Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

Acute Decompensated Heart Failure (ADHF)


(Untuk Memenuhi Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat)

Disusun Oleh:

Dwi Fitriyani

(2011090)

Nama Pembimbing :

Ns. Yarwin Yari, M.Biomed., M.Kep.

Ns. Hardin La Rimba, M.Biomed.

Ns. Fendy Yesayas, M. Kep

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

STIKES RS HUSADA JAKARTA

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat Dan rahmat-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan dengan Judul “Laporan Pendahuluan
ADHF (Acute Decompensated Heart Failure)”.

Laporan pendahuluan ini disusun dalam rangka memenuhi Mata Kuliah Keperawatan Gawat
Darurat, tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada Ns. Fendy Yesayas, M. Kep, Bapak Ns.
Yarwin Yari, M.Biomed., M.Kep. dan Bapak Ns. Hardin La Rimba, M.Biomed. yang telah
membantu saya dalam mengerjakan tugas laporan pendahuluan ini. Saya juga berterima kasih kepada
teman-teman yang telah memberi kontribusi baik secara langsung maupun secara tidak langsung,
dalam pembuatan laporan pendahuluan ini.

Saya sebagai penulis mengakui bahwa ada banyak kekurangan pada laporan pendahuluan ini.
Oleh karena itu kritik dan saran dari seluruh pihak senantiasa saya harapkan. Semoga laporan
pendahuluan ini dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai ADHF (Acute
Decompensated Heart Failure)”.

Jakarta, 12 Mei 2023

Penulis
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Gagal jantung kongestif akut (ADHF), atau yang disebut gagal jantung kongestif,
adalah kondisi mendasar yang memburuk dari gagal jantung kronis yang dapat bersifat akut,
subakut atau lamban dengan gejala yang secara bertahap memburuk selama beberapa hari
atau minggu, fraksi ejeksi dapat normal atau menurun , tetapi biasanya curah jantung normal
atau tekanan darah dalam batas normal. Pasien dengan gagal jantung mengeluhkan berbagai
gejala, salah satu yang paling umum adalah sesak napas (dispnea), yang memburuk dan
biasanya tidak hanya terkait dengan peningkatan tekanan pengisian jantung, tetapi juga
membatasi curah jantung. (Smeltzer & Bare, 2008).

B. Etiologi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh:
1. Disfungsi miokard (kegagalan otot jantung)
Ketidakmampuan otot jantung untuk berkontraksi dengan baik mengakibatkan volume
sekuncup dan penurunan curah jantung.
2. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic overload)
menyebabkan obstruksi pengosongan ventrikel sehingga menurunkan curah ventrikel atau
volume sekuncup.
3. Beban volum berlebihan-pembebanan diastolic (diastolic overload)
Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload) akan
menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel meninggi prinsip
Frank Starling; Curah jantung awalnya meningkat sesuai dengan besarnya otot jantung
diregangkan, tetapi karena beban terus meningkat melebihi batas tertentu, curah jantung
menurun kembali.
4. Peningkatan kebutuhan metabolic-peningkatan kebutuhan yang berlebihan (demand
overload)
Beban kerja kebutuhan metabolik meningkat melebihi kapasitas kerja jantung, dimana
jantung berfungsi optimal, maka akan terjadi keadaan gagal jantung walaupun curah
jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan peredaran
darah tubuh.
5. Hambatan input
Hambatan pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ventrikel atau aliran balik
vena mengurangi keluaran atau output ventrikel dan menurunkan curah jantung.
6. Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Penyakit yang mendasari yang menyebabkan fungsi
otot abnormal termasuk aterosklerosis koroner, hipertensi, dan penyakit otot degeneratif
atau inflamasi.
7. Aterosklerosis koroner
Akibatnya, otot jantung mengalami disfungsi akibat gangguan peredaran darah di otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Serangan
jantung (kematian sel jantung) biasanya mendahului gagal jantung.
8. Hipertensi sistemik/pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi serabut
otot jantung.
9. Peradangan dan penyakit otot jantung
Terkait dengan gagal jantung, karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
10. Penyakit jantung
Penyakit jantung lainnya seperti stenosis katup semilunar, tamponade perikardial,
perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.
11. Faktor sistemik
Faktor sistemik seperti hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung
untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat
mengurangi suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan ketidakseimbangan elektrolit juga
dapat menurunkan kontraktilitas jantung.  (Muttaqin.A, 2014).

C. Patofisiologi
ADHF dapat terjadi pada orang dengan riwayat gagal jantung kronis tanpa gejala
yang mengalami dekompensasi akut, atau dapat juga terjadi pada orang yang tidak pernah
mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat berasal dari kardiovaskular atau
non-kardiovaskular. Etiologi ini, sama dengan faktor penyebab lainnya, menyebabkan
kelainan atau kerusakan jantung akibat iskemia miokard atau hipertrofi remodeling miokard
atau kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel, mengakibatkan
kelainan preload dan afterload yang menurunkan curah jantung. Ketika curah jantung
menurun, tubuh memulai mekanisme neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan
curah jantung. Sistem adrenergik, renin-angiotensin dan aldosteron terlibat dalam mekanisme
ini, menyebabkan peningkatan tekanan darah karena vasokonstriksi arteri dan retensi natrium
dan air. 
Kelainan pada otot jantung karena berbagai sebab dapat menurunkan kontraktilitas
otot jantung sehingga menurunkan isi sekuncup dan kekuatan kontraksi otot jantung sehingga
terjadi penurunan curah jantung. Demikian pula pada penyakit sistemik (misal : demam,
tirotoksikosis, anemia, asidosis) menyebabkan jantung berkompensasi memenuhi kebutuhan
oksigen jaringan. Bila terjadi terus menerus, pada akhirnya jantung akan gagal berkompensasi
sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung.

D. Manifestasi Klinis
1) Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)
2) Ortopnue yaitu sesak saat berbaring
3) Dipsneu on effort (DOE) yaitu sesak bila melakukan aktifitas
4) Paroxymal noctural dipsneu (PND) yaitu sesak nafas tiba-tiba pada malam hari disertai
batuk
5) Berdebar-debar
6) Cepat lelah
7) Batuk-batuk
8) Peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk dan sesak
nafas.

E. Klasifikasi
Menurut New York Heart Association (NYHA), penyakit ini diklasifikasikan menjadi
4 kategori berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terhadap pengobatan dan status
fungsional.
a) Kelas fungsional I (FC I):
tanpa gejala tanpa perlawanan hambatan aktivitas fisik
b) Fungsional kelas II (FC II):
Dengan aktivitas fisik ringan, pasien merasa nyaman saat istirahat, namun memiliki
gejala seperti sesak napas, kelelahan, takikardia atau angina pektoris selama aktivitas
normal.
c) Kelas fungsional III (FC III):
aktivitas fisik berkurang secara signifikan, pasien merasa nyaman saat istirahat, tetapi
mengalami sesak napas, kelelahan, jantung berdebar atau angina pektoris dengan
aktivitas ringan yang biasa.
d) Kelas fungsional IV (FC IV):
Ketidaknyamanan dengan aktivitas fisik apa pun dan gejala sesak napas saat istirahat

F. Komplikasi
a. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
b. Syok kardiogenik akibat disfungsi nyata
c. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
G. Pathway

H. Pemeriksaan penunjang
a. EKG (elektrokardiogram): untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut jantung
EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan
pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen
ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya
aneurime ventricular.
b. Echokardiogram: menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran dan
bentuk jantung, serta menilai keadaan ruang jantung dan fungsi katup jantung. Sangat
bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung.
c. Foto rontgen dada: untuk mengetahui adanya pembesaran jantung, penimbunan cairan
di paru-paru atau penyakit paru lainnya.
d. Laboratorium :
1. Hematologi : Hb, Ht, Leukosit
2. Elektrolit : K, Na, Cl, Mg
3. SGOT, SGPT : Gula darah, Kolesterol, Trigliserida, Analisa Gas Darah

I. Penatalaksanaan
1. Tirah Baring
Tirah baring mengurangi beban kerja jantung,, meningkatkan tenaga cadangan jantung
dan menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume intra vaskuler melalui
induksi diuresis berbaring.
2. Oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu memenuhi
kebutuhan oksigen tubuh.
3. Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain itu,
pembatasan natrium bertujuan untuk mencegah, mengontrol, atau mengurangi edema.  
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Identitas klien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama,
suku/bangsa,tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, nomor MR
dan alamat. Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, pekerjaan,
agama,pendidikan, suku/bangsa, alamat, hubungan dengan klien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama adalah alasan klien masuk rumah sakit yang dirasakan saat
dilakukan pengkajian yang ditulis dengan singkat dan jelas. Keluhan klien dengan gagal
jantung akan merasakan nafas sesak, sesak nafas saat beraktivitas, badan terasa lemas,
batuk tidak kunjung sembuh berdahak sampai berdarah, nyeri pada dada, nafsu makan
menurun, bengkak pada kaki.
c. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti adanya riwayat penyakit
jantung,hipertensi, perokok hebat, riwayat gagal jantung, pernah dirawat dengan penyakit
jantung, kerusakan katub jantung bawaan, diabetes militus dan infark
miokardkronis.
d. Riwayat kesehatan sekarang
Adanya gejala dyspnea, orthopnea, paroxymal nocturmal dyspnea, batuk, dan
edema pulmonal akut
e. Pemeriksaan fisik
1) Sistem pernafasan
Pada Inspeksi pernapasan berapa kali dalam satu menit, apa ada rektraksi otot–otot
bantu pernapasan, pada Auskultasi adakah suara nafas tambahan ronchiatau wheezing.
2) Pemeriksaan darah
Perlu dilakukan apakah ada penurunan kadar Hb, Ht, dan
leukosit,ketidakstabilan tekanan darah, nadi, distensi vena jugularis, adanya
suara jantung P2 , S3, S4 menunjukkan insufisiensi mitral akibat dilatasi bilik kiriatau
disfungsi otot papilaris.
3) Psikologis
Status mental dan emosi: Kaji apakah ada perubahan status mental pada
klien,disorientasi, kestabilan emosi. Fungsi psikomotor: apakah pasien mengalami
kelemahan pada ekstremitas atas dan bawah. Psikosensori: apakah penglihatan
mengalami gangguan, reflek pupil dan kesimetrisan.
4) Sistem Urinaria
Kaji apakah terjadi nokturia (rasa ingin kencing di malam hari), terjadi karenaperfusi
ginjal dan curah jantung akan membaik saat istirahat. Kaji pula apakah perlu
dilakukan pemasangan kateter terkait dengan kelelahan yang dialami oleh
klien ADHF.
5) Sistem eliminasi
Biasanya tidak mengalami gangguan buang air besar.
6) Aktivitas
Adanya keterbatasan aktivitas akibat nyeri yang timbul serta kelelahan danapakah
mengalami gangguan ekstremitas atas maupun ekstremitas bawah.

B. Diagnosa keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk,
penumpukan secret.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

C. Intervensi Keperawatan
a) Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik
- Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam diharapkan curah
jantung pasien kembali normal
- Kriteria hasil :
1) Kekuatan nadi perifer meningkat
2) Takikardi menurun
3) Lelah menurun
4) Batuk menurun
- Intervensi keperawatan : Perawatan jantung
Observasi :
1) Identifikasi tanda dan gejala primer penurunan curah jantung
(meliputidispnea, kelelahan, edema, ortopnew, paroxymal nocturnal
dyspneea,peningkatan CVP)
2) Identifikasi tanda / gejala sekunder penurunan curahjantung
(meliputipeningkatan berat badan, batuk)
3) Monitor tekanan darah
4) Monitor intake dan output cairan
Terapeutik :
1) Posisikan pasien semi-Fowler atau Fowler dengan kaki ke bawah
atauposisi nyaman
2) Berikan diet jantung yang sesuai (mis. batasi asupan kafein,
natrium,kolestrol, dan makanan tinggi lemak)
3) Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress
Edukasi :
1) Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi
2) Anjurkan berhenti merokok
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian antiaritmia

b) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk,
penumpukan secret.
- Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan 1 x 24 jam, maka bersihan jalan
napas meningkat
- Kriteria hasil :
1) Batuk efektif meningkat
2) Produksi sputum menurun
3) Dispnea menurun
4) Gelisah menurun
5) Pola napas membaik
- Intervensi Keperawatan : Pemantauan Respirasi
Observasi :
1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
2) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul,cheyne-
stokes, biot, ataksik)
3) Monitor kemampuan batuk efektif
4) Monitor adanya produksi sputum
5) Monitor adanya sumbatan jalan nafas
6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7) Auskultasi bunyi nafas
8) Monitor saturasi oksigen
9) Monitor nilai AGD
10) Monitor hasil x-ray toraks
- Terapeutik :
1) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2) Dokumentasikan hasil pemantauan
- Edukasi :
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

c) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru


- Intervensi Keperawatan : Pemantauan Respirasi
Observasi :
1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
2) Monitor pola napas
3) Monitor kemampuan batuk efektif
4) Monitor adanya produksi sputum
5) Auskultasi bunyi napas
6) Monitor saturasi oksigen
- Terapetik :
1) Dokumentasikan hasil pemantauan
- Edukasi :
1) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan


- Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan 1 x 24 jam, maka intoleransi
aktivitas menurun
- Kriteria hasil :
1) Frekuensi nadi meningkat
2) Saturasi oksigen meningkat
3) Keluhan lelah menurun
4) Dispnea setelah dan saat aktivitas menurun
5) Tekanan darah membaik
- Intervensi keperawatan : Toleransi aktivitas
Observasi :
1) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapetik :
1) Sediakan lingkungan nyaman, rendah stimulus
Edukasi :
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

4. Implementasi
Implementasi pekerjaan keperawatan adalah kategori perilaku keperawatan dimana
perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diharapkan dari pekerjaan keperawatan. Implementasi keperawatan merupakan kegiatan
perawat yang tujuannya adalah membantu pasien dari masalah kesehatannya menuju
keadaan kesehatan yang lebih baik, yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
Oleh karena itu, implementasi keperawatan adalah kategori perilaku keperawatan dalam
berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim perawatan kesehatan lainnya
untuk membantu masalah perawatan pasien sesuai dengan perencanaan yang telah
ditentukan dan kriteria hasil dengan memantau dan mencatat respons pasien terhadap
intervensi keperawatan yang dilakukan. (potter &perry, 2010).

5. Evaluasi
Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses, penilaian hasil menentukan seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses
menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian,diagnosa, intervensi, implementasi,dan evaluasi itu sendiri. Evaluasi
dilakukan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam perencanaan, membandingkan
hasil keperawatan bekerja. dengan tujuan yang telah ditetapkan dan mengevaluasi
keefektifan proses pemeliharaan mulai dari tahap evaluasi, perencanaan dan
pelaksanaan. (Mubarak, 2016).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang
didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala – gejala atautanda –
tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi
sistolik atau diastolik, aritmia jantung, atau ketidakseimbangan preload dan afterload. ADHF
dapat merupakan serangan barutanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat merupakan
dekompensasi dari gagaljantung kronik (chronic heart failure) yang telah dialami
sebelumnya. ADHF terjadi ketika curah jantung tidak dapat memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh  
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, & Bare. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.


Jakarta:Kedokteran EGC.
Potter & perry. (2010). Fundamental of Nursing : Consep, proses, and practice.(7th
ed.). EGC.
Muttaqin, A. (2014). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan GangguanSistem
Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
Mubarak,(2016). Faktor Yang Berhubungan Dengan Penanganan.
DiaksesMelalui Internet: PDFhttps://Journal.umbjm.ac.id (31 Maret 2023)
PPNI (2017). SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) Edisi 1, Cetakan III.
PPNI. Jakarta Selatan
PPNI (2019). SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) Edisi 1, Cetakan II.
PPNI. Jakarta Selatan
PPNI (2019). SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) Edisi 1, Cetakan II.
PPNI. Jakarta Selatan

Anda mungkin juga menyukai