Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK KLINIK

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUANG HEMODIALISA
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.I RADEN SAID SUKANTO

Dosen Pembimbing:

Ns. Santi Herlina, M.Kep.,Sp.Kep.MB

Disusun Oleh:

Indah Sari 2110721006

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2021
BAB I
KONSEP TEORI

A. Pengertian
Chronic Kidney Disease (CKD) atau yang biasa disebut gagal ginjal
yaitu ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan
komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Gagal
ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut (Price &
Wilson, 2012).
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan
fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer dan Bare, 2011).

B. Etiologi
Pada dasarnya penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju
filtrasi glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration
rate (GFR).
Penyebab gagal ginjla kronik menurut Andra dan Yessie, 2013:
a. Gangguan pembuluh darah
Berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan iskemik ginjal dan
kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling sering adalah aterosklerosis
pada arteri renalis yang besar, dengan konstriksi skleratik progresif pada
pembuluh darah. Hiperplasia fibromuskular pada satu atau lebih arteri
besar yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis
yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak di
obati, dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya elastisitas sistem,
perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan
akhirnya gagal ginjal.
b. Gangguan immunologis
Seperti glomerulonefritis.
c. Infeksi
Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E. Coli yang
berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarus bakteri. Bakteri ini
mencapai ginjal melalui alirah darah atau yang lebih sering secara
ascenden dari traktus urinarus bagian bawah lewat ureter ke ginjal
sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversibel ginjal yang disebut
pielonefritis.
d. Gangguan metabolic
Seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak meningkat sehingga
terjadi penebalan membran kapiler dan di ginjal dan berlanjut dengan
disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amiloidosis yang disebabkan
oleh endapan zat – zat proteinemia abnormal pada dinding pembuluh
darah secara serius merusak membran glomerulus.
e. Gangguan tubulus primer
Terjadinya nefrotoksis akibat analgesic atau logam berat.
f. Obstruksi traktus urinarus
Oleh batu ginjal, hipertrofi prostat dan konstruksi uretra.
g. Kelamin kongenital dan herediter
Penyakit polikistik merupakan kondisi keturunan yang dikarakteristik oleh
terjadinya kista/kantong berisi cairan di dalam ginjal dan organ lain, serta
tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat kongenital (hipoplasia renalis)
serta adanya asidosis.

C. Manifestasi Klinis
Menurut perjalanan klinisnya :
a. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat
menurun hingga 25% dari normal.
b. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliuria dan
nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar creatinin serum
dan BUN sedikit meningkat diatas normal.
c. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah,
letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan
(volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
perikarditis,
kejang – kejang sampai koma), yang ditandai dengan GFR kurang dari
5 – 10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam dan
terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek.

D. Klasifikasi
Menurut Corwin, 2010, penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat
stadium berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG), yaitu :
1. Stage 1
Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminuria persisten dan LFG
yang masih normal >90 ml/menit/1,73 m2
2. Stage 2
Kelainan ginjal dengan albuminuria persisten dan LFG antara 60 - 89
ml/menit/1,73 m2.
3. Stage 3
Kelainan ginjal dengan LFG antara 30 – 59 ml/menit/1,73 m2.
4. Stage 4
Kelainan ginjal dengan LFG 15 - 29 antara ml/menit/1,73 m2.
5. Stage 5
Kelainan ginjal dengan LFG <15 ml/menit/1,73 m2 atau gagal ginjal
terminal.

E. Patofisiologi / Pathway
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti
gangguan metabolik (DM), infeksi (Pielonefritis), obstruksi traktus urinarus,
gangguan imunologis, hipertensi, gangguan tubulus primer (nefrotoksin)
dan gangguan kongenital yang menyebabkan GFR menurun.
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron – nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi
volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron – nefron rusak. Beban bahan yang harus
dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorbsi berakibat
dieresis osmotic disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa.
Titik dimana timbulnya gejala – gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala – gejala khas kegagalan ginjal bila kira – kira fungsi ginjal
telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai
kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah dari itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya dieksresikan kedalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2011).
Pathway
F. Komplikasi
Menurut (Smeltzer dan Bare, 2011) komplikasi potensial gagal ginjal
kronik yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan
mencakup:
a. Hiperkalemia
Akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
b. Pericardirtis
Efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi
Akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin,
angiostensin, aldosteron.
d. Anemia
Akibat penurunan eritroprotein, penurunan rentang usia sel darah
merah, peradangan gastrointestinal.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatic akibat retensi fosfat.

G. Pemeriksaan Penunjang
 Kreatin dan BUN serum keduanya tinggi karena gagal ginjal.
 Elektrolit serum menunjukan peningkatan kalium, fosfor, kalsium,
magnesium, dan produk fosfor-kalsium, dengan natrium serum rendah.
 Gas Darah Arteri (GDA) menunjukan asidosis metabolik (nilai pH,
kadar bikarbonat, dan kelebihan basa dibawah rentang normal).
 Hemoglobin dan hemotakrit dibawah rentang normal.
 Jumlah sel darah merah dibawah rentang normal.
 Kadar alkalin fosfat mungkin tinggi jika metabolisme tulang
diperbaharui

H. Penatalaksanaan
 Diet retriksi asupan kalium, fosfat, natrium dan air untuk mengindari
hiperkalemia
 Transfusi darah
 Obat obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat,
suplemen kalsium, furosemid (membantu berkemih)
 Dialisis dan transpaltasi ginjal
 Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
 Diet tinggi kalori dan rendah protein
 Terapi penyakit ginjal
 Pengobatan penyakit penyerta
 Pencegahan dan pengobatan komplikasi akibat penurunan fungsi ginjal
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CKD

1. Pengkajian keperawatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering timbul pada klien dengan masalah sisten
muskuloskeletal adalah nyeri , deformitas, kekakuan / ketidakstabilan
sendi, pembengkakan / benjolan, kelemahan otot, gangguan sesibilitas, dan
gannguan atau hilangnya fungsi.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas / Iatirahat
Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian yang terkena ( mungkin
segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder, dari
pembengkakan jaringan , nyeri)
2) Sirkulasi
a) Hipertensi (kadang – kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri
/ ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
b) Takikardia (Respon stress, hipovolemia)
c) Penurunan atau tak ada nadi pada bagian distal yang cedera,
pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena
d) Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cidera
3) Neurosensori
a) Hilang gerakan / sensasi, spasme otot
b) Kebas / kesemutan (Parastesia)
c) Deformitas lokal; angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi, spasme otot,
d) terlihat kelemahan / hilang fungsi.
e) Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri / ansietas atau
trauma lain)
4) Nyeri / Kenyamanan
a) Nyeri tiba – tiba pada saat cidera (Mungkin terlokalisasi pada area
jaringan / kerusakan tulang, dapata berkurang pada imobolisasi),
tak adanyeri akibat kerusakan saraf
b) Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
c) Laserasi kulit, avulasi jaringan, persarahan, perubahan warna
d) Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba -
tiba)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (misal infeksi,
edema, stress/ansietas).
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen.
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi.
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan volume cairan

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan NOC NIC

1 Nyeri akut Tujuan :  Kaji tipe atau lokasi


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan nyeri. Perhatikan
agen cedera biologis keperawatan selama 3x24 intensitas pada skala
ditandai dengan : jam klien mampu 0-10. Perhatikan
a. Perubahan mengontrol nyeri, dengan respon terhadap obat.
tekanan darah. kriteria hasil :  Motivasi penggunaan
b. Mengekspresikan  Melaporkan nyeri tehnik menejemen
perilaku (gelisah, hilang atau terkontrol stres, contoh napas
merengek, dalam dan visualisasi.
menangis)
c. Sikap melindungi  Mengikuti program  Kolaborasi pemberian
area nyeri. pengobatan yang obat analgesik
d. Gangguan tidur. diberikan
 Menunjukan
penggunaan tehnik
relaksasi

2 Intoleransi aktivitas Tujuan :  Monitoring vital sign


berhubungan dengan  Berpartisipasi dalam sebelm/sesudah latihan
penurunan suplai aktivitas fisik tanpa dan lihat respon pasien
oksigen ditandai disertai peningkatan saat latihan.
dengan :  tekanan darah.  Konsultasikan dengan
a. Ketidaknyamanan  Mampu melakukan terapi fisik tentang
setelah aktivitas sehari-hari rencana ambulasi
beraktifitas. secara mandiri. sesuai dengan
b. Dispneu setelah  Tanda tanda vital kebutuhan.
beraktifitas. normal.  Bantu klien untuk
c. Menyatakan  Mampu berpindah menggunakan tongkat
merasa letih. tempat dengan atau saat berjalan dan cegah
d. Menyatakan tanpa bantuan alat. terhadap cedera.
merasa lemah  Status kardio  Ajarkan pasien atau
pulmonari adekuat. tenaga kesehatan lain
 Status sirkulasi tentang teknik
adekuat. ambulasi.
 Status respirasi  Kaji kemampuan
adekuat. pasien dalam
 Klien meningkat mobilisasi.
dalam aktivitas fisik  Latih pasien dalam
 Mengerti tujuan dari pemenuhan kebutuhan
peningkatan mobilitas ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan.
 Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
 Berikan alat Bantu jika
klien memerlukan.
 Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan.

3. Kelebihan volume Tujuan : Fluid management


cairan berhubungan  Terbebas dari edema,  Pertahankan catatan
dengan gangguan efusi, anasarka intake dan output yang
mekanisme regulasi  Mempertahankan urine akurat
ditandai dengan: output sesuai dengan  Pasang urine kateter
a) Sesak Napas usia dan BB, BJ urine jika diperlukan.
b) Gangguan normal, HT normal  Monitor status hidrasi
elektrolit  Tekanan darah, nadi, (kelembaban membran
c) Edema suhu tubuh dalam batas mukosa, nadi adekuat,
d) Ansietas normal tekanan darah
e) Perubahan tekanan  Tidak ada tanda tanda ortostatik), jika
darah dehidrasi, Elastisitas diperlukan
turgor kulit baik,  Monitor hasil HB yang
membran mukosa sesuai dengan retensi
lembab, tidak ada rasa cairan (BUN , Hmt ,
haus yang berlebihan osmolalitas urin )
 Menjelaskan indikator  Monitor masukan
kelebihan cairan makanan / cairan dan
hitung intake kalori
harian
 Kolaborasi pemberian
cairan IV
 Kolaborasi pemberian
diuretik sesuai
interuksi.
 Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul meburuk
 Atur kemungkinan
tranfusi
 Persiapan untuk
tranfusi.
Fluid monitoring
 Tentukan riwayat
jumlah dan tipe intake
cairan dan eliminasi
 Monitor status nutrisi
 Monitor vital sign
 Monitor berat badan.
 Dorong masukan oral
 Dorong keluarga
untuk membantu
pasien
makan.
4. Gangguan pertukaran Tujuan : Airway management ;
gas berhubungan  Klien bebas dari  Posisikan pasien unuk
dengan edema paru tanda dan gejala memaksimalkan
ditandai dengan : infeksi ventilasi.
 Mendeskripsikan
proses penularan
a. Pernapasan penyakit, factor  Auskultasi bunyi paru,
abnormal (apneu, yang mempengaruhi catat bila ada suara
bradipneu) penularan serta tambahan paru.
b. Warna kulit penatalaksanaannya,  Perhatikan intake
abnormal (pucat  Menunjukkan cairan.
atau kehitaman) kemampuan untuk  Monitor respirasi dan
c. Konfusi mencegah status O2.
d. Sakit kepala saat timbulnya infeksi Resiratory monitoring :
bengun.  Jumlah leukosit  Monitor rata-rata
e. Hipoksemia. dalam batas normal kedalaman, irama, dan
f. Samnolen.  Menunjukkan usaha respirasi.
g. Takikardi. perilaku hidup sehat  Catat pergerakan dada
amati kesimetrisan
penggunaan otot
 tambahan, retraksi otot
supraclavikular.
 Monitor suara napas.
 Monitor kelelahan otot
diaghfrahma (gerakan
paradoksis).
 Auskulatasi suara
napas, catat area
penurunan tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan.
 Auskultasi suara paru
untuk melakukan
evaluasi tindakan yang
telah dilakukan.
5. Kerusakan integritas Tujuan :  Anjurkan pasien untuk
kulit berhubungan o Integritas kulit yang menggunakan pakaian
dengan gangguan longgar
volume cairan baik bisa dipertahankan  Jaga kulit agar tetap
ditandai dengan: (sensasi, elastisitas, bersih dan kering
a. Kerusakan hidrasi, temperatur, ,  Mobilisasi pasien tiap
lapisan pigmentasi) 2 jam.
permukaan kulit o Tidak ada luka/lesi  Monitor kulit adanya
pada kulit. kemerahan.
o Perfusi jaringan baik.  Oleskan lotion pada
o Menunjukkan daerah yang tertekan
pemahaman dalam  Monitor status nutrisi
proses perbaikan kulit pasien.
dan mencegah  Kolaborasi pemberian
terjadinya sedera diit.
berulang.
o Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami.
DAFTAR PUSTAKA

Andra, S. W., & Yessie, M. P. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah


Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha
Medika

Arif Muttaqin dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan


Sistem Perkemihan.Jakarta: Salemba Medika.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi (diterjemahke oleh Nikhe


Budhi Subekti). Jakarta: EGC.

Huda, Nurarif & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC – NOC. Yogyakarta:
Mediaction.

Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosadan NANDA NIC NOC. Jilid 2. Yogyakarta: MedAction.

Smeltzer C, Suzanne, Brunner dan Suddarth. 2011. Buku Ajar Keperawatan


Medical Berdah. Jakarta: EGC.

Sylvia dan Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit
Edisi 6. Jakarta: EGC.

Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2012.

Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai