RSUD-BANGIL
Oleh :
2022611017
2022
1. CHRONIC KIDNEY DISEASE
1.1 Pengertian Chronic Kidney Disease
(CKD) merupakan penurunan fungsi ginjal progresif yang ireversibel ketika ginjal
tidak mampu mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yang
menyebabkan terjadinyauremia dan azotemia (Bayhakki, 2013). Chronic Kidney Disease
adalah kemunduran fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel dimana terjadi kegagalan
kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit
yang mengakibatkan uremia atau azotemia (Wijaya dan Putri, 2017).
1.2 Etiologi
a. Gangguan pembuluh darah ginjal : Berbagai jenis lesi vaskular dapat menyebabkan
iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling sering adalah
aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan kontriksiskleratik progresif pada
pembuluh darah hiperplasia fibromuskular padasatu atau lebih arteri besar yang juga
menimbulkan sumbatan pembuluh darah nefrosklerosis yaitu saatu kondisi yang
disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak diobati, dikarakteristikan oleh penebalan,
hilangnya elastisitas sistem, perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran
darah dan akhirnya gagal ginjal.
b. Gangguan imunologis: Seperti glomerulonefritis & SLE
c. Infeksi : Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E. Coli yang berasal
dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal melalui
aliran darah atau yang lebih sering secara asceden dari traktus urinarius bagian bawah
lewat ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversibel ginjal yang
disebut plenlonefritis.
d. Gangguan metabolik : seperti DM (Diabetes Melitus) yang menyebabkan mobilisasi
lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membran kapiler dan di ginjal dan
berkelanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadinefripati amiliodosis yang
disebabkan oleh endapan zat-zat protein emia abnormal pada dinding pembuluh darah
secara serius merusak membran glomerulus.
e. Gangguan tubulus primer : terjadi nefrotoksis akibat analgesik atau logam berat.
f. Obstruksi taktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dankontriksi uretra.
g. Kelainan kongenetal dan herediter: penyakit polikistik = kondisi keturunan yang
dikarakteristik oleh terjadinya kista/kantong berisi cairan di dalam ginjal dan organ lain,
serta tidak adanya jar. Ginjal yang bersifat kongenetal (hipoplasia renalis) serta adanya
asidosis.
1.3 Manifestasi Klinik
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal
jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema. Pada gagal
ginjal kronik hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme terjadinya hipertensi pada
CKD oleh karena penimbunan garam dan air, atau sistem renin angiostensin aldosteron
(RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang sering dijumpai akibat kelebihan cairan
tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang disertai efusi perikardial. Gangguan irama
jantung sering dijmpai akibat gangguan elektrolit.
b. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kusmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suarakrekles.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, fomitus yang berhubungan denganmetabolisme protein dalam usus,
perdarahan pada saluran gastrointestinal,ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau
ammonia. akibat metabolisme protein yang terganggu oleh bakteri usus sering pula
faktor uremikumakibat bau amoniak dari mulut. Disamping itu sering timbul
stomatitis,cegukan juga sering yang belum jelas penyebabnya. Gastritis erosif hampir
dijumpai pada 90 % kasus CKD, bahkan kemungkinan terjadi ulkus peptikum dan
kolitis uremik.
d. Gangguan muskuluskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selaludigerakkan), burning feet
syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutamaditelapak kaki), tremor, miopati
(kelemahan dan hipertropi otot-ototekstremitas. Penderita sering mengeluh tungkai
bawah selalu bergerak-gerak ( restlesslessleg syndrome), kadang tersa terbakar pada
kaki,gangguan syaraf dapat pula berupa kelemahan, gangguan tidur,
gangguankonsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan kesadaran atau koma
e. Gangguan integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan
urokrom. Gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh. Kulit berwarna pucat, mudah
lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik hitam dangatal akibat uremik atau
pengendapan kalsium pada kulit.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metaboliclemak dan vitamin D.
g. Sistem hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum-sum tulang berkurang, hemodialisi akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi trombosit dan trombositopeni. selain anemi pada CKD sering disertai
pendarahan akibat gangguan fungsi trombosit atau dapat pula disertai trombositopeni.
Fungsileukosit maupun limposit dapat pula terganggu sehingga pertahanan seluler
terganggu, sehingga pada penderita CKD mudah terinfeksi, oleh karenaimunitas yang
menurun.
h. Gangguan lain
Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi, gangguan elektrolit dan
asam basa hampir selalu dijumpai, seperti asidosismetabolik, hiperkalemia,
hiperforfatemi, hipokalsemia. (Wijaya dan Putri,2017)
1.4 Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produksi akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremiadan mempengarui setiap
sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka grjala akan semakin berat.
Dan banyak gejala uremia membaik setelah dialisis (Wijaya dan putri, 2017).
Penyebab yang mendasari CKD bermacam-macam seperti penyakit glomerulus baik primer
maupun sekunder, penyakit vaskular, infeksi, nefritis interstisial, obstruksi saluran kemih.
Patofisiologi penyakit ginjal kronik melibatkan 2 mekanisme kerusakan :
a) mekanisme pencetus spesifik yang mendasari kerusakan selanjutnya seperti kompleks
imun dan mediator inflamasi pada glomerulo nefritis, atau pajanan zat toksin pada
penyakittubulus ginjal dan interstitium;
b) mekanisme kerusakan progresif yang ditandai dengan adanya hiperfiltrasi dan hipertrofi
nefron yang tersisa.
Ginjal kita memiliki 1 juta nefron, dan masing – masing memiliki kontribusi
terhadap total GFR. Pada saat terjadi renal injury karena etiologi seperti yang telah
dijelaskan di atas, pada awalnya ginjal masih memiliki kemampuan untuk mempertahankan
GFR. Namun pada akhirnya nefron sehat yang tersisa ini akan mengalami kegagalan dalam
mengatur autoregulasi tekanan glomerular, dan akan menyebabkan hipertensi sistemik
dalam glomerulus. Peningkatan tekanan glomerulus ini akan menyebabkan hipertrofi nefron
yang sehat sebagai mekanisme kompensasi. Pada tahap ini akan terjadi poliuria, yang bisa
menyebabkan dehidrasi dan hiponatremia akibat ekskresi Na melalui urin meningkat.
Peningkatan tekanan glomerulus ini akan menyebabkan proteinuria. Derajat proteinuria
sebanding dengan tingkat progresi dari gagal ginjal. Reabsorpsi protein pada sel
tubuloepitelial dapat menyebabkan kerusakan langsung terhadap jalur lisosomal
intraselular, meningkatkan stres oksidatif, meningkatkan ekspresi lokal growth faktor, dan
melepaskan faktor kemotaktik yang pada akhirnya akan menyebabkan inflamasi dan
fibrosis tubulointerstitiel melalui pengambilan dan aktivasi makrofag.
Inflamasi kronik pada glomerulus dan tubuli akan meningkatkan sintesis matriks
ektraseluler dan mengurangi degradasinya, dengan akumulasi kolagen tubulointerstitiel
yang berlebihan. Glomerular sklerosis, fibrosis tubulo interstitiel, dan atropi tubuler akan
menyebabkan massa ginjal yang sehat menjadi berkurang dan akan menghentikan siklus
progresi penyakit oleh hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron.
Karena penurunan laju filtrasi glomerulus, maka ginjal tidak mampu untuk
mengekskresikan zat – zat tertentu seperti fosfat sehingga timbul hiperfosfatemia.
Hiperfosfatemia akan menstimulasi FGF-23, growth faktor ini akan menyebabkan inhibisi
1- α hydroxylase. Enzim ini digunakan dalam sintesis kalsitriol. Karena inhibisi oleh FGF-
23 maka sintesis kalsitriol punakan menurun. Akan terjadi resistensi terhadap vitamin D.
Sehingga feedback negatif terhadap PTH tidak berjalan. Terjadi peningkatan hormon
parathormon. Akhirnya akan timbul hiperparatiroidisme sekunder. Hiperparatiroidisme
sekunder akan menyebabkan depresi pada sumsum tulang sehingga akan menurunkan
pembentukan eritropoetin yang pada akhirnya akan menyebabkan anemia.
PATWAY
1.5 Klasifikasi Berdasarkan Derajat Penyakitnya
Dibawah ini 5 stadium penyakit Chronic Kidney Disease sebagai berikut :
a. Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min)
b. Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min)
c. Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat (30 s/d 59 ml/min)
d. Stadium 4, dengan penurunan GFR parah ( 15 s.d 29 ml/min)
e. Stadium 5, gagal ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min)
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance CreatininTest) dapat
digunakan dengan rumus :Clearance creatinin ( ml/menit ) = ( 140-umur ) x berat badan
( kg) 72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
1.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Urine
1) Volume : < 400 ml/24 jam(oliguria)/anuria
2) Warna : urin keruh
3) Berat jenis < 1, 015
4) Osmolalitas< 350 m osm/ kg
5) Klirens kreatinin : turun
6) Na++ > 40 mEq/lt
7) Protein : proteinuria (3-4+)
b. Darah
1) BUN/Kreatinin : >0,6-1,2 mg/dL(untuk laki-laki), >0,5-1,1 mg/dL(wanita)
2) Ureum : 5-25 mg/dL
3) Hitung darah lengkap : Ht turun, Hb < 7-8 gr%
4) Eritrosit : waktu hidup menurun
5) GDA, Ph menurun : asidosis metabolik 6)Na ++ serum : menurun
6) K+ : meningkat
7) Mg +/ fosfat : meningkat
8) Protein (khusus albumin) : menurun
c. Osmolalitas serum > 285 m osm/kg
d. KUB foto : ukuran ginjal / ureter/KK dan obstruksi ( batas)
e. Pielogram retrograd : identifikasi ekstravaskuler, massa.
f. Sistouretrogram berkemih : ukuran KK, refluks kedalaman ureter, retensi.
g. Ultrasono ginjal : sel. Jaringan untuk diagnosis histologist.
h. Endoskopi ginjal, nefroskopi : batu, hematuria, tumor
i. EKG : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
j. Foto kaki, tengkorak, kulomna spinal (Wijaya dan Putri, 2017)
1.7 Penatalaksanaan
a. Pengaturan minum : pemberian cairan
b. Pengendalian hipertensi=<intake garam
c. Pengendalian K+ darah
d. Penanggualan anemia: transfusi
e. Penanggualan asidosis
f. Pengobatan dan pencegahan infeksi
g. Pengaturan protein dalam makan
h. Pengobatan neuropati
i. Dialisis
j. Tlansplatasi ginjal (Wijaya dan Putri, 2017
2. Konsep Hemodialisa
Hemodialisa di indonesia dimulai pada tahun 1970, dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan, umumnya dipergunakan ginjal buatan yang
kompertemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermeabel (hallow fibre kidney).
Kualitas hidup yang diperolehcukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang
14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Sudoyo et al. 2009)
2.1 Definisi
Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan bio kimiawi darah
yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan menggunakan mesin
hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah satu bentuk terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy /RRT) dan hanya menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi ginjal.
Hemodialisis dilakukan pada penderita PGK stadium V dan pada pasien dengan AKI
( Acute Kidney Injury) yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Hemodialisa adalah suatu
prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di
luar tubuh yang disebut dialyzer. Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah.
Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka dibuat suatu hubungan buatan diantara arteri dan
vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan. Hemodialisa adalah proses pembersihan
darah oleh akumulasi sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap
akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat
(Nursalam, 2006).
2.2 Tujuan
Hemodialisis tidak mengatasi gangguan kardiovaskuler dan endokrin pada penderita
PGK. Tindakan hemodialisis bertujuan untuk membersihkan nitrogen sebagai sampah hasil
metabolisme, membuang kelebihan cairan, mengoreksi elektrolit dan memperbaiki
gangguan keseimbangan basa pada penderita PGK (Levy, dkk., 2004).
Tujuan utama tindakan hemodialisis adalah mengembalikan keseimbangan cairan
intraseluler dan ekstraseluler yang terganggu akibat dari fungsi ginjal yang rusak
(Himmelfarb & Ikizler, 2010)
1) membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat.
2) Membuang kelebihan air.
3) Mempertahankan sistem buffer tubuh.
4) Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
5) Memperbaiki status kesehatan pasien.
2.3 Indikasi
a. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien gagal ginjal kronik dan gagal ginjal
akut untuk sementara samapai fungsi ginjal pulih (laju filtrasiglomerulus <5 ml).
b. Pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:
Hiperkalemia (K+ darah>6 meq/l), Asidosis, Kegagalan terapi konservatif, Kadar ureum
/kreatinin tinggi dalam darah (ureum>200mg%, kreatinin serum> 6mEq/l, Kelebihan
cairan, Mual dan muntah yang hebat
c. Intoksikasi obat dan zat kimia
d. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat
e. Sindrom hepatorenal dengan kriteria : K+pH darah <7,10 asidosis, Oliguria/an uria >5
hari, GFR <5ml/i pada CKD, ureum darah >200mg/dl (Wijaya dan Putri, 2017)
Pada umumnya indikasi dialisis pada CKD adalah bila laju filtrasi glomerulus (LFG
sudah kurang dari 5 mL/menit, yang di dalam praktek dianggap demikian bila (TKK) <5
Ml/menit. Keadaan pasien yang hanya mempunyai TKK <5 mL/menit tidak selalu sama,
sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut di
bawah:
Anonim. Akses Pembuluh Darah, diakses tanggal 20 juni 2018, melalui <https://www.sahabat
ginjal.com/penting-bagi-anda/hemodialisis>
Bayhakki. 2013. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gagal Ginjal Kronik. Jakarta: EGC Heardman.
2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 EGC:Jakarta
Huddak and Gallo 2010, Fahmi 2016. Pengaruh Self Management Dietary Counseling Terhadap
Self Care Dan Status Cairan Pada Pasien Hemodialisa, Tesis, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Ika 2015. Laporan Pendahuluan “Chronic Kidney Disease (CKD)” dilihat 4 Mei 2018, melalui
<http://repository.lppm.unila.ac.id/1391/1/49-54-IKA-A.pdf >Joy et al (2014).
Keperawatan Medikal Bedah Yogyakarta: Rapha Publishig
Kirana 2015. Laporan pendahuluan Asuhan Keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease
diakses pada tanggal 4 mei 2018 melalui <https://www.academia.edu/31553378/
CHRONIC_KIDNEY_DEASES
McAlexcander 2016, Faruq 2017, Upaya Penurunan Volume Cairan Pada PasienGagal Ginjal
Kronis, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Oscar 2017, Situasi Penyakit Ginjal Kronik diakses pada tanggal 25 Mei 2018, melalui
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin
%20ginjal%202017.pd
Sudoyo et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: InternaPublishing
Suharyanto, T. Madjid A, 2009. Asuhan Keperewatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan . Jakarta: Penerbit Trans Info Media
Syaifudin. 2011. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk Keparawatan &
Kebidanan Ed 4 Jakarta: EGC
Wijaya dan Putri. 2017. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Teoridan Contoh
Askep. Yogyakarta: Nuha Medika
Wilson 2012, Fahmi 2016. Pengaruh Self Management Dietary Counseling Terhadap Self Care
Dan Status Cairan Pada Pasien Hemodialisa Tesis,Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta