Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ILEUS OBSTRUKTIF

A. Konsep Dasar Medis

1. Definisi
Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus pada traktus intestinal (Price & Wilson, 2007). Ileus
obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu
jalannya isi usus (Sabara, 2007).
Ileus obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan
terhambatnya aliran normal isi usus sedangkan peristaltiknya normal
(Reeves, 2005).Obstruksi Ilius adalah gangguan aliran isi usus yang bisa
disebabkan oleh adanya mekanik dan non mekanik sehingga terjadi
askumuli cairan dan gas di lumen usus.

2. Etiologi
a. Adhesi (perlekatan usu halus) merupakan penyebab  tersering  ileus 
obstruktif,  sekitar 50-70%  dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan
oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi
intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang
sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam
hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus
obstruktif di dalam masa anak-anak.
b. Hernia  inkarserata  eksternal ( inguinal, femoral, umbilikal,
insisional,  atau  parastomal ) merupakan yang terbanyak kedua
sebagai penyebab ileus obstruktif, dan merupakan penyebab tersering
pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia
interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen
Winslow) juga bisa menyebabkan hernia.
c. Neoplasma.Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi
intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intra abdominal
dapat menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal.
d. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap
bagian usus yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau
pembesaran limphanodus mesentericus dapat sebagai petunjuk awal
adanya intususepsi.
e. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai
inflamasi akut selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
f. Volvulus sering  disebabkan oleh  adhesi  atau  kelainan  kongenital,
seperti  malrotasi  usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab
obstruksi usus besar.
g. Batu   empedu   yang    masuk   ke  ileus.  Inflamasi   yang   berat    
dari   kantong   empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke
duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke
traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus
halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal
yang menyebabkan obstruksi
h. Striktur yang  sekunder yang berhubungan dengan  iskhemia,
inflamasi,  terapi radiasi, atau trauma operasi.
i. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau
penumpukan cairan.
j. Benda asing, seperti bezoar
k. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi,
atau hernia Littre.        
l. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum
distalis dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti
mekonium

3. Jenis – jenis Obstruksi


Terdapat 2 jenis obstruksi :
a. Obstruksi paralitik (ileus paralitik)
Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin
atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus.
Peristaltik tidak efektif, suplai darah tidak terganggu dan kondisi
tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.
b. Obstruksi mekanik
Terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh
tekanan ekstrinsik. Obstruksi mekanik digolongkan sebagai
obstruksi mekanik simpleks (satu tempat obstruksi) dan obstruksi
lengkung tertutup (paling sedikit 2 obstruksi). Karena lengkung
tertutup tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat
dengan cepat, mengakibatkan penekanan pebuluh darah, iskemia
dan infark (strangulasi) sehingga menimbulkan obstruksi
strangulate yang disebabkan obstruksi mekanik yang
berkepanjangan. Obstruksi ini mengganggu suplai darah,
kematian jaringan dan menyebabkan gangren dinding usus.

4. Patofisiologi
Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus
adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh
penyebab mekanik atau non mekanik. Perbedaan utama adalah pada
obstruksi paralitik peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada
obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten,
dan akhirnya hilang. Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan ke dalam
saluran cerna setiap hari. Sebagian besar cairan diasorbsi sebelum
mendekati kolon. Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus
adalah adanya lumen usus yang tersumbat, ini  menjadi tempat
perkembangan bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan (70% dari
gas yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian
proksimal atau distal usus. Apabila akumulasi terjadi di daerah distal
mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen dan intra
lumen. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya peningkatan permeabilitas
kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal. Dengan
peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di
usus dan rongga peritoneum mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi
dan volume darah. Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal
mengakibatkan kolapsnya usus sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi
penekanan pada vena mesenterika yang mengakibatkan kegagalan
oksigenasi dinding usus sehingga aliran darah ke usus menurun, terjadilah
iskemi dan kemudian nekrotik usus. Pada usus yang mengalami nekrotik
terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan pelepasan bakteri dan toksin 
sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforais akan menyebabkan
bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan
peritonitis.
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan
fungsi usus dan peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra
lumen secara progresif yang akan menyebabkan terjadinya retrograde
peristaltic sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Bila hal ini
tidak ditangani dapat menyebabkan syok hipovolemik. Kehilangan cairan
dan elektrolit yang berlebih berdampak pada penurunanan curah jantung
sehingga darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi kebutuhan
seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan pada otak, sel
dan ginjal. Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya
metabolisme anaerob yang akan meningkatkan asam laktat dan
menyebabkan asidosis metabolic. Bila terjadi pada otak akan
menyebabkan hipoksia jaringan otak, iskemik dan infark. Bila terjadi pada
ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan hydrogen di tubulus
prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang sekresi hidrogen di nefron
bagian distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi HCO3- dan
penurunan kemampuan ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya alkalosis metabolic. (Price &Wilson, 2007)
Pathway
5. Manifestasi Klinik
a.       Mekanik sederhana – usus halus atas
Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah,
peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.
b.      Mekanik sederhana – usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat, bising usus
meningkat, nyeri tekan abdomen.
c.       Mekanik sederhana – kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir,
kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri
tekan abdomen.
d.      Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya
kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.
e.       Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat, terus menerus dan
terlokalisir, distensi sedang, muntah persisten, biasanya bising usus
menurun dan nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus
menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah
samar. (Price &Wilson, 2007)
  Gejala  ileus  obstruktif  tersebut  bervariasi  tergantung  kepada 
(Winslet,2002; Sabiston,1995).
1.      Lokasi obstruksi
2.      Lamanya obstruksi
3.      Penyebabnya
4.      Ada atau tidaknya iskemia usus

6. Pemeriksaan Penunjang
a.       Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
b.      Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau
lipatan sigmoid yang tertutup.
c.       Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah,
peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis
dan peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh
lipatan usus.
d.      Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis
metabolic.

7. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan
elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan
dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan
obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali
normal.
a.       Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda -
tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi
mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga
perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap
terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda vital dan jumlah
urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga
pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk
mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah
dan mengurangi distensi abdomen.
b.      Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan
sebagai profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi
gejala mual muntah.
c.       Operatif          
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi
kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil
eksplorasi selama laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau
pertimbangan untuk dilakukan operasi: Jika obstruksinya berhubungan
dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang
dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi intestinal
sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan
bedah yang dilakukan pada obstruksi ileus:
1)      Koreksi sederhana (simple correction).
Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan
usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2)      Tindakan operatif by-pass.
Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus yang
tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan
sebagainya.
3)      Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari
tempat obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4)      Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat
anastomosis ujung-ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas
lumen usus, misalnya pada carcinoma colon, invaginasi,
strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus,
kadang-kadang dilakukan tindakan operatif  bertahap, baik oleh
karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan
kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan
anastomosis. 

8. Komplikasi
a.       Nekrosis usus, perforasi usus, dikarenakan obstruksi yang sudah
terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.
b.      Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan
baik dan cepat.
c.       Syok-dehidrasi, terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume
plasma.
d.      Abses Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi,
karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
e.       Pneumonia aspirasi dari proses muntah,
f.       Gangguan elektrolit, karena terjadi gangguan absorbsi cairan dan
elektrolit pada usus.
g.      Kematian ( Brunner and Suddarth, 2002 )
B. Konsep Dasar Keperawatan

PENGKAJIAN
1) Identitas Pasien
2)   Keluhan utama pasien
Nyeri pada daerah luka post operasi.
3)      Riwayat penyakit sekarang (sesuai pola PQRST)
Klien masuk RS tanggal 28 Mei 2003 jam 18.00 Wita dan langsung dilakukan
operasi cyto jam 21.00 Wita. Saat pengkajian tanggal 29 Mei 2003 klien
mengeluh nyeri pada daerah luka post operasi seperti diiris-iris dan ditusuk-
tusuk, nyeri terasa sampai ke samping kiri/ kanan perut nyeri lebih terasa
apabila klien melakukan pernafasan perut. Nyeri ilang apabila klien tenang dan
tidak merasa tegang pada daerah perut. Intensitas nyeri ± 3 – 5 menit.

4)      Riwayat penyakit dahulu.


Klien pernah menderita penyakit yang sama dengan riwayat operasi 2 kali
yaitu pada tahun 2001 di RSUD Ulin, 2002 di RS Islam dan yang terakhir di
RSUD Ulin, tidak ada riwayat hypertensi, penyakit menular ataupun
keganasan.

5)     Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada diantara anggota keluarga yang mengalami sakit seperti klien, tidak
ada diantara keluarga yang mempunyai riwayat hypertensi, penyakit menular
atau keganasan.

  Diagnostik Test
1)      Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal   dari gas
dan cairan dalam usus.
2)      Pemeriksaan simtologi
3)      Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi
4)      Leukosit: normal atau sedikit meningkat
5)      Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl-  rendah
6)      Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
7)      Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu
empedu, volvulus, hernia).
8)      Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif.

Pemeriksaan fisik pada pasien ileus obstruksi


1.      Inspeksi
Dapat  ditemukan  tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan  turgor  kulit  maupun  mulut  dan  lidah  kering.  Pada 
abdomen
harus  dilihat  adanya distensi, parut abdomen,  hernia dan massa abdomen.
Terkadang  dapat  dilihat  gerakan  peristaltik  usus  (Gambar  2.4)  yang 
bisa
bekorelasi  dengan  mulainya  nyeri  kolik  yang  disertai  mual  dan 
muntah. Penderita  tampak  gelisah  dan  menggeliat  sewaktu  serangan 
kolik (Sabiston, 1995; Sabara, 2007)
2.      Palpasi
Pada  palpasi  bertujuan  mencari  adanya  tanda  iritasi  peritoneum
apapun  atau  nyeri  tekan,  yang  mencakup  ‘defance  musculair’ 
involunter
atau  rebound  dan  pembengkakan  atau  massa  yang  abnormal 
(Sabiston, 1995; Sabara, 2007).
3.      Auskultasi
Pada  ileus  obstruktif  pada  auskultasi  terdengar  kehadiran  episodik
gemerincing  logam  bernada  tinggi  dan  gelora  (rush’)  diantara  masa
tenang.  Tetapi setelah  beberapa  hari   dalam  perjalanan  penyakit dan
usus
di  atas  telah  berdilatasi,  maka  aktivitas  peristaltik  (sehingga  juga 
bising
usus)  bisa  tidak  ada  atau  menurun  parah.  Tidak  adanya  nyeri  usus 
bisa
juga  ditemukan  dalam  ileus  paralitikus  atau  ileus  obstruksi  strangulata
(Sabiston, 1995).
 Bagian  akhir  yang  diharuskan  dari  pemeriksaan  adalah  pemeriksaan 
rektum
dan  pelvis.  Ia  bisa  membangkitkan  penemuan  massa  atau  tumor  serta 
tidak
adanya  feses  di  dalam  kubah  rektum  menggambarkan  ileus  obstruktif 
usus
halus.  Jika  darah  makroskopik  atau  feses  postif  banyak  ditemukan  di 
dalam
rektum,  maka  sangat  mungkin  bahwa  ileus  obstruktif  didasarkan  atas 
lesi
intrinsik  di  dalam  usus  (Sabiston,  1995).  Apabila  isi  rektum 
menyemprot;
penyakit Hirdchprung (Anonym, 2007).

2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake
yang tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang
ditandai dengan adanya mual, muntah, demam dan diaforesis.
b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi
nutrisi.
c.       Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
d.      Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi
motilitas usus.
e.       Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
f.       Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

3. Perencanaan Keperawatan
a.       Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake
yang tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang
ditandai dengan adanya mual, muntah, demam dan diaforesis.
Tujuan :
Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi, Mempertahankan hidrasi adekuat
dengan bukti membran mukosa lembab, turgor kulit baik, dan pengisian
kapiler baik, tanda-tanda vital stabil, dan secara individual mengeluarkan
urine dengan tepat.
        Kriteria hasil:
1.      Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD: 110/70 -120/80
mmHg)
2.      Intake dan output cairan seimbang
3.      Turgor kulit elastic
4.      Mukosa lembab
5.      Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5
mmol/L, Cl: 94-111 mmol/L).

Intervensi Rasional
1.  Kaji kebutuhan cairan 1.  Mengetahui kebutuhan cairan
pasien pasien.

2.  Perubahan yang drastis pada


2.  Observasi tanda-tanda vital: tanda-tanda vital merupakan
N, TD, P, S indikasi kekurangan cairan.

3.  kekurangan cairan dan elektrolit


3.  Observasi tingkat dapat mempengaruhi tingkat
kesadaran dan tanda-tanda kesadaran dan mengakibatkan
syok syok.

4.  Menilai fungsi usus


4.  Observasi bising usus
pasien tiap 1-2 jam 5.  Menilai  keseimbangan cairan
5.  Monitor intake dan output
secara ketat 6.  Menilai keseimbangan cairan dan
6.  Pantau hasil laboratorium elektrolit
Intervensi Rasional
serum elektrolit, hematokrit 7.  Meningkatkan  pengetahuan
7.  Beri penjelasan kepada pasien dan keluarga serta
pasien dan keluarga tentang kerjasama antara perawat-pasien-
tindakan yang dilakukan: keluarga.
pemasangan NGT dan
puasa. 8.  Memenuhi  kebutuhan cairan dan
8.  Kolaborasi dengan medik elektrolit pasien.
untuk pemberian terapi
intravena

b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi


nutrisi.
Tujuan :
 Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.
         Kriteria hasil :
1.      Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.       
2.      Berat badan stabil.
3.      Pasien tidak mengalami mual muntah. 

Intervensi Rasional
1.  Tinjau faktor-faktor 1.    Mempengaruhi pilihan
individual yang intervensi.
mempengaruhi kemampuan
untuk mencerna makanan,
mis: status puasa, mual, ileus
paralitik setelah selang 2.     Menentukan kembalinya
dilepas. peristaltik ( biasanya dalam
2.     Auskultasi bising usus; 2-4 hari ).
palpasi   abdomen; catat 3.     Meningkatkan kerjasama
pasase flatus. pasien dengan aturan diet.
3.  Identifikasi kesukaan / Protein/vitamin C adalah
Intervensi Rasional
ketidaksukaan diet dari kontributor utuma untuk
pasien. Anjurkan pilihan pemeliharaan jaringan dan
makanan tinggi protein dan perbaikan. Malnutrisi adalah
vitamin C. fator dalam menurunkan
pertahanan terhadap infeksi.
4.     Sindrom malabsorbsi dapat
terjadi setelah pembedahan
usus halus, memerlukan
evaluasi lanjut dan perubahan
4.  Observasi terhadap diet, mis: diet rendah serat.
terjadinya diare; makanan 5.     Mencegah muntah.
bau busuk dan  berminyak. Menetralkan atau
menurunkan pembentukan
asam untuk mencegah erosi
5.  Kolaborasi dalam mukosa dan kemungkinan
pemberian obat-obatan ulserasi.
sesuai indikasi: Antimetik,
mis: proklorperazin
(Compazine). Antasida dan
inhibitor histamin, mis:
simetidin (tagamet).

c.       Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen


Tujuan :
pola nafas menjadi efektif
         Kriteria hasil :
pasien memiliki pola pernafasan: irama vesikuler, frekuensi: 18-
20x/menit

Intervensi Rasional
1.  Observasi TTV: P, TD, 1.      Perubahan pada pola nafas
Intervensi Rasional
N,S akibat adanya distensi
abdomen dapat mempengaruhi
peningkatan hasil TTV.

2.      Adanya distensi pada


2.  Kaji status pernafasan: abdomen dapat menyebabkan
pola, frekuensi, kedalaman perubahan pola nafas.
3.      Berkurangnya/hilangnya
3.  Kaji bising usus pasien bising usus menyebabkan
terjadi distensi abdomen
sehingga mempengaruhi pola
nafas.
4.  Tinggikan kepala tempat 4.      Mengurangi penekanan pada
tidur 40-60 derajat paru akibat distensi abdomen.
5.  Observasi adanya tanda- 5.      Perubahan pola nafas akibat
tanda hipoksia jaringan adanya distensi abdomen dapat
perifer: cianosis menyebabkan oksigenasi
perifer terganggu yang
dimanifestasikan dengan
adanya cianosis.
6.  Monitor hasil AGD 6.      Mendeteksi adanya asidosis
respiratorik.
7.  Berikan penjelasan kepada 7.      Meningkatkan pengetahuan
keluarga pasien tentang dan kerjasama dengan keluarga
penyebab terjadinya pasien.
distensi abdomen yang
dialami oleh pasien
8.  Laksanakan program 8.      Memenuhi kebutuhan
medic pemberian terapi oksigenasi pasien
oksigen
d.      Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi
motilitas usus.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola eliminasi
kembali normal.
         Kriteria hasil:
Pola eliminasi BAB normal: 1x/hari, dengan konsistensi lembek, BU
normal: 5-35 x/menit, tidak ada distensi abdomen.
Intervensi Rasional
1.  Kaji dan catat frekuensi, 1. Mengetahui  ada atau
warna dan konsistensi feces tidaknya kelainan yang
terjadi pada eliminasi fekal.
2.  Auskultasi bising usus 2. Mengetahui normal atau
tidaknya pergerakan usus.

3.  Kaji adanya flatus 3. Adanya flatus menunjukan


perbaikan fungsi usus.
4.  Kaji adanya distensi 4. Gangguan motilitas usus
abdomen dapat menyebabkan
akumulasi gas di dalam
lumen usus sehingga terjadi
distensi abdomen.
5.  Berikan penjelasan kepada 5. Meningkatkan pengetahuan
pasien dan keluarga pasien dan keluarga serta
penyebab terjadinya untuk meningkatkan
gangguan dalam BAB kerjasana antara perawat-
pasien dan keluarga.
6.  Kolaborasi dalam 6. Membantu dalam
pemberian terapi pencahar pemenuhan kebutuhan
(Laxatif) eliminasi
e.  Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
Tujuan :
rasa nyeri teratasi atau terkontrol

         Kriteria hasil:
pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri
pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.

Intervensi Rasional
1.      Observasi TTV: N, TD, HR, 1.      Nyeri hebat yang dirasakan
P tiap shif pasien akibat adanya distensi
abdomen dapat menyebabkan
peningkatan hasih TTV.
2.      Kaji keluhan nyeri, 2.      Mengetahui kekuatan nyeri
karakteristik dan skala nyeri yang dirasakan pasien dan
yang dirasakan pesien menentukan tindakan
sehubungan dengan adanya selanjutnya guna mengatasi
distensi abdomen nyeri.
3.      Berikan posisi yang nyaman: 3.      Posisi yang nyaman dapat
posisi semi fowler mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien
4.      Ajarkan dan anjurkan tehnik 4.      Relaksasi dapat mengurangi
relaksasi tarik nafas dalam saat rasa nyeri
merasa nyeri
5.      Anjurkan pasien untuk 5.      Mengurangi nyeri yang
menggunakan tehnik dirasakan pasien.
pengalihan saat merasa nyeri
hebat. 6.      Analgetik dapat mengurangi
6.      Kolaborasi dengan medic rasa nyeri
untuk terapi analgetik

f.       Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


Tujuan:
Kecemasan teratasi.
         Kriteria hasil :
pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan
mendemonstrasikan keterampilan koping positif.
Intervensi Rasional
1.      Observasi adanya 1.      Rasa cemas yang dirasakan
peningkatan kecemasan: pasien dapat terlihat dalam
wajah tegang, gelisah ekspresi wajah dan tingkah
laku.
2.      Kaji adanya rasa cemas 2.      Mengetahui  tingkat
yang dirasakan pasien kecemasan pasien.
3.      Berikan penjelasan kepada 3.      Dengan mengetahui
pasien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
tindakan yang akan akan mengurangi tingkat
dilakukan sehubungan kecemasan pasien dan
dengan keadaan penyakit meningkatkan kerjasama
pasien 4.      Dengan mengungkapkan
4.      Berikan kesempatan pada kecemasan akan mengurangi
pasien untuk rasa takut/cemas pasien
mengungkapkan rasa takut
atau kecemasan yang 5.      Lingkungan yang tenang
dirasakan dan nyaman dapat
5.      Pertahankan lingkungan mengurangi stress pasien
yang tenang dan tanpa stres. berhadapan dengan
penyakitnya
6.      Support system dapat
6.      Dorong dukungan mengurani rasa cemas dan
keluarga dan orang terdekat menguatkan pasien dalam
untuk memberikan support memerima keadaan sakitnya.
kepada pasien
4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan sesuai diagnose keperawatan
1.      Tidak ada atau nyeri abdomen berkurang
2.      Menunjukkan tanda-tanda keseimbangan cairan elektrolit
3.      Membuat pola eliminasi sesuai kebutuhan fisik dan gaya hidup dengan
ketetapan jumlah dan konsistensi
4.      Mendapat nutrisi yang optimal
5.      Tidak adanya depresi pernafasan
6.      Tidur/istirahat tidak ada gangguan
7.      Tidak mengalami komplikasi dengan suhu batas normal
8.      Menunjukkan rileks dan tidak cemas
9.      Memperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang proses penyakitnya
DAFTAR PUSTAKA

Donna Ignatavician, (2006). Medical Surgical Nursing. Volume 2. St. Louis


Missouri: Elsevier Sounders
Lewis Heitkemper Diksen, (2007). Medical Surgical Nursing. Volume 2. St.
Louis Missouri: Mosby Elsevier.
Price &Wilson, (2007). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi  6, Volume1. Jakarta: EGC.
Rahayu Rejeki handayani, bahar asril. Buku ajar ilmu penyakit Dalam.
Jakarta : Departemen Pendidikan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jilid III edisi IV ; 2007. 1405-1410

Anda mungkin juga menyukai