Anda di halaman 1dari 15

I.

Halaman Judul

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE
DI RS RADEN MATTAHER

ISRA’ NOVAL GIRIANDA


PO.71.20.22.1.0048

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKES KEMENKES JAMBI
TAHUN 2021/2022
II. Konsep Medis ADHF
A. Definisi
Gagal jantung (HF) adalah sindrom klinis yang ditandai dengan kumpulan
gejala (dispnea, ortopnu, pembengkakan ekstremitas bawah) dan tanda
(peningkatan tekanan vena jugularis, kongesti paru) yang sering disebabkan oleh
kelainan struktural dan/atau fungsional jantung yang mengakibatkan penurunan
curah jantung. output dan/atau peningkatan tekanan intrakardiak. (Ponikowski et al.,
2016)
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) didefinisikan sebagai gejala
gagal jantung yang memburuk secara tiba-tiba maupun bertahap dan biasanya
disebabkan oleh edema paru kardiogenik dengan akumulasi cairan yang cepat di
paru-paru, meskipun dapat terjadi tanpa edema paru atau syok kardiogenik yang
mencirikan disfungsi sistolik ventrikel kiri akut (John A. Galdo et al., 2013)
(Njoroge & Teerlink, 2021).
B. Etiologi
Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan : (Wijaya&Putri, 2013)
1. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)
Kegagalan miokard berkontraksi mengakibatkan isi sekuncup dan curah
jantung (cardiac output) terjadi menurun.
2. Beban tekanan berlebihan pembebanan sistolik (systolic overload) Beban
berlebihan pada kemampuan ventrikel menyebabkan pengosongan ventrikel
terhambat.
3. Beban volum berlebihan pembebanan diastolic (diastolic overload)
4. Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload)
akan menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel
meninggi.
5. Gangguan pengisian (hambatan input).
Hambatan dalam pengisian ventrikel dikarenakan gangguan pada aliran
masuk ventrikel akan menyebabkan pengeluaran ventrikel yang berkurang
sehingga curah jantung terjadi penurunan.
6. Hipertensi Sistemik / Pulmonal
Peningkatan beban kerja jantung mengakibatkan pengecilan serabut otot
jantung. Efeknya (hipertrofi miokard) sebagai mekanisme kompensasi karena
meningkatkan kontraktilitas jantung.
7. Penyakit jantung
Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade
perikardium, perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.

C. Klasifikasi
Berdasarkna kapasitas fungsional menurut New York Heart Association
(NYHA) gagal jantung dikalsifikasikan menjadi empat yaitu : Kelas I tidak ada
batasan aktivitas fisik; Kelas II terdapat batasan aktivitas ringan; Kelas III terdapat
batasan aktivitas bermakna; Kelas IV tidak dapat melakukan aktivitsa fisk tanpa
keluhan (Perki, 2020).
D. Manifestasi Klinis
Gagal jantung merupakan kumpulan gejala klinis pasien dengan tampilan,
gejala khas : sesak nafas saat istirahat atau aktivitas, kelelahan, edema tungkai.
Tanda khas gagal jantung : takikardi, takipnu, ronki paru, efusi pleura,
peningkatan vena juguralis, edema perifer, hepatomegaly.
Tanda objektif gangguan struktur atau fungsional saat istirahat, kardiomegali,
suara jantung tiga, murmur jantung, abnormalitas dalam gambaran ekokardiografi,
kelainan konsentrasi peptida natruretik (Perki, 2020)
E. Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan (Criteria et al., 2017) untuk pemeriksaan penunjang yang dianjurkan
antara lain :
1. Tes laboratorium : Tes diagnostik dan laboratorium adalah alat yang berguna
yang memberikan informasi tambahan untuk mendiagnosis ADHF
2. Tes diagnostik awal:
a) Rontgen dada untuk menilai kardiomegali (rasio kardiotoraks >0,55 pada
bayi dan >0,5 pada anak-anak)
b) Tingkat peptida natriuretik tipe-B (BNP)
c) Hitung Darah Lengkap (CBC)
d) Kimia Gas darah kapiler atau arteri dapat dimasukkan dalam evaluasi jika
syok, gagal napas yang akan datang atau s/sx of terdapat hipoksia.
e) Elektrokardiografi (EKG) untuk menilai aritmia; Temuan mungkin termasuk
pembesaran atrium, hipertrofi ventrikel, ketegangan dan perubahan
morfologi segmen ST atau gelombang T. EKG paling berguna dalam kasus
ADHF yang berasal dari miokarditis, anomali arteri koroner kiri dari arteri
pulmonalis (ALCAPA), kardiomiopati yang diinduksi takiaritmia atau
kardiomiopati restriktif.
f) Konsultasi dengan ahli jantung dianjurkan jika inisial tes diagnostik
merupakan indikasi ADHF.
3. Tes diagnostik selanjutnya: Ekokardiografi (ECHO) adalah cara paling tepat
untuk mengevaluasi fungsi jantung dengan cepat.
F. Penatalaksanaan (Amin & Hardi, 2015)
1. Keperawatan
a) Tirah Baring
Dimana akan mengurangi kerja jantung yang meningkat sehingga
tenaga jantung menurunkan tekanan darah melalui induksi diuresis
berbaring.
b) Oksigen
Pemenuhan oksigen ini akan mengurangi pada demand miokard yang
membantu memenuhi kebutuhan oksigen pada tubuh.
c) Diet
Pengaturan diet ini akan membuat ketegangan otot jantung berkurang.
Selain itu pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau
mengurangi edema.
d) Terapi non farmakologi :
 Diet rendah garam
 Pembatasan cairan
 Mengurangi BB
 Menghindari alkohol
 Mengurangi stress
 Pengaturan aktivitas fisik
e) Terapi farmakologi :
 Digitalis : untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan
memperlambat frekuensi jantung misal: Digoxin
 Diuretik : untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta
mengurangi edema paru misal : Furosemide (lasix)
 Vasodilator :untuk mengurani tekanan terhadap penyemburan darah
oleh ventrikel misal : Natriumnitrofusida, nitrogliserin
 Angiotension Converting Enzyme Inhibitor (ACE INHIBITOR) adalah
agen yang menghambat pembentukan angiotensi II sehingga
menutunkan tekanan darah. Obat ini juga menurunkan beban awal
( preload) dan beban akhir (afterload) misal: catropil, ramipril,
fosinopril
 Inotropik (dopamin dan dobutamin). Dopamin untuk meningkatkan
tekanan darah, curah jantung dan produksi urin pada syok kerdiogenik.
Dobutamin untuk menstimulasi adrenoreseptor dijantung sehingga
menigkatkan penurunan tekanan darah.
G. Komplikasi (Wijaya&Putri, 2013)
1. Edema paru akut dapat terjadi pada gagal jantung kiri
2. Syok kardiogenik akibat penurunan curah jantung sehingga perfusi jaringan ke
organ vital tidak adekuat
3. Episode trombolitik, trombus terbentuk akibat immobilitas pasien dan gangguan
sirkulasi, trombus dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah
4. Efusi perikardial dan tamponade jantung dimana masuknya cairan ke jantung
perikardium, cairan dapat meregangkan pericardium sampai ukuran maksimal.
Cardiac output menurun dan aliran balik vena ke jantung akan mengakibatkan
tamponade jantung.
5. Efusi Pleura merupakan hasil dari peningkatan tekanan pada pembuluh kapiler
pleura. Peningkatan tekanan menyebabkan cairan transudate pada pembuluh
kapiler pleura berpindah ke dalam pleura. Efusi pleura menyebabkan
pengembangan paru-paru tidak optimal sehingga oksigen yang diperoleh tidak
optimal.
III. WOC
IV. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Pengkajian Primary
a) Airway
Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan nafas, adanya
benda asing, adanya suara nafas tambahan.
b) Breathing
Frekuensi nafas, apakah tampak terjadi penggunaan otot bantu pernafasan,
terjadi retraksi dinding dada, terjadinya sesak nafas, saat di palpasi teraba
pengembangan pada kedua parukanan dan kiri, kaji adanya suara nafas
tambahan.
c) Circulation
Pengkajian ini mengenai volume dalam darah serta adanya perdarahan.
pengkajian juga meliputi warna kulit, nadi, dan status hemodinamik,.
d) Disability
Pengkajian meliputi tingkat kesadaran compos mentis (E4M6V5) GCS
15, pupil isokor, muntah tidak ada, ekstremitas atas dan bawah normal, tidak
ada gangguan menelan.
e) Exsposure
Pengkajian meliputi untuk mengetahui adanya kemungkinan cidera yang
lain, dengan cara memeriksa semua tubuh pasien harus tetap dijaga dalam
kondisi hangat supaya untuk mencegah terjadinya hipotermi.
f) Foley Chateter
Pengkajian meliputi adanya komplikasi kecurigaan ruptur uretra jika ada
tidak dianjurkan untuk pemasangan kateter, kateter dipasang untuk memantau
produksi urin yang keluar.
g) Gastric tube
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengurangi distensi lambung dan
mengurangi resiko muntah
h) Monitor EKG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kondisi irama dan denyut jantung.
2. Pengkajian Survey Sekunder
a) Keluhan utama
Keluhan klien dengan gagal jantung akan merasakan nafas sesak, sesak
nafas saat beraktivitas, badan terasa lemas, batuk tidak kunjung sembuh
berdahak sampai berdarah, nyeri pada dada, nafsu makan menurun, bengkak
pada kaki.
b) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan permulaan klien merasakan keluhan sampai dibawa ke rumah
sakit dan pengembangan dari keluhan utama dengan menggunakan PQRST.
P (Provokative/Palliative) : apa yang menyebabkan gejala bertambah berat dan
apa yang dapat mengurangi gejala.
Q (Quality/Quantity) : bagaimanakah gejalanya dan sejauh mana gejala yang
dirasakan klien.
R (Region/Radiation) : dimana gejala dirasakan? apa yang dilakukan untuk
mengurangi atau menghilangkan gejala tersebut
S (Saferity/Scale) : seberapa tingkat keparahan gejala dirasakan? Pada skala
berapa?
T (Timing) : berapa lama gejala dirasakan ? kapan tepatnya gejala mulai
dirasakan.
c) Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti adanya riwayat penyakit
jantung, hipertensi, perokok hebat, riwayat gagal jantung, pernah dirawat
dengan penyakit jantung, kerusakan katub jantung bawaan, diabetes militus dan
infark miokard kronis.
d) Riwayat penyakit keluarga
Hal yang perlu dikaji dalam keluarga klien, adakah yang menderita
penyakit sama dengan klien, penyakit jantung, gagal jantung, hipertensi.
e) Riwayat psikososial spiritual
Respon emosi klien pada penyakitnya dan bagaimana peran klien dalam
keluarga dan masyarakat sehingga terjadi pengaruh dalam kehidupan sehari-
hari baik pada keluarga atau masyarakat sekitarnya.
f) Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien gagal jantung yaitu timbul akan
kecemasan akibat penyakitnya. Dimana klien tidak bisa beraktifitas aktif seperti
dulu dikarenakan jantung nya yang mulai lemah.
g) Pola Aktivitas Sehari-hari
Sejauh mana klien mampu beraktivitas dengan kondisinya saat ini dan
kebiasaan klien berolah raga sewaktu masih sehat.
h) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara Head Toe To
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan sesuai dengan (Herman & Kamitsuru, 2015) dan SDKI
antara lain :
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas miokardial
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Hipersekresi jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
4. Hipervolemia berhubungan dengan meningkatnya produksi ADH dan retensi
natrium/air.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
C. Intervensi
SDKI SILI SIKI
Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan PERAWATAN JANTUNG (I.02075)
1. Observasi
jantung (D.0008) keperawatan diharapkan curah
o Identifikasi tanda/gejala primer
jantung membaik dengan kriteria Penurunan curah jantung (meliputi
dispenea, kelelahan, adema ortopnea
hasil :
paroxysmal nocturnal dyspenea,
1. Kekuatan nadi perifer peningkatan CPV)
o Identifikasi tanda /gejala
meningkat
sekunder penurunan curah jantung
2. Cardiac index meningkat (meliputi peningkatan berat badan,
hepatomegali ditensi vena jugularis,
3. Takikardi/Bradikardi palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk,
membaik kulit pucat)
o Monitor tekanan darah (termasuk
4. Edema berkurang tekanan darah ortostatik, jika perlu)
5. Tekanan darah membaik o Monitor intake dan output cairan
o Monitor berat badan setiap hari
pada waktu yang sama
o Monitor saturasi oksigen
o Monitor keluhan nyeri dada (mis.
Intensitas, lokasi, radiasi, durasi,
presivitasi yang mengurangi nyeri)
o Monitor EKG 12 sadapoan
o Monitor aritmia (kelainan irama
dan frekwensi)
o Monitor nilai laboratorium
jantung (mis. Elektrolit, enzim jantung,
BNP, Ntpro-BNP)
o Monitor fungsi alat pacu jantung
o Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadisebelum dan sesudah
aktifitas
o Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadi sebelum pemberian obat
(mis. Betablocker, ACEinhibitor, calcium
channel blocker, digoksin)
2. Terapeutik
o Posisikan pasien semi-fowler atau
fowler dengan kaki kebawah atau posisi
nyaman
o Berikan diet jantung yang sesuai
(mis. Batasi asupan kafein, natrium,
kolestrol, dan makanan tinggi lemak)
o Gunakan stocking elastis atau
pneumatik intermiten, sesuai indikasi
o Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi hidup sehat
o Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stres, jika perlu
o Berikan dukungan emosional dan
spiritual
o Berikan oksigen untuk
memepertahankan saturasi oksigen >94%
3. Edukasi
o Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
o Anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap
o Anjurkan berhenti merokok
o Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan harian
o Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output cairan harian
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian antiaritmia,
jika perlu
o Rujuk ke program rehabilitasi
jantung
Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Latihan Batuk Efektif (I.01006)
1. Observasi
nafas tidak efektif keperawatan diharapkan jalan
o Identifikasi kemampuan batuk
(D.0001) nafas efektif dengan kriteria hasil: o Monitor adanya retensi sputum
1. Produksi sputum menurun o Monitor tanda dan gejala infeksi
saluran napas
2. Mengi/wheezing berkurang o Monitor input dan output cairan
3. Dispnea menurun ( mis. jumlah dan karakteristik)
2. Terapeutik
4. Frekuensi nafas membaik o Atur posisi semi-Fowler atau
5. Pola nafas membaik Fowler
o Pasang perlak dan bengkok di
pangkuan pasien
o Buang sekret pada tempat sputum
3. Edukasi
o Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
o Anjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
o Anjurkan mengulangi tarik napas
dalam hingga 3 kali
o Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas dalam yang
ke-3
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian mukolitik
atau ekspektoran, jika perlu
Manajemen Jalan Nafas (I. 01011)
1. Observasi
o Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
o Monitor bunyi napas tambahan
(mis. Gurgling, mengi, weezing, ronkhi
kering)
o Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)
2. Terapeutik
o Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-
thrust jika curiga trauma cervical)
o Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
o Berikan minum hangat
o Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
o Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
o Lakukan hiperoksigenasi sebelum
o Penghisapan endotrakeal
o Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsepMcGill
o Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
o Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
o Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.
Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
pertukaran gas keperawatan diharapkan Observasi:
 Monitor pola nafas, monitor saturasi
(D.0003) pertukaran gas membaik dengan oksigen
kriteria hasil :  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
upaya napas
1. Tingkat kesadaran meingkat
 Monitor adanya sumbatan jalan nafas
2. Dispnea menurun Terapeutik
3. Bunyi nafas tambahan  Atur Interval pemantauan respirasi sesuai
berkurang kondisi pasien
Edukasi
4. Pusing berkurang  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
5. PCO2 membaik  Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Terapi Oksigen
6. PO2 membaik
Observasi:
7. Takikardi membaik  Monitor kecepatan aliran oksigen
 Monitor posisi alat terapi oksigen
8. pH arteri membaik
 Monitor tanda-tanda hipoventilasi
9. pola nafas membaik  Monitor integritas mukosa hidung akibat
10. sianosis membaik pemasangan oksigen
Terapeutik:
 Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan
trakea, jika perlu
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
 Ajarkan keluarga cara menggunakan O2
di rumah
Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis oksigen
Hypervolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen hypervolemia
(D.0022) keperawatan diharapkan 1. Observasi
o Periksa tanda dan gejala
keseimbangan cairan membaik hypervolemia
dengan kriteria hasil : o Identifikasi penyebab
hypervolemia
1. Haluaran urin meningkat o Monitor status hemodinamik,
2. Membran mukosa baik tekanan darah, MAP, CVP, PAP, PCWP,
CO jika tersedia
3. Asupan makan membaik o Monitor intaje dan output cairan
4. Edema berkurang o Monitor tanda hemokonsentrasi
( kadar Natrium, BUN, hematocrit, berat
5. Terkanan darah dalam batas jenis urine)
normal o Monitor tanda peningkatan
tekanan onkotik plasma
6. Tugor kulit membaik o Monitor kecepatan infus secara
ketat
o Monitor efek samping diuretik
2. Therapeutik
o Timbang berat bada setiap hari
pada waktu yang sama
o Batasi asupan cairan dan garam
o Tinggikan kepala tempat tidur 30-
40 derajat
3. Edukasi
o Anjurkan melapor jika haluaran urine
<0.5 ml/kg/jam dalam 6 jam
o Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1
kg dalam sehari
o Ajarkan cara mengukur dan mencatat
asupan dan haluaran cairan
o Ajarkan cara membatasi cairan
1. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian diuritik
o Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat diuretic
o Kolaborasi pemberian continuous
renal replacement therapy
Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
Observasi:
aktivitas (D.0056) keperawatan diharapkan toleransi
 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
aktivitas membaik dengan kriteria mengakibatkan kelelahan
 Monitor pola dan jam tidur
hasil :
 Monitor kelelahan fisik dan emosional
1. Saturasi oksigen membaik Edukasi
 Anjurkan tirah baring
2. Kemudahan melakukan
 Anjurkan melakukan aktivitas secara
aktivitas sehari-hari bertahap
Terapeutik:
3. Perasaan lemah menurun
 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
4. Sianosis menurun stimulus
 Lakukan latihan rentang gerak pasif
5. Warna kulit membaik
dan/atau aktif
6. Frekensi nafas membaik  Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah atau berjalan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA

Amin H. Nurarif dan Hardi Kusuma (2015). Aplikasi NANDA NIC-NOC, jilid 1. Jogyakarta:
Mediaction
Criteria, I., Criteria, E., Gas, A. B., Lactate, S., Panel, B., & Screen, N. (2017). TEXAS
CHILDREN’S HOSPITAL EVIDENCE-BASED OUTCOMES CENTER Acute
Management of Congenital Diaphragmatic Hernia Evidence-Based Guideline.
December, 1–16.
Herman, T.H, & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi. Edisi.
10. Jakarta ; EGC
John A. Galdo, PharmD, BCPS; Ashlee Rickard Riggs, PharmD; Amy L. Morris, PharmD
Candidate. 2013. Acute Decompensated Heart Failure. US Pharmacist. 2013;38(2):HS-
2-HS-8. https://www.medscape.com/viewarticle/780685_2
Njoroge, J. N., & Teerlink, J. R. (2021). Pathophysiology and Therapeutic Approaches to
Acute Decompensated Heart Failure. Circulation Research, 1468–1486.
https://doi.org/10.1161/CIRCRESAHA.121.318186
Perki. (2020). Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung.
Ponikowski, P., Voors, A. A., Anker, S. D., Bueno, H., Cleland, J. G. F., Coats, A. J. S., Falk,
V., González-Juanatey, J. R., Harjola, V. P., Jankowska, E. A., Jessup, M., Linde, C.,
Nihoyannopoulos, P., Parissis, J. T., Pieske, B., Riley, J. P., Rosano, G. M. C., Ruilope,
L. M., Ruschitzka, F., … Davies, C. (2016). 2016 ESC Guidelines for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure. European Heart Journal, 37(27), 2129-
2200m. https://doi.org/10.1093/eurheartj/ehw128
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta :
PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Wijaya,A,S & Putri. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai