Di Susun Oleh:
FAIZATUL ULYA
222020010025
A. PENGERTIAN
B. ETIOLOGI
Penyebab dari gagal ginjal kronis menurut (Prince, 2017), adalah:
1. Infeksi Saluran Kemih
Infeksi Saluran Kemih (SAK) sering terjadi dan menyerang manusia tanpa
memandang usia, terutama wanita. Infeksi saluran kemih umumnya dibagi dalam 2
kategori besar: Infeksi saluran kemih bagian bawah (uretritis,sistitis, prostatis) dan
infeksi saluran kencing bagian atas (pielonepritis akut). Sistitis kronik dan pielonepritis
kronik adalah penyebab utama gagal ginjal tahap akhir pada anak-anak.
2. Penyakit Peradangan
Kematian yang diakibatkan oleh gagal ginjal umumnya disebabkan oleh
glomerulonepritis kronik. Pada glemerulonepritis kronik, akan terjadi kerusakan
glomerulus secara progresif yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya gagal
ginjal.
3. Nefrosklerosis hipertensif
Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat. Hipertensi mungkin
merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal, sebaliknya
penyakit ginjal kronik dapat menyebabkan hipertensi atau ikut berperan pada hipertensi
melalui mekanisme retensi natrium dan air, serta pengaruh vasopresor dari sistem renin-
angioensin.
4. Gangguan kongenital dan herediter
Asidosis tubulus ginjal dan penyakit polikistik ginjal merupakan penyakit herediter
yang terutama mengenai tubulus ginjal. Keduanya dapat berakhir dengan gagal ginjal
meskipun lebih sering dijumpai pada penyakit polikistik
5. Gangguan metabolic
Penyakit metabolic yang dapat menyebabkan gagal ginjal kronik antara lain
diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme primer dan amiloidosis.
6. Nefropati toksik
Ginjal khususnya rentan terhadap efek toksik, obat-obatan dan bahan-bahan
kimia karena alasan-alasan berikut:
a. Ginjal menerima 25% dari curah jantung, sehingga sering dan mudah kontak dengan
zat kimia dalam jumlah yang besar.
b. Interstitium yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia dikonsentrasikan pada
daerah yang relatif hipovaskular.
c. Ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat, sehingga
insufisiensi ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan meningkatkan konsentrasi
dalam cairan tubulus.
D. PATHOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal
untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80% -90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun
sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme
protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia
dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan
semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR)dapat
dideteksi dengan mendapatkanurin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut
filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan
dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya
meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena
substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh
penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan
luka RBC), dan medikasi sepertisteroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium
dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja
sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk
menyekresi ammonia (NH3 )̅ dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) .penurunan
ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi.
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat
status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi
eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak
napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal
balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya
filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya
penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara
normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada
tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-
dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
a. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya massa
kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
b. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
c. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
d. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
2. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
3. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada usia
lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
4. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem pelviokalises, dan
ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter
proksimal, kandung kemih dan prostat.
5. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta sisa
fungsi ginjal
6. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
7. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
8. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
9. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
10. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
11. Biopsi Ginjal
Dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu untuk
mengetahui etiologinya.
12. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
a. Laju endap darah
b. Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan menunjukkan
adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal
berat).
Osmolalitas: Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, amrasio
urine / ureum sering 1:1.
c. Ureum dan Kreatinin Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga
tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
d. Hiponatremia
e. Hiperkalemia
f. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
g. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
h. Gula darah tinggi
i. Hipertrigliserida
j. Asidosis metabolic
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara mengontrol proses
penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol berat badan dan obat-obatan) dan
mengurangi intake protein (pembatasan protein, menjaga intake protein sehari hari
dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan katabolisme (menyediakan kalori nonprotein
yang adekuat untuk mencegah atau mengurangi katabolisme)
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
1. Resiko perfusi renal tidak efektif berhubungan dengan disfungsi ginjal
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan (kebiasaan)
3. Resiko ketisakseimbangan cairan berhubungan dengan fisiologis (penyakit CKD).
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakbugaran status
5. Gangguan integritas kulit berhubungan perubahan status nutrisi (kelebihan /kekurangan)
6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kecemasan ( Ansietas )
7. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kondisi perubahan kesehatan pasien
J. INTERVENSI KEPERAWATAN
Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang Memakai Prinsip Ilmu Fisika.
http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/preview.html diakses pada tanggal 22 Maret 2021
Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical Management for
Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc. 2017
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2017
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2018
Arif Muttaqin dan Kumala Sari. 2017. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Selemba Medika