Anda di halaman 1dari 19

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian Chronic Kidney Disease
Chronik Kidney Desease adalah : kerusakan ginjal progresif yang berakibat
fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang
beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau
transplantasi ginjal). (Nursalam. 2006)
Chronik Kidney Desease adalah: ginjal kehilangan kemampuannya untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan
makanan normal (Nurarif, 2013).
Chronik Kidney Desease adalah : gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk memperhatikan
metabolisme keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan uremia (retensi
urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth. 2014).
Chronik Kidney Desease biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal
lanjut secara bertahap. Penyebab termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis dan
penyakit vaskular , penyakit agen nefrotik dan penyakit endokrin (Marlynn E.
Doenges. 2005)
Chronik Kidney Desease adalah penyakit ginjal yang tidak dapat pulih,
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal progresif, mengarah pada penyakit
ginjal tahap akhir dan kematian (Susan Martin Tucker, 2008).
Dari kelima pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Cronik
Kidney Desease adalah suatu gangguan fungsi renal yang progresif irreversible
yang disebabkan oleh adanya penimbunan limbah metabolik di dalam darah,
sehingga kemampuan tubuh tidak mampu mengekskresikan sisa- sisa sampah
metabolisme dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam
tubuh.

2. Etiologi
Menurut Nurarif (2013), etiologi CKD antara lain:
a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis

1
b. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
c. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif
d. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal
polikistik,asidosis tubulus ginjal
e. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
f. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbale
g. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung
kemih dan uretra.
h. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2009) antara lain : hipertensi, (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin -  angiotensin –
aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan
berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik,
pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan
tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
Manifestasi klinik menurut Slamet Suyono (2006) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama
jantung dan edema.
b. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara
krekels.
c. Gangguan  gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan

2
perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan  musculoskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan),
burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak
kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas)
e. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic
lemak dan vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium
dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi
anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang,
hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia
toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

4. Komplikasi
a. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme
dan masukan diit berlebihan.
b. Asidosis metabolic, osteodistropi ginjal, sepsis, neuropati perifer,
hiperuremi, anemia akibat penurunan eritropoetin,
c. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat,
d. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron.

3
5. Patofisiologi dan Pathway CKD
Menurut Brunner dan Suddarth (2014), Slamet Suyono(2006) dan Sylvia A.
Price,(2005) adalah sebagai berikut : Gagal ginjal merupakan suatu keadaan
klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel dari berbagai penyebab
diantaranya infeksi, penyakiy peradangan,  penyakit vaskular hipertensif,
gangguan jaringan penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit
metabolik (DM, Hipertiroidisme), Nefropati toksik (penyalahgunaan analgesik),
nefropati obstruktif(saluran kemih bagian atas dan saluran kemih bagian
bawah).
Pada saat fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang
normalnya di ekskresikan kedalam urine menjadi tertimbun didalam darah,
sehingga terjadinya uremia dan mempengaruhi sistem sistem tubuh, akibat
semakin  banyaknya tertimbun produk sampah metabolik, sehingga kerja ginjal
akan semakin berat.
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dan penurunan
jumlah glomeruli yang dapat menyebabkan penurunan klirens. Substansi darah
yang seharusnya dibersihkan, tetapi ginjal tidak mampu untuk memfiltrasinya.
Sehingga mengakibatkan kadar kreatinin serum, nitrogen, urea darah (BUN)
meningkat. Ginjal juga tidak mampu mengencerkan urine secara normal.
Sehingga tidak terjadi respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan
cairan dan elektrolit sehingga terjadi tahanan natrium dan cairan. (Brunner &
Suddarth, 2014).
Asidosis metabolic dapat terjadi karena ketidakmampuan ginjal
mengekspresikan muatan asam yang berlebihan terutama amoniak (NH3) dan
mengabsorpsi bikarbonat.
Anemia, terjadi akibat berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga
rangsangan eritropoisis pada sumsum tulang menurun, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, defisiensi besi,
asam folat dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang, perdarahan paling
sering pada saluran cerna dan kulit. (Slamet Suyono, 2006)

4
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat terjadi karena gangguan dalam
metabolismenya. Dengan menurunya filtrasi glomerulus dapat mengakibatkan
peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Sehingga
menyebabkan perubahan bentuk tulang. Penyakit tulang dan penurunan
metabolisme aktif vitamin D karena terjadi perubahan kompleks kalsium, fosfat
dan keseimbangan parathormon sehingga menyebabkan osteodistrofi (penyakit
tulang uremik)
Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari masa nefron telah hancur.
Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar
5-10 ml/menit atau kurang.   Pada keadaan ini kreatnin serum dan kadar BUN
akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium
akhir gagal ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup parah karene ginjal
tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam
tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari
500/hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula
menyerang tubulus ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks
perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik
memepengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk
transplantasi ginjal atau dialisi (Sudoyo, 2009).

5
6
PATHWAY CKD

infeksi vaskuler zat toksik Obstruksi saluran


kemih
reaksi arteriosklerosis tertimbun ginjal Retensi urin batu besar dan iritasi / cidera
antigen kasar jaringan
antibodi suplai darah ginjal
menekan saraf hematuria
turun
perifer
anemia
nyeri pinggang
GFR turun

GGK

sekresi protein retensi Na sekresi eritropoitis


terganggu turun
sindrom uremia urokrom total CES naik resiko suplai nutrisi dalam produksi Hb turun
tertimbun di kulit gangguan nutrisi darah turun
perpospatemia gang. tek. kapiler oksihemoglobin turun
keseimbangan perubahan naik
pruritis gangguan intoleransi
asam - basa warna kulit vol. interstisial suplai O2 kasar turun
perfusi jaringan aktivitas
naik
gang. prod. asam naik
edema payah jantung kiri bendungan atrium kiri
integritas kulit as. lambung naik (kelebihan volume naik
cairan)
nausea, vomitus iritasi lambung preload naik COP turun
tek. vena
aliran darah ginjal suplai O2 suplai O2 ke pulmonalis
resiko infeksi perdarahan beban jantung naik
gangguan turun jaringan otak turun kapiler paru naik
gastritis turun
nutrisi hematemesis hipertrofi ventrikel RAA turun metab. syncope edema paru
mual, - melena kiri
anaerob (kehilangan
muntah retensi Na & H2O timb. as.
anemia kesadaran)
naik laktat naik gang. pertukaran
gas 7
kelebihan vol. cairan - fatigue intoleransi aktivitas
- nyeri sendi
6. Penatalaksanaan
Menurut Sylvia Price (2005) adalah sebagai berikut :
a. Penatalaksanaan Medis
1) Obat anti hipertensi yang sering dipakai adalah Metildopa (Aldomet),
propanolol dan klonidin. Obat diuretik yang dipakai adalah furosemid
(lasix).
2) Hiperkalemia akut dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin
intravena yang memasukan K+ ke dalam sel, atau dengan pemberian
kalsium glukonat 10% intravena dengan hati-hati sementara EKG terus
diawasi. Bila kadar K+ tidak dapat diturunkan dengan dialisis, maka
dapat digunakan resin penukar kation natrium polistiren sulfonat
(Kayexalate).
3) Pengobatan untuk anemia yaitu : rekombinasi eritropoetin (r-EPO)
secara meluas, saat ini pengobatan untuk anemia uremik : dengan
memperkecil kehilangan darah, pemberian vitamin, androgen untuk
wanita, depotestoteron untuk pria dan transfusi darah.
4) Asidosis dapat tercetus bilamana suatu asidosis akut terjadi pada
penderita yang sebelumnya sudah mengalami asidosis kronik ringan,
pada diare berat yang disertai kehilangan HCO3. Bila asidosis berat
akan dikoreksi dengan pemberian pemberian NaHCO3 parenteral.
5) Dialisis : suatu proses dimana solut dan air mengalir difusi secara pasif
melalui suatu membran berpori dari suatu kompartemen cair menuju
kompartemen lainnya.
6) Dialisis peritoneal : merupakan alternatif dari hemodialisis pada
penanganan gagal ginjal akut dan kronik.
7) Pada orang dewasa, 2 L cairan dialisis steril dibiarkan mengalir ke
dalam rongga peritoneal melalui kateter selama 10-20 menit. Biasanya
keseimbangan cairan dialisis dan membran semipermeabel peritoneal
yang banyak vaskularisasinya akan tercapai setelah dibiarkan selama
30 menit.

8
8) Transplantasi ginjal : prosedur standarnya adalah memutar ginjal donor
dan menempatkannya pada fosa iliaka pasien sisi kontralateral. Dengan
demikian ureter terletak di sebelah anterior dari pembuluh darah ginjal,
dan lebih mudah dianastomosis atau ditanamkan ke dalam kandung
kemih resipien.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, penimbangan berat
badan setiap hari, batasi masukan kalium sampai 40-60 mEq/hr, mengkaji
daerah edema.
c. Penatalaksanaan diit
Tinggi karbohidrat, rendah protein, rendah natrium, batasi diit rendah
protein sampai mendekati 1 g / kg BB selama fase oliguri. Untuk
meminimalkan pemecahan protein dan untuk mencegah penumpukan hasil
akhir toksik. Batasi makanan dan cairan yang mengandung kalium dan
fosfor (pisang, buah dan jus-jusan serta kopi).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian Primer
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera
masalahaktual/potensial dari kondisi life threatening (berdampak terhadap
kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup).
Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi jika hal tersebut memungkinkan. Prioritas penilaian dilakukan
berdasarkan :
A = Airway dengan kontrol servikal
Kaji : - Bersihan jalan nafas
- Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas-
- Distress pernafasan
- Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema
laring

9
B = Breathing dan ventilasi
Kaji : - Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
- Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
- Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C = Circulation
Kaji : - Denyut nadi karotis
- Tekanan darah
- Warna kulit, kelembaban kulit
- Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
D = Disability
Kaji : - Tingkat kesadaran
- Gerakan ekstremitas
- GCS atau pada anak tentukan respon :
A = Alert
V = Verbal,
P = Pain/respon nyeri
U = Unresponsive
- Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
E = Eksposure
Kaji : - Tanda-tanda trauma yang ada
b. Pengkajian Sekunder (secondary survey)
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang ditemukan
pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian
obyektif dan subyektif dari riwayat keperawatan (riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat
keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki.
1) Pengkajian Riwayat Penyakit :
 Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit
 Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah sakit
 Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera
 Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)
 Waktu makan terakhir

10
 Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit
sekarang,imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien.
Metode pengkajian yang sering dipakai untuk mengkaji riwayat klien :
S  (signs and symptoms)
 tanda dan gejala yang di observasi dan dirasakan klien
A  (Allergis)
 alergi yang dimiliki klien
M  (medications)
 tanyakan obat yang telah diminum klien untuk mengatasi
keluhan
P  (pertinent past medical hystori)
 riwayat penyakit yang di derita klien
L  (last oral intakesolid or liquid)
 makan/minum terakhir, jenis makanan
E  (event leading toinjury or illnes)
 pencetus/kejadian penyebab keluhan

Metode yang sering dipakai untuk mengkaji nyeri :


P  (provoked) :
 pencetus nyeri, tanyakan hal yang menimbulkan dan
mengurangi nyeri
Q  (quality)
 kualitas nyeri
R  (radian)
 arah perjalan nyeri
S  (Skala)
 skala nyeri 1-10
T  (Time)
 lamanya nyeri sudah dialami klien

c. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala : edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas
urine

11
2) Dada : pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada
3) Perut : adanya edema anasarka (ascites)
4) Ekstremitas : edema pada tungkai, spatisitas otot
5) Kulit : sianosis, akral dingin, turgor kulit menurun
d. Pemeriksaan diagnostic
1) Pemeriksaan Urine
a) Volume : Biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam atau urine tak ada
(anuria)
b) Warna : Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus
bakteri, lemah, partikel koloid, fosfat atau urat.
c) Berat jenis : Kurang dari 1,05 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
d) Osmolaritas : Kurang dari 300 mosm / kg menunjukkan kerusakan
tubular dan rasio urine serum sering 1 : 1.
e) Klirens Kreatinin : Mungkin agak menurun.stadium satu CCT(40-
70ml/menit), stadium kedua, CCT (20-40ml/menit) dan stadium
ketiga, CCT(5 ml/menit)
f) Natrium : Lebih besar dari 40 g/dl, karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium. (135-145 g/dL)
g) Protein : Derajat tinggi proteinuria (3 – 4 + ) secara kuat
menunjukkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga
ada.
2) Darah
a) BUN/Kreatinin : Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi,
kadar kreatinin 10 mg/dl. Diduga batas akhir mungkin rendah yaitu
5
b) Hitung darah lengkap  : Ht  namun pula adanya anemia Hb : kurang
dari 7 – 8 9/dl, Hb untuk perempuan (13-15 g/dL), laki-laki (13-16
g/dL)
c) SDM : Waktu hidup menurun pada defesiensi eriropoetin  seperti
pada azotemia.
3) GDA   :   

12
a) PH : penurunan asidosis (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengekskresi hidrogen dan amonia atau
hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun PCo2
menurun natrium serum mungkin rendah (bila ginjal ”kehabisan”
natrium atau normal  (menunjukkan status difusi hipematremia)
b) Kalium : Peningkatan normal (3,5- 5,5 g/dL) sehubungan dengan
rotasi sesuai dengan perpindahan selular (asidosis) atau
pengeluaran jaringan (hemolisis SDM) pada tahap akhir pembahan
EKG mungkin tidak terjadi sampai umum gas mengolah lebih
besar.
c) Magnesium / fosfat meningkat di intraseluler : (27 g/dL), plasma (3
g/dL), cairan intersisial (1,5 g/dL).
d) Kalsium : menurun. Intra seluler (2 g/dL), plasma darah (5 g/dL),
cairan intersisial (2,5 g/dL)
e) Protein (khususnya albumin 3,5-5,0 g/dL) : kadar semua menurun
dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urine pemindahan
cairan penurunan pemasukan atau penurunan sintesis karena asam
amino esensial.
f) Osmolalitas serum : lebih besar dari 285 mos m/kg. Sering sama
dengan urine Kub Foto : menunjukkan ukuran ginjal / ureter /
kandug kemih dan adanya obstruksi (batu)
g) Pielogram retrograd  : Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan
ureter
4) Arteriogram ginjal :
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravakuler massa.
Sistrouretrografi berkemih : menunjukkan ukuran kandung kemih,
refiuks kedalam ureter, rebonsi.
5) Ultrasono ginjal :
Menentukan ukuran ginjal dan adanya massa. Kista obstruksi pada
saluran kemih bagian atas.
6) Biopsi ginjal :

13
mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan pelvis ginjal :
keluar batu hematuria dan pengangkatan tumor selektif 
7) EKG :
Mungkin abnormal menunjukan ketidak keseimbangan elektrolit
asam/basa.
8) Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal, dan tangan : Dapat menunjukkan
deminarilisasi, kalsifikasi.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai
berikut:
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan
retensi cairan dan natrium.
b. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia mual muntah.
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
f. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus
sekunder terhadap adanya edema pulmoner.
g. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan
cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler
sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak
seimbangan elektrolit).

14
15
3. Intervensi Keperawatan

16
N DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
O KEPERAWATAN

1 Gangguan pertukaran NOC : NIC :


gas b/d kongesti paru,  Respiratory Status : Gas
Airway Management
hipertensi pulmonal, exchange
o Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila
penurunan perifer yang  Respiratory Status :
mengakibatkan asidosis perlu
ventilation
laktat dan penurunan o Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 Vital Sign Status
curah jantung. o Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
o Pasang mayo bila perlu

Kriteria Hasil : o Lakukan fisioterapi dada jika perlu

 Mendemonstrasikan o Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

peningkatan ventilasi o Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan


dan oksigenasi yang o Lakukan suction pada mayo
adekuat o Berika bronkodilator bial perlu
 Memelihara kebersihan o Barikan pelembab udara
paru paru dan bebas o Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
dari tanda tanda distress o Monitor respirasi dan status O2
pernafasan
 Mendemonstrasikan Respiratory Monitoring
batuk efektif dan suara
 Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
nafas yang bersih, tidak
 Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot
ada sianosis dan
tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum,  Monitor suara nafas, seperti dengkur

mampu bernafas  Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,


17
dengan mudah, tidak hiperventilasi, cheyne stokes, biot

ada pursed lips)  Catat lokasi trakea


4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang
dilakukan perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan (PPNI,
2018).

5. Evaluasi Keperawatan
Hasil yang diharapkan setelah pasien gagal ginjal kronis mendapatkan
intervensi adalah sebagai berikut :
a. Tidak terjadi kelebihan volume cairan
b. Pola nafas kembali efektif
c. Peningkatan perfusi jaringan
d. Asupan nutrisi tubuh terpenuhi
e. Terpenuhinya aktivitas sehari-hari
f. Peningkatan integritas kulit

18
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association) NIC-NOC. Panduan Penyusunan Profesional.
Yogyakarta : Med Action Publising.

Brunner and Suddarth. 2014. Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 12. Jakarta :


EGC

Doenges E, Marilynn, dkk. 2005. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman


Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:
EGC

NANDA. 2009.   Nursing Diagnoses-Definitions & Classificaions. Philadelphia :


Mosby Company

Smeltzer, S. C., & Bare B. G. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC

Sudoyo Aru, dkk (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1,2,3, edisi
keempat. Jakarta: Internal Publishing.
Suyono, Slamet. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi 4.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Susan Martin Tucker dkk. 2008 . Standar Perawatan Pasien Edisi 5. Jakarta:
EGC.
Sylvia A Price .2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.Edisi
6. Volume 2. Jakarta : EGC

19

Anda mungkin juga menyukai