Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL JANTUNG
DI RUANG ASTER 5 RSU DR MOEWARDI

Disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah


Disusun Oleh :
Ayu Novita Sari
P1337420614027

PRODI DIV KEPERAWATAN SEMARANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2015/2016

Laporan Pendahuluan Keperawatan Medikal Bedah dengan


GAGAL JANTUNG

Nama Mahasiswa

: Ayu Novita Sari

NIM

: P1337420614027

Nama Pembimbing dan Tanda Tangan

(..)

SIROSIS HEPATIS
A. Jenis Kasus
1.

Definisi
Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak dapat
mempertahankan sirkulasi yang adekuat yang ditandai oleh adanya suatu
sindroma klinis berupa dispneu (sesak nafas), dilatasi vena dan edema yang
diakibatkan oleh adanya kelainan struktur atau fungsi jantung (Sudoyo, 2006).
Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan
fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung
sehingga tidak mampu mempertahankan cardiac output (CO) yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Corwin, 2001).
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien
dan oksigen.

2.

Klasifikasi
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal
jantung terbagi atas:
a.

Gagal jantung kiri

b.

Gagal jantung kanan

c.

Gagal jantung kongestif (kiri dan kanan)

Istilah lain terhadap pembagian gagal jantung disesuaikan dengan keadaan klinis
dan mekanisme, antara lain:
a.

Low output heart failure

b.

High output heart failure

c.

Acute/sub acute heart failure

d.

Cronich heart failure

3.

Etiologi
Penyebab kegagalan jantung yaitu :
a.

Disritmia, seperti: Bradikardi, takikardi, dan kontraksi premature yang


sering dapat menurunkan curah jantung.

b.

Malfungsi katup, dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh


kelebihan beban tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa
ruang, seperti stenosis katup aortik atau stenosis pulmonal), atau dengan
kelebihan beban volume yang menunjukan peningkatan volume darah
ke ventrikel kiri.

c.

Abnormalitas otot jantung, menyebabkan kegagalan ventrikel meliputi


infark miokard, aneurisme ventrikel, fibrosis miokard luas (biasanya
dari aterosklerosis koroner jantung atau hipertensi lama), fibrosis
endokardium, penyakit miokard primer (kardiomiopati), atau hipertrofi l
uas karena hipertensi pulmonal, stenosis aorta, atau hipertensi sistemik.

d.

Ruptur miokard, terjadi sebagai awitan dramatik dan sering


membahayakan kegagalan pompa dan dihubungkan dengan mortalitas
tinggi. Ini biasa terjadi selama 8 hari pertama setelah infa rk.

Sedangkan menurut Brunner dan Suddarth (2002) penyebab gagal jantung


kongestif, yaitu :

4.

a.

Kelainan otot jantung

b.

Aterosklerosis koroner

c.

Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)

d.

Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif

e.

Penyakit jantung lain

f.

Faktor sistemik.

Manifestasi Klinik

a.

Gagal jantung kiri


Sindrom klinik sebagai akibat adanya penurunan curah jantung dari
bendungan paru.
Keluhan
1) Semuanya hanya dyspnea on effort kemudian dengan bertambahnya
sesak pada waktu istirahat. Orthpnea, paroxysmal neotural dengan
disertai jantung berdebar atau palpitasi.
2) Nafsu makan menurun.
3) Lemah badan dan cepat capek.
4) Sulit tidur dan sering kencing pada malam hari.
Pemeriksaan Fisik
1) Pasien tidak dapat tidur terlentang tanpa disertai bantal.
2) Frekwensi nafas meningkat.
3) Takikardi.
4) Pulsus Alternans.
5) Didapatkan tanda-tanda pembesaran jantung kiri.
6) Terdengar suara jantung yang ketiga dan keempat.
7) Terdengar ronkhi basah dan seluruh lapangan paru dan tanda efusi
pleura.

b. Gagal jantung kanan


Sindrom klinik sebagai akibat adanya bendungan sistemik dan penurunan
volume darah ke paru.
Keluhan
1) Berat badan cepat bertambah.
2) Pembengkakan pada kedua tungkai.
3) Rasa tidaka enak di perut kanan atas.
4) Perut buncit akibat penumpukan cairan acites.
5) Sering kencing terutama pada malam hari.
6) Sesak biasanya akibat adanya gagal jantung kiri, atau kelainan primer
sebagai penyebab yang pada umumnya merupakan penyakit paru

obstruktif menahun.
Pemeriksaan Fisik
1) Bendungan vena di leher.
2) Hepatomegali.
3) Asites
4) Edema tungkai.
5) Pulsasi epigastrial akibat dari hipertensi jantung kanan.
6) Suara paru-paru mengeras akibat hipertensi pulmonal.
c.

Gagal jantung kongestif (kiri dan kanan)


Keluhan dan tanda-tanda klinis berupa kombinasi keluhan dan tanda klinis
gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan.
Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri
dan kanan. New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi
fungsional dalam 4 kelas, yaitu:
1) Kelas 1: Penderita penyakit jantung tanpa limitasi aktivitas fisik.
Aktivitas fisik sehari-hari tidak menimbulkan dyspnoe atau kelelahan.
2) Kelas 2: Penderita penyakit jantung disertai sedikit limitasi dari
aktivitas fisik. Saat istirahat tidak ada keluhan. Aktivitas sehari-hari
menimbulkan dyspneu atau kelelahan.
3) Kelas 3: Penderita penyakit jantung disertai limitasi aktivitas fisik yang
nyata. Saat istirahat tidak ada keluhan. Aktivitas fisik yang lebih ringan
dari aktivitas sehari-hari sudah menimbulkan dyspnoe atau kelelahan.
4) Kelas 4: Penderita penyakit jantung yang tak mampu melakukan setiap
aktivitas fisik tanpa menimbulkan keluhan. Gejala-gejala gagal jantung
bahkan mungkin sudah nampak saat istirahat. Setiap aktivitas fisik akan
menambah beratnya keluhan.

5.

Komplikasi

Komplikasi dapat berupa :


a.

Kerusakan atau kegagalan ginjal


Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya dapat
menyebabkan gagal ginjal jika tidak di tangani. Kerusakan ginjal dari gagal
jantung dapat membutuhkan dialysis untuk pengobatan.

b.

Masalah katup jantung


Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat terjadi
kerusakan pada katup jantung.

c.

Kerusakan hati
Gagal jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan yang menempatkan
terlalu banyak tekanan pada hati. Cairan ini dapat menyebabkab jaringan
parut yang mengakibatkanhati tidak dapat berfungsi dengan baik.

d.

Serangan jantung dan stroke.


Karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada gagal jantung
daripada di jantung yang normal, maka semakin besar kemungkinan Anda
akan mengembangkan pembekuan darah, yang dapat meningkatkan risiko
terkena serangan jantung atau stroke

6.

Pemeriksaan Penunjang
Menurut Dongoes (2000) pemeriksaan penunjang yang dapat d ilakukan untuk
menegakkan diagnosa CHF yaitu:
a.

Elektro kardiogram (EKG)


Hipertropi atrial atau ventrikule r, penyimpangan aksis, iskemia, disritmia,

takikardi, fibrilasi atrial.


b.

Scan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.

c.

Sonogram (ekocardiogram, ekokardiogram dopple)


Dapat

menunjukkan

dimensi

pembesaran

bilik,

perubahan

dalam

fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktili tas ventrikular.


d.

Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup atau insufisiensi.

e.

Rongent dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi
atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal.

f.

Enzim hepar
Meningkat dalam gagal / kongesti hepar.

g.

Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan / penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretik.

h.

Oksimetri nadi
Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif akut
menjadi kronis.

i.

Analisa gas darah (AGD)

Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan (dini) atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
j.

Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin


Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik
BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.

k.

Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai pre
pencetus gagal jantung.

7.

Penatalaksaan
Tujuan pengobatan adalah :
a.

Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.

b.

Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokarium dengan


preparat farmakologi

c.

Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara


memberikan terapi antidiuretik, diit dan istirahat.

Terapi Farmakologis :
a.

Glikosida jantung.
Digitalis , meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasilkan : peningkatan
curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan
peningkatan diuresisi dan mengurangi edema

b.

Terapi diuretik.

Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal.


Penggunaan harus hati hati karena efek samping hiponatremia dan
hipokalemia.
c.

Terapi vasodilator.
Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan
terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki
pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga
tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.

d.

Diet
Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan
edema.

B. Diagnosa Keperawatan
1.

Penurunan curah jantung menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas


miokardia, perubahan frekuensi, irama, perubahan structural (kelainan katup).

2.

Intoleran aktvitas berhubungn dengan ketidak seimbangan suplai oksigen,


kelemahan umum.

3.

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penigkatan produksi ADH,


resistensi natrium dan air.

4.

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya cairan antara


kapiler dan alveolus.

5.

Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume paru,


hepatomegali, splenomigali.

6.

Integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan perfusi jaringan.

C. Interverensi dan Rasional


1.

Penurunan curah jantung menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas

miokardia, perubahan frekuensi, irama, perubahan structural (kelainan katup).


Tujuan :
a.

Menununjukan tanda vital dalam batas normal, dan bebas gejala gagal
jantung.

b.

Melaporkan penurunan episode dispnea, angina.

c.

Ikut serta dalam aktvitas mengurangi beban kerja jantung.

Intervensi :
a.

Aukskultasi nadi, kaji frekuensi jantung, irama jantung.


Rasional : agar mengetahui seberapa besar tingkatan perkembangan
penyakit secara universal.

b.

Pantau TD
Rasional : pada GJK peningakatan tekanan darah bisa terjadi kapanpun.

c.

Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.


Rasional : pucat menunjukan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap
tidak adekuatnya curah jantung. Sianosis dapat terjadi akibat dari suplai
oksigen yang berkurang pada jaringan atau sel.

d.

Berikan pispot di samping tempat tidur klien.


Rasional : pispot digunakan untuk menurunkan kerja ke kamar mandi.

e.

Tinggikan kaki, hinderi tekanan pada bawah lutut.


Rasional : menurunkan statis vena dan dapat menurunkan insiden thrombus
atau pembentukan emboli.

f.

Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai indikasi.

Rasional : meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard, untuk


melawan hipoksia.
g.

Berikan obat sesuai indikasi.


Vasodilator, contoh nitrat (nitro-dur, isodril).
Rasional : vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah jantung, dan
menurunkan volume sirkulasi.

2.

Intoleran aktvitas berhubungn dengan ketidak seimbangan suplai oksigen,


kelemahan umum.
Tujuan :
a.

Berpatisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan


keperawatan diri sendiri.

b.

Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat di ukur, dibuktikan


oleh menurunya kelemahan dan kelelahan tanda vitalselam aktivitas.

Intervensi
a.

Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila
pasien menggunakan vasodilator, dan diuretic.
Rasional : hipotensi ortostatik dapa terjadi karena akibat dari obat
vasodilator dan diuretic.

b.

Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,disritmia,


dispnea, pucat.
Rasional : penuruna atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan
volume sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera
pada frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan kelelahan
dan kelemahan.

c.

Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.


Rasional : dapat menunjukan dekompensasi jantung dari pada kelebihan
aktivitas.

3.

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penigkatan produksi ADH,


resistensi natrium dan air.
Tujuan :
Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan cairan
pemasukan dan pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang
yang dapat diterima, berat badan stabil, dan tak ada edema.
Intervensi
a.

Pantau haluaran urin, catat jumlah dan warna.


Rasional : haluaran urin mungkin sedikit dan pekat karena perunan perrfusi
ginjal.

b.

Ajarkan klien dengan posisi semifowler.


Rasional : posisi terlentang atau semi fowler meningkatakan filtrasi
ginjaldan menurunkan ADH sehingga meningkatkan dieresis.

c.

Ubah posisi klien dengan sering.,


Rasional : pembentukan edema, sirkulasi melambat, gangguan pemasukan
nutrisi dan inmobilisasi atau baring lama merupakan kumpulan stressor yang
mempengaruhi integritas kulit dan memerlukan intervensi pengawasan ketat.

d.

Kaji bising usus. Catat kelluhan anoreksia, mual.


Rasional : kongesti visceral dapat menganggu fungsi gaster/intestinal.

e.

Berikan makanan yang mudah dicerna, porsi kecil dan sering.

Rasional : penurunan mortilitas gaster dapat berefek merugikan pada


digestif

dan

absorsi.

Makan

sedikit

dan

sering

meningkatkan

digesti/mencegah ketidaknyamanan abdomen.


f.

Palpasi hepatomegali. Catat keluhan nyeri abdomen kuadran kanan


atas/nyeri tekan.
Rasional : perluasan gagal jantung menimbulkan kongesti vena,
menyebabkan distensi abdomen, pembesaran hati, dan menganggu
metabolism obat.

g.

Pemberian obat sesuai indikasi.


1) Diuretic contoh furrosemid (lasix), bumetanid (bumex).
Rasional : meningkatkan laju aliran urin dan dapat menghambat
reabsorbsi natrium pada tubulus ginjal.
2) Tiazid dengan agen pelawan kalium, contoh spironolakton (aldakton).
Rasional : meningkatkan diuresi tanpa kehilangan kalium berlebihan.

4.

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya cairan antara


kapiler dan alveolus.
Tujuan
a.

Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan.

b.

Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan.

Intervensi
a.

Aukskultasi bunyi napas, catat krekels, mengi.


Rasional :

menyatakan

adanya

kongesti paru/pengumpulan secret

menunjukan kebutuhan untuk intervensi lanjut.


b.

Anjurkan pasien untuk batuk efektif, napas dalam.


Rasional : memberikan jalan napas dan memudahkan aliran oksigen.

c.

Pertahankan posisi semifowler.


Rasional : Menurunkan kosumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan
inflamasi paru maksimal.

d.

Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.


Rasional : meningkatkan kontraksi oksigen alveolar, yang dapat
memperbaiki/menurunkan hipoksemia jaringan.

e.

Berikan obat sesuai indikasi.


1) Diuretic, furosemid (laxis).
Rasional : menurunkan kongesti alveolar, mningkatkan pertukaran gas.
2) Bronkodilator, contoh aminofiin.
Rasional : meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan napas
kecil.

5.

Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume paru,


hepatomegali, splenomigali.
Tujuan :
Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selam di RS, RR
Normal, tak ada bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot Bantu pernafasan.
Dan GDA Normal.
Intervensi

a.

Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi, dan ekspansi dada.


Rasional : distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi
sebagai akibat dari diafragma yang menekan paru-paru.

b.

Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu nafas


Rasional : kesulitan bernafas dengan ventilator dan/atau peningkatan
tekanan jalan napas di duga memburuknya kondisi/terjadinya komplikasi.

c.

Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas krekels, mengi.
Rasional : bunyi napas menurun/tak ada bila jan napas obstruksi sekunder
terhadap perdarahan, krekels dan mengi menyertai obstruksi jalan
napas/kegagalan pernapasan

d.

Tinggikan kepala

dan bantu untuk mencapi posisi yang senyaman

mungkin.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahka
pernapasan. Pengubahan posisi dan ambulansi meningkatkan pengisian
udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas.

6.

Integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan perfusi jaringan.


Tujuan
a.

Mempertahankan integritas kulit.

b.

Mendemonstrasikan prilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.

Intervensi
a.

Kaji kulit, adanya edma, area sirkulasi terganggu, atau kegemukan/kurus.


Rasional : kulit berisiko karena gangguan sirkulasi perifer, dan gangguan

status nutrisi.
b.

Pijat area yang kemerahan atau memutih.


Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.

c.

Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu rentang gerak aktif/pasif.


Rasional : memperbaiki sirkulasi/menurunkan waktu satu area yang
meganggu aliran darah.

d.

Berikan perawatan kulit sering, meminimalkan dengan kelembaban.


Rasional : terlalu kering atau lembab merusak kulit dan mempercepat
kerusakan.

e.

Hindari obat intramuscular.


Rasional : Edema intertisisal dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbs
obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.

E. Buku Sumber
Brunner & Suddarth . 2002. Buku Ajar Keperawatan Mdikal Bedah. EGC. Jakarta.
Corwin E.J. 2001. Buku Saku Patofisiologi, Ed.1, EGC, Jakarta.
Doengoes,

Marylin

E.

2000.

Rencana

Asuhan

Dan

Dokumentasi

Keperawatan.EGC.Jakarta.
Ganong. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 22, EGC, Jakarta.
Guyton. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 11, EGC, Jakarta.
Indra M.R. 2007. Fisiologi Kardiovaskuler, Laboratorium Ilmu Faal FK Unibraw,
Malang.
Sudoyo WA. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed. IV, Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai