Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

GASTROINETAL BLEEDING

I. Konsep Penyakit

A. Definisi

Perdarahan pada saluran cerna terutama disebabkan oleh tukak lambung atau gastritis.

Perdarahan saluran cerna dibagi menjadi perdarahan saluran cerna bagian atas dan bagian

bawah. Perdarahan yang terjadi di saluran cerna bila disebabkan oleh adanya erosi arteri

akan mengeluarkan darah lebih banyak dan tidak dapat dihentikan dengan penatalaksanaan

medis saja. Perdarahan saluran cerna adalah suatu perdarahan yang bisa terjadi dimana saja di

sepanjang saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus. Bisa berupa ditemukannya

darah dalam tinja atau muntah darah, tetapi gejala bisa juga tersembunyi dan hanya bisa

diketahui melalui pemeriksaan tertentu. Perdarahan yang terjadi di saluran cerna bila

disebabkan oleh adanya erosi arteri akan mengeluarkan darah lebih banyak dan tidak dapat

dihentikan dengan penatalaksanaan medis saja (Mansjoer, 2000)

B. Klasifikasi

Perdarahan saluran cerna dapat dibagi menjadi 2 yaitu

1. Perdarahan saluran cerna bagian atas

2. Perdarahan saluran cerna bagian bawah /Lower gastrointestinal bleeding (LGIB)

(Mansjoer, 2000)

C. Etiologi

Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas terbanyak di Indonesia adalah karena

pecahnya varises esophagus, dengan rata-rata 45-50% seluruh perdarahan saluran cerna

bagian atas.
1. Perdarahan saluran cerna bagian atas

a. Esophageal : varises, inflamasi, ulkus, tumor, Perlukaan Mallory-Weiss.

b. Gaster : Ulkus, gastritis, tumor, angiodiplasia

c. Usus Halus : ulkus peptikum, angiodiplasia, Penyakit Chron, Divertikulum Meckel.

2. Perdarahan saluran cerna bagian bawah

a. Tumor ganas

b. Polip

c. Kolitis ulseratif

d. Penyakit Chron

e. Angiodiplasia

f. Divertikula

g. Hemorhoid

h. Fistula rectal

i. Hemoragik massif saluran cerna bagian atas

D. Patofisiologi

Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan peningkatan

tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam submukosa

esopagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk mengalihkan darah dari

sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya teklanan dalam vena ini, maka vena

tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah (disebut varises). Varises

dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat

mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan

penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan
penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh

melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi

 Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat pada

saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan

mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel akan berubah menjadi metabolsime anaerobi, dan

terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh sistem

tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi sistem tersebut akan mengalami kegagalan.

Perdarahan Saluran Cerna

Perdarahan Saluran Cerna


Atas dan Bawah

Peningkatan tekanan vena

Varises

Volume Cairan Perdarahan Gastrointestinal Resiko Infeksi

Volume cairan Penurunan tekanan darah


kurang dari
kebutuhan

Suplai O2 menurun

Gangguan pertukaran gas


E. Tanda dan Gejala

1. Muntah darah (hematemesis). Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya

disebabkan oleh penyakit saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses

berwarna hitam per rektal yang mengandung campuran darah, biasanya disebabkan

oleh perdarahan usus proksimal (Grace & Borley, 2007)

2. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena). Tinja yang kehitaman biasanya

merupakan akibat dari perdarahan di saluran pencernaan bagian atas, misalnya

lambung atau usus dua belas jari. Warna hitam terjadi karena darah tercemar oleh

asam lambung dan oleh pencernaan kuman selama beberapa jam sebelum keluar dari

tubuh. Sekitar 200 gram darah dapat menghasilkan tinja yang berwarna kehitaman. 

3. Mengeluarkan darah dari rektum (hematoskezia) 

4. Waterbrash merupakan regurgitasi isi lambung kedalam rongga mulut. Gangguan ini

dirasakan terdapat pada tenggorokan sebagai rasa asam atau cairan panas yang pahit.

5. Pirosis ( nyeri uluhati ). Pirosis sering ditandai sensasi panas. Nyeri uluhati dapat

disebabkan oleh refluks asam lambung atau sekrat empedu kedalam esofahus bagian

bawah, keduanya sangat mengiritasi mukosa. 

6. Penderita dengan perdarahan jangka panjang, bisa menunjukkan gejala-gejala anemia

seperti mudah lelah, terlihat pucat, nyeri dada dan pusing. Jika terdapat gejala-gejala

tersebut, dokter bisa mengetahui adanya penurunan abnormal tekanan darah, pada saat

penderita berdiri setelah sebelumnya berbaring. 

7. Gejala yang menunjukan adanya kehilangan darah yang serius adalah denyut nadi

yang cepat, tekanan darah rendah dan berkurangnya pembentukan air kemih. Tangan

dan kaki penderita juga akan teraba dingin dan basah. Berkurangnya aliran darah ke

otak karena kehilangan darah, bisa menyebabkan bingung, disorientasi, rasa

mengantuk dan bahkan syok


8. Pada penderita perdarahan saluran pencernaan yang serius, gejala dari penyakit

lainnya, seperti gagal jantung, tekanan darah tinggi, penyakit paru-paru dan gagal

ginjal, bisa bertmbah buruk. Pada penderita penyakit hati, perdarahan ke dalam usus

bisa menyebabkan pembentukan racun yang akan menimbulkan gejala seperti

perubahan kepribadian, perubahan kesiagaan dan perubahan kemampuan mental

(ensefalopati hepatik). (Sylfia A. Price, 1994 : 359)

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Hitung darah lengakap : Pe ↓ Hb, pe ↓ Ht, pe ↑ SDP

2. Elektrolit : Pe ↓ Kalium, pe ↑ Natrium, pe ↑ glukosa, ↑ asam laktat

3. Hematologi : Perpanjangan masa protrombin, perpanjangan masa tromboplastin

4. Analisa gas darah : Alkalosis respiratorik, hipoksemia

G. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan kolaboratif, intervensinya mencakup 4 langkah :

1. Kaji keparahan perdarahan

2. Gantikan cairan dan produk darah, untuk mencegah syok

3. Tegakkan diagnosa penyebab perdarahan

4. Rencanakan dan laksanakan perawatan definitive dengan ;Terapi endoskopi, bilas

lambung, pemberian Pitresin, menguarngi asam lambung, Memperbaiki status

hipokoagulai, balon tamponade.

5. Terapi pembedahan ( antrektomi, gastrektomi, gastroenterostomi, dan vagotomi.

H. Komplikasi

1. Koma hepatikum ( encephalopathy hepatikum)


II. Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam

melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa,

sehingga dapat diketahui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan data yang akurat dan

sistematis akan membantu menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta

memudahkan dalam perumusan diagnosa keperawatan. (Doenges,2000).

Cara pengumpulan data dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu observasi

wawancara dan pemeriksaan fisik. Selain itu dapat juga dengan catatan klien seperti catatan

klinik, dokumentasi dan kasus klien, dan literatur yang mencakup semua material, buku-

buku, majalah dan surat kabar. Pengkajian pada klien Hematemesis Melena yang merujuk

pada kasus Perdarahan Gastrointestinal atas menurut Doenges (2000):

a. Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium

Anamnesis: perlu ditanyakan tentang:

1. Riwayat penyakit dahulu: hepatitis, penyakit hati menahun, alkohlisme, penyakit

lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti leuikemia,

dll.

2. Pada perdarahan karena pecahnya varises esophgaus, tidak ditemukan keluhan

nyeri atau pedih di daerah epigastrium

3. Tanda-gejala hemel timbul mendadak

4. Tanyakan prakiraan jumlah darah: misalnya satu gelas, dua gelas atau lainnya

Pemeriksaan Fisik:
1. Keadaan umum

2. Kesadaran

3. Nadi, tekanan darah

4. Tanda-tanda anemia

5. Gejala hypovolemia

6. Tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hati: spider nevi, ginekomasti, eritema

palmaris, capit medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema

tungkai.

Laboratorium:

1. Hitung darah lengkap: penurunan Hb, Ht, peningkatan leukosit

2. Elektrolit: penurunan kalium serum; peningkatan natrium, glukosa serum dan

laktat.

3. Profil hematologi: perpanjangan masa protrombin, tromboplastin

4. Gas darah arteri: alkalosis respiratori, hipoksemia.

b. Pemeriksaan Radiologis

1. Dilakukan dengan pemeriksaan esopagogram untuk daerah esopagus dan double

contrast untuk lambung dan duodenum.

2. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada 1/3 distal

esopagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada tidaknya varises, sedini

mungkin setelah hematemisis berhenti.

c. Pemeriksaan Endoskopi

1. Untuk menentukan asal dan sumber perdarahan


2. Keuntungan lain: dapat diambil foto, aspirasi cairan dan biopsi untuk pemeriksaan

sitopatologik

3. Dilakukan sedini mungkin setelah hematemisis berhenti.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan aliran intravena.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan (kehilangan secara aktif)

3. Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemik karena

perdarahan.

4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang

penyakitnya.

C. Intervensi Keperawatan

a. Diagnosa Keperawatan. 1. 

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan aliran intravena. 

Tujuan : Pasien tidak akan mengalami infeksi nosokomial Pantau adanya

distensi abdomen

Intervensi :

1. Baringkan pasien pada bagian kepala tempat tidur yang ditinggikan jika

segalanya memungkinkan

2. Pertahankan fungsi dan patensi NGT dengan tepat

3. Atasi segera mual

4. Pertahankan kestabilan selang intravena.

5. Ukur suhu tubuh setiap jam


6. Pantau sistem intravena terhadap patensi, infiltrasi, dan tanda-tanda infeksi

7. Ganti letak intravena setiap 48-72 jam dan jika perlu

8. Ganti larutan intravena sedikitnya tiap 24 jam

9. Letak insersi setiap shift

10. Gunakan tehnik aseptik saat mengganti balutan dan selang. Pertahankan

balutan bersih dan steril

b. Diagnosa keperawatan. 2

Kekurangan voleme cairan berhubungan dengan perdarahan (kehilangan secara aktif).

Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi.

Intervensi : 

1. Catat karakteristik muntah dan/ atau drainase.

2. Awasi tanda vital; bandingkan dengan hasil normal klien/sebelumnya.

Ukur TD dengan posisi duduk, berbaring, berdiri bila mungkin .

3. Catat respons fisiologis individual pasien terhadap perdarahan, misalnya

perubahan mental, kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat,

takipnea, peningkatan suhu.

4. Awasi masukan dan haluaran dan hubungkan dengan perubahan berat

badan. Ukur kehilangan darah/ cairan melalui muntah dan defekasi.

5. Pertahankan tirah baring; mencegah muntah dan tegangan pada saat

defekasi. Jadwalkan aktivitas untuk memberikan periode istirahat tanpa

gangguan. Hilangkan rangsangan berbahaya.

6. Tinggikan kepala tempat tidur selama pemberian antasida.


Kolaborasi:

1. Berikan cairan/darah sesuai indikasi.

2. Berikan obat antibiotik sesuai indikasi.

3. Awasi pemeriksaan laboratorium; misalnya Hb/ Ht

c. Diagnosa Keperawatan. 3

Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemik karena

perdarahan.

Tujuan : Resiko gangguan perfusi jaringan tidak terjadi.

Intervensi :

1. Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing/ sakit kepala.

2. Auskultasi nadi apikal. Awasi kecepatan jantung/irama bila EKG kontinu

ada.

3. Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler lambat,

dan nadi perifer lemah.

4. Catat laporan nyeri abdomen, khususnya tiba-tiba nyeri hebat atau nyeri

menyebar ke bahu.

5. Observasi kulit untuk pucat, kemerahan. Pijat dengan minyak. Ubah posisi

dengan sering.

Kolaborasi

1. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi

2. Berikan cairan IV sesuai indikasi.


d. Diagnosa Keperawatan. 4. 

Kurangnya pengetahua berhubungan dengan kurangnya informasi tentang

penyakitnya

Tujuan : Pengetahuan klien tentang perawatan di rumah bertambah setelah

Diberikan pendidikan kesehatan.

Intervensi :

1. Kaji sejauh mana ketidakmengertian klien dan keluarga tentang penyakit

yang diderita.

2. Diskusikan dengan klien untuk melakukan pendidikan kesehatan.

3. Berikan penjelasan tentang penyakit yang klien derita, cara pengobatan

dan perawatan dirumah serta pencegahan kekambuhan penyakit.

4. Berikan kesempatan klien dan keluarga untuk berpartisipasi aktif dalam

pendidikan kesehatan.

5. Berikan evaluasi terhadap keefektifan pendidikan kesehatan.


Daftar Pustaka

Eliastam, M., Sternbach, G., & Bresler, M. (1998). Buku saku : Penuntun
kedaruratan

medis. ( edisi 5 ). Jakarta ; EGC.

Hudak dan Galo. (1996). Keperawatan kritis: Pendekatan holistik. (Vol. II, edisi 6).

Jakarta: EGC.

Suparman. (1987). Ilmu penyakit dalam. (Jilid I, edisi kedua). Jakarta: Balai Penerbit

FKUI.

Eliastam, M., Sternbach, G., & Bresler, M. (1998). Buku saku : Penuntun
kedaruratan

medis. ( edisi 5 ). Jakarta ; EGC.

Hudak & Gallo.(1994). Critical care nursing : a holistic approach. (7th edition).

Lippincott : Philadelphia..

Thelan, et.al. (1994).  Critical care nursing ; Diagnosis and management. (2nd
edition).

St. louis ; Mosby Company

Anda mungkin juga menyukai