Kesehatan RI, 2017).
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada pasien CKD menurut Mayo Clinic
(2018) dan National Kidney Disease (2017):
1. Mual
2. Muntah
3. Kehilangan selera makan
4. Kelelahan dan kelemahan
5. Mengalami masalah tidur
6. Perubahan pola buang air kecil
7. Penurunan status mental
8. Otot berkedut dan kram
9. Pembengkakan kaki dan pergelangan kaki
10. Gatal terus menerus
11. Nyeri dada apabila ada cairan yang menumpuk di sekitar selaput jantung
12. Sesak napas apabila ada cairan yang menumpuk di paru-paru
13. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yang sulit dikendalikan
Manifestasi klinik menurut Price dan Wilson (2005), Smeltzer dan Bare (2001), LeMone
dan Burke (2000) dapat dilihat dari berbagai fungsi system tubuh yaitu :
1. Manifestasi kardiovaskuler: hipertensi, pitting edema, edema periorbital, friction rub
pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif, perikarditis, disritmia,
kardiomiopati, efusi pericardial, temponade pericardial.
2. Gejala dermatologis/system integumen: gatal-gatal hebat (pruritus), warna kulit abu-abu,
mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum karena pengobatan dini dan
agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar
(purpura).
3. Manifestasi pada pulmoner: krekels, edema pulmoner, sputum kental dan liat,nafas dangkal,
pernapasan kusmaul, pneumonitis
4. Gejala gastrointestinal: nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut,
anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus, rasa kecap logam
dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap, parotitis dan stomatitis,
peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan darisaluran gastrointestinal.
5. Perubahan muskuloskeletal: kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, kulai kaki (foot
drop).
6. Manifestasi pada neurologi: kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada tungkai kaki, perubahan tingkah laku, kedutan
otot, tidak mampu berkonsentrasi, perubahan tingkat kesadaran, neuropati perifer.
7. Manifestasi pada system repoduktif: amenore, atropi testikuler, impotensi, penurunan libido,
kemandulan
8. Manifestasi pada hematologi: anemia, penurunan kualitas trombosit, masa pembekuan
memanjang, peningkatan kecenderungan perdarahan.
9. Manifestasi pada system imun: penurunan jumlah leukosit, peningkatan resiko infeksi.
10. Manifestasi pada system urinaria: perubahan frekuensi berkemih, hematuria, proteinuria,
nocturia, aliguria.
11. Manifestasi pada sisitem endokrin: hiperparatiroid dan intoleran glukosa.
12. Manifestasi pada proses metabolik: peningkatan urea dan serum kreatinin (azotemia),
kehilangan sodium sehingga terjadi dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia dan
hipokalsemia.
13. Fungsi psikologis: perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan proses kognitif.
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui apakah seseorang
mengalami CKD meliputi (National Kidney Foundation, 2017):
1. Menghitung Glomerular Filtration Rate (GFR). Penghitungan GFR dilakukan untuk
mengetahui seberapa banyak fungsi ginjal.
2. Pemeriksaan dengan ultrasound atau CT scan dilakukan untuk mendapatkan gambaran
ginjal dan saluran kemih, serta untuk mengetahui apakah pasien memiliki masalah seperti
batu ginjal atau tumor dan apakah ada masalah dalam struktur ginjal dan saluran kemih.
3. Biopsi ginjal dilakukan pada beberapa kasus untuk memeriksa jenis penyakit ginjal
tertentu, melihat berapa banyak kerusakan ginjal yang telah terjadi. Biopsi dilakukan
dengan mengambil potongan-potongan kecil jaringan ginjal dan melihat kemudian
jaringan tersebut dilihat dengan menggunakan mikroskop
Pemeriksaan penunjuang pada pasien CKD menurut (Doengoes, 2000) yaitu :
1. Kreatinin plasma meningkat, karena penurunan laju filtrasi glomerulus.
2. Natrium serum rendah / normal.
3. Kalium dan fosfat meningkat.
4. Hematokrit menurun pada anemia. Hb : biasanya kurang dari 7-8 gr/dl.
5. GDA. pH : penurunan asidosis matabolik (kurang dari 7,2).
6. USG ginjal.
7. Pielogram retrograde.
8. Arteriogram ginjal.
9. Sistouretrogram.
10. EKG.
11. Foto rontgen.
12. Urine
Volume : oliguria, anuria
Warna : keruh
Sedimen : kotor, kecoklatan
Klerin kreatinin menurun
Natrium : lebih besar atau sama dengan 40 m Eq/L
Protein : proteinuria.
9. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi
World Kidney Day (2018) menyebutkan bahwa tidak ada obat untuk penyakit CKD.
Perawatan utama pada pasien CKD adalah diet dan obat-obatan yang tepat, dan bagi mereka
yang mencapai ESRD (End Stage Renal Disease) perawatan yang dapat dilakukan adalah
dengan dialisis jangka panjang atau transplantasi ginjal. Pada tahap awal penyakit ginjal, diet
dan obat yang tepat dapat membantu menjaga keseimbangan ginjal. Namun, ketika seseorang
mengalami gagal ginjal, perlu dilakukan perawatan dialisis untuk membuang limbah dan
cairan yang berlebih. Dialisis dan transplantasi ginjal dikenal sebagai terapi penggantian
ginjal (Renal Replacement Therapy, RRT) karena dilakukan untuk "menggantikan" fungsi
normal ginjal.
Pada jurnal KDIGO (Kidney Disease Improving Global Outcomes), penatalaksanaan
perkembangan dan komplikasi pada CKD meliputi pencegahan perkembangan penyakit CKD
dan komplikasi yang berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.

a. Pencegahan perkembangan CKD.


Pencegahan perkembangan CKD bertujuan untuk mengatasi faktor risiko yang terkait
dengan perkembangan penyakit CKD. Strategi yang dapat dilakukan adalah mengontrol
tekanan darah dan gangguan sistem RAA (Renin Angiotensin Aldosteron) dengan
menggunakan ACEI atau ARB, serta pengendalian parameter metabolik seperti
mengontrolgula darah, asupan protein, asam urat dan asupan garam. Pasien CKD dengan
diabetes disarankan untuk mengontrol tekanan darah dan mencegah risiko terjadinya
penyakit kardiovaskuler dengan menggunakan ACEI atau ARB, statin, dan terapi dengan
antiplatelet sesuai dengan kondisi klinis pasien.
b. Komplikasi CKD
Komplikasi yang berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal meliputi anemia, CKD
Metabolic Bone Disease, dan asidosis. Diagnosa anemia pada CKD dapat dilihat dari
konsentrasi Hb <13 g/dl jika laki-laki dan < 12 g/dl jika perempuan. Terapi anemia
menggunakan iron supplement atau ESA (Erythropoiesis-stimulating agent). Terapi
Metabolic Bone Disease menggunakan suplemen vitamin D, sedangkan terapi asidosis
menggunakan suplemen bikarbonat. (NKF-KDIGO, 2013)
Terapi non-farmakologi meliputi pengelolaan nutrisi tubuh seperti pengurangan
asupan protein. National Kidney Foundation telah merekomendasikan untuk pasien yang
memiliki GFR kurang dari 25 ml/menit/1,73m2 yang tidak menjalani dialisis harus
membatasi asupan protein 0,6 g/kg/hari. Sedangkan untuk pasien yang menerima dialisis
menjaga asupan protein dari 1,2 g/kg/hari sampai 1,3 g/kg/hari (Schonder, 2008).
B. Pathway CKD
CCCCGCKD Hipertensi
Glomerulonefritis Diabetes melitus Ginjal polikistik
kronik, pielonefritis
kronik ↑ volume darah ke
↑ viskositas darah ginjal Terbentuk kista pada
parenkim ginjal
↓ ukuran ginjal,
terbentuk jaringan parut ↓ perfusi ke ginjal Ginjal tidak mampu menyaring
darah yang terlalu banyak

Kerusakan ginjal

↓ GFR

Gangguan fungsi ginjal berlangsung kronik

PGK (CKD)

Kerusakan glomerulus Kerusakan tubulus ↓ produksi eritropoetin

Terganggunya ↓ fungsi sumsum tulang


↑ permeabilitas ↓ jumlah fungsi absorbsi, belakang
kapiler glomerulus yang sekresi, eksresi
berfungsi
Loss Protein ↓ produksi sel darah
Menumpuknya
↓ klirens ginjal toksik metabolit merah ….( 1 )
Proteinuria (fosfat,
masif hidrogen, urea, 1
Tertimbunnya Anemia
Hipoalbumin amonia,
produk hasil kreatinin, dsb)
metabolisme
Uremia PK: Anemia
↓ tekanan protein di dalam
onkotik darah

Transudasi cairan
intravascular ke Pada GI Pada neuromuskular
Pada kulit
intertisiil
Hipovolemi Gangguan Iritasi saraf
keseimbangan perasa nyeri
Pruritus Kulit kering
asam basa
Aktivasi renin angio-
tensin aldosteron … (2)
Digaruk
2 Iritasi lambung Nyeri Nyeri
Retensi Na & air Risiko kerusakan kepala otot
Asam lambung integritas kulit
3 Edema ↑
Mual, muntah Nause Nyeri akut
Kelebihan a
volume cairan
Berlebihan & Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
berkepanjangan kebutuhan tubuh
1 2 3

↓ produksi sel Aktivasi renin Retensi Na dan air


darah merah angiotensin aldosteron

↓ hemoglobin ↑ tekanan darah Resiko


Ketidakseimbangan
elektrolit
Suplai O2 ke PK : hipertensi
jaringan ↓

Metabolisme Ketidakefektifan perfusi


basal terganggu jaringan perifer

↓ ATP untuk
beraktivitas

Intoleransi
aktivitas
A. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data dasar pengkajian menurut (Doengoes, 2000) adalah:
1. Aktivitas/istirahat
DS: Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaiase, gangguan tidur (insomnia/ gelisah/
somnolen)
DO : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentan gerak.
2. Sirkulasi
DS : Riwayat hipertensi lama/ berat.
DO: Hipertensi, DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum, pitting pada kaki, telapak tangan,
disritmia jantung. Nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang
jarang pada penyakit tahap akhir. Friction rub pericardial. Pucat, kulit coklat kehijauan,
kuning. Kecenderungan perdarahan.
3. Integritas ego
DS: Faktor stres, contoh financial, hubungan dan sebagainya. Perasaan tidak berdaya, tak
ada harapan, tidak ada kekuatan.
DO: menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
4. Eliminasi
DS: Penurunan frekuensi urine, oliguria, urinaria (gagal tahap lanjut). Abdomen
kembung, diere / konstipasi.
DO: Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan. Oliguria,
dapat menjadi anuria.
5. Makanan/cairan
DS: Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi).
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa tak sedap pada mulut (pernapasan
ammonia). Penggunaan diuretik.
DO: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir). Perubahan turgor kulit.
Edema. Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah. Penurunan otot, penurunan lemak subkutan,
penampilan tak bertenaga.
6. Neurosensori
DS: Sakit kepala, penglihatan kabur. Kram otot/kejang, sindrom “kaki gelisah”, kebas
terasa terbakar pada telapak kaki. Kebas/kesemutan dan kelemahan, khususnya
ekstremitas bawah (neuropati perifer).
DO: Gangguan status mental, contoh : penurunan lapang pandang, ketidak mampuan
berkonsentrasi, kehlangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma.
Penurunan DTR. Tanda chvostek dan Trousseau positif. Kejang, fasikulsi otot, aktifitas
kejang. Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
7. Nyeri / kenyamanan
DS: Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki (memburuk saat malam hari).
DO : Perilaku hati-hati / distraksi, gelisah.
8. Pernafasan
DS: Nafas pendek, dispnea, nokturnal, paroksismal, batuk dengan /tanpa sputum kental
dan banyak.
DO: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi atau kedalaman (pernapasan kausmal).
Batuk produktif dengan sputum merahmuda-encer (edema paru)
9. Keamanan
DS : Kulit gatal. Ada/berulangnya infeksi.
DO : Pruritus. Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara actual terjadi
peningkatan pada pasien yang mengalami suhu lebih rendah dari normal (depresi respon
imun). Patekie, area ekimosis pada kulit. Fraktur tulang, defosit fosfat kalsium
(klasifikasi metastatik). Pada kulit, jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak sendi.
10. Seksualitas
DS : Penurunan libido, amenore, infertilitas.
11. Interaksi Sosial
DS : Kesulitan menentukan kondisi, contoh: tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi
peran, biasanya dalam keluarga.
DS : Riwayat DM, keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis
herediter, kalkulus urinaria, malignansi. Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun
lingkungan. Penggunaan antibiotik nefrotoksik atau berulang.
2. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul (PES)
a. Resiko ketidakseimbangan elektrolit
b. Kelebihan volume cairan
c. Ketidakefektifan pola nafas
d. Penurunan curah jantung
e. Gangguan perfusi jaringan perifer
f. Intoleransi aktivitas
g. Kerusakan integritas kulit
2) Perencanaan/ Nursing Planning

DIAGNOSIS PARAF &


NO. TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN NAMA
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, NIC: Pemantauan (monitor) elektrolit (2020)
cairan dan elektrolit klien diharapkan dapat a. Monitor serum elektrolit
seimbang dengan criteria hasil: b. Monitor serum albumin dan kadar protein total, sesuai
Kriteria Hasil : dengan indikasi
a. Mempertahankan urine output sesuai c. Monitor ketidakseimbangan asam basa
dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT d. Monitor adanya kehilangan cairan dan elektrolit, jika
normal diperlukan
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam e. Monitor tanda Chvostek dan/atau tanda Trousseau
batas normal f. Monitor manfestasi ketidakseimbangan elektrolit pada
c. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, sistem saraf (misalnya., perubahan sensori dan
d. Elastisitas turgor kulit baik, membran kelemahan)
Resiko
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang g. Monitor rekaman EKG untuk mengetahui perubahan
1 ketidakseimbangan
berlebihan abnormal yang berkaitan dengan kadar kalium, kalsium,
elektrolit (00195)
dan magnesium
h. Catat kekuatan otot
i. Monitor adanya mual, muntah dan diare
j. Ajarkan kepada klien cara mencegah atau
meminimalisasi ketidakseimbangan elektrolit
k. Anjurkan kepada klien dan/atau keluarga mengenai
modifikasi diet khusus, jika diperlukan
l. Konsultasikan kepada dokter jika tanda clan gejala
ketidakseimbangan cairan dan/atau elektrolit menetap
atau memburuk
2 Kelebihan volume Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, NIC: Manajemen cairan ( 4120)
cairan(00026) volume cairan klien seimbang dengan kriteria hasil: a. Timbang berat badan setiap hari dan monitor status klien
Kriteria Hasil : b. Hitung atau timbang popok dengan baik
a. Terbebas dari edema, efusi, anaskara c. Jaga asupan yang akurat dan dan catat output
b. Bunyi nafas bersih, tidak ada d. Masukkan kateter urin
dvspneu/ortopneu e. Monitor status hidrasi
c. Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek f. Monitor hasil laboraturium yang relevan dengan retensi
hepatojugular (+) cairan
d. Memelihara tekanan vena sentral, tekanan g. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP,PAP,
kapiler paru, output jantung dan vital sign dan KWP
dalam batas normal h. Monitor tanda-tanda vital klien
e. Terbebas dan kelelahan, kecemasan atau i. Monitor indikasi kelebihan cairan ( misalnya creckles,
kebingungan deviasi CVP atau tekanan darah kapiler paru terganjal,
f. Menjelaskan indikator kelebihan cairan edema, distensi vena leher, dan asites)
j. Monitor perubahan berat badan klien sebelum dan
sesudah dialysis
k. Kaji lokasi dan luasnya edema
l. Monitor makanan/cairan yang dikonsumsi dan dihitung
asupan kalori harian
m. Berikan terapi IV sesuai yang diperlukan
n. Monitor status gizi
o. Berikan cairan dengan tepat
p. Berikan diuretic yang diresepkan
q. Berikan cairan IV sesuai suhu kamar
r. Berikan penggantian nasogastrik yang diresepkan
berdasarkan output
s. Distribusikan asupan cairan selama 24 jam
t. Dukung klien dan keluarga untuk membantu dalam
pemberian makan dengan baik
u. Tawari makanan ringan
v. Batasi asupan air pada kondisi pengenceran hiponatremia
dengan serum NA dibawah 130 mEq/L
w. Monitor reaksi klien terhadap terapi eletrolit yang
direspkan
x. Konsultasikan dengan dokter jika ada perubahan tanda-
tanda vital dan gejala kelebihan volume cairan menetap
atau memburuk
y. Persiapkan pemberian produk-produk darah(cek darah,
dan mempersiapkan pemasangan infuse)
z. Berikan produk-produk darah jika diperlukan (seperti
trombosit dan plasma yang baru)
3 Ketidakefektifan Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, pola NIC: Manajemen jalan nafas ( 3140)
pola nafas(00032) nafas klien diharapkan efektif dengan criteria hasil: a. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust
Kriteria Hasil : sebagaimana mestinya
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara b. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan c. Identifikasi kebutuhan actual/potensial klien untuk
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, masukkan alat bpembuka jalan nafas
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada d. Masukkan alat NPA atau OPA
pursed lips) e. Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya
b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien f. Buang secret dengan memotivasi klien untuk melakukan
tidak merasa tercekik, irama nafas, batuk atau menyedot lender
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, g. Motivasi klien untuk bernafas pelan, dalam dan batuk
tidak ada suara nafas abnormal) h. Intruksikan untuk melakukan bauk efektif
c. Tanda Tanda vital dalam rentang normal i. Bantu dengan dorongan spirometer
(tekanan darah, nadi, pernafasan) j. Auskultasi suara nafas, catat area ventilasi yang menurun
atau tidak adan dan adanya sura nafas tambahan
k. Lakukan penyedotan melewati endotrakea atau
nasotrakea
l. Kelola pemberian bronkodilator
m. Kelola pengobatan aerosol
n. Kelola nebulizer ultrasonic
o. Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan
p. Regulasi asupan cairan untuk mengoptimalkan
keseimbangan cairan
q. Posisikan untuk meringankan nafas
r. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
4 Penurunan curah Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, NIC: Perawatan Jantung (4040)
jantung(00029) curah jantung klien kembali normal dengan kriteria a. Secara rutin mengecek klien baik secara fisik dan
hasil: psikologis
Kriteria hasil: b. Pastikan tingkat aktivitas klien yang tidak
membahayakan curah jantung atau memprovokasi
a. Klien menunjukkan curah jantung yang cukup serangan jantung
seperti yang dibuktikan dengan tekanan darah c. Dorong adanya peningkatan aktivitas bertahap ketika
dan denyut nadi dan ritme dalam parameter kondisi klien sudah distabilkan (misalnya dorong
normal untuk klien; denyut perifer yang kuat; aktivitas yang lebih ringan atau waktu yang lebih singkat
dan kemampuan untuk mentolerir aktivitas dengan waktu istirahat yang sering dalam melakukan
tanpa gejala dispnea, sinkop, atau nyeri dada. aktivitas)
b. Klien menunjukkan kulit hangat, kering, eupnea d. Instruksikan klien tentang pentingnya untuk segera
tanpa adanya kerutan paru. melaporkan bila merasakan nyeri dada
c. Klien tetap bebas dari efek samping dari obat e. Evaluasi episode nyeri dada (intensitas, lokasi, radiasi,
yang digunakan untuk mencapai curah jantung durasi dan faktor yang memicu serta meringankan nyeri
yang cukup. dada)
d. Klien menjelaskan tindakan dan tindakan f. Monitor EKG, adakah perubahan segmen ST,
pencegahan untuk penyakit jantung. sebagaimana mestinya
g. Lakukan penilaian komprehensif pada sirkulasi perifer
(misalnya cek nadi perifer, edema, pengisian ulang
kapiler, warna dan suhu ekstrimitas) secara rutin sesuai
kebijakan agen
h. Monitor tanda-tanda vital secara rutin
i. Catat tanda dan gejala penurunan curah jantung
j. Monitor status pernafasan terkait dengan adanya gejala
gagal jantung
k. Evaluasi perubahan tekanan darah
l. Monitor sesak nafas, kelelahan, takipnea dan orthopnea
m. Berikan dukungan teknik yang efektif untuk mengurangi
stress
n. Lakukan terapi relaksasi, sebagaimana mestinya
5 Ketidakefektifan Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, NIC: Pengaturan hemodinamik (4150)
perfusi jaringan perfusi jaringan perifer klien diharapkan dapat a. Lakukan penilaian komprehensif terhadap status
perifer((00204) kembali normal dengan kriteria hasil: hemodinamik (yaitu memeriksa tekanan darah, denyut
Kriteria hasil: jantung, denyut nadi, tekanan darah vena jugularis,
tekanan vena sentral, atrium kiri dan kanan, tekanan
a. Klien menunjukkan toleransi terhadap aktivitas. ventrikel dan tekanan arteri pulmonalis)
b. Klien tidak menunjukkan pemburukan / b. Monitor dan dokumentasikan tekanan nadi proporsional
pengulangan defisit lebih lanjut. (tekanan sistolik dan diastolic)
c. Klien melakukan perilaku atau tindakan untuk c. Kurangi kecemasa dengan memberikan informasi yang
memperbaiki perfusi jaringan. tepat
d. Klien mempertahankan perfusi jaringan d. Identifikasi adanya tanda dan gejala peringatan dini
maksimum ke organ vital, seperti yang sistem hemodinamik ( dispnea, ortopnea, kelelahan,
ditunjukkan oleh kulit hangat dan kering, pusing, melamun, edema, palpitasi, perubahan berat
denyut perifer yang ada dan kuat, vital di badan tiba0tiba)
kisaran normal klien, I & O seimbang, tidak ada e. Monitor adanya tanda gejala masalah status volume
edema, ABG normal, waspada LOC, dan tidak cairan
adanya nyeri dada. f. Tankan status perfusi ( apakakah klien terasa dingin, sua
e. Klien verbalisasi atau menunjukkan sensasi kuku, atau hangat)
normal dan gerakan yang sesuai. g. Monitor tanda gejala gangguan hemodinamik, seperti
hipotensi simtomatik, dingin di ujung kaku dan tangan,
mengantuk terus, elevasi keratin dan BUN, hiponatremia,
tekanan nadi sempit)
h. Lakukan auskultasi pada jantung dan paru
i. Monitor dan catat tekanan darah, denyut jantung, irama,
dan denyut nadi
j. Monitor resistensi sistemik pembuluh darah dan paru
k. Berikan obat-obatan inotropik dan pemacu kontraktilitas
l. Berikan obat antiaritmia
m. Tinggikan kepala di tempat tidur
n. Tinggikan kaki di tempat tidur
o. Monitor adanya edema perifer
p. Monitor kadar elektrolit
q. Berikan obat vasodilator atau vasokonstriksi
r. Evaluasi efek terapi cairan
s. Pasang kateter urin
t. Minimakan stress lingkungan
6 Intoleransi Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, klien NIC: terapi aktivitas (4310)
aktivitas(00092) diharapkan dapat bertoleransi terhadap aktivitas a. Pertimbangkan kemampuan klien dalam berpartisipasi
dengan criteria hasil: melalui aktivitas spesifik
Kriteria hasil: b. Pertimbangkan komitmen klien untuk meningkatkan
frekuensi dan jarak aktivitas
a. Klien akan menunjukkan toleransi selama c. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
aktivitas fisik sebagaimana dibuktikan oleh diinginkan
fluktuasi tanda vital yang normal selama d. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
aktivitas fisik. bermakna
b. Klien akan mengidentifikasi faktor-faktor yang e. Bantu klien untuk menjadwalkan waktu-waktu spesifik
memperparah aktivitas intoleransi. terkait dengan aktivitas harian
c. Klien akan melaporkan kemampuan untuk f. Berkolaborasi dengan ahli terapis fisik, okupasi dan
melakukan aktivitas sehari-hari yang terapis rekreasional dalam perencanaan dan pemantauan
dibutuhkan. program aktivitas, jika memang diperlukan
d. Klien akan verbalisasi dan menggunakan teknik g. Bantu klien dan keluarga untuk mengidentifikasi
konservasi energi. kelemahan dalam level aktivitas tertentu
e. Klien akan mengidentifikasi metode untuk h. Dorong keterlibatan dalam aktivitas kelompok maupun
mengurangi intoleransi aktivitas. terapi, jika memang diperlukan
f. Klien akan mempertahankan tekanan darah i. Bantu dengan aktivitas fisik secara teratur (misalnya.,
dalam batas normal 3 menit setelah aktivitas. ambulasi, transfer/berpindah, berputar dan kebersihan
diri), sesuai dengan kebutuhan
j. Ciptakan lingkungan yang aman untuk dapat melakukan
pergerakan otot secara berkala sesuai dengan indikasi
k. Berikan aktivitas motorik untuk mengurangi terjadinya
kejang otot
l. Monitor respon emosi, fisik, sosial dan spiritual terhadap
aktivitas
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, NIC: pengecekan kulit (3590)
integritas kulit klien diharapkan dapat membaik a. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan adanya
dengan kriteria hasil: kemerahan, kehangatan ekstrirn, edema, atau drainase
Kriteria hasil: b. Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur,
edema, dan ulserasi pada ekstremitas
a. Klien melaporkan adanya sensasi atau nyeri c. Monitor warna dan suhu kulit Monitor kulit dan selaput
yang berubah di tempat kerusakan jaringan. lendir terhadap area perubahan warna, memar, dan pecah
Kerusakan b. Klien menunjukkan pemahaman tentang d. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
7 integritas rencana untuk menyembuhkan jaringan dan e. Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang berlebihan
kulit(00047) mencegah cedera. dan kelembaban
c. Klien menggambarkan tindakan untuk f. Monitor sumber tekanan dan gesekan
melindungi dan menyembuhkan jaringan, g. Monitor infeksi, terutarna dari daerah edema
termasuk perawatan luka. h. eriksa pakaian yang terlalu ketat
d. Luka klien menurun dalam ukuran dan telah i. Dokumentasikan perubahan membran mukosa
meningkatkan jaringan granulasi. j. Lakukan langkah-langkah untuk mencegah kerusakan
lebih lanjut (misalnya, melapisi kasur, menjadwalkan
reposisi)
B. EVALUASI
evaluasi memuat cerita hasil keberhasilan proses dan keberhasilan
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan
membandingkan antara proses dengan pedoman / rencana proses tersebut.
Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan antara tingkat
kemandirian klien dalam kehidupan sehari – hari dan tingkat kemajuan
kesehatan klien dengan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.
Evaluasinya menurut Nursalam (2008) sebagai berikut :
1. Resiko ketidakseimbangan elektrolit teratasi
2. Kelebihan volume cairan berkurang
3. Ketidakefektifan pola nafas teratasi
4. Penurunan curah jantung berkurang
5. Gangguan perfusi jaringan perifer teratasi
6. Intoleransi aktivitas teratasi
7. Kerusakan integritas kulit teratasi

C. Discharge Planing
Keluarga dari pasien CKD yang telah keluar dari rumah sakit perlu untuk
segera cari pertolongan apabila pasien merasa: bingung dan sangat mengantuk,
mengalami kejang, dan memiliki nafas pendek. Menghubungi penyedia layanan
kesehatan sangat diperlukan saat: pasien tiba-tiba mengalami kenaikan atau
penurunan berat badan, kulit terasa gatal atau muncul ruam, buang air kecil lebih
banyak atau lebih sedikit dari biasanya, terdapat darah dalam urin, pasien
mengalami mual dan muntah berulang, mengalami kelelahan atau kelemahan otot,
mengalami cegukan yang tidak akan berhenti (Drugs, 2018).
Pasien juga perlu mengkonsumsi obat yang telah diberikan. Obat-obatan
dapat diberikan untuk menurunkan tekanan darah dan membantu membuang
cairan yang berlebih pada tubuh. Pasien mungkin juga menerima obat untuk
mengelola kondisi kesehatan yang mungkin terjadi dengan CKD, seperti anemia,
diabetes, dan penyakit jantung. Pasien perlu meminum obat sesuai petunjuk.
Hubungi penyedia layanan kesehatan jika pasien merasa obat yang diberikan tidak
memberikan efek atau jika pasien mengalami efek samping (Drugs, 2018).
Pasien juga perlu memperhatikan asupan makannya. Ahli gizi mungkin
menyarankan pasien untuk mengkonsumsi makan-makanan rendah sodium
(garam), kalium, fosfor, atau protein. Selain itu pembatasan alkohol dan rokok
juga perlu diperhatikan oleh pasien (Fairview, 2018).
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E, Marry F. MandAlice, C.G. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :


Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta: EGC.
Drugs. 2018. Chronic Kidney Disease. https://www.drugs.com/cg/chronic-kidney-
disease-discharge-care.html. [Diakses pada 09 Oktober 2018].
Fairview. 2018. Discharge Instructions for Chronic Kidney Disease (CKD).
https://www.fairview.org/patient-education/86310. [Diakses pada 09
Oktober 2018].
Harrison. 2012. Principles of Internal Medicine. Amerika Serikat: Mc-Graw Hill.
Herdman, T. Heather. 2015. NANDA Internasional Inc. diagnosa keperawatan:
definisi & klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
Hill, N. R., Fatoba, S. T., Oke, J. L., Hirst, J. A., O’Callaghan, C. A., Lasserson,
D. S., & Hobbs, F. D. R. 2016. Global Prevalence of Chronic Kidney
Disease – A Systematic Review and Meta-Analysis. PLOS ONE, 11(7),
e0158765. doi:10.1371/journal.pone.0158765.
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Jakarta: Pusat
Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Kidney Disease Improving Global Outcomes. 2013. KDIGO 2012 Clinical
Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic Kidney
Disease.
www.kdigo.org/clinical_practice_guidelines/pdf/CKD/KDIGO_2012_CKD
_GL.pdf. [Diakses Pada 09 Oktober 2018].
Kidney Failure. 2013. Edema in Chronic Kidney Disease.
http://www.kidneyfailureweb.com/ckd/889.html. [Diakses pada 09 Oktober
2018].
LeMone, P. dan Burke, K.M. 2000. Surgical Nursing: Critical Thinking in Client
Care. New Jersey: Prentice Hall Health.
Mayo Clinic. 2018. Chronic Kidney Disease.
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/chronic-kidney-
disease/symptoms-causes/syc-20354521. [Diakses pada 09 Oktober 2018].
Moore, KL. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates
National Institute for Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK).
2014. Cause of Diabetes. NIH Publication.
National Kidney Foundation. 2017. About Chronic Kidney Disease.
https://www.kidney.org/atoz/content/about-chronic-kidney-disease.
[Diakses pada 09 Oktober 2018].
NKF-KDIGO. 2013. KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation
and Management of Chronic Kidney Disease.
http://www.kdigo.org/clinical_practice_guidelines/pdf/CKD/KDIGO_2012_
CKD_GL.pdf. [Diakses pada 09 Oktober 2018].
Price S.A., dan Wilson, L.M. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi Ke-6. Jakarta: EGC.
Price, S.A., dan Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses
Penyakit, Edisi 6. Jakarta: EGC.
Saad, E. 2014. High Blood Pressure/Kidney Disease.
http://www.mcw.edu/Nephrology/ClinicalServices/HighBloodPressure.htm.
[Diakses pada 09 Oktober 2018].
Schonder, K.S., 2008. Pharmacotherapy Principles and Practise. Amerika
Serikat: The McGraw-Hill Companies.
Sherwood L. 2011. Fisiologi Manusia, edisi ke-6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and
Suddart. Jakarta: EGC.
Snell, R.S. 2006. Anatomi Klinik ed. 6. Jakarta: EGC.
Sudoyo, A.W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.
Suwitra, K. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.
Tortora G.J., dan Derrickson, B. 2011. Principles of Anatomy and Physiology
Maintanance and Continuity of the Human Body 13th Edition. Amerika
Serikat: John Wiley & Sons, Inc.
Tortora GJ, Derrickson B. 2011. Principles of Anatomy and Physiology
Maintanance and Continuity of the Human Body 13th Edition. Amerika
Serikat: John Wiley & Sons, Inc.
World Kidney Day. 2018. Chronic Kidney Disease.
https://www.worldkidneyday.org/faqs/chronic-kidney-disease/. [Diakses
pada 09 Oktober 2018].

Anda mungkin juga menyukai