Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pencernaan adalah sebuah proses metabolisme dimana suatu makhluk hidup memproses
sebuah zat dalam rangka untuk mengubah secara kimia atau mekanik sesuatu zat menjadi
nutrisi. Namun, jika proses ini terjadi perubahan maka akan terjadi gangguan pencernaan
termasuk obstruksi usus dan hernia. Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang
menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal.
(Reeves, 2001). Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat
pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional. (Tucker, 1998).
Sedangkan hernia adalah prostusi dari organ melalui organ defektif yang didapat/
kongenital pada dinding rongga yang secara normal berisi organ. (Barbara Engran, 1998)
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari obstruksi intestinal?
2. Obstruksi apa saja yang dapat terjadi pada sistem pencernaan?
3. Apa penyebab, dan manifestasi klinik dari berbagai macam obstruksi yang terjadi pada
sistem pencernaan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian obstruksi.
2. Untuk mengetahui obstruksi yang dapat terjadi pada sistem pencernaan.
3. Untuk mengetahui penyebab, pathogenesis, dan manifestasi klinik dari berbagai
macam obstruksi yang terjadi pada sistem pencernaan

1
BAB II
Tinjauan teoritis
Asuhan Keperawatan Obstruksi Intestinal

A. Pengertian
a. Obstruksi usus adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus
pada traktus intestinal (Price & Wilson, 2007).
b. Obstruktif usus adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya
isi usus (Sabara, 2007)
c. Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus
intestinal (Nettina, 2001).
d. Obstruksi merupakan suatu pasase yang terjadi ketika ada gangguan yang
menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal
(Reeves, 2001).

B. Jenis-Jenis nya
a. Obstruksi paralitik (ileus paralitik atau paralitic ileus)
Suatu keadaan dimana otot-otot usus tak dapat mendorong isi usus ke bawah
(gangguan peristaltik). Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh
toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus.
Peristaltik tidak efektif, suplai darah tidak terganggu dan kondisi tersebut
hilang secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.
b. Obstruksi mekanik atau mekanikal obstruksi
Obstruksi atau sumbatan yang terjadi di intraluminal atau intramural akibat tekanan
pada dinding usus. Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik
simpleks (satu tempat obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup (paling sedikit 2
obstruksi). Karena lengkung tertutup tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen
meningkat dengan cepat, mengakibatkan penekanan pebuluh darah, iskemia dan
infark(strangulasi). Sehingga menimbulkan obstruksi strangulata yang disebabkan
obstruksi mekanik yang berkepanjangan. Obstruksi ini tidak mengganggu suplai
darah, menyebabkan gangren dinding usus (Dermawan, dkk. 2010. Hal. 72-73).

C. Etiologi
a. Mekanis
1) Adhesi atau perlengketan pascabedah. Adhesi bisa terjadi setelah pembedahan
abdominal sebagai respon peradangan intra abdominal. Jaringan parut bisa melilit
pada sebuah segmen dari usus, dan membuat segmen itu kusut atau menekan
segmen itu sehingga bisa terjadi segmen tersebut mengalami supply darah yang
kurang.
2) Tumor atau polip. Tumor yang ada pada dinding usus meluas ke lumen usus
atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus

2
3) Hernia. Hernia bisa menyebabkan obstruksi apabila hernia mengalami
strangulasi dari kompresi sehingga bagian tersebut tidak menerima supply darah
yang cukup. Bagian tersebut akan menjadi edematosus kemudian timbul necrosis.
4) Volvulus. Merupakan usus yang terpuntir sedikitnya sampai dengan 180
derajat sehingga menyebabkan obstruksi usus dan iskemia, yang pada akhirnya
bisa menyebabkan gangrene dan perforasi jika tidak segera ditangani karena terjadi
gangguan supply darah yang kurang .
5) Intususepsi. Intussusepsi adalah invaginasi atau masuknya sebagian dari usus
ke dalam lumen usus yang berikutnya. Intussusepsi sering terjadi antara ileum
bagian distal dan cecum, dimana bagian terminal dari ileum masuk kedalam lumen
cecum.

b. Fungsional (non mekanik)


1) Ileus paralitik.
Tidak ada gerakan peristaltis bisa diakibatkan :
a) Pembedahan abdominal dimana organ-organ intra abdominal mengalami
trauma sewaktu pembedahan
b) Elektrolit tidak seimbang truma hypokalemia
2) Lesi medula spinalis. Hal tersebut dapat dikarenakan adanya kerusakan
sarafpada sakral 4, misal pada penderita spina bifida.
3) Enteritis regional
4) Ketidakseimbangan elektrolit
5) Uremia
(Suratun & Lusianah, 2010, hlm 335 – 337)

D. Manifestasi Klinik
a. Obstruksi Usus Halus
1) Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen sekitar umbilicus atau bagian
epigasterium yang cenderung bertambah sejalan dengan beratnya obstruksi dan
bersifat intermiten (hilang timbul). Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau
letak tinggi dari usus halus (jejunum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri
bersifat konsten atau menetap.
2) Klien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal dan
tidak terdapat flatus.
3) Umumnya gejala obstruksi berupa konstipasi yang berakhir pada distensi
abdomen, tetapi pada klien obstruksi partial bisa mengalami diare.
4) Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltic pada awalnya menjadi sangat
keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong ke arah mulut.
5) Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi.
Semakin kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas
adanya distensi abdomen.
6) Jika obstruksi usus terjadi terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok
hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma, dengan manifestasi

3
klinis takikardi dan hipotensi, suhu tubuh biasanya normal, tapi kadang – kadang
dapat meningkat. Demam menunjukkan obstruksi strangulata.
7) Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi dan
peristaltic meningkat. Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus berlanjut, peristaltic
akan melemah dan hilang. Adanya feces bercampur darah pada pemeriksaan rectal
toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan intususepsi.
b. Obstruksi Usus Besar
1) Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi
pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.
2) Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada klien
dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu –
satunya selama beberapa hari.
3) Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi
dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen.
4) Klien mengalami kram akibat nyeri abdomen bawah
(Suratun & Lusianah, 2010, hlm 339)

E.Komplikasi
a. Nekrosis usus
b. Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ
intra abdomen.
c. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen
d. Sepsis infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
e. Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma
f. Abses sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
g. Pneumonia aspirasi dari proses muntah
h. Gangguan elektrolit. Refluk muntah dapat terjadi akibat distensi abdomen. Muntah
mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung, serta menimbulkan
penurunan klorida dan kalium dalam darah (Dermawan, dkk. 2010. Hal. 77).

F.Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan
hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum
amilase sering didapatkan. Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau
strangulasi. Hematokrit yang meningkat dapat terjadi pada dehidrasi. Selain itu dapat
ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan
alkalosis metabolic bila muntah berat, dan metabolic asidosis bila ada tanda – tanda
syok, dehidrasi dan kitosis.
b. Pemeriksaan foto polos abdomen
Dapat memperlihatkan dilatasi lengkung usus halus disertai dengan batas antara air
dan udara atau gas (air fluid lever) yang membentuk bagaikan tangga, terutama pada

4
obstruksi bagian distal. Jika terjadi strangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat
gambaran berupa hilangnya mukosa yang regular dan adanya gas dalam dinding usus.
Udara bebas pada foto thorax tegak menunjukkan adanya perforasi usus.
c. Pemeriksaan CT scan
Dikerjakan secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai adanya strangulasi. CT
scan akan mempertunjukkan secara lebih teliti adanya kelainan pada dinding usus
(obstruksi komplet, abses, keganasan), kelainan mesenterikus, dan peritoneum. Pada
pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.
d. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema
Pemeriksaan ini mempunyai suatu peran terbatas pada klien dengan obstruksi usus
halus. Pengujian enema barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi letak
rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen.
e. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran penyebab dari obstruksi.
f. Pemeriksaan MRI
Teknik ini digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenteric kronis.
g. Pemeriksaan angiografi
Angiografi mesenteric superior telah digunakan untuk mendiagnosis adanya herniasi
internal, intususepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi
(Suratun & Lusianah, 2010, hlm 340 – 341)

G.Penatalaksanaan
a. Konservatif
1) Penderita dipuasakan.
2) Dekompresi dengan nasogastric tube yang panjang dari proksimal usus ke area
penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien
berbaring miring ke kanan.
3) Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit :
a) Terapi Na+, K+, komponen darah
b) Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial
c) Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler
4) Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
5) Lavement jika ileus obstruksi, dan kontraindikasi ileus paralitik.
6) Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik,
ileus paralitik atau infeksi.
7) Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
8) Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.

b. Medications
Antibiotics broad-spectrum untuk bacterial anaerobe dan aerobe. Analgesic apabila
nyeri. (Medlinux.com).

c. Surgery
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu di perhatikan :

5
Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
Bagaimana keadaan atau fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat
obstruksinya maupun kondisi sebelum sakit.
Apakah ada risiko strangulasi.
Indikasi intervensi bedah
Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah strangulasi, volvulus, dan jenis
obstruksi kolon.
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah
sepsis sekunder atau rupture usus.
Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil eksplorasi melalui laparotomi.
Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus yang
ditolong dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah 1% pada
24 jam pertama, sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut 31%. Pada
umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus:
1) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian
usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung
usus untuk mempertahan kankontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon,invaginasi strangulata, dan sebagainya.
5) Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif
bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian
hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.

6
BAB III
Tinjauan kasus
Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan OBSTRUKSI
INTESTINAL

A. Pengkajian
Klien masuk di ruangan asoka pada tanggal 8 Oktober 2019 dengan keluhan nyeri pada
daerah abdomen, pada saat dilakukan pengkajian klien mengatakan nyeri pada abdomen
disertai rasa mual dan muntah, klien mengatakan nyerinya seperti di tusuk-tusuk pada
daerah abdomen, nyeri di rasakan menetap pada daerah abdomen, dengan skala nyeri 7
(nyeri berat). Nyeri di rasakan bertambah pada saat klien banyak bergerak. Klien juga
mengatakn sudah 5 hari tidak BAB.
Tanggal masuk : 08 Oktober 2019
Ruang : asoka
Tanggal pengkajian : 08 Oktober 2019
Diagnosa medis : obstruksi intestinal

B BIODATA
1. Identitas Klien
Nama : Ny. R
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 50 Tahun
TTL : 15 Oktober 1961
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SD
Alamat : air paoh
2. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. S
Usia : 58 Tahun
Alamat : air paoh
Pekerjaan : pedagang
Hub. Dengan klien : Suami

7
C RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan utama
Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen
2. Riwayat kesehatan sekarang
Klien masuk di ruangan melati pada tanggal 8 Oktober 2019 dengan keluhan nyeri
pada daerah abdomen, pada saat dilakukan pengkajian klien mengatakan nyeri pada
abdomen disertai rasa mual dan muntah, klien mengatakan nyerinya seperti di
tusuk-tusuk pada daerah abdomen, nyeri di rasakan menetap pada daerah abdomen,
dengan skala nyeri 7 (nyeri berat). Nyeri di rasakan bertambah pada saat klien
banyak bergerak. Klien juga mengatakn sudah 5 hari tidak BAB.

Metode PQRST (untuk nyeri) :


P : Paliatif/provokatif : nyeri disebabkan karena klien susah BAB
Q : Quality/quantity : klien mengatakan nyeri yang dirasakan seperti ditusuk2,
R : Region/ Radiation : nyeri dirasaka klien di daerah abdomen
S : Severity/Scale : klien menyebutkan skala 7 saat di tanya skala nyeri dari 1-10
T : Time : klien mengatakan nyeri terjadi pada saat BAB
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Klien mengatakan belum pernah diopname sebelumnya dan klien tidak pernah
mengidap penyakit apapun.

D PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum :
- Glukose darah sewaktu : 96 mg/dL
- Ureum darah : 33.0 mg/dL
- Kreatinin darah : 0.9 mg/dL
- SGOT : 15 mg/dL
- SGPT : 27 mg/dL.
Pemeriksaan Radiologi
a. Foto USG abdomen
- Hepar : Ukura/echo texture parenkim normal, ductus bilier dan
vaskuler normal, tidak tampak massa
- Lien : : Ukuran/echo textur parenkim normal, vaskuler normal, tidak
tampak massa

8
- Kandung empedu : Ukuran normal, dinding tidak menebal, tidak tampak
echo batu/massa
- Pankreas : Ukuran/echo normal, ductus pancreaticus normal, tidak
tampak massa
- Ginjal : Ukuran/echo kortikomeduller normal, tidak tampak dilatasi
PCS/echo batu
- Buli-buli : Dinding tidak menebal, mukosa reguler, tidak tampak
batu/massa
- Reg. nt. burney : Tidak tampak kelainan
- Tampak dilatasi colon dengan stasis cairan
- Tampak pula echo cairan bebaspada cavum peritoneum
Kesan :
- Dilatasi ringan colon (obstruksi partial)
- Ascites
b. Foto BNO tegak :
- Tidak tampak densitas batu radioopaque pada lintasan traktus urinarius
- Dampak dilatasi loop usus halus disertai gambaran air fluid level bertingkat
- Preperitoneal fat line intak, psoas line tidak tervisualitas
- Tulang-tulang intak

 Analisa Data
NO Data penunjang Etiologi Masalah
1. DS : Predisposisi pasca nyeri
· Klien mengatakan nyeri pada operatif/bedah
abdomen abdominal
· Klien mengatakan nyeri seperti
ditusuk-tusuk Ileus
DO :
· Ku lemah Hipomotolitas
· Ekspresi wajah nampak meringis (kelumpuhan)
· Klien nampak mengerutkan muka intestinal
· Observasi tanda-tanda vital (TTV)
: Respons lokal

9
TD : 130/80 mmHg syaraf terhadap
N : 84x/menit inflamasi
P : 24x/menit.
S :36,70C Distensi abdomen

Nyeri
2. DS : Inflamasi Konstipasi
· Klien mengatakan belum pernah intraabdomen
BAB selama 5 hari
· Klien mengatakan tidak pernah Ileus
flatus
DO : Hipomotolitas
· Ku lemah (kelumpuhan)
· Nyeri tekan pada abdomen intestinal
· Perut klien nampak kembung
· Lingkar perut klien 95 cm Hilangnya
· Observasi tanda-tanda vital (TTV) kemampuan
: intertinal dalam
TD : 130/80 mmHg pasase material
N : 84x/menit fases
P : 24x/menit
S : 36,70C
Gangguan eliminasi
BAB

Konstipasi

3. DS: Gangguan Ketidakseimbangan


nutrisi kurang dari
· Klien mengatakan mual dan gastrointertinal
kebutuhan
muntah
· Klien mengatakan untuk Mual dan muntah
sementara di puasakan
DO : Kelumpuhan

10
· Ku lemah anoreksia
· Bibir nampak kering
· Berat badan 48 kg Asupan nutrisi tidak
· Infus RL 20 tts/menit ade kuat

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan

 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut
2.Konstipasi
 Rencana Tindakan Keperawatan/ intervensi
No Dx keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Nyeri akut Setelah dilakukan 1.Kaji nyeri 1.Membantu
2.Anjurkan keluarga mengidentifkasi
tindakan
pasien untuk interensi yang
keperawatan melaporkan nyeri tepat dan
segera, saat nyeri mengevaluasi
selama 3 x 24 jam
pasien timbul. keefektifan
diharapkan nyeri 3.Pantau TTV analgesia.
4.Ajarkan teknik 2.Untuk
teratasi
distraksi dan memudahkan
KH: relaksasi pemulian otot
5.Berikan posisi atau jaringan
a.Wajah pasien
yang nyaman. yang
tidak tampak 6.Kolaborasi dengan menurunkan
tim medis dalam ketegangan otot
meringis.
pemberian obat dan
b.Skala nyeri analgesik. memperbaiki
sirkulasi.
berkurang 0-3
3.Untuk
atau hilang. mengetahui
adanya
c.Klien dapat
perubahan TTV
istirahat tidur. dan mengetahui
kondisi pasien.
d.TTV Normal TD:
4.Umtuk
100/80 mmHg mengurangi rasa
nyeri yang
dirasakan.
5.Memberikan
dukungan,

11
menurunkan
ketegangan
otot,meningkatk
an
relaksasi,menin
gkatkan
kontrolan dan
kemampuan
looping.
6.Mengurangi
nyeri dengan
aturan
terapeutik.
2 Konstipasi Setelah dilakukan 1.Auskultasi bising 1.Mengetahui
tindakan usus kembalinya
keperawatan 2.Kaji keluhan nyeri fungsi GI
selama 2 x 24 jam abdomen. mungkin
diharapkan 3.Anjurkan beri terlambat
konstipasi teratasi . makan cair. olehefek depresi
KH: 4.Kolaborasi dengan dari anestesi
a.Pola BAB normal tim medis internasional.
(1-2x/minggu). 2.Mengetahui
b.Konsistensi adanya distensi
feseslunak. gas atau
c.Warna feses terjadinya
kuning. komplikasi .
d.Klien tidak takut 3.Menurunkan
untuk BAB. iritasi mukosa
e.Tidak ada nyeri atau diare.
pada saat 4.Merangsang
BAB. peristaltik
dengan perlahan
atau evaluari
feses.

 Tindakan keperawatan / implementasi


No Dx keperawatan Implementasi

12
1 Nyeri 1.Mengkaji nyeri
2.Menganjurkan keluarga pasien untuk
melaporkan nyeri segera, saat nyeri
pasien timbul.
3.Memantau TTV
4.Mengajarkan teknik distraksi dan
relaksasi
5.Memberikan posisi yang nyaman.
6.Mengkolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian obat analgesik.

2 Konstipasi 1.Mengauskultasi bising usus


2.Mengkaji keluhan nyeri abdomen.
3.Mengnjurkan beri makan cair.
4.Mengkolaborasi dengan tim medis

 Evaluasi
No Dx keperawatan Evaluasi
1 Nyeri S:
- Klien mengatakan nyeri pada
abdomen bagian bawah (skala 7)
O:
- Ku lemah
- Ekspresi wajah nampak meringis
- Observasi tanda-tanda vital (TTV) :
- TD : 130/80 mmHg
- N: 84x/menit
- S : 36,50C
- P :24x/menit.
A:
- Masalah belum teratasi
P:

- Intervensi di lanjutkan 1, 2, 3, 4, 5,
dan 6.
2 Konstipasi S:
- Klien mengatakan tidak pernah BAB

13
- Klien mengatakan nyeri tekan pada
abdomen (kembung)
O:
- Ku lemah
- Abdomen nampak kembung
A:
- Masalah belum teratasi
P:
- Intervensi di lanjutkan 1, 2, 3 dan 4.

14
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah memahami pembahasan dan mengolah data yang disajikan, maka penulis
menarik kesimpulan sebagai berikut :
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial
atau total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsino ma dan
perkembangannya lambat. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru mengenai usus
halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis
dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.

B.Saran

1. Gaya hidup (life style) memberikan pengaruh yang sangat besar dalam menjaga
kesehatan, maka jika kita ingin mendapatkan kehidupan yang sehat harus dimulai dari
gaya hidup yang sehat pula.
2. Makanan yang mengandung nilai gizi seimbang akan memeperkecil resiko
terjangkitnya penyakit pada system pencernaan.
3. Kita harus memperhatikan kebersihan makanan yang akan kita makan, karena jika
makanan yang dikonsumsi telah terkontaminasi oleh bakteri, akan menimbulkan
berbagai jenis penyakit pada tubuh kita.
4. Bagi penderita hernia, disarankan agar jangan terlalu kelelahan dalam beraktifitas dan
bekerja.

15
DAFTAR PUSTAKA

Closky, Bulaceck G. 2000. Nursing intervention classification (NIC). Mosby: Philadelphia.

Dermawan, dkk. 2010. Keperawatan medika bedah sistem pencernaan. Yogyakarta:


Gosyen Publishing.

Inayah, Iin. 2004. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan.
Jakarta: Salemba Medika.

Johnson. 2000. Nursing outcome classification (NOC). Mosby: Philadelphia.

Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman praktik keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk. Ed. 1.
Jakarta : EGC.

Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.

16

Anda mungkin juga menyukai