STUDI KASUS
Nama Kelompok:
1. Adi Irawan
2. Dewi Ratnawati
3. Dheki Oktria W
4. Endang Sri Wahyuningsih
5. Meika Ayu Saraswati
6. Taufikkurrohman
MARET 2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Menurut American Heart Association Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit
dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir
yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada
fase awal perkembangan janin.
Penyakit Jantung Bawaan adalah kelainan jantung atau malformasi yang muncul saat
kelahiran, selain itu kelainan jantung kongenital merupakan kelainan anatomi jantung yang
dibawa sejak dalam kandungan sampai dengan lahir. Kebanyakan kelainan jantung
kongenital meliputi malformasi struktur di dalam jantung maupun pembuluh darah besar,
baik yang meninggalkan maupun yang bermuara pada jantung (Nelson, 2000).
Kelainan ini merupakan kelainan bawaan tersering, sekitar 8 – 10 dari 1000 kelahiran
hidup. Penyakit Jantung Bawaan ini tidak selalu memberi gejala segera setelah bayi lahir,
tidak jarang kelainan tersebut baru ditemukan setelah pasien berumur beberapa bulan,
beberapa tahun, atau bahkan ditemukan setelah pasien dewasa. Kelainan ini bisa saja ringan
sehingga tidak terdeteksi saat lahir. Namun pada individu tertentu, efek dari kelainan ini
begitu berat sehingga diagnosis telah dapat ditegakkan bahkan sebelum lahir. Dengan
kecanggihan teknologi kedokteran di bidang diagnosis dan terapi, banyak anak dengan
kelainan jantung kongenital dapat ditolong dan sehat sampai dewasa (Ngastiyah, 2005).
Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru) yang
masing-masing memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda.
Penyakit Jantung Bawaan non sianotik terdiri dari defek septum ventrikel, defek septum
atrium, duktus arteriosus persisten, stenosis pulmonal, stenosis aorta dan koarktasio aorta.
Penyakit Jantung Bawaan sianotik terdiri dari tetralogi fallot dan transposisi arteri besar.
Kelainan jantung bawaan dapat melibatkan katup – katup yang menghubungkan ruang
– ruang jantung, lubang di antara dua atau lebih ruang jantung, atau kesalahan penghubung
antara ruang jantung dengan arteri atau vena. Dalam diagnosa PJB, perhatian utama
ditujukan terhadap gejala klinis gangguan sistem kardiovaskular pada masa neonatus.
Indikasinya seperti sianosis sentral (kebiruan pada lidah, gusi, dan mucosa buccal bukan
pada ekstremitas dan perioral, terutama terjadi saat minum atau menangis), penurunan
perfusi perifer (tidak mau minum, pucat, dingin, dan berkeringat disertai distress nafas),
dan takipneu > 60x /menit (terjadi setelah beberapa hari atau minggu, karena takipneu yang
terjadi segera setelah lahir menunjukkan kelainan paru, bukan PJB).
Menurut Maret Dimes, satu daripada 125 bayi yang lahir di United States memiliki
kelainan jantung bawaan. Bahkan, kelainan ini adalah yang paling umum diantara semua
cacat lahir. Dalam The 2nd International PediatricCardiology Meeting di Cairo, Egypt, 2008
dr. Sukma Tulus Putra lebih lanjut mengungkapkan 45,000 bayi Indonesia terlahir dengan
PJB tiap tahun. Dari 220 juta penduduk Indonesia, diperhitungkan bayiyang lahir mencapai
6,600,000 dan48,800 diantaranya adalah penyandang PJB. Sebuah total yang sangat besar
dan tidak menutup kemungkinan jumlahnya akan terus meningkat.
1.2 RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang dapat disimpulkan bahwa betapa pentingnya perawat untuk
mengetahui pasien dengan Penyakit jantung Bawaan (PJB). Oleh karena itu kami membuat
laporan tentang “ Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Penyakit Jantung Bawaan”.
1.3 TujuanPenelitian
2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya PJB belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor
yang di duga memmpunyai pengaruh pada penyakit peningkatan angka kejadia PJB. Faktor-
faktor penyebab kelainan jantung menurut sifatnya dapat dibagi sebagai berikut :
a. Eksogen
Infeksi rubella atau penyakit virus lain, obat-obat yang diminum ibu (misalnya
thalidomide), konsumsi alkohol, radiasi dan sebagainya yang dialami ibu pada
kehamilan muda dapat merupakan faktor terjadinya kelainan jantung kongenital,
umur ibu lebih dari 40 tahun, dan lain-lain. Diferensiasi lengkap susunan jantung
terjadi pada kehamilan bulan kedua.Faktor eksogen mempunyai pengaruh terbesar
terhadap terjadinya kelainan jantung dalam masa tersebut.
b. Endogen
Faktor genetik/kromosom memegang peranan kecil dalam terjadinya kelainan jantung
congenital (Prawirohardjo, 2014). Walaupun demikian beberapa keluarga mempunyai
insiden PJB tinggi, jenis PJB
2.3 Klasifikasi
1. Penyakit Jantung Bawaan Asianotik
Penyakit jantung bawaan asianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang
dibawa sejak lahir dan sesuai dengan namanya, pasian ini tidak ditandai dengan
sianosis. Penyakit jantung bawaan ini merupakan bagian terbesar dari seluruh
penyakit jantung bawaan. Bergantung pada ada tidaknya pirau (kelainan berupa
lubang pada sekat pembatas antar jantung), kelompok ini dapat dibagi menjadi dua,
yaitu:
A. PJB asianotik dengan pirau
Adanya celah pada septum mengakibatkan terjadinya aliran pirau (shunt)
dari satu sisi ruang jantung ke ruang sisi lainnya. Karena tekanan darah di ruang
jantung sisi kiri lebih tinggi disbanding sisi kanan, maka aliran pirau yang terjadi
adalah dari kiri ke kanan. Akibatnya, aliran darah paru berlebihan. Aliran pirau
ini juga bisa terjadi bila pembuluh darah yang menghubungkan aorta dan
pembuluh pulmonal tetap terbuka.
Karena darah yang mengalir dari sirkulasi darah yang kaya oksigen ke
sirkulasi darah yang miskin oksigen, maka penampilan pasien tidak biru
(asianotik). Namun, beban yang berlebihan pada jantung dapat menyebabkan
gagal jantung kiri maupun kanan. Yang termasuk PJB asianotik dengan aliran
pirau dari kiri kanan ialah
1) Atrial Septal Defect (ASD)
Atrial Septal Defect (ASD) atau defek septum atrium adalah kelainan
akibat adanya lubang pada septum intersisial yang memisahkan antrium kiri
dan kanan.Defek ini meliputi 7-10% dari seluruh insiden penyakit jantung
bawaan dengan rasio perbandingan penderita perempuan dan laki-laki 2:1.
Berdasarkan letak lubang defek ini dibagi menjadi defek septum
atrium primum, bila lubang terletak di daerah ostium primum, defek septum
atrium sekundum, bila lubang terletak di daerah fossa ovalis dan defek sinus
venosus, bila lubang terletak di daerah sinus venosus, serta defek sinus
koronarius.
2.6 Patofisiologi
80% penyakit jantung merupakan kelainan bawaan (kongenital) hal ini disebabkan
karena gangguan pada masa embriogenesis.Beberapa penyakit jantung juga disebabkan
karena kelainan dapatan/acquired (ex. infeksi, gangguan nutrisi, anemia, hipertensi, obesitas,
atau penyakit paru).Untuk penyakit jantung anak terapinya sebagian besar 75% yaitu
operasi/surgical.
Penyakit jantung kongenital 90% berhubungan dengan lingkungan genetik yaitu:
multifactorial inheritance (yang paling banyak), karena keturunan dari orang tua yang juga
penyakit jantung, maupun dampak dari lingkungan lainnya (drugs, infeksi, maupun kondisi
kehamilan ibu).
Proses pembentukan organ jantung pada bayi terbentuk pada minggu 3-8 post
conception. Pada saat janin bayi mendapatkan oksigen dari vena umbilikali ibu menuju ke
vena cava inferior ke dalam jantung janin. Pada saat bayi lahir 3 komponen jantung pada
fetal circulation menutup yaitu: ductus arteriosus, ductus venosus, dan foramen ovale.
Ketika plasenta lepas terjadi peningkatan resistensi sirkulasi sistemik serta penurunan
sirkulasi pulmonal akibat tekanan O2 yang meningkat.Penurunan resistensi sirkulasi
pulmonal meningkatkan aliran darah ke paru sehingga tekanan di LA meningkat sedangkan
di RA menurun yang mengakibatkan foramen ovale menutup. Sedangkan Peningkatan
resistensi sirkulasi sistemik menurunkan venous return yang mendesak ductus venosus
menutup. Pada keadaan resistensi sirkulasi sistemik yang lebih besar ini dibandingkan
dengan sirkulasi pulmonal dapat membentuk shunting antara jantung kanan dan kiri yang
dapat mengakibatkan penutupan ductus arteriosus.
2.7 Pathway
2.9 Penatalaksanaan
Diagnosis awal PJB kritis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang dasar yang penting adalah foto
x-ray toraks dan elektrokardiografi, Pemeriksaan penunjang tidak boleh menunda proses
tatalaksana dan rujukan ke fasilitas yang lebih memadai pada kondisi darurat.
1) Pemeriksaan Fisik
2) Laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat
saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl
dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial
karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan
PH.pasien dengan Hn dan Ht normal atau rendah mungkin menderita defisiensi besi.
3) Foto x-ray toraks
Foto x-ray toraks dapat digunakan untuk evaluasi penyebab kongenital lain
atas distres napas pada neonatus, seperti hernia diafragmatika atau congenital cystic
adenomatous malformation (CCAM). Adanya gambaran kardiomegali, bentuk
jantung khas, corakan paru meningkat (plethora) atau menurun (oligemia) dapat
mengarahkan diagnosis ke PJB tertentu. Kardiomegali adalah salah satu gambaran
terjadinya gagal jantung. Plethora tampak pada PJB dengan aliran pulmonal
meningkat, misal trunkus arteriosus atau TAPVR. Oligemia tampak pada PJB dengan
aliran pulmonal menurun, misal pada TOF atau atresia pulmonal. Bentuk jantung
seperti sepatu boot sesuai dengan TOF/PA dan variannya. Bentuk jantung “egg on
string” terlihat pada TGA. Bayangan atrium kanan yang sangat besar sesuai dengan
Ebstein anomaly.
4) Elektrokardiografi (EKG)
Elektrokardiografi dapat membantu menegakkan diagnosis PJB. Deviasi aksis ke kiri
dapat dijumpai pada atresia trikuspid dan defek septum atrioventrikular (AVSD).
Adanya gelombang P pulmonal yang besar sesuai dengan gambaran anomali Ebstein.
Deviasi aksis ke kanan disertai gambaran hipertrofi ventrikel kanan merupakan
manifestasi TOF dan variannya.
5) Ekhokardiografi : Rasio atrium kiri tehadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1 pada bayi
cukup bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi praterm (disebabkan oleh peningkatan
volume atrium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan)
6) Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran
darah dan arahnya.
7) Elektrokardiografi (EKG) : bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil
tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar.
8) Kateterisasi jantung : hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasil ECHO
atau Doppler yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan lainnya.
9) Beberapa Foto Rotgen :
a. Atrial Septal Defect (ASD)
Pada elektrokardiogram umumnya terlihat deviasi sumbu QRS ke kanan,
hipertrofi ventrikel kanan, dan Right Bundle Branch Block (RBBB). Pemanjangan
interval PR dan deviasi sumbu QRS ke kiri mengarah pada kemungkinan defek
septum atrium primum. Bila sumbu gelombang P negatif, maka perlu dipikirkan
kemungkinan defek sinus venosus (Child, 2008). Pada foto thorax terlihat
kardiomegali akibat pembesaran atrium dan ventrikel kanan. Segmen pulmonal
menonjol dan vaskularisasi paru meningkat (plethora). Pada kasus lanjut dengan
hipertensi pulmonal, gambaran vaskularisasi paru mengurang di bawah tepi
(Crawford et al., 2006). Ekokardiogram akan memperlihatkan dilatasi ventrikel
kanan dan septum interventrikular yang bergerak paradoks. Ekokardiografi dua
dimensi dapat memperlihatkan lokasi dan besarnya defek interatrial. Prolaps katup
mitral dan regurgitasi sering tampak pada defek septum atrium yang besar (Child,
2008).
Rontgen dada biasanya menunjukkan temuan non spesifik, seperti pembesaran
atrium kanan, ventrikel kanan, pembuluh darah paru, atrium kiri, dan segmen
proksimal SVC.ASD dapat memberikan gambaran foto thorax normal dalam
tahap awal ketika ASD kecil. Dapat juga memberikan gambaran tanda-tanda
peningkatan aliran paru (peningkatan aliran paru atau vaskularisasi shunt),
pembuluh darah paru membesar, vaskularisasi upper zone prominen, tanda-tanda
akhir dari hipertensi arteri paru, pembesaran ruang jantung : atrium kanan,
ventrikel kanan dengan catatan atrium kiri normal dalam ukuran dan arkus aorta
kecil normal.
d. Tetralogi of Fallot
2. VSD sedang
a) Sering terjadi symtom pada bayi
b) Sesak nafas
c) Defek 5-10 mm BB sukar naik sehingga tumbuh kembang terganggu
d) Mudah menderita infeksi
e) Takipneu
f) Retraksi bentuk dada normal
3. VSD besar
a) Sering timbul pada masa neunatus
b) Dipsneu meningkat setelah terjadi peningkatan pirau kiri ke kanan dalam
minggu pertama setelah lahir
c) Pada minggu ke 2 dan 3 simtom mulai timbul
d) Sesak nafas saat tidur, kadang tampak sianosis karena kekurangan oksigen
e) Gangguan tumbuh kembang
Kelainan ini merupakan kelainan terbanyak, yaitu sekitar 30% dari seluruh
kelainan jantung (Kapita Selekta Kedokteran, 2000).Dinding pemisah antara kedua
ventrikel tidak tertutup sempurna.Kelainan ini umumnya congenital, tetapi dapat pula
terjadi karena trauma. Kelainan VSD ini sering bersama-sama dengan kelainan lain
misalnya trunkus arteriosus, Tetralogi Fallot. Kelainan ini lebih banyak dijumpai pada
usia anak-anak, namun pada orang dewasa yang jarang terjadi merupakan komplikasi
serius dari berbagai serangan jantung (Prema R, 2013; AHA, 2014).
7) Nyeri/ keamanan
Tanda : Sakit kepala berdenyut hebat pada frontal, leher kaku
Gejala : Tampak terus terjaga, gelisah, menangis/
mengaduh/mengeluh
8) Pernafasan
Tanda : Auskultasi terdengar bising sistolik yang keras didaerah
pulmonal yang semakin melemah dengan bertambahnya derajat
obstruksi
Gejala : Dyspnea, napas cepat dan dalam
j. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit
(Ht) akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin
dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA
menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2),
penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.pasien
dengan Hn dan Ht normal atau rendah mungkin menderita defisiensi
besi.
b. Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah
pulmonal, tidak ada pembesaran jantung. Gambaran khas jantung
tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
3. Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan.
Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P
pulmonal.
4. Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan
dilatasi ventrikel kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis &
penurunan aliran darah ke paru-paru.
5. Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui
defek septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari
dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya
penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan,
dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah.
B. Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan Curah jantung b.d perubahan kontakilitas miokardial (penurunan).
2) Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane kapiler-alveolus
(perpindahan cairan kedalam area intertitial/alveoli)
3) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
4) Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya suplai
oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kelelahan pada saat makan
dan meningkatnya kebutuhan kalori.
6) Resiko infeksi b.d menurunnya status kesehatan.
7) Perubahan peran orang tua b.d hospitalisasi anak, kekhawatiran terhadap
penyakit anak
C. Rencana Asuhan Keperawatan
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai
informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan
perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap
perencanaan(Hidayat, 2014).
Menurut Rohman dan Walid (2014), evaluasi keperawatan ada 2 yaitu:
1. Evaluasi proses (formatif) yaitu valuasi yang dilakukan setiap selesai tindakan.
Berorientasi pada etiologi dan dilakukan secara terus-menerus sampai tujuan
yang telah ditentukan tercapai.
2. Evaluasi hasil (sumatif) yaitu evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan
keperawatan secara paripurna.Berorientasi pada masalah keperawatan dan
menjelaskan keberhasilan atau ketidakberhasilan.Rekapitulasi dan kesimpulan
status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1) Identitas Klien
Nama Pasien : Ny. E
Usia : 29 tahun
No Register : 11327721
2) Data Subyektif :
2.1 Anamnesa
Keluhan Utama:
Sesak nafas
Keterangan:
: Laki-laki : Laki-laki meninggal
: Tinggal serumah
2.1.2 Pola Kesehatan Fungsional menurut Gordon
a) Pola Persepsi Kesehatan
Pasien mengatakan tahu tentang penyakitnya sejak umur 23 tahun, pasien
mengetahui bahwa penyakitnya tidak bisa disembuhkan.
b) Pola nutrisi
Sebelumnya masuk rumah sakit pasien mengatakan makan nasi 3 kali
sehari porsi kecil sampe sedang beserta lauk dan sayur.
Selama masuk rumah sakit, pasien mengatakan hanya minum susu sesuai
diit yang diberikan oleh rumah sakit.
c) Pola Eliminasi
Sebelum MRS : Pasien mengatakan BAB 2-3x / hari, dan BAK 6-7x
/hari
Selama MRS : Pasien mengatakan belum BAB, dan pasien BAK
terpasang DC produksi 2100cc /7jam dengan warna kuning jernih.
d) Pola Aktivitas
Sebelum MRS : Pasien mengatakan pasien aktivitas sehari-hari sebagai
ibu rumah tangga dan selama sakit pasien sudah tidak mampu bekerja .
Selama MRS : Pasien mengatakan sesak dan badannya lemah sekali
sampe hanya bisa tidur di tempat tidur semua aktifitas dibantu oleh perawat
dan keluarga.
e) Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum MRS : Pasien mengatakan tidur jam 21.00 dan bangun pukul
04.00, selama seminggu ini tidur sering terbangun karena sesak.
Selama MRS : Pasien mengatakan selama di rumah sakit tidak bisa
tertidur nyenyak dikarenakan sesak nafas dan kadang batuk dan pasien bisa
tidur dengan posisi setengah duduk
f) Pola Kognitif Perseptual
Sebelum MRS : Pasien bicara dengan lancar dan tidak terpotong-
potong, menggunakan bahasa jawa, dengan kemampuan membaca yang
baik, dan pasien cemas akan kondisinya.
g) Pola Konsep Diri
1. Gambaran diri : Pasien mengatakan sudah terbiasa dengan
keadaannya yang tidak bisa bekerja lagi hanya bisa jalan di dalam
rumah.
2. Ideal diri : Pasien mengatakan menerima keadaan fisiknya saat ini
dan sadar kalau tidak bisa memiliki anak karena kehamilan akan
membahayakan pasien dan calon bayinya. Sebelumnya pasien
pernah hamil dan mengalami keguguran sebanyak 2 kali. Meskipun
demikian pasien masih punya keinginan memiliki anak.
3. Harga diri : Pasien mengatakan meskipun kondisinya seperti ini
tapi masih bahagia karena memiliki suami yang setia dan orang tua
yang menyayangi.
4. Peran diri : Pasien mengatakan tidak bisa secara maksimal
melakukan perannya sebagai istri.
5. Identitas diri : Pasien merasa kurang percaya diri karena belum
bisa membahagiakan suaminya dengan memberikannya anak.
h) Pola Peran dan Hubungan
1. Peran Dalam Keluarga : Sebagai istri
3. Kesulitan Dalam Keluarga : Tidak ada kesulitan dalam berumah
tangga, pasien mengatakan belum mempunyai anak
4. Masalah Tentang Peran/Hubungan dengan Keluarga :
Selama MRS : Pasien mengatakan Suaminya selalu menjaga dan
menemani pasien.
i) Pola Seksual Reproduksi
Pasien mengatakan belum mempunyai keturunan dan sudah pernah
keguguran 2x
j) Pola Toleransi Koping Stres
Sebelum MRS : Setiap ada masalah pasien selalu berunding dengan
suami dan orang tuanya.
Selama MRS : Pasien mengatakan cemas akan kondisi pada saat ini
k) Pola Keyakinan
Pasien mengatakan beragama islam dan melaksanakan ibadah dan selama
masuk rumah sakit tidak melakukan ibadah sholat seperti biasa
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Pasien tampak lemah, terpasang infus di tangan kanan dan kiri
Kesadaran : GCS 456
Tanda-tanda Vital: TD : 135/74 mmHg
HR : 124x/menit
TB/BB :165cm /80kg
S :36,6°C
RR :24x/menit
SPO2 : 80% dengan O2 melalui masker NRBM 10 lpm
b. Kepala dan Leher
Kepala : Tidak terdapat benjolan, rambut hitam lurus
Mata : Sklera tidak ikterik, reflek pupil +/+, konjungtiva normal
Hidung: Tidak terdapat polip, tampak adanya pch saat pasien bicara
Mulut : Tampak pucat, mukosa bibir kering dan pecah- pecah.
Telinga: Bentuk normal dan simetris antara kanan dan kiri
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
c. Thorax Dada
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis(+), pulsasi (+)
Palpasi : Teraba denyut jantung pada apek jantung (ICS 5 midclavicula
sinistra)
Perkusi : Batasatas kanan jantung (ICS II Linea Sternalis Dextra), batas
atas kiri (ICS II Linea Sternalis Sinistra), batas bawah pinggang
(ICS IV Linea Sternalis Sinistra), batas bawah Apek jantung
(ICS V Midclavicula sinistra).
Auskultasi : Terdengar suara S1S2 tunggal reguler, murmur sistolik (+),
gallop (-)
Paru-paru
Inspeksi : Bentuk dada pigeon chest
Palpasi : Tidak teraba adanya masa
Perkusi : Terdengar suara sonor
Auskultasi : ronkhi +/+ whezing -/-
d. Abdomen
Inspeksi : Berbentuk simetris, tidak terdapat jaringan perut, tidak ada bekas
operasi
Palpasi : Tidak ada massa, distensi abdomen (–)
Perkusi : Terdengar suara Tympani
Auskultasi : Bising usus (+)
e. Genetalia dan Anus
Terpasanag DC, tidak ada kelainan hemoroid
f. Ekstremitas
Terdapat bengkak pada ekstremitas bawah
g. Kulit dan Kuku
Kuku bersih,bentuk jari tabuh (+) dan CRT < 3detik, cyanosis (-)
2.2 Pemeriksaan Penunjang
- Laborat tanggal 4 dan 5 maret 2020
04-03-2020 05-03-2020
METABOLISME Hasil Satuan Normal Hasil Satuan Normal
KARBOHIDRAT
HEMATOLOGI
Hb 15,70 g/dL
Eritrosit 5,40 10/uL
Leukosit 6,09 10u/L
Hematokrit 50,60 %
Trombosit 114 10/uL
FAALHEMOSTASIS
PPT
- Pasien 11,30 Detik 9,4-11,3
- Kontrol 11,3 Detik
- INR 1,07 <1,5
APTT
- Pasien 29,10 Detik 24,6-30,6
- Kontrol 21,9 detik
FAAL HATI
SGOT 14 U/L 0-32
SGPT 8 U/L 0-33
Albumin 3,63 g/dL 3,5-5,5
FAAL GINJAL
Ureum 30,9 mg/dL 16,6-48,5
Kreatinin 0,83 mg/dL <1,2
eGFR 95,29 mL/menit/1.73m²
1
AGD
pH 7,18 7,35-7,45
pCO2 79,5 mmHg 35-45
pO2 55,1 mmHg 80-100
HCO3 29,7 mmol/L 22-26
BE 1,1 mmol/L (-3)-(+3)
SO2 78,2 % >95
Hb 16,7 g/dL
Suhu 37 ˚C
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 131 mmol/L 136-145
Kalium (K) 4,28 mmol/L 3,5-5,0
Klorida (Cl) 103 mmol/L 98-106
Pemeriksaan EKG
Irama: reguler
Frekuensi:125x/mnt
Gelombang P:0,06mm/dtk 0.2m/v
PR Interval:0,12mm/dtk
QRS:0,04mm/dtk
Q Pathologis:tidak ada
Segmen ST: sesuai garis isoelektrik
Gel T: Normal
Axis: RAD
- aVF x 90˚ = 27 x 90˚ = 101,35˚
I + aVF -3 + 27
Kesimpulan: Sinus Takikardi dengan HR 125x/menit dengan Axis RAD
- Pemeriksaan Thorax:
Cor : ukuran membesar pada all chamber dengan CTR±80%
Aorta : sulit dievaluasi
Trachea : ditengah
Pul :Corakan vaskular meningkat dengan infiltrate
perivaskular
Kesimpulan : Cardiomegali all chamber enlargement dengan oedema
interstitial masih mungkin Left to Right Shunt
- Pemeriksaan Echo:
- Pemeriksaan diagnostik
2.3 Terapi
Infus Nacl 0,9% 500 cc/24 jam
Injeksi Furosemide3 x 20mg
Injeksi Lansoprazol 30mg-0-0
DJ II 1800 kkal/24 jam
Per oral :
o Dorner 3x20 mg
o sildenafil 3x50 mg
o spironolakton 0-100mg-0
o ramipril 0-0-5 mg
o diazepam 0-0-2 mg
o laxadin 0-0 -1 cth
o digoxin 0,25 mg-0-0
o paracetamol 500k/p
1. Analisa Data
No Data Subyektif Diagnosa Etiologi
1 DS: Pasien mengatakan Penurunan Kebocoran septum ventrikel
sesak nafas curah jantung ↓
Domain : 4 Tekanan ventrikel kanan
DO: Kelas : 4 meningkat
- K.U lemah Kode diagnosis : ↓
- Nafas spontan 00029 Hipertrofi otot ventrikel
dengan O2 nasal kanan
4 lpm, SPO2 ↓
80%, adanya Atrium kanan tidak dapat
pernafasan cuping mengimbangi peningkatan
hidung saat beban kerja
pasien berbicara, ↓
ronchi -/-, Pembesaran atrium kanan
wheezing -/- ↓
- Posisi semifowler Gejala CHF (murmur,
- TTV: distensi vena jugularis,
TD: 135/74 edema,hepatomegali)
mmHG ↓
HR: 124x/menit Penurunan curah jantung
Bunyi jantung
S1,S2 tunggal,
murmur sistolik
(+),gallop (-),
S: 36,6 C
Sianosis (-), GCS
4,5,6, DC (+),
Urine Produksi
900cc/7 jam,
bentuk jari tabuh
(+)
Hasil echo :EF
53,6%
2 DS: pasien mengatakan Gangguan Kebocoran septum ventrikel
sesak pertukaran gas ↓
DO: Domain: 4 Tekanan ventrikel meningkat
- KU lemah Kelas: 4 ↓
- Nafas spontan Kode diagnosis: Aliran darah ke paru
dengan O2 nasal 00092 meningkat
4 lpm, SPO2 ↓
80%, adanya Volume ke Paru meningkat
pernafasan cuping ↓
hidung saat Hipertensi Pulmonal
pasien berbicara, ↓
ronchi +/+, Perubahan permeabilitas di
wheezing -/- membran alveoli ke kapiler
- TTV: ↓
TD: 135/74 Difusi O2 dan CO2 di alveoli
mmHG terganggu
HR: 124x/menit ↓
Bunyi jantung Takipneu, sesak nafas
S1,S2 tunggal, ↓
murmur sistolik Gangguan pertukaran gas
(+),gallop (-),
S: 36,6 ℃
Sianosis (-), GCS
4,5,6, DC (+),
Urine Produksi
900cc/7
jam,bentuk jari
tabuh +
AGD:
pH 7,18
pCO2 79,5
pO2 55,1
HCO3 29,7
BE 1,1
SO2 78,2
Hb 16,7
Suhu 37 ℃
3 DS : Pasien mengatakan Ideal diri
menerima keadaan terganggu
fisiknya saat ini dan Domain: 4
sadar kalau tidak bisa Kelas:
memiliki anak karena Kode diagnosis:
kehamilan akan
membahayakan pasien
dan calon bayinya.
Sebelumnya pasien
pernah hamil dan
mengalami keguguran
sebanyak 2 kali.
Meskipun demikian
pasien masih punya
keinginan memiliki
anakn
DO:
K/u lemah
,terpasang 02
nasal kanul 4 lpm
rr 24 x/mnt spo2
80%,
- TTV:
TD: 135/74
mmHg
HR: 124x/menit
S: 36,6C
- Acral hangat
- Jari tabuh (+)
- Echo : EF 53,6 %
2 Diagnosa Keperawatan
Ruang : R.5A
Nama Pasien : Ny.E
Intoleransi Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x7 jam, kebutuhan klien dapat Intervensi NIC :Energy
aktifitas Management
terpenuhi
1 Monitor pola tidur dan
NOC : Cardiac Disease Self Management lama tidur pasien
2 Kaji kesulitan klien
No. Indikator 1 2 3 4 5
dalam beristirahat
1 Istirahat dan (6-7 jam) 3 Berikan lingkungan
tidur seimbang yang nyaman, hindari
2 Kondisi lemas (lemas dengan bising, batasi
aktivitas pengunjung
ringan) 4 Dukung klien untuk
meningkatkan istirahat
3 Pemenuhan (Dibantu 5 Bantu klien memenuhi
kebutuhan penuh) kebutuhannya
2 09:00 Memonitor pola tidur dan lama tidur pasien dan mengkaji
kesulitan klien dalam beristirahat
Mengobservasi TTV
1,2,3 11:00
- TD : 120/74 mmHg
- HR : 98x/menit
- RR : 24x/menit
- SPo2 : 80% dengan NC 4lpm
- S: 36,6C
3 Pemenuhan dibantu 1
kebutuhan orang
DAFTAR PUSTAKA
Hariyanto, D., 2012. Profil Penyakit Jantung Bawaan diInstalasi Rawat Inap Anak RSUP
Dr.M.DjamilPadang Januari 2008 - Februari 2011. SariPediatri, p. Vol.14(3).
Hoffman JIE (2007). Penyakit Jantung Kongenital. In Rudolph AM, Hoffman, JIE & Rudolph
CD. Buku Ajar Pediatri Rudolph. 20th ed. Jakarta: EGCNelson, 2014, Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta: EGC.
Mitchell, S., Korones, S. & Berendes, H., 2008.Congenital Heart DIsease in 56.109 births.
Putra, S., 2008. Congenital Heart Disease. Cairo,Egypt, The 2nd International
PediatricCardiology Meeting.
Prawirohardjo sarwono, 2014. Ilmu Kebidanan edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Smeltzer C, Brenda G Bare. 2014. Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Tim Poko SDKI PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : PPNI