Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMODIALISIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL DI RUANG HD

RSUD-BANGIL

Oleh :

VERONIKA MARLINCE KALLI

2022611017

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI MALANG

2022
1. CHRONIC KIDNEY DISEASE
1.1 Pengertian Chronic Kidney Disease

(CKD) merupakan penurunan fungsi ginjal progresif yang ireversibel ketika ginjal
tidak mampu mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yang
menyebabkan terjadinyauremia dan azotemia (Bayhakki, 2013). Chronic Kidney Disease
adalah kemunduran fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel dimana terjadi kegagalan
kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit
yang mengakibatkan uremia atau azotemia (Wijaya dan Putri, 2017).

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Chronic


Kidney Disease adalah suatu keadaan klinis yang terjadi penurunan fungsi ginjal dengan
ditandai terjadinya penurunan GFR selama>3 bulan yg bersifat progresif dan irreversibel,
ginjal tidak dapat mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yang
menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia.

1.2 Etiologi
a. Gangguan pembuluh darah ginjal : Berbagai jenis lesi vaskular dapat menyebabkan
iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling sering adalah
aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan kontriksiskleratik progresif pada
pembuluh darah hiperplasia fibromuskular padasatu atau lebih arteri besar yang juga
menimbulkan sumbatan pembuluh darah nefrosklerosis yaitu saatu kondisi yang
disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak diobati, dikarakteristikan oleh penebalan,
hilangnya elastisitas sistem, perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran
darah dan akhirnya gagal ginjal.
b. Gangguan imunologis: Seperti glomerulonefritis & SLE
c. Infeksi : Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E. Coli yang berasal
dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal melalui
aliran darah atau yang lebih sering secara asceden dari traktus urinarius bagian bawah
lewat ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversibel ginjal yang
disebut plenlonefritis.
d. Gangguan metabolik : seperti DM (Diabetes Melitus) yang menyebabkan mobilisasi
lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membran kapiler dan di ginjal dan
berkelanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadinefripati amiliodosis yang
disebabkan oleh endapan zat-zat protein emia abnormal pada dinding pembuluh darah
secara serius merusak membran glomerulus.
e. Gangguan tubulus primer : terjadi nefrotoksis akibat analgesik atau logam berat.
f. Obstruksi taktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dankontriksi uretra.
g. Kelainan kongenetal dan herediter: penyakit polikistik = kondisi keturunan yang
dikarakteristik oleh terjadinya kista/kantong berisi cairan di dalam ginjal dan organ lain,
serta tidak adanya jar. Ginjal yang bersifat kongenetal (hipoplasia renalis) serta adanya
asidosis.
1.3 Manifestasi Klinik
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal
jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema. Pada gagal
ginjal kronik hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme terjadinya hipertensi pada
CKD oleh karena penimbunan garam dan air, atau sistem renin angiostensin aldosteron
(RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang sering dijumpai akibat kelebihan cairan
tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang disertai efusi perikardial. Gangguan irama
jantung sering dijmpai akibat gangguan elektrolit.
b. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kusmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suarakrekles.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, fomitus yang berhubungan denganmetabolisme protein dalam usus,
perdarahan pada saluran gastrointestinal,ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau
ammonia. akibat metabolisme protein yang terganggu oleh bakteri usus sering pula
faktor uremikumakibat bau amoniak dari mulut. Disamping itu sering timbul
stomatitis,cegukan juga sering yang belum jelas penyebabnya. Gastritis erosif hampir
dijumpai pada 90 % kasus CKD, bahkan kemungkinan terjadi ulkus peptikum dan
kolitis uremik.
d. Gangguan muskuluskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selaludigerakkan), burning feet
syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutamaditelapak kaki), tremor, miopati
(kelemahan dan hipertropi otot-ototekstremitas. Penderita sering mengeluh tungkai
bawah selalu bergerak-gerak ( restlesslessleg syndrome), kadang tersa terbakar pada
kaki,gangguan syaraf dapat pula berupa kelemahan, gangguan tidur,
gangguankonsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan kesadaran atau koma
e. Gangguan integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan
urokrom. Gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh. Kulit berwarna pucat, mudah
lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik hitam dangatal akibat uremik atau
pengendapan kalsium pada kulit.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metaboliclemak dan vitamin D.
g. Sistem hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum-sum tulang berkurang, hemodialisi akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi trombosit dan trombositopeni. selain anemi pada CKD sering disertai
pendarahan akibat gangguan fungsi trombosit atau dapat pula disertai trombositopeni.
Fungsileukosit maupun limposit dapat pula terganggu sehingga pertahanan seluler
terganggu, sehingga pada penderita CKD mudah terinfeksi, oleh karenaimunitas yang
menurun.
h. Gangguan lain
Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi, gangguan elektrolit dan
asam basa hampir selalu dijumpai, seperti asidosismetabolik, hiperkalemia,
hiperforfatemi, hipokalsemia. (Wijaya dan Putri,2017)
1.4 Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produksi akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremiadan mempengarui setiap
sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka grjala akan semakin berat.
Dan banyak gejala uremia membaik setelah dialisis (Wijaya dan putri, 2017).
Penyebab yang mendasari CKD bermacam-macam seperti penyakit glomerulus baik primer
maupun sekunder, penyakit vaskular, infeksi, nefritis interstisial, obstruksi saluran kemih.
Patofisiologi penyakit ginjal kronik melibatkan 2 mekanisme kerusakan :
a) mekanisme pencetus spesifik yang mendasari kerusakan selanjutnya seperti kompleks
imun dan mediator inflamasi pada glomerulo nefritis, atau pajanan zat toksin pada
penyakittubulus ginjal dan interstitium;
b) mekanisme kerusakan progresif yang ditandai dengan adanya hiperfiltrasi dan hipertrofi
nefron yang tersisa.

Ginjal kita memiliki 1 juta nefron, dan masing – masing memiliki kontribusi
terhadap total GFR. Pada saat terjadi renal injury karena etiologi seperti yang telah
dijelaskan di atas, pada awalnya ginjal masih memiliki kemampuan untuk mempertahankan
GFR. Namun pada akhirnya nefron sehat yang tersisa ini akan mengalami kegagalan dalam
mengatur autoregulasi tekanan glomerular, dan akan menyebabkan hipertensi sistemik
dalam glomerulus. Peningkatan tekanan glomerulus ini akan menyebabkan hipertrofi nefron
yang sehat sebagai mekanisme kompensasi. Pada tahap ini akan terjadi poliuria, yang bisa
menyebabkan dehidrasi dan hiponatremia akibat ekskresi Na melalui urin meningkat.
Peningkatan tekanan glomerulus ini akan menyebabkan proteinuria. Derajat proteinuria
sebanding dengan tingkat progresi dari gagal ginjal. Reabsorpsi protein pada sel
tubuloepitelial dapat menyebabkan kerusakan langsung terhadap jalur lisosomal
intraselular, meningkatkan stres oksidatif, meningkatkan ekspresi lokal growth faktor, dan
melepaskan faktor kemotaktik yang pada akhirnya akan menyebabkan inflamasi dan
fibrosis tubulointerstitiel melalui pengambilan dan aktivasi makrofag.

Inflamasi kronik pada glomerulus dan tubuli akan meningkatkan sintesis matriks
ektraseluler dan mengurangi degradasinya, dengan akumulasi kolagen tubulointerstitiel
yang berlebihan. Glomerular sklerosis, fibrosis tubulo interstitiel, dan atropi tubuler akan
menyebabkan massa ginjal yang sehat menjadi berkurang dan akan menghentikan siklus
progresi penyakit oleh hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron.

Kerusakan struktur ginjal tersebut akan menyebabkan kerusakan fungsi ekskretorik


maupun non-ekskretorik ginjal. Kerusakan fungsi ekskretorik ginjal antara lain penurunan
ekskresi sisa nitrogen, penurunan reabsorbsi Na pada tubuli, penurunan ekskresi kalium,
penurunan ekskresifosfat, penurunan ekskresi hidrogen. Kerusakan fungsi non-ekskretorik
ginjal antara lain kegagalan mengubah bentuk inaktif Ca, menyebabkan penurunan produksi
eritropoetin (EPO), menurunkan fungsi insulin, meningkatkan produksi lipid, gangguan
sistem imun, dan sistem reproduksi. Angiotensin II memiliki peran penting dalam
pengaturan tekanan intraglomerular. Angiotensin II diproduksi secara sistemik dan secara
lokal di ginjal dan merupakan vasokonstriktor kuat yangakan mengatur tekanan
intraglomerular dengan cara meningkatkan irama arteriole efferent. Angiotensin II akan
memicu stres oksidatif yang pada akhirnya akan meningkatkan ekspresi sitokin, molekul
adesi, dan kemoaktraktan, sehingga angiotensin II memiliki peran penting dalam
patofisiologi CKD.

Gangguan tulang pada CKD terutama stadium akhir disebabkankarena banyak


sebab, salah satunya adalah penurunan sintesis 1,25 – dihydroxy vitamin D atau kalsitriol,
yang akan menyebabkan kegagalan mengubah bentuk inaktif Ca sehingga terjadi penurunan
absorbsi Ca. Penurunan absorbsi Ca ini akan menyebabkan hipokalsemia dan osteodistrofi.
Pada CKD akan terjadi hiperparatiroidisme sekunder yang terjadi karena hipokalsemia,
hiperfosfatemia, resistensi skeletal terhadap PTH. Kalsium dan kalsitriol merupakan
feedback negatif inhibitor, sedangkan hiperfosfatemia akan menstimulasi sintesis dan
sekresi PTH.

Karena penurunan laju filtrasi glomerulus, maka ginjal tidak mampu untuk
mengekskresikan zat – zat tertentu seperti fosfat sehingga timbul hiperfosfatemia.
Hiperfosfatemia akan menstimulasi FGF-23, growth faktor ini akan menyebabkan inhibisi
1- α hydroxylase. Enzim ini digunakan dalam sintesis kalsitriol. Karena inhibisi oleh FGF-
23 maka sintesis kalsitriol punakan menurun. Akan terjadi resistensi terhadap vitamin D.
Sehingga feedback negatif terhadap PTH tidak berjalan. Terjadi peningkatan hormon
parathormon. Akhirnya akan timbul hiperparatiroidisme sekunder. Hiperparatiroidisme
sekunder akan menyebabkan depresi pada sumsum tulang sehingga akan menurunkan
pembentukan eritropoetin yang pada akhirnya akan menyebabkan anemia.
PATWAY
1.5 Klasifikasi Berdasarkan Derajat Penyakitnya
Dibawah ini 5 stadium penyakit Chronic Kidney Disease sebagai berikut :
a. Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min)
b. Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min)
c. Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat (30 s/d 59 ml/min)
d. Stadium 4, dengan penurunan GFR parah ( 15 s.d 29 ml/min)
e. Stadium 5, gagal ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min)
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance CreatininTest) dapat
digunakan dengan rumus :Clearance creatinin ( ml/menit ) = ( 140-umur ) x berat badan
( kg) 72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
1.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Urine
1) Volume : < 400 ml/24 jam(oliguria)/anuria
2) Warna : urin keruh
3) Berat jenis < 1, 015
4) Osmolalitas< 350 m osm/ kg
5) Klirens kreatinin : turun
6) Na++ > 40 mEq/lt
7) Protein : proteinuria (3-4+)
b. Darah
1) BUN/Kreatinin : >0,6-1,2 mg/dL(untuk laki-laki), >0,5-1,1 mg/dL(wanita)
2) Ureum : 5-25 mg/dL
3) Hitung darah lengkap : Ht turun, Hb < 7-8 gr%
4) Eritrosit : waktu hidup menurun
5) GDA, Ph menurun : asidosis metabolik 6)Na ++ serum : menurun
6) K+ : meningkat
7) Mg +/ fosfat : meningkat
8) Protein (khusus albumin) : menurun
c. Osmolalitas serum > 285 m osm/kg
d. KUB foto : ukuran ginjal / ureter/KK dan obstruksi ( batas)
e. Pielogram retrograd : identifikasi ekstravaskuler, massa.
f. Sistouretrogram berkemih : ukuran KK, refluks kedalaman ureter, retensi.
g. Ultrasono ginjal : sel. Jaringan untuk diagnosis histologist.
h. Endoskopi ginjal, nefroskopi : batu, hematuria, tumor
i. EKG : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
j. Foto kaki, tengkorak, kulomna spinal (Wijaya dan Putri, 2017)
1.7 Penatalaksanaan
a. Pengaturan minum : pemberian cairan
b. Pengendalian hipertensi=<intake garam
c. Pengendalian K+ darah
d. Penanggualan anemia: transfusi
e. Penanggualan asidosis
f. Pengobatan dan pencegahan infeksi
g. Pengaturan protein dalam makan
h. Pengobatan neuropati
i. Dialisis
j. Tlansplatasi ginjal (Wijaya dan Putri, 2017
2. Konsep Hemodialisa
Hemodialisa di indonesia dimulai pada tahun 1970, dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan, umumnya dipergunakan ginjal buatan yang
kompertemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermeabel (hallow fibre kidney).
Kualitas hidup yang diperolehcukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang
14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Sudoyo et al. 2009)
2.1 Definisi
Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan bio kimiawi darah
yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan menggunakan mesin
hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah satu bentuk terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy /RRT) dan hanya menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi ginjal.
Hemodialisis dilakukan pada penderita PGK stadium V dan pada pasien dengan AKI
( Acute Kidney Injury) yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Hemodialisa adalah suatu
prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di
luar tubuh yang disebut dialyzer. Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah.
Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka dibuat suatu hubungan buatan diantara arteri dan
vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan. Hemodialisa adalah proses pembersihan
darah oleh akumulasi sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap
akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat
(Nursalam, 2006).
2.2 Tujuan
Hemodialisis tidak mengatasi gangguan kardiovaskuler dan endokrin pada penderita
PGK. Tindakan hemodialisis bertujuan untuk membersihkan nitrogen sebagai sampah hasil
metabolisme, membuang kelebihan cairan, mengoreksi elektrolit dan memperbaiki
gangguan keseimbangan basa pada penderita PGK (Levy, dkk., 2004).
Tujuan utama tindakan hemodialisis adalah mengembalikan keseimbangan cairan
intraseluler dan ekstraseluler yang terganggu akibat dari fungsi ginjal yang rusak
(Himmelfarb & Ikizler, 2010)
1) membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat.
2) Membuang kelebihan air.
3) Mempertahankan sistem buffer tubuh.
4) Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
5) Memperbaiki status kesehatan pasien.
2.3 Indikasi
a. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien gagal ginjal kronik dan gagal ginjal
akut untuk sementara samapai fungsi ginjal pulih (laju filtrasiglomerulus <5 ml).
b. Pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:
Hiperkalemia (K+ darah>6 meq/l), Asidosis, Kegagalan terapi konservatif, Kadar ureum
/kreatinin tinggi dalam darah (ureum>200mg%, kreatinin serum> 6mEq/l, Kelebihan
cairan, Mual dan muntah yang hebat
c. Intoksikasi obat dan zat kimia
d. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat
e. Sindrom hepatorenal dengan kriteria : K+pH darah <7,10 asidosis, Oliguria/an uria >5
hari, GFR <5ml/i pada CKD, ureum darah >200mg/dl (Wijaya dan Putri, 2017)
Pada umumnya indikasi dialisis pada CKD adalah bila laju filtrasi glomerulus (LFG
sudah kurang dari 5 mL/menit, yang di dalam praktek dianggap demikian bila (TKK) <5
Ml/menit. Keadaan pasien yang hanya mempunyai TKK <5 mL/menit tidak selalu sama,
sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut di
bawah:

a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata


b. K serum >6 mEq/L
c. Ureum darah 200mg/dl
d. pH darah <7,1
e. Anuria berkepanjangan (>5 hari)
f. Fluid overloaded (Sudoyo et al. (2010)
2.4 Proses Hemodialisa
Proses hemodialisa dengan cara difusi dihubungkan dengan pergeseran partikel-
partikel dari daerah konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah oleh tenaga yang ditimbulkan
oleh perbedahan konsentrasi zat-zat terlarut di kedua sisi membran dialisis, difusi
menyebabkan pergeseran urea kreatinin dan asam urat dari darah ke larutan dialisat.
Ada tiga prinsip yang mendasari cara kerja hemodialisis, yaitu:
a. Difusi
Toksik dan limbah di dalam darah dialihkan melalui proses difusi. Melalui cara
bergeraknya darah yang berkosentrasi tinggi ke cairan dialisat yang berkonsentrasi
lebihrendah. Cairan dialisat tersusun dari elektrolit yang penting dengan konsentrasi
ekstraselyang ideal. Kadar elektrolit darah dapat dikendalikan dengan mengatur
rendaman dialisatsecara tepat.
b. Osmosis
Air yang berlebih dikeluarkan melalui proses osmosis. Keluarnya air dapat diatur
denganmenciptakan gradien tekanan. Air bergerak dari tekanan yang lebih tinggi
(tubuh) ketekanan yang lebih rendah (cairan dialisat)
c. Ultrafiltrasi
Peningkatan gradien tekanan dengan penambahan tekanan negatif yang biasa
disebutultrafiltrasi pada mesin dialysis. Tekanan negatif diterapkan pada alat ini.
Untukmeningkatkan kekuatan penghisap pada membrane dan memfasilitasi
pengeluaranair. Kekuatan ini diperlukan hingga mencapai isovolemia (keseimbangan
cairan)
2.5 Indikasi Dan Kontraindikasi Hemodialisa
a. Indikasi :
 Klien dengan syndrome uremik/azotemia (gagal ginjal akut dan kronik), ureum >
200 mg/dl dan kreatinin > 1,5 mg/dl
 Hiperkalemia, kadar kalium > 5,0 mEq/L
 Asidosis, pH darah < 7,1
 Kelebihan cairan
 Dehidrasi berat
 Keracunan barbiturate
 Leptospirosis
b. Kontraindikasi :
Kontraindikasi untuk dialisa menurut PERNEFRI (2003: 290), antara lain :
 Tidak mungkin didapatkan akses vaskular pada hemodialisa atau terdapat gangguan
di rongga peritoneum pada CAPD ( Contious Ambulatory peritoneal Dialysis).
 Akses vaskular sulit.
 Instabilitas hemodinamik.
 Koagulopati.
 Penyakit Alzheimer.
 Dementia multi infark.
 Sindrom hepatorenal.
 Sirosis hati berlanjut dengan enselopati.
 Keganasan lanjut.

2.6 Komponen Hemodialisa


a. Mesin Hemodialisa
Mesin hemodialisa memompa darah dari pasien ke dialyzer sebagai membran
semipermiabel dan memungkinkan terjadi proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi karena
terdapat cairan dialysate didalam dialyzer. Proses dalam mesin hemodialisa merupakan
proses yang komplek yang mencakup kerja dari deteksi udara, kontrol alarm mesin dan
monitor data proses hemodialisa (Misra, 2005).
b. Ginjal Buatan (dialyzer)
Dialyzer atau ginjal buatan adalah tabung yang bersisi membrane semipermiabel dan
mempunyai dua bagian yaitu bagian untuk cairan dialysate dan bagian yang lain untuk
darah. Beberapa syarat dialyzer yang baik adalah volume priming atau volume dialyzer
rendah, clereance dialyzer tinggi sehingga bisa menghasilkan clearance urea dan creatin
yang tinggi tanpa membuang protein dalam darah, koefesien ultrafiltrasi tinggi dan tidak
terjadi tekanan membrane yang negatif yang memungkinkan terjadi back ultrafiltration,
tidak mengakibatkan reaksi inflamasi atau alergi saat proses hemodialisa
(hemocompatible), murah dan terjangkau, bisa dipakai ulang dan tidak mengandung
racun (Levy, dkk., 2004).
c. Dialysate
Dialysate adalah cairan elektrolit yang mempunyai komposisi seperti cairan plasma
yang digunakan pada proses hemodialisis Cairan dialysate terdiri dari dua jenis yaitu
cairan acetat yang bersifat asam dan bicarbonat yang bersifat basa. Kandungan dialysate
dalam proses hemodialisis menurut (Levy, dkk., 2004).
d. Blood Line (BL) atau Saluran Darah
Blood line untuk proses hemodialisa terdiri dari dua bagian yaitu bagian arteri berwarna
merah dan bagian vena berwarna biru. BL yang baik harus mempunyai bagian pompa,
sensor vena, air leak detector (penangkap udara), karet tempat injeksi, klem vena dan
arteri dan bagian untuk heparin (Misra, 2005). Fungsi dari BL adalah menghubungkan
dan mengalirkan darah pasien ke dialyzer selama proses hemodialysis
e. Fistula Needles
Fistula Needles atau jarum fistula sering disebut sebagai Arteri Vena Fistula (AV
Fistula) merupakan jarum yang ditusukkan ke tubuh pasien PGK yang akan menjalani
hemodialisa. Jarum fistula mempunyai dua warna yaitu warna merah untuk bagian arteri
dan biru untuk bagian vena.
2.7 Prosedur Tindakan Hemodialisa
Hemodialisa dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal
buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompertemen yang terpisah. Darah pasien dipompa
dan dialirkan ke kompartemen yang dibatasi oleh selaput semipermeabel buatan (artifisial)
dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa metabolisme
nitrogen. Cairan dialisis dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi
karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yangrendah, sampai
konsentrasi zat terlarut sama di kedua kompartemen (difusi). Pada proses dialisis, air juga
dapat berpindah dari kompartemen darah kekonpartemen cairan dialisat dengan cara
menaikkan tekanan hidrostatik negatif pada kompartemen cairan dialisat. Perpindahan air ini
disebut ultrafiltrasi.
Besar pori pada selaput akan menentukan besar molekul zat pelarut yang berpindah.
Molekul dengan berat molekul lebih besar akan berdifusi lebih lambat dibanding molekul
lebih rendah. Kecepatan perpindahan zat pelarut tersebut makin tinggi bila konsentrasi di
kedua kompartemen makin besar, diberikan tekanan hidrolik dikompartemen darah, dan bila
tekanan osmotik di kompartemen cairan dialisis lebih tinggi. Cairan dialisis inimengalir
berlawaan arah dengan darah untuk meningkatkan efisiensi. Perpindahan zat terlarut pada
awalnya berlangsung cepat tetapi kemudian melambat sampai konsentrasinya sama dikedua
kompartemen. (Pudji et al,2009)
2.8 Penatalakasanaan Pasien yang Menjalani Hemodialisis
a. Obeservasi daerah femoral (lipatan), yang aka digunakan penusukan
b. Letakkan posisi tidur pasien terlentang dan posisi kaki yang akan ditusuk fleksi
c. Lakukan perabaan arteri untuk mencari vena femoral dengan cara menaruh 3 jari di atas
pembuluh darah arteri, jari tengah di atas arteri
d. Dengan jari tengah 1 cm ke arah medial untuk penusukan jarum AV Fistula
2.9 Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani HD adalah gangguan
hemodinamik. Tekanan darah umumnya menurun dengan dilakukannya UF atau penarikan
cairansaat HD. Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani HD
reguler. Namun sekitar 5-15% dari pasien HD tekanan darahnya justru meningkat. Kondisi
ini disebut hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension (HID) (Agarwal dan Light,
2010). Komplikasi HD dapat dibedakan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik
(Daurgirdaset al.,2007)
a. Komplikasi akut hemodialisis (Bieber Dan Himmelfarb, 2013)
Hipotensi, hipertensi, reaksi alergi, anemia, kram otot, emboli udara, dan dialysis
disequilibirium,
b. Komplikasi kronik hemodialisis (Bieber Dan Himmelfarb, 2013)
Penyakit jantung, malnutrisi, hipertensi/volume excess, anemia, renal osteodystrophy,
neurophary, disfungsi reproduksi, komplikasi pada akses. Gangguamn perdarahan,
infeksi, amyloidosis dan acquired cystic kidney disease
3. Konsep Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian
a. Data Biografi :identitas pasien, nama, umur, jenis kelamin, agama, status perkawinan,
pendidikan, suku/bangsa, pekerjaan, alamat, ruang,identitas penaggung jawab,
hubungan dengan pasien, no telepon,asuransi kesehatan (jika ada).
b. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama/alasan masuk Rumah sakit
b) Riwayat kesehatan sekarang : dimulai dri akhir masa sehat, ditulis dengan
kronologis sesuai urutan waktu, dicatat perkembangan dan perjalanan penyakitnya
seperti : faktor pencetus, sifat keluhan (mendadak/berlahan-lahan/terus
menerus/hilang timbul atau berhubungan dengan waktu, lokalisasi dan sifarnya
(menjalar/menyebar/berpindah/menetap), bearat ringannya keluhan
(menetap/cenderung bertambah atau berkurang), lamanya keluhan, upaya yang
dilakukan untuk mengatasi, keluhan saat pengkajian, diagnosa medik
c) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk mengatasi,
riwayat masuk RS), Alergi, Obat-obatan yang pernah digunakan.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit menular/tidak menular/keturunan dalam keluarga, disertaigenogram.
e) Pengkajian lingkungan
Pengkajian lingkungan rumah, lingkungan klien bekerja, fokus padaupaya
keamanan klien, informasi tentang lingkungan rumah dantempat bekerja
meliputi:tata ruang, kebersihan, resiko cidera, paparan polusi, pencahayaan,
susasana rumah,
c. Pola fungsional gordon
1. Pola management kesehatan/persepsi kesehatanPersepsi terhadap penyakit yang
dialaminya, Riwayat penggunaan tembakau, alkohol, alergi (obat-obatan, makanan
reaksi alergi), mengatur dan menjaga kesehatannya, pengetahuandan praktik
pencegahan penyakit.
2. Pola nutrisi dan metabolik
Kebiasaan klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisisebelum dan sesudah sakit
meliputi : jenis makanan dan minumanyang dikonsumsi, frekuensi makan dan
minum, porsi makan,makanan yang disukai, nafsu makan (normal,meningkat,
menurun), pantangan atau alergi, penurunan sensasi kecap, mual-muntah,stomatitis,
kesulitan menelan (disfagia). riwayat masalahkulit/penyembuhan (ruam, kering,
keringat berlebihan, penyembuhan abnormal, jumlah minum/24 jam dan jenis
(kehausanyang sangat), mengkaji ABCD yaitu :
a. (Antropometri): BB, TB,sebelum dan sesudah sakit fluktuasi BB 6 bulan terakhir
(naik/turun),
b. (Biocemicle): Hemoglobin, Leukosit, Trombosit,Hematoktit (cairan), Albumin
edema,
c. (Clinicel) : turgor kulit,konjungtiva, CRT,
d. (Diet) : diet/suplment khusus, Instruksi dietsebelumnya.
3. Pola eliminasi
Buang air besar (BAB) : Frekuensi, waktu, Warna, konsistensi,Kesulitan (diare,
konstipasi, inkontinensia), Buang Air Kecil (BAK): Frekuensi, Kesulitan/keluhan
(disuria, noktiria, hematuria,retensia, inkontinensia).
4. Pola aktivitas dan kebersihan diri kemampuan perawatan diri
0 : Mandiri
1: dengan alat bantu
2: dibantu orang lain
3: dibantu orang lain dan peralatan
4: ketergantian / ketidakmampuan
5. Pola istirahat dan tidur Lama tidur : (jam/malam, tidur siang , tidur sore), waktu
kebiasaan menjelang tidur, masalah tidur (insomnia, terbangun dini, mimpi buruk),
perasaan setelah bangun (merasa segar / tidak setelah tidur).
6. Pola kognitif dan Persepsi sensori
Status mental (sadar / tidak, orientasi baik atau tidak), bicara: normal, genap, aphasia
ekspresif, kemampuan berkomunikasi, kemampuan memahami, tingkat ansietas ,
Pendengaran: DBN, Tuli, tinitis, alat bantu dengar, Penglihatan (DBN, Buta,
katarak,kacamata, lensa kontak, dll), vertigo, ketidaknyamanan/nyeri/akut/ kronis,
penatalaksaan nyeri
7. Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan klien tentang dirinya, gambar dirinya, ideal dieinya,harga dirinya, peran
dirinya, ideal dirinya.
8. Pola hubungan peran
Pekerjaan, sistem pendukung : (pasangan, tetangga, keluarga serumah, keluarga
tinggal berjauhan, maslah keluarga berkenaan dengan perawatan RS, kegiatan sosial :
bagaimana hubungan dengan masyarakat.
9. Pola seksual dan reproduksi
Tanggal Menstruasi Terakhir (TMA), masalah-masalah dalam pola reproduksi, Pap
smear terakhir, kepuasan dan tidak puasanklien dalam pola seksualitas, kesulitan
dalam pola seksualitas,masalah seksual B. D penyakit
10. Pola koping dan toleransi stres
Perawat mengkaji kemampuan klien dalam mengelola stess, Kehilangan/perubahan
besar dimasa lalu, Hal yang dilakukan saat ada masalah, Pengguanaan obat saat
menghilangkan stres, Keadaan emosi dalam sehari-hari (santai/tegang), keefektifan
dalam mengelola stress.
11. Pola nilai dan Keyakinan
Keyakinan Agama, budaya, Pengaruh agama dalam kehidupan.
d. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum: Kesadaran, Klien tampak sehat/ sakit/sakit berat
b) Tanda –tanda vital : TD, ND, RR, S
c) Kulit : Warna kulit (sianosis, ikterus, pucat eritema), Kelembaban, Turgor kulit,
Ada/tidaknya edema
d) Kepala/rambut : Inspeksi, Palpasi
e) Mata : Fungsi penglihatan, Ukuran pupil, Konjungtiva, Lensa/iris, Odema palpebra,
Palpebra, Sklera
f) Telinga : Fungsi pendengaran, Kebersihan, Daun telinga, Fungsi keseimbangan,
Sekret, Mastoid
g) Hidung dan sinus : Inspeksi, Fungsi penciuman, Pembengkakan, Kebersihan,
Pendarahan, Sekret
h) Mulut dan tenggorokan : Membran mukosa, Keadaan gigi, Tanda radang (gigi, lidah,
gusi), Trismus, Kesulitan menelan, Kebersihan mulut
i) Leher : Trakea simetris atau tidak, Kartoid bruid, JVP, Kelenjar limfe, Kelenjar
tiroid, Kaku kuduk
j) Thorak atau paru : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
k) Jantung : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
l) Abdomen : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
m) Ekstremitas : Vaskuler perifer, Capilari refil, Clubbing, Perubahan warna
n) Neurologis : Status mental/GCS, Motorik, Sensori, Tanda rangsangan meningkat,
Saraf kranial, Reflek spikologis, Reflek patologis
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Hipervolemia berhubungan dengan mekanisme regulasi
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik oleh karena punksi selama HD
3.4 Intervensi Keperawatan
1. Hipervolemia berhubungan dengan mekanisme regulasi (SDKI 0022)
Hipervolemia merupakan peningkatan volume cairan intravaskular, interstisial dan
intraselular. penyebab: asupan enternal, intoleransi makanan, imobilisasi, makanan
kontaminan, malnutrisi, pembedahan, efek agen (mis. Narkotik, antibiotik, laksatif
anastesi), proses penuaan, kecemasan.
1. Gangguan makanisme regulasi
2. Kelebihan asupan cairan
3. Kelebihan asupan natrium
4. Gangguan aliran balik vena
5. Efek agen farmakologis
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 5 jam diharapkan masalah keperawatan
dapat teratasi dengan kriteria hasil sebagai berikut :
Keseimbangan Cairan (SLKI 03020) :
1. Asupan cairan meningkat
2. Membran mukosa membaik
3. Mata cekung membaik
4. Turgor kulit membaik
5. Berat badan Tekanan darah membaik
6. Denyut nadi radial membaik
7. Tekanan arteri rata rata membaik
8. membaik.Haluaran urin meningkat
9. Kelembapan membrane mukosa meningkat
10. Asupan makanan meningkat
11. Edema menurun
12. Dehidrasi menurun
Intervensi : Manajemen Hipervolemia (SIKI 03114)
Observasi
1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis. Ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP
meningkat, refleks hepatojugular positif, suara napas tambahan)
2. Identifikasi penyebab hipervolemia.
3. Monitor status hemodinamik (mis. Frekuensi jantung, tekanan darah MAP, CVP,
PAP, POMP, CO, CI) jika tersedia
4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. Kadar natrium, BUN, hematocrit, berat jenis
urine)
6. Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma (mis. Kadar protein dan albumin
meningkat)
7. Monitot kecepatan infus secara ketat
8. Monitor efek samping diuretik (mis. Hipotensi ortortstatik, hipovolemia,
hipokalemia, hiponatremia)
Terapeutik
1. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
2. Batasi asupan cairan dan garam
3. Tinggikan kepala tempat tidur 30-40̊
Edukasi
1. Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam
2. Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam sehari
3. Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuretik
2. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik
3. Kolaborasi pemberian continuous renal replacement therapy ( CRRT), jika perlu
2. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan Berhubungan Dengan Gangguan Metabolisme
(SDKI 0129)
Gangguan integritas kulit/jaringan adalah kerusakan kulit (dermis,dan/atau epidermis)
atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendo, tulang kartilago, kapsul sendi
dan/atau ligamen) Penyebabnya :
1. Perubahan sirkulasi
2. Perubahan status nutrisi (kelebihan dan kekurangan cairan)
3. Kekuranga/kelebihan volume cairan
4. Penurunan mobilitas
5. Bahan kimia iritatif
6. Suhu lingkungan yang ekstrem
7. Faktor mekanis (mis. Penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau faktor elektris
(elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi)
8. Efek samping terapi radiasi
9. Kelembapan
10. Proses penuaan
11. Neuropati perifer
12. Perubahan pigmentasi
13. Perubahan hormonal
14. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi integritas
jaringa
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 5 jam diharapkan masalah
keperawatan dapat teratasi dengan kriteria hasil sebagai berikut :
Integritas Kulit Dan Jaringan (SLKI 14125) :
1. Elastisitas meningkat
2. Hidrasi meningkat
3. Perfusi jaringan meningkat
4. Kerusakan jaringan menurun
5. Kerusakan lapisan kulit menurun
6. Perdarahan menurun
7. Kemerahan menurun
8. Hematoma menurun
9. Pigmentasi abnormal menurun
10. Jaringan parut menurun
Intervensi : Perawatan Integritas Kullit (SIKI 11353)
Observasi
1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan sirkulasi,
perubahan status nutrisi, penurunan kelembapan, suhu lingkungan ekstrem,
penurunan mobilitas)
Terapeutik
1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
2. Lakikan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
3. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare
4. Gunakan prodak berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
5. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergi pada kulit sensitif
6. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembap (mis. Lotion, serum)
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayuran
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
6. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (SDKI 0077)
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan
Penyebabnya :
1. Agen pencedera fisiologis (mis,inflamasi, iskemia, neoplasma)
2. Agen pencedera kimiawi (mis, terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (mis, abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 5 jam diharapkan masalah keperawatan
dapat teratasi dengan kriteria hasil sebagai berikut :
Tingkat Nyeri (SLKI 08066) :
1. Keluhan nyeri
2. Meringis
3. Sikap protektif
4. Gelisah
5. Kesulitan tidur
6. Menarik diri
7. Berfokus pada diri sendiri
8. Ketegangan otot
Intervesi : Manajemen nyeri (SIKI 08238)
Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifkasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5. Identifkasi pngetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7. Identifkasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah di berikan
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis, akupresur, terapi
music, terapi pijat, aromaterapi, kompres hangat
2. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri (mis, suhu ruangan, pencahayaan, dan
kebisingan)
3. Fasilitasi istrahat tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemelihana strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
1. Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
2. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
3. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

3.5 Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana


keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi (Wartonah,
2015). Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana
asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien mencapai
tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008).
Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
d. Tanda tangan perawat pelaksana
3.6 Evaluasi

Menurut Mahyar (2010) evaluasi keperawatan terdiri dalam beberapa komponen


yaitu, tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan, diagnosa keperawatan, dan
evaluasi keperawatan. Evaluasi keperawatan ini dilakukan dalam bentuk subjektif, objektif,
assessment, dan planning (SOAP). Evaluasi yaitu penilaian hasil dari proses. Penilaian hasil
menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan,
Penilaian ini merupakan proses untuk menentukan apakah ada atau tidak kekeliruan dari
setiap tahapan proses mulai dari pengkajian hingga pelaksanaan. Evaluasi dilakukan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan
hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian hingga
pelaksanaan. Menurut Dermawan D. (2012) evaluasi adalah proses keberhasilan tindakan
keperawatan yang membandingkan antara proses dengan tujuan yang telah ditetapkan, dan
menilai efektif tidaknya dari proses keperawatan yang dilaksanakan serta hasil dari penilaian
keperawatan tersebut digunakan untuk bahan perencanaan selanjutnya apabila masalah
belum teratasi
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Akses Pembuluh Darah, diakses tanggal 20 juni 2018, melalui <https://www.sahabat
ginjal.com/penting-bagi-anda/hemodialisis>
Bayhakki. 2013. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gagal Ginjal Kronik. Jakarta: EGC Heardman.
2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 EGC:Jakarta
Huddak and Gallo 2010, Fahmi 2016. Pengaruh Self Management Dietary Counseling Terhadap
Self Care Dan Status Cairan Pada Pasien Hemodialisa, Tesis, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Ika 2015. Laporan Pendahuluan “Chronic Kidney Disease (CKD)” dilihat 4 Mei 2018, melalui
<http://repository.lppm.unila.ac.id/1391/1/49-54-IKA-A.pdf >Joy et al (2014).
Keperawatan Medikal Bedah Yogyakarta: Rapha Publishig
Kirana 2015. Laporan pendahuluan Asuhan Keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease
diakses pada tanggal 4 mei 2018 melalui <https://www.academia.edu/31553378/
CHRONIC_KIDNEY_DEASES
McAlexcander 2016, Faruq 2017, Upaya Penurunan Volume Cairan Pada PasienGagal Ginjal
Kronis, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Oscar 2017, Situasi Penyakit Ginjal Kronik diakses pada tanggal 25 Mei 2018, melalui
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin
%20ginjal%202017.pd
Sudoyo et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: InternaPublishing
Suharyanto, T. Madjid A, 2009. Asuhan Keperewatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan . Jakarta: Penerbit Trans Info Media
Syaifudin. 2011. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk Keparawatan &
Kebidanan Ed 4 Jakarta: EGC
Wijaya dan Putri. 2017. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Teoridan Contoh
Askep. Yogyakarta: Nuha Medika
Wilson 2012, Fahmi 2016. Pengaruh Self Management Dietary Counseling Terhadap Self Care
Dan Status Cairan Pada Pasien Hemodialisa Tesis,Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai