Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

PRATEK KLINIK MEDIKAL BEDAH

CRONIC KIDNEY DISEASE ( CKD )

RUANGAN HEMODIALISA

RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

OLEH

NAMA : PASKA APRIALDI

NIM : PO 6220121034

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2023/2024
HALAMAN PENGESAH

Laporan pendahuluan ini disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik medical bedah,

Disusun oleh :

Nama : Paska Aprialdi

Nim : PO6220121034

Prodi : DIII Keperawatan

Hari/tanggal : Senin , 03 April 2023

Pembinbing Klinik Pembimbing institusi

( ) ( )

KONSEP DASAR
CRONIC KIDNEY DISEASE

A. DEFINISI
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penurunan fungsi ginjal progresif
yang ireversibel ketika ginjal tidak mampu mempertahankankeseimbangan
metabolik, cairan, dan elektrolit yang menyebabkan terjadinyauremia dan azotemia
(Bayhakki, 2013).
Chronic Kidney Disease adalah kemunduran fungsi ginjal yang progresif dan
ireversibel dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk mempertahankan
keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit yangmengakibatkan uremia atau
azotemia (Wijaya dan Putri, 2017). Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa Chronic Kidney Disease adalah suatu keadaan klinis yang
terjadi penurunan fungsi ginjal dengan ditandai terjadinya penurunan GFR selama>3
bulan yg bersifat progresif dan irreversibel, ginjal tidak dapatmempertahankan
keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yangmenyebabkan terjadinya uremia
dan azotemia.
B. ETIOLOGI

Gagal ginjal kronik atau CKD terjadi setelah berbagai macam penyakit yang
merusak nefron ginjal, sebagaian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus
dan bilateral.

a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik


b. Penyakit peradangan, misalnya glomerulonephritis
c. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya nefroklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis
d. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sclerosis sistematik progresif
e. Gangguan kongenital dan herediter, ,misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubuler ginjal
f. Penyakit metabolic, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amyloidosis
g. Nefropati toksik, misalnya penyalahgunaan analgetic, nefropati timbale
h. Nefropati obstruktif
 Saluran kemih bagian atas ;kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperiteoneal
 Saluran kemih bagian bawah ; hipertrofi prostate, striktur uretra, anomaly
conginetal pada leher kandung kemih dan uretra.

C. TANDA DAN GEJALA

a. Gangguan kardiovaskuler, Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat


perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan,
gangguan irama jantung dan edema. Pada gagal ginjal kronik hampir selalu
disertai hipertensi, mekanisme terjadinya hipertensi pada CKD oleh karena
penimbunan garam dan air, atau sistem renin angiostensin aldosteron (RAA).
Sesak nafas merupakan gejala yang sering dijumpai akibat kelebihan cairan
tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang disertai efusi perikardial. Gangguan
irama jantung sering dijmpai akibat gangguan elektrolit.
b. Gangguan pulmoner, Nafas dangkal, kusmaul, batuk dengan sputum kental dan
riak, suara krekles.
c. Gangguan gastrointestinal Anoreksia, nausea, fomitus yang berhubungan dengan
metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal,
ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia, akibat metabolisme protein
yang terganggu oleh bakteri usus sering pula faktor uremikum akibat bau
amoniak dari mulut. Disamping itu sering timbul stomatitis, cegukan juga sering
yang belum jelas penyebabnya. Gastritis erosif hamper dijumpai pada 90 %
kasus CKD, bahkan kemungkinan terjadi ulkus peptikum dan kolitis uremik.
d. Gangguan muskuluskeletal Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga
selalu digerakkan), burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, lerulama
ditelapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot-otot ekstremitas.
Penderita sering mengeluh tungkai bawah selalu bergerak- gerak (restlesslessleg
syndrome), kadang tersa terbakar pada kaki, gangguan syaraf dapat pula berupa
kelemahan, gangguan tidur, gangguan konsentrasi, tremor, kejang sampai
penurunan kesadaran atau koma
e. Gangguan integumenkulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan
akibat penimbunan urokrom. Gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
Kulit berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik hitam dan
gatal akibat uremik atau pengendapan kalsium pada kulit
f. Gangguan endokrin Gangguan seksual: libido fertilitas dan ereksi menurun,
gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan
metabolic Sistem hematologi lemak dan vitamin D.
g. System hematologi Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi
eritopetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum-sum tulang berkurang,
hemodialisi akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia
toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosit dan trombositopeni. selain
anemi pada CKD sering disertai pendarahan akibat gangguan fungsi trombosit
atau dapat pula disertai trombositopeni. Fungsi leukosit maupun limposit dapat
pula terganggu sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga pada penderita
CKD mudah terinfeksi, oleh karena imunitas yang menurun.
h. Gangguan lain Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi,
gangguan elektrolit dan asam basa hampir selalu dijumpai, seperti asidosis
metabolik, hiperkalemia, hiperforfatemi, hipokalsemia. (Wijaya dan Putri, 2017)

D. PATOFISIOLOGI

Fungsi renal menurun, produksi akhir metabolisme protein (yangnormalnya


diekresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremiadan mempengarui
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka grjala akan
semakin berat. Dan banyak gejala uremia membaik setelah dialisis (Wijaya dan putri,
2017) Penyebab yang mendasari CKD bermacam-macam seperti penyakitglomerulus
baik primer maupun sekunder, penyakit vaskular, infeksi, nefritisinterstisial,
obstruksi saluran kemih. Patofisiologi penyakit ginjal kronik melibatkan 2
mekanisme kerusakan : (1) mekanisme pencetus spesifik yangmendasari kerusakan
selanjutnya seperti kompleks imun dan mediator inflamasi pada glomerulo nefritis,
atau pajanan zat toksin pada penyakittubulus ginjal dan interstitium; (2) mekanisme
kerusakan progresif yangditandai dengan adanya hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron
yang tersisa.Ginjal kita memiliki 1 juta nefron, dan masing – masing
memilikikontribusi terhadap total GFR. Pada saat terjadi renal injury karena
etiologiseperti yang telah dijelaskan di atas, pada awalnya ginjal masih
memilikikemampuan untuk mempertahankan GFR. Namun pada akhirnya nefron
sehatyang tersisa ini akan mengalami kegagalan dalam mengatur autoregulasitekanan
glomerular, dan akan menyebabkan hipertensi sistemik dalamglomerulus.
Peningkatan tekanan glomerulus ini akan menyebabkan hipertrofi nefron yang sehat
sebagai mekanisme kompensasi. Pada tahap ini akan terjadi poliuria, yang bisa
menyebabkan dehidrasi dan hiponatremiaakibat ekskresi Na melalui urin meningkat.
Peningkatan tekanan glomerulusini akan menyebabkan proteinuria. Derajat
proteinuria sebanding dengantingkat progresi dari gagal ginjal. Reabsorpsi protein
pada sel tubuloepitelialdapat menyebabkan kerusakan langsung terhadap jalur
lisosomal intraselular,meningkatkan stres oksidatif, meningkatkan ekspresi lokal
growth faktor, danmelepaskan faktor kemotaktik yang pada akhirnya akan
menyebabkaninflamasi dan fibrosis tubulointerstitiel melalui pengambilan dan
aktivasimakrofag Inflamasi kronik pada glomerulus dan tubuli akan
meningkatkansintesis matriks ektraseluler dan mengurangi degradasinya, dengan
akumulasikolagen tubulointerstitiel yang berlebihan. Glomerular sklerosis,
fibrosistubulointerstitiel, dan atropi tubuler akan menyebabkan massa ginjal
yangsehat menjadi berkurang dan akan menghentikan siklus progresi penyakit
olehhiperfiltrasi dan hipertrofi nefron.Kerusakan struktur ginjal tersebut akan
menyebabkan kerusakanfungsi ekskretorik maupun non-ekskretorik ginjal.
Kerusakan fungsiekskretorik ginjal antara lain penurunan ekskresi sisa nitrogen,
penurunanreabsorbsi Na pada tubuli, penurunan ekskresi kalium, penurunan
ekskresifosfat, penurunan ekskresi hidrogen.Kerusakan fungsi non-ekskretorik ginjal
antara lain kegagalanmengubah bentuk inaktif Ca, menyebabkan penurunan produksi
eritropoetin(EPO), menurunkan fungsi insulin, meningkatkan produksi lipid,
gangguansistem imun, dan sistem reproduksi. Angiotensin II memiliki peran
pentingdalam pengaturan tekanan intraglomerular. Angiotensin II diproduksi secara
sistemik dan secara lokal di ginjal dan merupakan vasokonstriktor kuat yangakan
mengatur tekanan intraglomerular dengan cara meningkatkan iramaarteriole efferent.
Angiotensin II akan memicu stres oksidatif yang padaakhirnya akan meningkatkan
ekspresi sitokin, molekul adesi, dankemoaktraktan, sehingga angiotensin II memiliki
peran penting dalam patofisiologi CKD.Gangguan tulang pada CKD terutama
stadium akhir disebabkankarena banyak sebab, salah satunya adalah penurunan
sintesis 1,25-dihydroxyvitamin D atau kalsitriol, yang akan menyebabkan
kegagalanmengubah bentuk inaktif Ca sehingga terjadi penurunan absorbsi
Ca.Penurunan absorbsi Ca ini akan menyebabkan hipokalsemia dan
osteodistrofi.Pada CKD akan terjadi hiperparatiroidisme sekunder yang terjadi
karenahipokalsemia, hiperfosfatemia, resistensi skeletal terhadapPTH. Kalsium
dankalsitriol merupakan feedback negatif inhibitor, sedangkan hiperfosfatemiaakan
menstimulasi sintesis dan sekresi PTH.Karena penurunan laju filtrasi glomerulus,
maka ginjal tidak mampuuntuk mengekskresikan zat – zat tertentu seperti fosfat
sehingga timbulhiperfosfatemia. Hiperfosfatemia akan menstimulasi FGF-23, growth
faktor ini akan menyebabkan inhibisi 1- α hydroxylase. Enzim ini digunakan
dalamsintesis kalsitriol. Karena inhibisi oleh FGF-23 maka sintesis kalsitriol
punakan menurun. Akan terjadi resistensi terhadap vitamin D. Sehingga feedback
negatif terhadap PTH tidak berjalan. Terjadi peningkatan hormon parathormon.
Akhirnya akan timbul hiperparatiroidisme sekunder.Hiperparatiroidisme sekunder
akan menyebabkan depresi pada sumsum tulangsehingga akan menurunkan
pembentukan eritropoetin yang pada akhirnyaakan menyebabkan anemia. Selain itu
hiperparatiroidisme sekunder juga akanmenyebkan osteodistrofi yang
diklasifikasikan menjadi osteitis fibrosa cystic,osteomalasia, adinamik bone disorder,
dan mixed osteodistrofi. Penurunanekskresi Na akan menyebabkan retensi air
sehingga pada akhirnya dapatmenyebabkan oedem, hipertensi. Penurunan ekskresi
kalium juga terjaditerutama bila GFR < 25 ml/mnt, terlebih pada CKD stadium 5.
Penuruanekskresi ini akan menyebabkan hiperkalemia sehingga meningkatkan
resikoterjadinya kardiak arrest pada pasien.Asidosis metabolik pada pasien CKD
biasanya merupakan kombinasiadanya anion gap yang normal maupun peningkatan
anion gap. Pada CKD,ginjal tidak mampu membuat ammonia yang cukup pada
tubulus proksimaluntuk mengekskresikan asam endogen ke dalam urin dalam bentuk
ammonium. Peningkatan anion gap biasanya terjadi pada CKD stadium 5.Anion gap
terjadi karena akumulasi dari fosfat, sulfat, dan anion – anion lainyang tidak
terekskresi dengan baik. Asidosis metabolik pada CKD dapatmenyebabkan gangguan
metabolisme protein. Selain itu asidosis metabolic juga merupakan salah satu faktor
dalam perkembangan osteodistrofi ginjal Pada CKD terutama stadium 5, juga
dijumpai penurunan ekskresisisa nitrogen dalam tubuh. Sehingga akan terjadi
uremia. Pada uremia, basalurea nitrogen akan meningkat, begitu juga dengan ureum,
kreatinin, sertaasam urat. Uremia yang bersifat toksik dapat menyebar ke seluruh
tubuh dandapat mengenai sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat. Selain itu
sindromuremia ini akan menyebabkan trombositopati dan memperpendek usia
seldarah merah. Trombositopati akan meningkatkan resiko perdarahan
spontanterutama pada GIT, dan dapat berkembang menjadi anemia bila
penanganannya tidak adekuat. Uremia bila sampai di kulit akan menyebabkan pasien
merasa gatal – gatal.Pada CKD akan terjadi penurunan fungsi insulin, peningkatan
produksi lipid, gangguan sistem imun, dan gangguan reproduksi. Karenafungsi
insulin menurun, maka gula darah akan meningkat. Peningkatan produksi lipid akan
memicu timbulnya aterosklerosis, yang pada akhirnyadapat menyebabkan gagal
jantung.Anemia pada CKD terjadi karena depresi sumsum tulang
padahiperparatiroidisme sekunder yang akan menurunkan sintesis EPO. Selain
ituanemia dapat terjadi juga karena masa hidup eritrosit yang memendek akibat
pengaruh dari sindrom uremia, anemia dapat juga terjadi karena malnutrisi(Kirana,
2015 )
E. PATWAY
Infeksi Penyakit metabolik

Penyakit vaskulair Nefropati toksik

Peradangan Nefropati obtruksi

Gangguan jaringan penyambung Gg konginetal & Heriditer

Kerusakan nefron ginjal

Hipertropi nefron tersisa u/menggant kerja nefron yang rusak peningkatan

Kecepatak filtrasi, beban solute dan reabsorbsi tubulus dalam tiap nefron, meskipun

GFR untuk seluruh massa nefron menurun dibawah normal

STD I STD II STD II

Penurunan cadangan Insuf renal ( BUN, creat, GG std akhir (90% massa

Ginjal ( asimtomatik ) noktruria, poliuri ) nefron hancur BUN

Creat , oliguri

Perubahan system tubuh

System GI Hematologi Syaraf otot Cardiovascular Endokrin kulit sist lain

Anoresia

Nausea Anemia

Vomitus (<eritropoet) pega tungkai HT > PK: HT Gg sex gatal, urea

Kesemutan Nyeri dada GTT frost

Nutrisi PK: Anemia sesak ekimosis

Mdh stomatitis ( GG F. Trombcyt)

Gastritis Nyeri akut Hiperglikemi gg as. Bs

Pk : Pendarahan PK : Asidosis metabolik Gg. Intergritas

( gg. Lekosit) PI nafas tidak efektif kulit

Resiko Infeksi Kelebihan cairan

Pk : ketidakseimbangan asidosis metabolik

Cairan eletroknik dan gangguan eletrolit

Hipoalbumin

Aritmia Gangguan irama jantung

Ketidakseimbangan cairan & eletrolit

F. KOMPILKASI
a. hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic,katabolisme dan
masukan diet berlebih
b. perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensiproduk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta multifungsi system rennin
angipotensin aldosterone
d. anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat kehilangan darah selama hemodialisa
e. penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal
f. asidosis metabolic
g. osteodistropi ginjal
h. neuropati perifer
i. hiperuremia

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
 Ureum kreatinin
 Asam urat serum
 Identifikasi etiologi gagal ginjal
 Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit,
imunodiagnosis
 Identifikasi perjalanan penyakit
 Progresifitas penurunan fungsi ginjal
 Ureum kreatinin, clearens creatinine tes ( CCT )
b. Etiologi CKD dan terminal
 Foto polos abdomen, USG, nefrotogram, pielografi retrograde, pielografi
antergrade, mictuating cysto urography ( MCU )
c. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
 Retrogram, USG

I. PENATALAKSANAAN
a. Pengaturan minum ; pemberian obat
b. Pengendalian hipertensi < intake garam
c. Pengandalian K+ darah
d. Penanggalan anemia ; transfuse
e. Penanggulan asidosis
f. Pengobatan dan pencegahan infeksi
g. Pengaturan protein dalam makan
h. Pengobatan neuropati
i. Dialis
j. Tlansplatasi ginjal

J. PENGKAJIAN

Identitas klien
Meliputi nama, jenis
kelamin, usia, alamat,
agama, bahsa yang digunkan,
status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah,
nomor
register, tanggal dan jam
masuk rumah sakit, dan
diagnosis medis.
a. Identitas klien

Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahsa yang digunkan,

status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,

nomorregister, tanggal dan jam masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.

b. Riwayat penyakit sekarang

Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang paha kiri,

pertolongan apa yang telah didapatkan, dan apakah sudah pernah

berobat ke dukun patah tulang. Dengan mengetahui mekanisme

terjadinya kecelakaaan, perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lain.

c. Riwayat penyakit dahulu

Penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget menybabkan

fraktur patologis sehingga tulang sulit untuk menyambung. Selain itu,

klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadi osteomielitis akut dan

kronis dan penyaklit diabetes melitus menghambat proses penyembuhan tulang.

d. Riwayat penyakit keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang paha adalah

faktor predispossisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetic
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme regulasi


b. Pola nafas tidak efektif berhubungan hiperventilasi
c. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor bologis
d. Nyeri akut b.d agen pancedera fisiologis

L. INTERVENSI

No. DX Tujuan & KH Intervensi Keperawatan Rasional


1. Tujuan : 1. Lakukan penilaian secara
Setelah dilakukan komprehensif fungsi 1. Sebagai data dasar
tindakan keperawatan sirkulasi perifer. (cek nadi untuk menentukan
selama 3x24 jam priper,oedema, kapiler intervensi selanjutnya
resiko ketidak refil, temperatur
efektifan perfusi ekstremitas).
ginjal adekuat. 2. Kaji nyeri
Kriteria Hasil: 2. Mengetahui persepsi
1. Membran mukosa dan tingkatan nyeri
merah muda 3. Inspeksi kulit dan Palpasi yang dirasakan klien
2. Conjunctiva tidak anggota badan 3. Mengetahui adanya
anemis 4. Atur posisi pasien, edema ekstremitas
3. Akral hangat ekstremitas bawah lebih 4. Posisi tersebut dapat
4. TTV dalam batas rendah untuk memperbaiki memperbaiki sirkulasi
normal. sirkulasi.
5. Tidak ada edema 5. Monitor status cairan
intake dan output 5. Mengetahui balance
6. Evaluasi nadi, oedema cairan
6. Mengetahui tingkatan
edema pada klien dan
7. Berikan therapi kondisi klien
antikoagulan. 7. Terapi antikoagulan
dapat mencegah
terjadinya
penggumpalan darah
klien.

2. Tujuan:
Setelah dilakukan 1. Kaji status cairan : 1. Mengetahui adanya
asuhan keperawatan timbang berat kelebihan volume cairan
selama 3x24 jam badan,keseimbangan pada klien
volume cairan masukan dan haluaran,
seimbang. turgor kulit dan adanya
edema
Kriteria Hasil: 2. Timbang popok/pembalut 2. Mengetahui output cairan
1. Terbebas dari jika diperlukan klien
edema, efusi,
anasarka 3. Pertahankan catatan intake 3. Mengetahui status balance
2. Bunyi nafas dan output yang akurat cairan klien
bersih,tidak 4. Batasi masukan cairan 4. Mencegah adanya edema
adanya dipsnea 5. Pasang urin kateter jika 5. Pemasangan kateter dapat
3. Memilihara diperlukan melancarkan output urine
tekanan vena klien
sentral, tekanan 6. Monitor hasil lab yang 6. Hasil lab
kapiler paru, sesuai dengan retensi menginterpretasikan status
output jantung cairan (BUN , Hematokrit, cairan dan elektrolit klien
dan vital sign osmolalitas urin  )
normal.
4. Pasien dapat 7. Monitor vital sign 7. Mengetahui kondisi umum
menjelaskan klien
indikator 8. Monitor indikasi retensi / 8. Indikasi retensi/kelebihan
kelebihan cairan kelebihan cairan (kreacles, cairan dapat menentukan
CVP , edema, distensi intervensi yang tepat bagi
vena leher, asietes) klien

9. Kaji lokasi dan drajat 9. Lokasi dan derajat edema


edema dapat menentukan seberapa
berat kelebihan volume
cairan klien
10. Berikan diuretik sesuai 10. Diuretic dapat meningkatkan
interuksi output cairan klien
11. Kolaborasi dokter jika 11. Dapat dilakukan terapi yang
tanda cairan berlebih tepat pada klien
muncul memburuk
12. Jelaskan pada pasien dan 12. Mencegah klien dari
keluarga rasional kelebihan cairan dan
pembatasan cairan keluarga dapat memantau
asupan cairan klien
13. Menjelaskan cara diit 13. Klien dapat mengetahui diit
pasien yang tepat untuk menjaga
kondisinya
14. Kolaborasi pemberian 14. Pemberian cairan yang tepat
cairan sesuai terapi. dapat mencegah klien dari
kelebihan cairan

1. Tentukan riwayat jumlah


dan tipe intake cairan dan 1. Sebagai data dasar dalam
eliminasi menentukan intervensi
2. Tentukan kemungkinan selanjutnya
faktor resiko dari ketidak 2. Untuk mengetahui tindakan
seimbangan cairan yang tepat untuk mengatasi
(hipertermia, terapi masalah
diuretik, kelainan renal,
gagal jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll )
3. Monitor berat badan
3. Mengetahui adakah
4. Monitor serum dan keleibihan volume cairan
elektrolit urine 4. Mengetahui kadar cairan dan
5. Monitor adanya distensi elektrolit
leher, rinchi, eodem 5. Mengetahui adanya
perifer dan penambahan kelebihan volume cairan
BB
6. Monitor tanda dan gejala
dari odema 6. Edema dapat menjadi tanda
Hemodialysis therapy kelebiihan cairan
1. Bekerja secara
kolaboratif dengan pasien 1. Terapi hemodialisa sesuai
untuk menyesuaikan prosedur dapat mengurangi
panjang dialisis, kelebihan cairan dan sisa
peraturan diet, metabolism di tubuh
keterbatasan cairan dan
obat-obatan untuk
mengatur cairan dan
elektrolit pergeseran
antara pengobatan.
3. Tujuan : 1. Monitor adanya mual dan
Setelah dilakukan muntah 1. Mual dan muntah dapat
asuhan keperawatan menjadi data untuk
selama 3x24 jam menentukan status
nutrisi seimbang dan 2. Monitor status nutrisi. nutrisi
adekuat. 2. Mengetahui adanya
gangguan nutrisi pada
Kriteria Hasil: 3. Monitor adanya klien
1. Nafsu makan kehilangan berat badan 3. Sebagai data penguat
meningkat dan perubahan status untuk mengetahui
2. Tidak terjadi nutrisi. adanya gangguan nutrisi
penurunan BB 4. Monitor albumin, total
3. Masukan nutrisi protein, hemoglobin, dan 4. Hasil lab dapat menjadi
adekuat hematocrit level yang data pendukung
4. Menghabiskan menindikasikan status menentukan intervensi
porsi makan nutrisi dan untuk
5. Hasil lab normal perencanaan treatment
(albumin, kalium) selanjutnya.
5. Monitor intake nutrisi dan
kalori klien. 5. Intake nutrisi yang
adekuat dapat
meningkatkan status
6. Berikan makanan sedikit nutrisi
tapi sering 6. Makanan sedikit tapi
sering dapat
meningkatkan nafsu
7. Berikan perawatan mulut makan klien
sering 7. Perawatan mulut dapat
meningkatkan nafsu
8. Kolaborasi dengan ahli klien
gizi dalam pemberian diet 8. Diet yang sesuai dapat
sesuai terapi menyeimbangkan status
9. Monitor masukan nutrisi klien
makanan / cairan dan 9. Masukan makanan yang
hitung intake kalori harian adekuat dapat
meningkatkan status
nutrisi klien
Tujuan : 1. Monitor rata – rata,
Setelah dilakukan kedalaman, irama dan 1. Menjadi data dasar
asuhan keperawatan usaha respirasi dalam menentukan
selama 1x24 jam pola 2. Catat pergerakan intervensi yang tepat
nafas adekuat. dada,amati kesimetrisan, 2. Mengetahui adanya
penggunaan otot gangguan pola nafas
Kriteria Hasil: tambahan, retraksi otot klien
1. Peningkatan supraclavicular dan
ventilasi dan intercostal
oksigenasi yang 3. Monitor pola nafas :
adekuat bradipena, takipenia, 3. Mengetahui adanya
2. Bebas dari tanda kussmaul, hiperventilasi, gangguan pernafasan
tanda distress 4. Auskultasi suara nafas, pada klien
pernafasan catat area penurunan / 4. Mengetahui adanya
3. Suara nafas yang tidak adanya ventilasi dan suara nafas tambahan
bersih, tidak ada suara tambahan
sianosis dan
dyspneu (mampu 1. Auskultasi bunyi nafas,
mengeluarkan catat adanya crakles
sputum, mampu 1. Mengetahui adanya
bernafas dengan 2. Ajarkan pasien nafas gangguan pola nafas
mudah, tidak ada dalam klien
pursed lips) 2. Nafas dalam dapat
4. Tanda tanda vital 3. Atur posisi senyaman meningkatkan
dalam rentang mungkin oksigenasi klien
normal 4. Batasi untuk beraktivitas 3. Memberikan rasa
nyaman dan rileks
4. Aktivitas yang
berlebihan dapat
5. Kolaborasi pemberian menyebabkan pasien
oksigen kelelahan dan dispnea
5. Pemberian oksigen
dapat meningkatkan
oksigenasi klien
M. IMPLEMENTASI

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah

disusun pada tahap perencanaan. Fokus implementasi, mempertahan daya tahan tubuh,

menemukan perubahan system tubuh, mencegah komplikasi.(Wahyuni & Sri , 2016).

N. EVALUASI

Evaluasi dilakukan dengan


cara menilai kemampuan
dalam merespon tindakan
yang
telah diberikan oleh perawat
dan menggunakan metode
SOAP.
Evaluasi dilakukan dengan
cara menilai kemampuan
dalam merespon tindakan
yang
telah diberikan oleh perawat
dan menggunakan metode
SOAP.
Evaluasi atau tahap penilaian adalah perbandingan sistematis dan terencana tentang

kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara

bersambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan. Tujuan

evaluasi adalah untuk melihat kemapuan klien mencapai tujuan yang diinginkan dengan

kriteria hasil pada perencanaan. Format yang dipakai adalah format SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pojka DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesian: Difinisi dan
indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta; DPP PPNI

Tim Pojka DPP PPNI. (2016 ). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta; DPP PPNI

Tim Pokja DPP PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Bayhakki, 2013. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gagal Ginjal Kronik, Jakarta, EGC

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2017). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan
Dewasa). Yogyakarta: Nuha Medik

Kirana AKPER Dustira Cimahi, Y. (2015). Hubungan Tingkat Kecemasan Postpartum Dengan
Kejadian Post Partum Blues di Rumah Sakit Dustira Cimahi. Jurnal Ilmu
Keperawatan, III(1), 1–13.

Anda mungkin juga menyukai