Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

“Chronic Kidney Disease (CKD)”

Disusun sebagai salah satu syarat dan tugas Stase Keperawatan Medikal Bedah
Tahun 2020/2021

Disusun Oleh :
Wulan Dwi Jayanti
2011040194

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2021
Chronic Kidney Disease (CKD)
A. Definisi
Indonesia Renal Registry (IRR) menyatakan bahwa penderita gagal ginjal di
Indonesia data yang didapatkan tahun 2007-2014 tercatat 28.882 pasien, dimana pasien
sebanyak 17.193 pasien dan pasien lama sebanyak 11.689 pasien. Di Jawa Tengah
terdapat 3.363 pasien, dimana 2.192 pasien baru dan 1.171 pasien aktif. Angka kejadian
gagal ginjal kronik terbanyak di Indonesia disebabkan oleh hipertensi yang meningkat
menjadi 37% diikuti oleh Nefropati Diabetika sebanyak 27%. Glomerulopati primer
memberi proporsi yang cukup tinggi sampai 10% dan Nefropati Obstruktifpun masih
memberi angka 7% (IRRdalam Elisa, 2017).
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu prosespatofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjalyang irreversibel dan progresif
dimana kemampuan tubuh gagal untukmempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit sehinggamenyebabkan uremia (Black & Hawkdalam Dwy Retno
Sulystianingsih, 2018).
Gagal Ginjal Kronikatau Chronic Kidney Disease (CKD)saat ini merupakan
masalah kesehatan yang penting mengingat selain insidens dan pravelensinya yang
semakin meningkat, pengobatan pengganti ginjal yang harus di jalani oleh penderita
gagal ginjal merupakan pengobatan yang sangat mahal. Dialisa adalah suatu tindakan
terapi pada perawatan penderita gagal ginjal terminal. Tindakan ini sering juga di sebut
sebagai terapi pengganti karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi
pengganti yang sering di lakukan adalah hemodialisis dan peritonealialisa. Diantara
kedua jenis tersebut, yang menjadi pilihan utama dan metode perawatan yang umum
untuk penderita gagal ginjal adalah hemodialisis (Arlizadalam Nita Permanasari, 2018).
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2017). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)
didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,
progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi
uremia atau azotemia (Smeltzer, 2017)
B. Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap proporsi
GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis menjadi yang
ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati
refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering
terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21 %. Price &
Wilson, 2017). Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia
tahun 2000 menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi
dengan 46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi
dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo,
2017).
Penyebab dari gagal ginjal kronis menurut (Prince, 2017), adalah:
1. Infeksi Saluran Kemih
Infeksi Saluran Kemih (SAK) sering terjadi dan menyerang manusia tanpa
memandang usia, terutama wanita. Infeksi saluran kemih umumnya dibagi dalam
2 kategori besar: Infeksi saluran kemih bagian bawah (uretritis,sistitis, prostatis)
dan infeksi saluran kencing bagian atas (pielonepritis akut). Sistitis kronik dan
pielonepritis kronik adalah penyebab utama gagal ginjal tahap akhir pada anak-
anak.
2. Penyakit Peradangan
Kematian yang diakibatkan oleh gagal ginjal umumnya disebabkan oleh
glomerulonepritis kronik. Pada glemerulonepritis kronik, akan terjadi kerusakan
glomerulus secara progresif yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya
gagal ginjal.
3. Nefrosklerosis hipertensif
Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat. Hipertensi mungkin
merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal, sebaliknya
penyakit ginjal kronik dapat menyebabkan hipertensi atau ikut berperan pada
hipertensi melalui mekanisme retensi natrium dan air, serta pengaruh vasopresor
dari sistem renin-angioensin.
4. Gangguan kongenital dan herediter
Asidosis tubulus ginjal dan penyakit polikistik ginjal merupakan penyakit
herediter yang terutama mengenai tubulus ginjal. Keduanya dapat berakhir dengan
gagal ginjal meskipun lebih sering dijumpai pada penyakit polikistik
5. Gangguan metabolic
Penyakit metabolic yang dapat menyebabkan gagal ginjal kronik antara lain
diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme primer dan amiloidosis.
6. Nefropati toksik
Ginjal khususnya rentan terhadap efek toksik, obat-obatan dan bahan-bahan kimia
karena alasan-alasan berikut:
a. Ginjal menerima 25% dari curah jantung, sehingga sering dan mudah kontak
dengan zat kimia dalam jumlah yang besar.
b. Interstitium yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia dikonsentrasikan
pada daerah yang relatif hipovaskular.
c. Ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat, sehingga
insufisiensi ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan meningkatkan
konsentrasi dalam cairan tubulus.

C. TANDA DAN GEJALA


Menurut Brunner & Suddart (20018) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital,
Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah,
konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler

D. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal
untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi
ginjal telah hilang 80% -90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.Fungsi renal menurun, produk
akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun
dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah, akan semakin berat.
a. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah
yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal Penurunan laju filtrasi glomerulus
(GFR)dapat dideteksi dengan mendapatkanurin 24-jam untuk pemeriksaan klirens
kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli)
klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu,
kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum
merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini
diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit
renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka
RBC), dan medikasi sepertisteroid.
b. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap
perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering
menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal
jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi
aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam,
mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status
uremik.
c. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus
gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3 ̅) dan mengabsopsi natrium bikarbonat
(HCO3) .penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi.
d. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia
sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal.
Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai
keletihan, angina dan sesak napas.
e. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan
saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun.
Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar
serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar
kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid.
Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan
sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit
tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang
secara normal dibuat di ginjal menurun.
f. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.
E. PATHWAY

Resiko ketidakseimbangan Intoleransi aktivitas


cairan Kerusakan integritas
kulit
Gg. Pola tidur Pola nafas tidak efektif
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada
usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem pelviokalises,
dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan
ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta sisa
fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu
untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, amrasio
urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga
tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolik
G. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan fungsi
ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah atau
mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak
dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena
yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi
ginjal.
Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :
1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara mengontrol proses
penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol berat badan dan obat-obatan)
dan mengurangi intake protein (pembatasan protein, menjaga intake protein sehari-
hari dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan katabolisme (menyediakan kalori
nonprotein yang adekuat untuk mencegah atau mengurangi katabolisme)
2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik, perubahan
hematologi, penyakit kardiovaskuler;
3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet;
4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga
(Black & Hawks, 20017)
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisi tetap
atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis juga
diiperlukan bila :
 Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Overload cairan (edema paru)
 Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
 Efusi perikardial
 Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.

Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG nya, yaitu:
H. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta
Suwitra (2017) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan
diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

I. Pengkajian Fokus Keperawatan


1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti
proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada
siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu
kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius
bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.

3. Pola nutrisi dan metabolik.


Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6
bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya adalah
penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah
atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru
(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada
jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.

i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia,
dan terjadi perikarditis.

J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi
cairan dan natrium.
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual
muntah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke
jaringan sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialysis.
6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus sekunder
terhadap adanya edema pulmoner.
7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan
mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan
frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit).
K. Rencana Asuhan Keperawatan

N Diagnosa Keperawatan Tujuan & KH Intervensi Keperawatan


O
1. Resiko perfusi renal tidak Tujuan: Manajemen Cairan L.03098:
efektif b.d disfungsi ginajal Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observari
D.0016 selama 3x24 jam diharapkan perfusi - Monitor status hidrasi (mis. Frekuensi nadi,
renal meningkat. kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler, kelembaban
Kriteria Hasil: mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
SLKI Resiko perfusi renal tidak - Monitor berat badan harian
efektif L.02013 - Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
 Jumlah urine meningkat - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis.
 Mual menurun Hematokrit, Na,K, CI, berat jenis urine, BUN)

 Tekanan darah arteri rata-rata Teraupetik


membaik - Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam

 Kadar urea nitrogen darah - Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan

membaik - Berikan cairan intravena, jika perlua

 Kadar kreatin plasma membaik Kolaborasi


- Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
 Kadar elektrolit

Manajemen Hemodialisis L.03112:


Observasi
- Identifikasi tanda dan gejala serta kebutuhan
hemodialisis
- Identifikasi keesiapan hemodialisis (mis. Ttv, berat
badan kering, kelebihan cairan, kontraindikasi,
pemberian heparin)
- Monitor ttv, tanda-tanda pendarahan, dan respons
selama dialisis
- Monitor ttv pasca hemodialisis
Teraupetik
- Siapkan peralatan hemodialisis (mis. Bahan habis
pakai, blood line hemodialisis)
- Lakukan prosedur dialisis dengan prinsip aseptik
- Atur filtrasi sesuai kebutuhan penarikan kelebihan
cairan
- Atasi hipotensi selam proses dialisis
- Hentikan hemodialisis jika mengalami kondisi
yang membahayakan (mis. Syok)
- Ambil sampel darah untuk mengevaluasi
keafektifan hemodialisis
Edukasi
- Jelaskan tentang prosedur hemodialisis
- Ajarkan pembatasan cairan, penanganan insomnia,
pencegahan infeksi akses HD, dan pengenalan
tanda perburukan kondisi.
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian heparin pada blood line,
sesuai indikasi
2. Gangguan pola tidur b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan Dukungan tidur L.09265
hambatan lingkungan selama 3x24 jam diharapkannya Observasi
(kebisingan) kualitas tidur membaik - Identifikasi pola aktivitas dan tidur
D.0055 Kriteria Hasil: - Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik atau psikologis)
SLKI Pola tidur L.05045 - Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur
(mis. Kopi, teh, makan mendekati waktu tidur, minum
- Keluhan sulit tidur
banyak air sebelum tidur
- Keluhan sering terjaga
Teraupetik
- Keluhan tidak puas tidur
- Modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan, kebisingan,
- Keluhan pola tidur berubah
suhu, matras, dan tempat tidur)
- Keluhan istirahat tidak cukup
- Batasi waktu tidur siang, jika perlu
- Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
- Tetapkan jadwal tidur rutin
- Sesuaikan jadwal pemberian obat atau tindakan untuk
menunjang siklus tidur terjaga
Edukasi
- Jelaskan pentingnya tidur cukup
- Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
- Anjurkan menghindari makan/minum yang mengganggu
tidur
- Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara nonfarmakologi
lainnya
3. Resiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Cairan L.03098:
cairan b.d fisiologis selama 3x24 jam diharapkannya Observari
(penyakit CKD) keseimbangan cairan meningkat - Monitor status hidrasi (mis. Frekuensi nadi,
D. 0036 Kriteria Hasil: kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler, kelembaban
SLKI keseimbangan cairan L.03020 mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
- Monitor berat badan harian
- Asupan cairan meningkat
- Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
- Haluaran urin
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis.
- Kelembaban membran mukosa
Hematokrit, Na,K, CI, berat jenis urine, BUN)
- Asupan makan
Teraupetik
- Dehidrasi
- Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
- Tekanan darah
- Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
- Mata cekung
- Berikan cairan intravena, jika perlua
- Turgor kulit
Kolaborasi
- Berat badan
Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
4. Risiko intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan keperawatan Promosi latihan fisik L.05183
b.d ketidakbugaran status selama 3x24 jam diharapkannya risiko Observasi
fisik intoleransi aktivitas membaik. - Identifikasi keyakinan kesehatan tentang latihan
D. 0060 Kriteria Hasil: fisik
SLKI tingkat keletihan L.05046 - Identifikasi pengalaman olahraga sebelmnya
- Identifikasi motivasi individu untuk memulai atau
 Verbalisasi kepulihan energi
melanjutkan program olahraga
 Tenaga
- Identifikasi hambatan untuk olahraga
 Kemampuan melakukan aktivitas
Teraupetik
rutin
- Motivasi mengungkapkan perasaan tentang
 Verbalisasi lelah
olahraga/kebutuhan berolahra
 Lesu - Motivasi memulai atau melanjutkan olahraga
 Selera makan - Lakukan aktivitas olahraga bersama pasien, jika
 polaistirahat perlu
- Libatkan keluarga dalam merencanakan dan
memelihara program latihan
- Berikan umpan balik positif terhadap setiap upaya
yan dijalankan pasien
Edukasi
- Jelaskan manfaat kesehatan dan efek fisiologis
olahraga
- Jelaskan jenis latihan yang sesuai dengan kondisi
kesehatan
- Ajarkan latihan pemanasan dan pendingainan yang
tepat
- Ajarkan teknik menghindai cedera saat olahraga
- Ajarkan teknik pernafasan yang tepat untuk
memaksimalkan penyerapan oksigen selama latihan
fisik
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan rehabilitas medis atau ahli
fisiologi olahraga, jika perlu
5. Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
b.d perubahan status nutrisi selama 3x24 jam diharapkan integritas - Identifikasi penyebab gangguan integrasi kulit
(kelebihan/kekurangan ) kulit meningkat. (mis. Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi,
D.0129 Kriteria Hasil: penurunan kelembapan, suhu lingkungan etrem,
SLKI Integritas kulit dan jaringan penurunan mobilitas)
L.14125 Teraupetik
- Elastisitas meningkat - Ubah posisi tiap 2 jam, jika tirah baring
- Dehidrasi meningkat - Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak
- Kerusakan jaringan menurun pada kulit kering
- Kerusakan lapisan kulit - Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
menurun hipoalergik pada kulit sensitif
- Pigmentasi abnormal menurun Edukasi
- Nekrosis menurun - Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotion,
- Suhu kulit membaik serum)
- Tekstur membaik - Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
6. Pola nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen jalan nafas L. 01011
kecemasan (ansietas) selama 3x24 jam diharapkannya pola Observasi
D. 0005 nafas adekuat - Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
Kriteria Hasil: - Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
SLKI Pola nafas L.01004 wheezing, ronkhi kering)
Teraupetik
- Tekanan ekspirasi
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Tekanan inspirasi
- Berikan minum hangat
- Penggunaan otot bantu nafas
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Pemanjangan fase ekspirasi
- Berikan oksigen, jika perlu
- Frekuensi nafas
Edukasi
- Kedalaman nafas
- Anjurkan asupan cairan 200 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang Memakai Prinsip Ilmu
Fisika. http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/preview.html diakses pada tanggal 22
Maret 2021
Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical Management
for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc. 2017
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing Intervention
Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2018.
Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2017
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2017
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi
8. Jakarta : EGC. 2001
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2018
Arif Muttaqin dan Kumala Sari. 2017. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Selemba Medika

Permana, Sari, 2018. ‘Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Chronic Kidney Disease Di
Ruang Hemodialisa Rsud Dr. Moewardi Surakarta’. [Online] Jurnal. Dari Jurnal.
http://Eprints.Ums.Ac.Id/22368/10/Naskah_Pdf (22 Maret 2021)

Mulia, Dewi sari dkk. 2018. Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani
Hemodialisis Di Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. [online]. Dari jurnal.
https://media.neliti.com/media/publications/258507-kualitas-hidup-pasien-gagal-ginjal-
kroni-20485f15.pdf. (22 Maret 2021)

https://www.scribd.com/doc/14558331/Laporan-Pendahuluan-Chronic-Kidney-Disease-CKD
(22 Maret 2021)

Anda mungkin juga menyukai