ILEUS OBSTRUKSI
OLEH:
P07120217016
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Definisi
adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga
untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi Intestinal ini merujuk pada
adanya sumbatan mekanik atau nonmekanik parsial atau total dari usus besar dan usus
Indonesia menempati urutan ke 107 dalam jumlah kematian yang disebabkan oleh
penyakit saluran cerna (World Health Organization, 2008). Obstruksi usus sering
disebut juga ileus obstruksi merupakan kegawatan dalam bedah abdomen yang sering
dijumpai. Ileus obstruksi merupakan 60-70% seluruh kasus akut abdomen yang bukan
apendisitis akut .Sekitar 20% pasien datang kerumah sakit datang dengan keluhan nyeri
perut karena obstruksi pada saluran cerna, 80% terjadi pada usus halus.
komplikasi seperti :
Dehidrasi (kekurangan cairan)
Kematian sel atau jaringan usus (nekrosis)
Infeksi pada rongga perut (peritonitis) dapat memburuk menjadi sepsis
Gangguan keseimbangan elektrolit
2. Klasifikasi
menjadi,antara lain
1. Ileus obstrruktif letak tinggi : obstruksi mengenai usus halus (dari gaster
2. Ileus obstruktif letak rendah : obstruksi mengenai usus besar (dari ileum
terminal sampairectum).
Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong, 2005) :
pembuluh darah.
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis
atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar
suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat
obstruksi.
Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif dibagi dua
2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon,
tidak ada – kemudian mempunyai ampas, bising usus dan bunyi “hush”
kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan difus
minimal.
usus)
5. Pada pemeriksaan foto : ditemukan gambaran Harring bone appearance atau step
leader fenomena
7. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan terlokalisir; distensi
4. Etiologi
Susan C Smeltzer & Brenda G. Bare (2002),Susan Martin Tucker (1998), Christian
Stone M.D (2004) dan Barbara C Long (1996) mengatakan bahwa penyebab dari ileus
obstruktif adalah :
permukaan peritoneum yang berdekatan, baik antar peritoneum viseral maupun antara
3. Karsinoma, tumor yang ada dalam dinding usus meluas ke lumen usus, atau tumor
5. Sekumpulan cacing
5. Patofisiologi
Menurut Ester (2001 : 49) pathofisiologi dari obstruksi usus atau illeus adalah :
Secara normal 7-8 cairan kaya elektrolit disekresi oleh usus dan kebanyakan
direabsorbsi, bila usus tersumbat, cairan ini sebagian tertahan dalam usus dan sebagian
sirkulasi. Mengakibatkan hipotensi, syok hipovolemik dan penurunan aliran darah ginjal
dan serebral. Pada awitan obstruksi, cairan dan udara terkumpul pada bagian proksimal
sisi yang bermasalah, menyebabkan distensi. Manifestasi terjadinya lebih cepat dan lebih
tegas pada blok usus halus karena usus halus lebih sempit dan secara normal lebih aktif,
volume besar sekresi dari usus halus menambah distensi, sekresi satu-satunya yang yang
untuk mendorong material melalui area yang tersumbat. Dalam beberapa jam
peningkatan peristaltik dan usus memperlambat proses yang disebabkan oleh obstruksi.
masih tetap berlanjut segera, tekanan intralumen aliran balik vena, yang meninkatkan
1. Pemeriksaan Radiologi
lengkung usus halus disertai adanya batas antara air dan udara atau gas (air-fluid
Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus halus.
Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi letak
rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen. Pada anak-anak
c. CT–Scan.
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai
d. USG
2. Pemeriksaan Laboratorium
Penanganan gawat darurat yang dilakukan pada pasien dengan ileus obstruksi yaitu :
Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian cairan intravena dengan
cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor dengan pemasangan Foley
Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus ditambahkan pada cairan intravena bila
diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit, dilakukan
untuk menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas
dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi intestinal. (Evers, 2004)
Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk dilakukan
ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk mengosongkan
meminimalkan terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi parsial dapat diterapi
secara konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala tanpa terapi
Terapi Operatif
operatif. Pendekatan non – operatif pada beberapa pasien dengan obstruksi intestinal
komplit telah diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi yang lama tak
akan menimbulkan masalah yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda demam,
takikardia, nyeri tekan atau leukositosis. Namun harus disadari bahwa terapi non operatif
ini dilakulkan dengan berbagai resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi pada daerah
obstruksi dan penundaan terapi pada strangulasi hingga setelah terjadinya injury akan
penundaan operasi 12 – 24 jam masih dalam batas aman namun meningkatkan resiko
terjadinya strangulasi.
Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi dapat diterapi
dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara hati hati dalam pelepasan
adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa dan untuk menghindari
enterotomi yang tidak perlu. Hernia incarcerata dapat dilakukan secara manual dari segmen
akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah menyebar, terapi non-
operatif, bila berhasil, merupakan jalan yang terbaik; walaupun hanya sebagian kecil kasus
obstruksi komplit dapat berhasil di terapi dengan non-operatif. Pada kasus ini, by pass
sederhana dapat memberikan hasil yang lebih baik baik daripada by pass yang panjang
Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai viabilitas dari segmen
usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas usus masih meragukan, segmen tersebut
harus dilepaskan dan ditempatkan pada kondisi hangat, salin moistened sponge selama 15-
20 menit dan kemudian dilakukan penilaian kembali. Bila warna normalnya telah kembali
dan didapatkan adanya peristaltik, berarti segmen usus tersebut aman untuk dikembalikan.
Ke depannya dapat digunakan Doppler atau kontras intraoperatif untuk menilai viabilitas
usus.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus.
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi,
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
1. PENGKAJIAN
1) Primary Survey
Menurut Musliha (2010), Penilaian Awal yang dilakukan adalah ABC jika ada indikasi,
a. Airway
Membuka jalan nafas penggunakan menggunakan teknik head tilt chin lift
atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing
yang mengakibatkan tertutupnya jalan nafas. Muntahan, makanan, darah atau
b. Breathing
pemeriksaan status respirasi klien. Jika pernafasan pasien cepat atau tidak
c. Circulation
d. Disability
Kaji ulang tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan GCS, tonus otot dan
cek pupil.
e. Exposure
pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga
2) Secondary Survey
a. Umum
leukositosis.
b. Khusus:
1) Usus halus:
b) Distensi ringan
c) Mual
e) Dehidrasi
2) Usus Besar:
b) Distensi berat
ii. Eliminasi : Klien mengalami konstipasi dan tidak bisa flatus karena
iii. Istirahat : Tidak bisa tidur karena nyeri hebat, kembung dan
muntah.
Pemeriksaan
d. Pemeriksaan fisik
adanya nyeri tekan, hipertimpani, bising usus > 12x/mnt, distensi abdomen. Pada
adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia. Gejala umum
dan kelebihan cairan di usus, hiperperistaltis berkala berupa kolik yang disertai
mual dan muntah. Kolik tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus
kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi. Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi tidak ada lagi flatus
atau defekasi.
nyeri tumpul dan pembengkakan atau massa yang abnormal. Gejala permulaan
pada obstruksi kolon adalah perubahan kebiasaan buang air besar terutama berupa
obstipasi dan kembung yang kadang disertai kolik pada perut bagian bawah. Pada
usus ataupun kontur usus pada dinding perut. Biasanya distensi terjadi pada
sekum dan kolon bagian proksimal karena bagian ini mudah membesar.
Dengan stetoskop, diperiksa suara normal dari usus yang berfungsi (bising
usus). Pada penyakit ini, bising usus mungkin terdengar sangat keras dan bernada
2. DIAGNOSA
gastrointestinal
pengaturan
3. INTERVENSI
(5)
2. Pemberian Analgesik
- Identifikasi karakteristik
2. Kontrol Nyeri
nyeri (mis. Pencetus, pereda,
a. Melaporkan nyeri
kualitas, lokasi, intensitas,
terkontrol meningkat (5)
frekuensi, durasi)
b. Kemampuan mengenali
- Identifikasi riwayat alergi
onset nyeri meningkat (5)
obat
c. Kemampuan mengenali
- Monitor tanda-tanda vital
penyebab nyeri meningkat
sebelum dan sesudah
(5)
pemberian analgetik
d. Kemampuan menggunakan
- Dokumentasikan respons
teknik non-farmakologis
terhadap efek analgesic dan
meningkat (5)
efek yang tidak diinginkan
e. Keluhan nyeri menurun (5)
- Jelaskan efek terapi dan efek
f. Penggunaan analgesic
samping obat
menurun (5)
- Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesic, sesuai
indikasi
dengan penurunan sirkulasi maka Motilitas Gastrointestinal makan saat ini dan masa lalu
perlu.
No Diagnosa Keperawatan Standar Luaran ( SLKI ) Standar Intervensi ( SIKI )
dengan penurunan motilitas keperawatan selama … x 2 jam a. Identifikasi masalah usus dan
feces
i. Anjurkan meningkatkan
tinggi serat
kontraindikasi
2. Terapi Relaksasi
energi, kemampuan
kognitif
memungkinkan
berirama
hypokalemia
hyperkalemia
4. IMPLEMENTASI
5. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir proses asuhan keperawatan. Pada tahap ini kita
melakukan penilaian akhir terhadap kondisi pasien dan disesuaikan dengan kriteria hasil
Brunner and Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
Corwin, Mutaqin. 2003. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: Salemba
Medica
Inayah, iin. 2004. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, 202. Jakarta: EGC
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta
Selatan.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Denifisi dan Kriteria Hasil Keperawatan.
Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan.