BAB I
LATAR BELAKANG
A. Latar Belakang
Gagal jantung merupakan salah satu penyebab morbiditas & mortalitas.Akhir-
akhir ini insiden gagal jantung mengalami peningkatan. Kajian epidemologi menunjukan
bahwa ada berbagai kondisi yang mendahului dan menyertai gagal jantung.Kondisi terbut
dinamakan faktor resiko. Faktor resiko yang ada dapat dimodifikasi artinya dapat
dikontrol dengan mengubah gaya hidup atau kebiasaan pribadi dan faktor resiko yang non
modifiable yang merupakan konsekuensi genetik yang tak dapat dikontrol. Contoh : ras
dan jenis kelamin. Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai
pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri – ciri
yang penting dari definisi ini adalah pertama definisi gagal adalah relatif terhadap
kebutuhan metabolik tubuh, kedua penekanan arti gagal ditunjukan pada fungsi pompa
jantung secara keseluruhan (Sudoyo, 2009)
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mampu melakukan proses keperawatan, mahasiswa mampu melakukan upaya
pemecahan masalah yang ada pada kasus pasien dengan gagal jantung kongestif
dengan menggunakan pendekatan proses asuhan keperawatan yang disusun secara
sistematis dan komprehensif.
2. Tujuan khusus
a. Mampu menjelaskan pengertian CHF
b. Mampu menjelaskan kalsifikasi CHF
c. Mampu menjelaskan etiologi CHF
d. Mampu menjelaskan patofiologi CHF
e. Mampu menjelaskan patways CHF
f. Mampu menjelasakan manifestasi CHF
g. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada CHF
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien
dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi)
guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau
mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal.Jantung hanya mampu memompa darah
untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu
memompa dengan kuat.Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air
dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh
seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak
(congestive), (Udjianti, 2010).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian
volume diastolik secara abnormal, (Mansjoer dan Triyanti, 2007).
Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur atau fungsi
jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke
jaringan dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, (Darmojo, 2004 cit Ardini
2007).
B. Klasifikasi
Klasifikasi CHF menurut KILLIP
Tahap 1
Tidak ada gagal jantung, tidak ada tanda klinis dekompensasi jantung
Tahap 2
Gagal jantung, kriteria diagnostik termasuk krepitasi, gallop S3 dan hipertensi vena.
Kongesti paru dengan ronchi basah halus
Tahap 3
Gagal jantung parah, edema paru frank di semua bidang paru
Tahap 4
Syok kardiogenik, tanda tanda meliputi hipertensi ( SPB < 90 mmHg), dan bukti
Vasokontriksi perifer seperti Oligouric, Sianosis dan Diafosesi
C. Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiologi eksterna maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronis/
berat.
2. Faktor interna (dari dalam jantung)
a. Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect (ASD),
stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b. Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c. Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d. Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
D. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat
dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO: Cardiac output)
adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke
Volume).
(Ramali, Ahmad. 2008).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung
berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah
yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
(Dona. 2006.)
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang
tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada
jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung
dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung); (2)
Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel
dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium); (3)
Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
(Behrman, dkk. 2009.)
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik
pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat
penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan
pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan
meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu
sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi
ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi
peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua
atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan
meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema
sistemik (Niken Jayanthi 2010).
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan
arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan
humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi
miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume darah
sentral yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang
untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh
karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya
iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload
dapat memperburuk kongesti pulmoner.
(Ngastiyah. 2007)
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi
ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivasi ini
sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu efek
penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan
kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem
rennin-angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi
vaskuler perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi
sodium dan cairan (Wajan Juni Udjianti 2010).
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam
sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal
jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium,
yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator,
(Brunner&Suddart,2008).
Pathway
Faktor-faktor yang
berhubungan:
Hipovolemia
Hipervolemia
Aliran arteri terputus
Exchange problems
Aliran vena terputus
Hipoventilasi
Reduksi mekanik pada
vena dan atau aliran
darah arteri
Kerusakan transport
oksigen melalui
alveolar dan atau
membran kapiler
Tidak sebanding antara
ventilasi dengan aliran
darah
Keracunan enzim
Perubahan
afinitas/ikatan O2
dengan Hb
Penurunan konsentrasi
Hb dalam darah
3 Gangguan pertukaran NOC: NIC :
gas b/d kongesti paru, Respiratory Status: Gas
hipertensi pulmonal, exchange Airway Management
penurunan perifer yang Respiratory Status:
mengakibatkan ventilation Buka jalan nafas, guanakan teknik
asidosis laktat dan Vital Sign Status chin lift atau jaw thrust bila perlu
penurunan curah
jantung. Kriteria Hasil: Posisikan pasien untuk
Mendemonstrasikan memaksimalkan ventilasi
Definisi: peningkatan ventilasi dan
Kelebihan atau oksigenasi yang adekuat Identifikasi pasien perlunya
kekurangan dalam Memelihara kebersihan pemasangan alat jalan nafas
oksigenasi dan atau paru paru dan bebas dari buatan
pengeluaran tanda tanda distress
karbondioksida di pernafasan
Pasang mayo bila perlu
dalam membran kapiler Mendemonstrasikan batuk
alveoli efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis Lakukan fisioterapi dada jika
Batasan karakteristik: dan dyspneu (mampu perlu
Gangguan penglihatan mengeluarkan sputum,
Penurunan CO2 mampu bernafas dengan Keluarkan sekret dengan batuk
Takikardi mudah, tidak ada pursed atau suction
Hiperkapnia lips)
Keletihan Tanda tanda vital dalam Auskultasi suara nafas, catat
Somnolen rentang normal adanya suara tambahan
Iritabilitas
Hypoxia Lakukan suction pada mayo
Kebingungan
Dyspnoe Berika bronkodilator bial perlu
Nasal faring
AGD Normal Barikan pelembab udara
Sianosis
Warna kulit abnormal Atur intake untuk cairan
(pucat, kehitaman) mengoptimalkan keseimbangan
Faktor faktor yang Monitor respirasi dan status O2
berhubungan:
Ketidakseimbangan
Respiratory Monitoring
perfusi ventilasi
Perubahan membran
kapiler-alveolar Monitor rata – rata, kedalaman,
irama dan usaha respirasi
Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut dengan
Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006. Semarang: UNDIP
Jayanti, N. 2010. Gagal Jantung Kongestif. Dimuat dalam
http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/22/lp-gagal-jantung-kongestif/ (diakses pada 6
Februari 2012)
Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., Iet all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika
Keliat, Budi Anna, dkk. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi
10. Jakarta: EGC.
Moorhead, Sue. Dkk diterjemakan Nurjannah, Intansari dkk. 2015. Nursing Outcomes
Classification (NOC) Edisi ke-5. Jakarta: EGC.
Bulechek, Gloria M. Dkk diterjemakan Nurjannah, Intansari dkk. 2015. Nursing Interventions
Classification (NIC) Edisi ke-5. Jakarta: EGC.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama : Tn. W
Umur : 82 tahun
Alamat : Wergu Kulon 03/02 Kota Kudus
Agama : Islam
Suku/ Bangsa : Jawa/ Indonesia
Status perkawinan : Kawin
Tanggal masuk RS : 27-01-2017
No RM : 560873
Diagnosa Medis : CHF (Congestive Heart Failure), Hipertensi
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. S
Umur : 56 tahun
Alamat : Gondang Manis 01/07
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa/ Indonesia
Status Perkawinan : Kawin
Hub. dengan pasien : Anak
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama: pasien mengatakan sesak napas
b. Riwayat kesehatan sekarang: anak pasien mengatakan pasien sesak nafas sejak
tanggal 26 Januari 2017 pada malam hari, selanjutnya pasien langsung di bawa ke
IGD RSUD dr. Loekomono Hadi Kudus pada tanggal 27 Januari 2017 pada pukul
18.45, di IGD pasien dilakukan pemeriksaan tanda tanda vital dan didapatkan data
TD: 130/90 mmHg HR: 135 x/menit RR: 30 x/menit Suhu: 36ºC SPO2: 98% dengan
keluhan badan lemas, sesak nafas, pusing, pasien mendapatkan terapi obat dari IGD
furosemide 2x1 ampul, cairan infus RL 8 tpm, menggunakan NRM 8 liter selanjutnya
pada tgl 27 Januari 2017 pkl 22.00 pasien dipindahkan ke ruang ICU dengan takikardi
untuk mendapatkan perawatan intensive.
c. Riwayat penyakit dahulu: anak pasien mengatakan pasien mempunyai riwayat
penyakit Hipertensi sejak 10 tahun yang lalu, pasien mengkonsumsi obat anti
hipertensi dan obat lainnya dan tiap satu bulan sekali pasien kontrol ke dokter
keluarga.
d. Riwayat penyakit keluarga: anak pasien mengtakan keluarga ada yang mempunyai
penyakit hipertensi seperti pasien yaitu ayah pasien yang sudah meninggal.
e. Riwayat alergi: anak pasien mengatakan pasien tidak mempunyai alergi makanan
ataupun obat-obatan.
f. Genogram
A B B A
Tn.W
Keterangan:
: laki-laki
: perempuan
: meninggal
: sakit
5. Tidur/ istirahat:
Pasien tidur kurang lebih 8 Jam, tidur siang kurang lebih 3 jam
6. Kognitif dan persepsi:
Kesadaran pasien composmentis E4 M6 V5
7. Peran hubungan:
Pasien berberan sebagai ayah
8. Seksual reproduksi:
Pasien sedang sakit
9. Koping toleransi stres:
Pasien mendapat dukungan dan do’a dari keluarga
10. Nilai kepercayaan:
Pasien beragama islam
C. Analisa Data ( 29 Januari 2017 jam 08.00)
NO TGL/ JAM DATA FOKUS PROBLEM ETIOLOGI
1 29 Jan 2017 DS: Pola nafas tidak Hiperventilasi
08.00 Pasien mengatakan sesak napas efektif
DO:
Irama pernapasan irreguler, RR
28x/mnt, ada sekret, SPO2 99% dg
NC 5 lpm
2 29 Jan 2017 DS: Gangguan perfusi Infark miokard
08.30 Pasien mengatakan sesak napas jaringan miokrard
DO:
HR: 147x/mnt, CRT > 2 dtk, akral
dingin, TD 169/129x/mnt, ada T
elevasi, ada atrium fibrilasi
D. Diagnosa Keperawatan
I. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
II. Gangguan perfusi jaringan miokard berhubungan dengan miokard infark
III. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
IV. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
V. Intoleransi aktifitas
VI. Gangguan eliminasi
E. Intervensi Keperwatan
DX. TUJUAN INTERVENSI
NO TGL/ JAM
KEP DAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
1 29 Jan 2017 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda-tanda vital
08.00 keperawatan selama 3x24 jam pasien
diharapkan kebutuhan oksigen Rasional: untuk mengetahui
pasien terpenuhi dengan kriteria keadaan hemonidamik pasien
hasil: 2. Berikan pasien posisi semi
1. SPO2 100% fowler
I
2. RR 16-24x/mnt Rasional: untuk
3. Irama pernapassan reguler mempertahankan kepatenan
4. Sekret menjadi lebih encer jalan napas
3. Berikan terapi sesuai advice
Rasional: untuk membantu
kesembuhan pasien
2 29 Jan 2017 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor hemodinamik pasien
08.00 keperawatan selama 3x24 jam Rasional: untuk naik/ turunnya
diharapkan tidak ada gangguan nilai hemodinamik pasien
perfusi jaringan dengan kriteria 2. Berikan terapi sesuai advice
II hasil: Rasional: untuk membantu
1. HR 60-100x/mnt proses penyembuhan pasien
2. TD 120/80mmHg
3. Akral hangat
4. CRT < 2 dtk
F. Implementasi
NO.IN
NO TGL/ JAM NO.DX TERV IMPLEMENTASI RESPON PARAF
ENSI
1 Memonitor tanda- DS: -
tanda vital pasien DO:
29 Jan 2017
I 1 TD 169/129, HR 147,
08.00
SPO2 99%, RR
28x/mnt, S 37
2 Melakukan oral DS: -
hygiene DO: mulut pasien
08.05
tampak bersih dan
pasien merasa nyaman
3 Memberikan diit DS: -
bubur DO:
Menghabiskan ½ porsi
08.15
makan dan minum 1
gelas, tidak mual/
muntah
4 Memberikan terapi DS: -
furosemid, DO:
08.30 I&II 2&3
amlodipin, amiodaron Tekanan darah masih
tinggi
5 Memberikan posisi DS: -
09.00 I 2 semi fowler DO: pasien terlihat
nyaman
6 Memonitor DS: -
hemodinamik pasien DO:
HR 152, TD 162/123,
11.00 II 1
SPO2 99%, RR 30,
CRT > 2 dtk, akral
dingin, S 37
7 Memberikan diit DS: -
bubur DO:
Menghabiskan ½ porsi
12.00
makan dan minum 1
gelas, tidak mual/
muntah
8 Memberikan terapi DS: -
amiodaron DO:
12.10 II 2
Tekanan darah masih
tinggi
9 13.00 Menghitung balance Intake : infus +
cairan injeksi + makan/
minum
: 300 + 20 + 350
: 670
IWL : (15 x BB x
7) : 24
: (15 x 60 x 7) : 24
: 262
Output : urin + IWL +
BAB + muntah
: 800 + 262
: 1062
BC : 670 – 1062
: - 398
10 Memonitor tanda- DS: -
tanda vital pasien DO:
TD 139/102, HR 140,
16.00 I 1
SPO2 99%, RR
26x/mnt, S 37, CRT > 2
dtk, akral dingin
11 Memberikan diit DS: -
bubur DO:
17.00 Menghabiskan ¼ porsi
makan dan minum 1
gls, tidak mual/ muntah
12 Memberikan terapi DS: -
18.00 II 2 spinorolakton, DO: Tekanan darah
simarc, amiodaron pasien masih tinggi
13 Memberikan terapi DS: -
20.00 I 1
furosemid DO: deuresis
14 Menyibin pasien DS: -
30 Jan 2017
DO: pasien tampak
06.00
bersih
15 Memonitor tanda- DS: -
tanda vital pasien DO:
08.00 I 1 TD 132/124, HR 149,
SPO2100%, RR
28x/mnt, S 36,5
16 Melakukan oral DS: -
hygiene DO: mulut pasien
08.10
tampak bersih dan
pasien merasa nyaman
17 Memberikan diit DS: -
bubur DO:
Menghabiskan ½ porsi
08.20
makan dan minum 1
gelas, tidak mual/
muntah
18 Memberikan terapi DS: -
furosemid, DO:
08.30 I&II 3&2
amlodipin, amiodaron Tekanan darah masih
tinggi
19 11.00 II 1 Memonitor DS: -
hemodinamik pasien DO:
HR 150, TD 139/120,
SPO2 99%, RR 28,
CRT > 2 dtk, akral
dingin, S 36,5
20 Memberikan diit DS: -
bubur DO:
Menghabiskan ½ porsi
12.00
makan dan minum 1
gelas, tidak mual/
muntah
21 Memberikan terapi DS: -
amiodaron DO:
12.10 II 2
Tekanan darah masih
tinggi
22 Menghitung balance Intake : infus +
cairan injeksi + makan/
minum
: 500 + 20 + 450
: 970
IWL : (15 x BB x
7) : 24
13.00 : (15 x 60 x 7) : 24
: 262
Output : urin + IWL +
BAB + muntah
: 1000 + 262
: 1262
BC : 970 – 1262
: - 292
23 Memonitor tanda- DS: -
tanda vital pasien DO:
TD 139/102, HR 140,
16.00 I 1
SPO2 99%, RR
26x/mnt, S 37, CRT > 2
dtk, akral dingin
24 Memberikan diit DS: -
bubur DO:
17.00 Menghabiskan ¼ porsi
makan dan minum 1
gls, tidak mual/ muntah
25 Memberikan terapi DS: -
18.00 II 2 spinorolakton, DO: Tekanan darah
simarc, amiodaron pasien masih tinggi
26 Memberikan terapi DS: -
20.00 I 1
furosemid DO: deuresis
27 Menyibin pasien DS: -
31 Jan 2017
DO: pasien tampak
06.00
bersih
28 Memonitor tanda- DS: -
tanda vital pasien DO:
08.00 I 1 TD 145/120, HR 147,
SPO2100%, RR
28x/mnt, S 36,7
29 Melakukan oral DS: -
hygiene DO: mulut pasien
08.10
tampak bersih dan
pasien merasa nyaman
30 Memberikan diit DS: -
bubur DO:
Menghabiskan ½ porsi
08.20
makan dan minum 1
gelas, tidak mual/
muntah
31 Memberikan terapi DS: -
furosemid, DO:
08.30 I&II 3&2
amlodipin, amiodaron Tekanan darah masih
tinggi
32 Memonitor DS: -
hemodinamik pasien DO:
HR 150, TD 139/120,
11.00 II 1
SPO2 99%, RR 28,
CRT > 2 dtk, akral
dingin, S 36,5
33 Memberikan diit DS: -
bubur DO:
Menghabiskan ½ porsi
12.00
makan dan minum 1
gelas, tidak mual/
muntah
34 Memberikan terapi DS: -
amiodaron DO:
12.10 II 2
Tekanan darah masih
tinggi
35 Menghitung balance Intake : infus +
cairan injeksi + makan/
minum
: 450 + 20 + 450
: 920
IWL : (15 x BB x
7) : 24
13.00 : (15 x 60 x 7) : 24
: 262
Output : urin + IWL +
BAB + muntah
: 900 + 262
: 1162
BC : 920 – 1162
: - 242
36 16.00 I 1 Memonitor tanda- DS: -
tanda vital pasien DO:
TD 137/105, HR 146,
SPO2100%, RR
28x/mnt, S 37, CRT > 2
dtk, akral dingin
37 Memberikan diit DS: -
bubur DO:
17.00 Menghabiskan ¼ porsi
makan dan minum 1
gls, tidak mual/ muntah
38 Memberikan terapi DS: -
18.00 II 2 spinorolakton, DO: Tekanan darah
simarc, amiodaron pasien masih tinggi
39 Memberikan terapi DS: -
20.00 I 1
furosemid DO: deuresis
G. Evaluasi
DX.
NO TGL/ JAM EVALUASI PARAF
KEP
S: pasien mengatakan sesak napas
O:
30 Jan 2017 TD 132/124, HR 149, SPO2 100%, RR 28x/mnt, S 36,5,
1 I
08.00 S 36,5, ronchi, irama pernapasan irrreguler
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi no. 1, 2, 3
S: pasien mengatakan sesak napas
O:
2 08.00 II Akral dingin, CRT > 3 dtk, HR: 149, SPO2 100%
A: masalah belum teratasi
P: lanjtkan intervensi 1, 2
S: pasien mengatakan sesak napas
O:
31 Jan 2017 TD 145/120, HR 147, SPO2 100%, RR 28x/mnt, S 36,7,
3 I
08.00 S 36,5, ronchi, irama pernapasan irrreguler
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi no. 1, 2, 3
S: pasien mengatakan sesak napas
O:
4 08.00 II Akral dingin, CRT > 3 dtk, HR: 147, SPO2 100%
A: masalah belum teratasi
P: lanjtkan intervensi 1, 2
S: pasien mengatakan sesak napas
O:
1 Feb 2017 TD 140/129, HR 143, SPO2 100%, RR 30x/mnt, S 36,3,
5 I
08.00 S 36,5, ronchi, irama pernapasan irrreguler
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi no. 1, 2, 3
S: pasien mengatakan sesak napas
O:
6 08.00 II Akral dingin, CRT > 3 dtk, HR: 143, SPO2 100%
A: masalah belum teratasi
P: lanjtkan intervensi 1, 2