Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS CKD (Chronic Kidney Disease)

DI RUANG FLAMBOYAN RSUD RAA SOEWONDO PATI

Disusun guna memenuhi tugas Program Studi D3 Keperawatan


Stase Keperawatan Medikal Bedah

Di Susun Oleh:

FAIZATUL ULYA
222020010025

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN AKADEMIK 2022/2023

Jl. Ganesa I purwosari Telp./Faks. (0291) 437 218 Kudus 5931


LAPORAN PENDAHULUAN

CKD (Chronic Kidney Disease)

A. PENGERTIAN

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu prosespatofisiologis dengan etiologi


yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjalyang irreversibel dan progresif
dimana kemampuan tubuh gagal untukmempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit sehinggamenyebabkan uremia (Black & Hawkdalam Dwy Retno
Sulystianingsih, 2018).

Gagal Ginjal Kronikatau Chronic Kidney Disease (CKD)saat ini merupakan


masalah kesehatan yang penting mengingat selain insidens dan pravelensinya yang
semakin meningkat, pengobatan pengganti ginjal yang harus di jalani oleh penderita gagal
ginjal merupakan pengobatan yang sangat mahal. Dialisa adalah suatu tindakan terapi pada
perawatan penderita gagal ginjal terminal. Tindakan ini sering juga di sebut sebagai terapi
pengganti karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti yang
sering di lakukan adalah hemodialisis dan peritonealialisa. Diantara kedua jenis tersebut,
yang menjadi pilihan utama dan metode perawatan yang umum untuk penderita gagal ginjal
adalah hemodialisis (Arlizadalam Nita Permanasari, 2018).Chronic kidney disease (CKD)
atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan
dengan atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2017). CKD
atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami
penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana
kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan
elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2017)

B. ETIOLOGI
Penyebab dari gagal ginjal kronis menurut (Prince, 2017), adalah:
1. Infeksi Saluran Kemih
Infeksi Saluran Kemih (SAK) sering terjadi dan menyerang manusia tanpa
memandang usia, terutama wanita. Infeksi saluran kemih umumnya dibagi dalam 2
kategori besar: Infeksi saluran kemih bagian bawah (uretritis,sistitis, prostatis) dan
infeksi saluran kencing bagian atas (pielonepritis akut). Sistitis kronik dan pielonepritis
kronik adalah penyebab utama gagal ginjal tahap akhir pada anak-anak.
2. Penyakit Peradangan
Kematian yang diakibatkan oleh gagal ginjal umumnya disebabkan oleh
glomerulonepritis kronik. Pada glemerulonepritis kronik, akan terjadi kerusakan
glomerulus secara progresif yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya gagal
ginjal.
3. Nefrosklerosis hipertensif
Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat. Hipertensi mungkin
merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal, sebaliknya
penyakit ginjal kronik dapat menyebabkan hipertensi atau ikut berperan pada hipertensi
melalui mekanisme retensi natrium dan air, serta pengaruh vasopresor dari sistem renin-
angioensin.
4. Gangguan kongenital dan herediter
Asidosis tubulus ginjal dan penyakit polikistik ginjal merupakan penyakit herediter
yang terutama mengenai tubulus ginjal. Keduanya dapat berakhir dengan gagal ginjal
meskipun lebih sering dijumpai pada penyakit polikistik
5. Gangguan metabolic
Penyakit metabolic yang dapat menyebabkan gagal ginjal kronik antara lain
diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme primer dan amiloidosis.
6. Nefropati toksik
Ginjal khususnya rentan terhadap efek toksik, obat-obatan dan bahan-bahan
kimia karena alasan-alasan berikut:
a. Ginjal menerima 25% dari curah jantung, sehingga sering dan mudah kontak dengan
zat kimia dalam jumlah yang besar.
b. Interstitium yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia dikonsentrasikan pada
daerah yang relatif hipovaskular.
c. Ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat, sehingga
insufisiensi ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan meningkatkan konsentrasi
dalam cairan tubulus.

C. TANDA DAN GEJALA


Menurut Brunner & Suddart (2018) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis adalah
sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
reninangiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital,
Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai,
panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler

D. PATHOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal
untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80% -90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun
sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme
protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia
dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan
semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR)dapat
dideteksi dengan mendapatkanurin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut
filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan
dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya
meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena
substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh
penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan
luka RBC), dan medikasi sepertisteroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium
dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja
sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk
menyekresi ammonia (NH3 )̅ dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) .penurunan
ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi.
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat
status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi
eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak
napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal
balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya
filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya
penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara
normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada
tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-
dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.
E. PATHWAY

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
a. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya massa
kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
b. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
c. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
d. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
2. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
3. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada usia
lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
4. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem pelviokalises, dan
ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter
proksimal, kandung kemih dan prostat.
5. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta sisa
fungsi ginjal
6. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
7. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
8. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
9. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
10. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
11. Biopsi Ginjal
Dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu untuk
mengetahui etiologinya.
12. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
a. Laju endap darah
b. Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan menunjukkan
adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal
berat).
Osmolalitas: Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, amrasio
urine / ureum sering 1:1.
c. Ureum dan Kreatinin Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga
tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
d. Hiponatremia
e. Hiperkalemia
f. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
g. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
h. Gula darah tinggi
i. Hipertrigliserida
j. Asidosis metabolic

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan fungsi


ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah atau mengobati
komplikasi (Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak dapat
mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena yang
dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi ginjal.
Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :

1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara mengontrol proses
penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol berat badan dan obat-obatan) dan
mengurangi intake protein (pembatasan protein, menjaga intake protein sehari hari
dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan katabolisme (menyediakan kalori nonprotein
yang adekuat untuk mencegah atau mengurangi katabolisme)

2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik, perubahan hematologi,


penyakit kardiovaskuler;

3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet;

4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga

(Black & Hawks, 20017)


H. PENGKAJIAN ( MENURUT VIRGINIA HENDERSON )
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti
proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada
siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu
kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun
waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik
atau turun.
3. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya
adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan
darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
4. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung
kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah,
mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru
(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada
jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstremitas
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refill lebih dari 1 detik.
k. Kulit
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia, dan
terjadi perikarditis.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
1. Resiko perfusi renal tidak efektif berhubungan dengan disfungsi ginjal
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan (kebiasaan)
3. Resiko ketisakseimbangan cairan berhubungan dengan fisiologis (penyakit CKD).
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakbugaran status
5. Gangguan integritas kulit berhubungan perubahan status nutrisi (kelebihan /kekurangan)
6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kecemasan ( Ansietas )
7. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kondisi perubahan kesehatan pasien

J. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan

1 Pola nafas tidak Setelah dilakukan asuhan Manajemen jalan nafas


efektif b.d kecemasan keperawatan selama 3x24 L. 01011 Observasi
(ansietas) jam diharapkannya pola -Monitor pola nafas (frekuensi,
D. 0005 nafas adekuat Kriteria Hasil: kedalaman, usaha nafas)
SLKI Pola nafas L.01004
-Monitor bunyi nafas
tambahan (mis. Gurgling,
-Tekanan ekspirasi
mengi, wheezing, ronkhi
-Tekanan inspirasi kering) Teraupetik
-Penggunaan otot bantu -Posisikan semi fowler atau
nafas fowler

-Pemanjangan fase -Berikan minum hangat


ekspirasi -Lakukan fisioterapi dada, jika
-Frekuensi nafas perlu

-Kedalaman nafas -Berikan oksigen, jika perlu


Edukasi
-Anjurkan asupan cairan 200
ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
-Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

2 Intoleransi aktivitas Setelahdiberikan Intoleransi Aktivitas L.09265


berhubungan dengan asuhankeperawatan selama 1. Observasi kemampuan
ketidakbugaran status 2x24 jam diharapkan aktivitas pasien
intoleransi aktifitas normal 2. Bantu kebutuhan
dengan KH: aktivitas pasien jika
1.Menunjukkan tingkat diperlukan
energi yang stabil 3. Anjurkan kepada
2.Menunjukkan pasien untuk
kemampuan untuk menghentikan aktifitas
menyelesaikan aktifitas jika terjadi palpitasi
mandir Kolaborasi dengan tim

3 Defisit pengetahuan Asuhan keperawatan yang Observasi


berhubungan dengan diberikan kepada pasien 1. Teaching: disease
kondisi perubahan selama ….x24jam process
kesehatan pasien diharapkan keluarga dan 2. Berikan penilaian
apsien mengetahui tentang tentang tingkat
penyakitnya pengetahuan pasien
tentang process
penyakit yang spesifik
Terapeutik
3. Jelaskan patofisiologi
dari penyakit dan
bagaimana hal ini
berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi
dengan cara yang
tepat
4. Sediakan informasi
pada pasien tentang
kondisi, dengan cara
yang tepat
5. Instruksikan pasien
mengenai tada dan
gejala unutk
melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan dengan
cara yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang Memakai Prinsip Ilmu Fisika.
http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/preview.html diakses pada tanggal 22 Maret 2021

Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical Management for
Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc. 2017

Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2017

Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2018

Arif Muttaqin dan Kumala Sari. 2017. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Selemba Medika

Anda mungkin juga menyukai