Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY.D DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI


RUANG HEMODIALISA RSU Dr.SOEDONO MADIUN

Disusun oleh:

Riza Zulfa Safika

(2012201025)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

STIKES KARYA HUSADA KEDIRI

2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini dibuat untuk memenuhi

tugas Klinik Profesi Prodi Pendidikan Ners STIKES Karya Husada Kediri.

Nama : Riza Zulfa Safika

NIM : 20220628

Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Ny.D

Dengan Chronic Kidney Disease (CKD) di Ruangan Hemodialisa

RSU Dr.Soedono Madiun

Mengetahui,

Perceptor Ruang Perceptor Akademik Mahasiswa

Linda Ishariani, S.Kep.,M.Kep Riza Zulfa Safika

NIM. 20220628
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep CHRONIC KIDNEY DISESAE


A. Pengertian
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah)(Sri Hidayati & Masfuri, 2014).
Gagal ginjal kronis adalah kondisi penyakit pada ginjal yang
persisten (keberlangsungan lebih dari 3 bulan dengan kerusakan ginjal dan
kerusakan glomerulus filtration rate (GFR) dengan angka GFR
<60ml/menit/1.73m2(Lubis, 2017).

B. Etiologi
Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari
penyakit lainnya, sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary
illnes). Penyebab yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi.
Selain itu ada penyebab lainnya dari gagal ginjal kronis
diantaranya(Arianti, Anisa Rachmawati, 2020):
1. Penyakit dari ginjal :
a. Penyakit pada saringan (glomerulus) : glomerulonefritis.
b. Infeksi kronis : pyelonefritis, ureteritis.
c. Batu ginjal : nefrolitiasis.
d. Kista di ginjal : polcystis kidney.
e. Trauma langsung pada ginjal.
f. Keganasan pada ginjal.
g. Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur

2. Penyakit umum di luar ginjal:

a. Penyakit sistemik : diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi


b. Dyslipidemia
c. SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
d. Infeksi di badan : TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
e. Preeklampsia
f. Obat-obatan
g. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)

C. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik menurut Suyono (2021) adalah sebagai berikut:


a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan
irama jantung dan edema.
b. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara
krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan
metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran
gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ),
burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama
ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot
ekstremitas.
e. Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrim
g. Gangguan seksual
libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore.
Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin
D.
h. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia,
hipokalsemia.
i. System hematologi
anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang,
hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana
uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan
trombositopeni

D. Klasifiikasi
1) Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria
persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
2) Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60-89 mL/menit/1,73 m2
3) Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
mL/menit/1,73m2
4) Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-
29mL/menit/1,73m2
5) Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2
atau gagal ginjal terminal(Khaerul, 2018).

E. Patofisiologi

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk


glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi
volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam
keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan
ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena
jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah itu. Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah, akan semakin berat.
a) Gangguan klirens ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh
ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi
dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin.
Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli)
klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan
meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya
meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif
dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh.
BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh
masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC) dan
medikasi seperti steroid.
b) Retensi cairan dan ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan
urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang
sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari,
tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan
resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi.
Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin
dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain
mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan
resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk
status uremik.
c) Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama
akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia
(NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan
ekskresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi.
d) Anemia
Anemia timbul sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai
keletihan, angina dan sesak napas.
e) Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat,
maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui
glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan
sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium
serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid.
Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada
tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D
(1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal
menurun f). Penyakit tulang uremik Disebut Osteodistrofi renal,
terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan
parathormon(Guswanti, 2019).
F. WOC
G. Penatalaksaan
Tanda dan gejala penyakit ginjal kronis berkembang seiring waktu
jika kerusakan ginjal berlangsung lambat. Tanda dan gejala penyakit ginjal
mungkin termasuk(Milnawati, 2019) :
a) Mual
b) Muntah
c) Kehilangan nafsu makan
d) Kelelahan dan kelemahan
e) Masalah tidur
f) Perubahan volume dan frekuensi buang air kecil
g) Otot berkedut dan kram
h) Pembengkakan kaki dan pergelangan kaki
i) Gatal terus menerus
j) Nyeri dada jika cairan menumpuk di dalam selaput jantung
k) Sesak napas jika cairan menumpuk di paru-paru
l) Tekanan darah tinggi yang sulit dikendalikan
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Urin
1. Volume : biasanya kurang dari 400cc/24 jam atau tak ada
(anuria)
2. Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan
disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau
uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan adanya
darah, Hb, mioglobin, porfirin
3. Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat
4. Osmoalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan
kerusakn ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
5. Klirens kreatinin: menurun
6. Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak
mampu mereabsorbsi natrium
7. Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat
menunjukkkan kerusakan glomerulus bila SDM dan
fragmen juga ada
b. Darah
1. BUN/kreatinine meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl
diduga tahap akhir
2. Hb menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari
7-8 gr/db
3. SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
4. GDA: asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
5. Natrium serum: rendah
6. Kalium: meningkat
7. Magnesium: meningkat
8. Kalsium: menurun
9. Protein (albumin): menurun
c. Osmolalitas serum; lebih dari 285 mOsm/kg
d. Pelogram retrograd; abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e. Ultrasono ginjal; menentukan ukuran ginjal dan adanya masa,
kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
f. Endoskopi ginjal, nefroskopi; untuk menentukan pelvis ginjal,
keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
g. Arteriogram ginjal; mengkaji sirkulasi ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskular, masa
h. EKG : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
i. Foto polos abdomen: menunjukkan ukuran ginjal/ureter
/kandung kemih dan adanya obstruksi (batu)(Milnawati, 2019).
I. Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga
yaitu :
a) Konservatif
1) Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
2) Observasi balance cairan
3) Observasi adanya odema
4) Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
Peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat
akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis)
c) Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui
daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan:
1. AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
2. Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke
jantung )
d) Operasi
1. Pengambilan batu
2. Transplantasi ginjal(Jayanti, 2020).

J. Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis


adalah (Prabowo, 2014) :
1) Penyakit Tulang.
Penurunan kadar kalsium secara langsung akan
mengakibatkan dekalsifikasimatriks tulang, sehingga tulang
akan menjadi rapuh dan jika berlangsung lama akan
menyebabkan fraktur pathologis.
2) Penyakit Kardiovaskuler.
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak
secara sistemik berupa hipertensi, kelainan lifid, intoleransi
glukosa, dan kelainan hemodinamik (sering terjadi hipertrofi
ventrikel kiri).
3) Anemia
Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam
rangkaian hormonal (endokrin). Sekresi eritropoeitin yang
mengalami defiensi di ginjal akan mengakibatkan penurunan
hemoglobin.
4) Disfungsi seksual. Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal,
maka libido sering mengalami penurunan dan terjadi impoten
pada pria. Pada wanita dapat terjadi hiperprolaktinemia
2. Konsep Hemodialisa
A. Pengertian
Terapi hemodialisa merupakan teknologi tinggi sebagai terapi
pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun
tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium,
hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran
semi permiabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal
buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi Tujuan
dari hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik
dari dalam darah klien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan
dan kemudian dikembalikan ketubuh klien.
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa yaitu difusi,
osmosis dan ultrafiltrasi. Bagi penderita Penyakit Ginjal Kronis,
hemodialisa akan mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisa
tidak menyebabkan penyembuhan atau pemulihan penyakit ginjal dan
tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau
endokrin yang dilaksanakan ginjal dan tampak dari gagal ginjal serta
terapinya terhadap kualitas hidup klien(Arianti, Anisa Rachmawati,
2020).
B. Prinsip Prinsip Hemodialisa

Dialisis berkesinambungan merupakan terapi pengganti (replacement


treatment) pada klien CRF stadium terminal. Dialisis digunakan untuk
mengeluarkan cairan dan produk-produk sampah dari dalam tubuh saat
ginjal tidak dapat melakukanya lagi. Prinsip hemodialisis adalah
menempatkan darah berdampingan dengan cairan dialisat yang
dipisahkan oleh suatu membrane (selaput tipis) yang disebut
membrane semi permeable. Membrane hanya dapat dilalui oleh air dan
zat tertentu (zat sampah) dengan BM kecil sampai sedang. Ada 3
prinsip dasar dalam HD yang bekerja pada saat yang sama yaitu
1. Proses Difusi
Merupakan proses berpindahnya suatu zat terlarut yang
disebabkan karena adanya perbedaan konsentrasi zat-zat terlarut
dalam darah dan dialisat. Perpindahan molekul terjadi dari zat
yang berkonsentrasi tinggi ke yang berkonsentrasi lebih rendah.
Pada HD pergerakan molekul/zat ini melalui suatu membrane
semi permeable yang membatasi kompartemen darah dan
kompartemen dialisat. Proses difusi dipengaruhi oleh:
a) Perbedaan konsentrasi
b) Berat molekul (makin kecil BM suatu zat, makin cepat zat itu
keluar)
c) QB (Blood Pump)
d) Luas permukaan membran
e) Temperatur cairan
f) Proses konvektik
g) Tahanan / resistensi membran
h) Besar dan banyaknya pori pada membran
i) Ketebalan / permeabilitas dari membrane
2. Proses Ultrafiltrasi
Berpindahnya zat pelarut (air) melalui membrane semi permeable
akibat perbedaan tekanan hidrostatik pada kompartemen darah
dan kompartemen dialisat. Tekanan hidrostatik /ultrafiltrasi
adalah yang memaksa air keluar dari kompartemen darah ke
kompartemen dialisat. Besar tekanan ini ditentukan oleh tekanan
positif dalam kompartemen darah (positive pressure) dan tekanan
negatif dalam kompartemen dialisat (negative pressure) yang
disebut TMP (trans membrane pressure) dalam mmHg.
3. Proses Osmosis
Berpindahnya air karena tenaga kimiawi yang terjadi karena
adanya perbedaan tekanan osmotic (osmolalitas) darah dan
dialisat. Proses osmosis ini lebih banyak ditemukan pada
peritoneal dialys (Sri Hidayati & Masfuri, 2014).

C. Indikasi
Pada umumya indikasi dari terapi hemodialisa pada penyakit ginjal
kronis adalah laju filtrasi glomerulus (LFG) sudah kurang dari 5
mL/menit, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai
salah satu dari hal tersebut dibawah (Sylvia & Wilson, 2015):
1) Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
2) K serum > 6 mEq/L
3) Ureum darah > 200 mg/Dl
4) pH darah < 7,1 5) Anuria berkepanjangan ( > 5 hari )
5) Fluid overloaded
D. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani
hemodialisis adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya
menurun dengan dilakukannya ultrafiltrasi atau penarikan cairan saat
hemodialisis. Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang
menjalani hemodialisis regular, namun sekitar 5-15% dari responden
hemodialisis tekanan darahnya justru meningkat. Kondisi ini disebut
hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension
1. Komplikasi Akut
Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi
selama hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi
diantaranya adalah hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit
kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil.
2. Komplikasi kronik yang terjadi pada responden hemodialisis yaitu
penyakit jantung, malnutrisi, hipertensi/volume excess, anemia,
Renal osteodystrophy, Neurophaty, disfungsi reproduksi,
komplikasi pada akses, gangguan perdarahan, infeksi, amiloidosis,
dan Acquired cystic kidney disease.
E. Durasi Waktu
Waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan
individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4–5 jam dengan frekuensi 2 kali
seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10–15 jam/minggu dengan
QB 200–300 mL/menit. Hemodialisa regeluer dikatakan cukup bila
dilaksanakan secara teratur, berkesinambungan, selama 9-12 jam setiap
minggu.
Dosis minimum durasi HD yang ditetapkan oleh KDOQI adalah
2,5 - 4,5 jam, dan dilakukan 3x seminggu. Akan tetapi untuk
pengobatan awal, terutama ketika kadar blood urea nitrogen (BUN)
sangat tinggi (mis: diatas 125 mg/dL), durasi dialisis dan kecepatan
aliran darah harus dikurangi. URR harus ditargetkan ˂ 40%. Hal ini
berarti menggunakan laju aliran darah hanya 250 mL/menit dengan
durasi dialysis selama 2 jam.
3. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal,
namun lakilaki sering memiliki resiko lebih tinggi terkait
dengan pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal ginjal kronis
merupakan periode lanjut dari insidensi gagal ginjal akut
b. Keluhan utama : sangat bervariasi, keluhan berupa urine
output menurun (oliguria) sampai pada anuria, penurunan
kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasi-ventilasi,
anoreksia, mual dan muntah, fatigue, napas berbau urea, dan
pruritus. Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan zat sisa
metabolisme/toksik dalam tubuh karena ginjal mengalami
kegagalan filtrasi
c. Riwayat penyakit sekarang : Pada klien dengan gagal ginjal
kronis biasanya terjadi penurunanurine output, penurunan
kesadaran, penurunan pola nafas karena komplikasi dari
gangguan sistem ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit,
bau urea pada napas. Selain itu, karena berdampak pada
metabolisme, maka akan terjadi anoreksia, nausea, dan vomit
sehingga beresiko untuk terjadi gangguan nutrisi.
d. Riwayat penyakit dahulu: informasi penyakit terdahulu akan
menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji penyakit pada
saringan (glomerulus): glomerulonefritis, infeksi kuman;
pyelonefritis, ureteritis, nefrolitiasis, kista di ginjal: polcystis
kidney, trauma langsung pada ginjal, keganasan pada ginjal,
batu, tumor, penyempitan/striktur, diabetes melitus,
hipertensi, kolesterol tinggi, infeksi di badan: TBC paru,
sifilis, malaria, hepatitis, preeklamsi.
e. Riwayat Kesehatan keluarga. Gagal ginjal kronis bukan
penyakit menular atau menurun, sehingga silsilah keluarga
tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun pencetus
sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh
terhadap penyakit gagal ginjal kronik, karena penyakit
tersebut bersifat herediter.
f. Fokus Pengkajian (Doenges, 2000).
1. Aktifitas /istirahat
Gejala : Kelelahan ekstrem; kelemahan malaise; Gangguan
tidur (insomnis/gelisah atau somnolen)
Tanda; kelemahan otot; kehilangan tonus; penurunan
rentang gerak
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat; Palpitasi,
nyeri dada (angina)
Tanda : Hipertensi; nadi kuat; edema jaringan umum dan
piting pada kaki dan telapak tangan; Disritmia jantung;
Nadi lemah halus; hipotensi ortostatik; Friction rub
perikardial; Pucat pada kulit; Kecenderungan perdarahan
3. Integritas ego
Gejala : Faktor stress contoh finansial, hubungan dengan
orang lain; Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada
kekakuan
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah
terangsang, perubahan kepribadian

4. Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (gagal
tahap lanjut); Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
Tanda : Perubahan warna urin, contoh kuning pekat,
merah, coklat berawan; Oliguria, dapat menjadi anuria
5. Makanan/cairan
Gejala : Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB
(malnutrisi); Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa
metalik tak sedap pada mulut (pernafasan amonia)
Tanda : Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap
akhir), Perubahan turgor kuit/kelembaban, Edema (umum,
tergantung), Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah;
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan
tak bertenaga
6. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur; Kram
otot/kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada
telapak kaki; Kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya
ekstrimitas bawah (neuropati perifer).
Tanda : Gangguan status mental, contohnya penurunan
lapang perhatian, ketidakmampuan konsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran,
stupor, koma.; Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang;
Rambut tipis, uku rapuh dan tipis.
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyei panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
8. Pernapasan
Gejala : Napas pendek, dispnea nokturnal paroksismal,
batuk dengan/tanpa Sputum
Tanda : Takipnea, dispnea, pernapasan kusmaul; Batuk
produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)
9. Keamanan
Gejala : Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda : Pruritus; Demam (sepsis, dehidrasi)
10. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas
11. Interaksi sosial
Gejala : Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu
bekerja, mempertahankan fungsi peran dalam keluarga.
12. Penyuluhan : Riwayat DM keluarga (resti GGK), penyakit
pokikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria; Riwayat
terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan;
Penggunaan antibiotik retroteksik saat ini berulang

2. Diagnosa
1. Hipervolemi berhubungan dengan kelebihan asupan cairan
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan
makanan
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
6. Resiko perdarahan ditandai dengan gangguan gastrointestinal
7. Risiko infeksi ditandai dengan penyakit kronis

3. Intervensi Keperawatan

No. SDKI SLKI SIKI


1 Hipervolemi Setelah dilakukan Manajemen Hipervolemi
intervensi selama 1x24, (I.03114)
status cairan membaik Observasi
dengan hasil: 1. Periksa tanda dan
1. Kekuatan nadi gejala hipervolemia
meningkat 2. Identifikasi
2. Turgor kulit penyebab
meningkat hipervolemia
3. Frekuensi nadi 3. Monitor status
membaik hemodinamik
4. Tekanan darah 4. Monitor intake
membaik output cairan
5. Kadar hb membaik 5. Monitor tanda
6. Kadar ht membaik hemokronsentrasi
7. Berat badan 6. Monitor tanda
membaik peningkatan tekanan
8. Intake cairan onkotik plasma
membaik Terapeutik
9. Suhu tubuh 7. Monitor berat badan
membaik secara berkala
8. Batasi asupan cairan
dan garam
9. Tinggikan kepala
tempat tidur
Edukasi
10. Anjurkan jika
haluaran urin
<0,5ml/kg/jam
dalam 6 jam
11. Anjurkan melapor
jika BB bertambah
>1kg dalam sehari
12. Ajarkan cara
membatasi cairan
Kolaborasi
13. Kolaborasi
pemberian
continuous renal
replacement therapy
(CRRT)
2 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
intervensi selama 1x24, (I.08238)
tingkat nyeri menurun Observasi
dengan hasil: 1. Identifikasi lokasi,
1. Keluhan nyeri karakteristik, durasi,
menurun frekuensi, kualitas,
2. Meringis menurun intensitas nyeri
3. Gelisah menurun 2. Identifikasi sklaa
4. Frekuensi nadi nyeri
membaik 3. Identifikasi
5. Pola nafas membaik pengaruh pada
6. Tekanan darah kualitas hidup
membaik Terapeutik
4. Berikan tehnik non-
farmakologis
5. Fasilitasi istirahat
tidur
Edukasi
6. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
7. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Kolaborasi
8. Kolaborasi
pemberian analgetik
secara tepat
3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
intervensi selama 1x24, (I.03119)
status nutrisi membaik Observasi
dengan hasil: 1. Identifikasi status
1. Porsi makan yang nutrisi
dihabiskan 2. Identifikasi alergi
meningkat dan intoleransi
2. Serum albumin makanan
meningkat 3. Identifikasi berat
3. Berat badan badan
membaik 4. Monitor hasil
4. IMT membaik pemeriksaan
5. Nafsu makan laboratoriun
membaik Terapeutik
6. Bising usus 5. Fasilitasi
membaik menentukan
pedoman diet
Edukasi
6. Anjarkan diet yang
diprogamkan
Kolaborasi
7. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan

4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah tahap keempat dalam proses
keerawatan dengan berbagai tindakan keperawatan yang telah
direncanakan

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian terhadap sejumlah informasi yang
diberikan untuk tujuan yang telah ditetapkan. Hasil evaluasi disajikan
dalam format S O A P

Anda mungkin juga menyukai