1. Definisi
Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus pada traktus intestinal (Price & Wilson, 2007). Ileus
obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu
jalannya isi usus (Sabara, 2007).
Ileus obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan
terhambatnya aliran normal isi usus sedangkan peristaltiknya normal
(Reeves, 2005).Obstruksi Ilius adalah gangguan aliran isi usus yang bisa
disebabkan oleh adanya mekanik dan non mekanik sehingga terjadi
askumuli cairan dan gas di lumen usus.
2. Etiologi
a. Adhesi (perlekatan usu halus) merupakan penyebab tersering ileus
obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan
oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi
intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang
sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam
hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus
obstruktif di dalam masa anak-anak.
b. Hernia inkarserata eksternal ( inguinal, femoral, umbilikal,
insisional, atau parastomal ) merupakan yang terbanyak kedua
sebagai penyebab ileus obstruktif, dan merupakan penyebab tersering
pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia
interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen
Winslow) juga bisa menyebabkan hernia.
c. Neoplasma.Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi
intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intra abdominal
dapat menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal.
d. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap
bagian usus yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau
pembesaran limphanodus mesentericus dapat sebagai petunjuk awal
adanya intususepsi.
e. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai
inflamasi akut selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
f. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital,
seperti malrotasi usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab
obstruksi usus besar.
g. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat
dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke
duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke
traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus
halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal
yang menyebabkan obstruksi
h. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia,
inflamasi, terapi radiasi, atau trauma operasi.
i. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau
penumpukan cairan.
j. Benda asing, seperti bezoar
k. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi,
atau hernia Littre.
l. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum
distalis dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti
mekonium
4. Patofisiologi
Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus
adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh
penyebab mekanik atau non mekanik. Perbedaan utama adalah pada
obstruksi paralitik peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada
obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten,
dan akhirnya hilang. Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan ke dalam
saluran cerna setiap hari. Sebagian besar cairan diasorbsi sebelum
mendekati kolon. Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus
adalah adanya lumen usus yang tersumbat, ini menjadi tempat
perkembangan bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan (70% dari
gas yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian
proksimal atau distal usus. Apabila akumulasi terjadi di daerah distal
mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen dan intra
lumen. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya peningkatan permeabilitas
kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal. Dengan
peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di
usus dan rongga peritoneum mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi
dan volume darah. Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal
mengakibatkan kolapsnya usus sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi
penekanan pada vena mesenterika yang mengakibatkan kegagalan
oksigenasi dinding usus sehingga aliran darah ke usus menurun, terjadilah
iskemi dan kemudian nekrotik usus. Pada usus yang mengalami nekrotik
terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan pelepasan bakteri dan toksin
sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforais akan menyebabkan
bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan
peritonitis.
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan
fungsi usus dan peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra
lumen secara progresif yang akan menyebabkan terjadinya retrograde
peristaltic sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Bila hal ini
tidak ditangani dapat menyebabkan syok hipovolemik. Kehilangan cairan
dan elektrolit yang berlebih berdampak pada penurunanan curah jantung
sehingga darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi kebutuhan
seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan pada otak, sel
dan ginjal. Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya
metabolisme anaerob yang akan meningkatkan asam laktat dan
menyebabkan asidosis metabolic. Bila terjadi pada otak akan
menyebabkan hipoksia jaringan otak, iskemik dan infark. Bila terjadi pada
ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan hydrogen di tubulus
prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang sekresi hidrogen di nefron
bagian distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi HCO3- dan
penurunan kemampuan ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya alkalosis metabolic. (Price &Wilson, 2007)
Pathway
5. Manifestasi Klinik
a. Mekanik sederhana – usus halus atas
Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah,
peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.
b. Mekanik sederhana – usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat, bising usus
meningkat, nyeri tekan abdomen.
c. Mekanik sederhana – kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir,
kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri
tekan abdomen.
d. Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya
kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.
e. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat, terus menerus dan
terlokalisir, distensi sedang, muntah persisten, biasanya bising usus
menurun dan nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus
menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah
samar. (Price &Wilson, 2007)
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada
(Winslet,2002; Sabiston,1995).
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
b. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau
lipatan sigmoid yang tertutup.
c. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah,
peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis
dan peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh
lipatan usus.
d. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis
metabolic.
7. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan
elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan
dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan
obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali
normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda -
tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi
mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga
perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap
terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda vital dan jumlah
urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga
pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk
mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah
dan mengurangi distensi abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan
sebagai profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi
gejala mual muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi
kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil
eksplorasi selama laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau
pertimbangan untuk dilakukan operasi: Jika obstruksinya berhubungan
dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang
dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi intestinal
sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan
bedah yang dilakukan pada obstruksi ileus:
1) Koreksi sederhana (simple correction).
Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan
usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass.
Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus yang
tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan
sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari
tempat obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat
anastomosis ujung-ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas
lumen usus, misalnya pada carcinoma colon, invaginasi,
strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus,
kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh
karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan
kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan
anastomosis.
8. Komplikasi
a. Nekrosis usus, perforasi usus, dikarenakan obstruksi yang sudah
terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.
b. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan
baik dan cepat.
c. Syok-dehidrasi, terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume
plasma.
d. Abses Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi,
karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
e. Pneumonia aspirasi dari proses muntah,
f. Gangguan elektrolit, karena terjadi gangguan absorbsi cairan dan
elektrolit pada usus.
g. Kematian ( Brunner and Suddarth, 2002 )
B. Konsep Dasar Keperawatan
PENGKAJIAN
1) Identitas Pasien
2) Keluhan utama pasien
Nyeri pada daerah luka post operasi.
3) Riwayat penyakit sekarang (sesuai pola PQRST)
Klien masuk RS tanggal 28 Mei 2003 jam 18.00 Wita dan langsung dilakukan
operasi cyto jam 21.00 Wita. Saat pengkajian tanggal 29 Mei 2003 klien
mengeluh nyeri pada daerah luka post operasi seperti diiris-iris dan ditusuk-
tusuk, nyeri terasa sampai ke samping kiri/ kanan perut nyeri lebih terasa
apabila klien melakukan pernafasan perut. Nyeri ilang apabila klien tenang dan
tidak merasa tegang pada daerah perut. Intensitas nyeri ± 3 – 5 menit.
Diagnostik Test
1) Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas
dan cairan dalam usus.
2) Pemeriksaan simtologi
3) Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi
4) Leukosit: normal atau sedikit meningkat
5) Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl- rendah
6) Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
7) Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu
empedu, volvulus, hernia).
8) Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake
yang tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang
ditandai dengan adanya mual, muntah, demam dan diaforesis.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi
nutrisi.
c. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
d. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi
motilitas usus.
e. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
f. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
3. Perencanaan Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake
yang tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang
ditandai dengan adanya mual, muntah, demam dan diaforesis.
Tujuan :
Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi, Mempertahankan hidrasi adekuat
dengan bukti membran mukosa lembab, turgor kulit baik, dan pengisian
kapiler baik, tanda-tanda vital stabil, dan secara individual mengeluarkan
urine dengan tepat.
Kriteria hasil:
1. Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD: 110/70 -120/80
mmHg)
2. Intake dan output cairan seimbang
3. Turgor kulit elastic
4. Mukosa lembab
5. Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5
mmol/L, Cl: 94-111 mmol/L).
Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan cairan 1. Mengetahui kebutuhan cairan
pasien pasien.
Intervensi Rasional
1. Tinjau faktor-faktor 1. Mempengaruhi pilihan
individual yang intervensi.
mempengaruhi kemampuan
untuk mencerna makanan,
mis: status puasa, mual, ileus
paralitik setelah selang 2. Menentukan kembalinya
dilepas. peristaltik ( biasanya dalam
2. Auskultasi bising usus; 2-4 hari ).
palpasi abdomen; catat 3. Meningkatkan kerjasama
pasase flatus. pasien dengan aturan diet.
3. Identifikasi kesukaan / Protein/vitamin C adalah
Intervensi Rasional
ketidaksukaan diet dari kontributor utuma untuk
pasien. Anjurkan pilihan pemeliharaan jaringan dan
makanan tinggi protein dan perbaikan. Malnutrisi adalah
vitamin C. fator dalam menurunkan
pertahanan terhadap infeksi.
4. Sindrom malabsorbsi dapat
terjadi setelah pembedahan
usus halus, memerlukan
evaluasi lanjut dan perubahan
4. Observasi terhadap diet, mis: diet rendah serat.
terjadinya diare; makanan 5. Mencegah muntah.
bau busuk dan berminyak. Menetralkan atau
menurunkan pembentukan
asam untuk mencegah erosi
5. Kolaborasi dalam mukosa dan kemungkinan
pemberian obat-obatan ulserasi.
sesuai indikasi: Antimetik,
mis: proklorperazin
(Compazine). Antasida dan
inhibitor histamin, mis:
simetidin (tagamet).
Intervensi Rasional
1. Observasi TTV: P, TD, 1. Perubahan pada pola nafas
Intervensi Rasional
N,S akibat adanya distensi
abdomen dapat mempengaruhi
peningkatan hasil TTV.
Kriteria hasil:
pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri
pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.
Intervensi Rasional
1. Observasi TTV: N, TD, HR, 1. Nyeri hebat yang dirasakan
P tiap shif pasien akibat adanya distensi
abdomen dapat menyebabkan
peningkatan hasih TTV.
2. Kaji keluhan nyeri, 2. Mengetahui kekuatan nyeri
karakteristik dan skala nyeri yang dirasakan pasien dan
yang dirasakan pesien menentukan tindakan
sehubungan dengan adanya selanjutnya guna mengatasi
distensi abdomen nyeri.
3. Berikan posisi yang nyaman: 3. Posisi yang nyaman dapat
posisi semi fowler mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien
4. Ajarkan dan anjurkan tehnik 4. Relaksasi dapat mengurangi
relaksasi tarik nafas dalam saat rasa nyeri
merasa nyeri
5. Anjurkan pasien untuk 5. Mengurangi nyeri yang
menggunakan tehnik dirasakan pasien.
pengalihan saat merasa nyeri
hebat. 6. Analgetik dapat mengurangi
6. Kolaborasi dengan medic rasa nyeri
untuk terapi analgetik