Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PENYAKIT GONDOK

(Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Endokrin)

KELOMPOK 4 :
MIRANDA PIRI (15061056)
VERONIKA PANDEIROTH (15061005)
KRISJAYANTI PONTOMBOBA (15061024)
ALFA TAROREH (1506
ANSELA OROH (15061049)

DOSEN MATA KULIAH :


ANASTASIA LAMONGE, S.Kep., Ns., MAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah

ini dapat tersusun hingga selesai. Adapun judul makalah ini yaitu “Asuhan Keperawatan pada

Pasien Penyakit Gondok”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem

Endokrin. Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak-pihak yang

telah berkontribusi sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan

berpikir serta pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk

maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, sehingga makalah ini

jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat

dibutuhkan demi penyempurnaan makalah ini.

Manado, 09 Februari 2017

Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ......................................................................................................................i
Daftar Isi ...............................................................................................................................ii
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................
1.2 Tujuan .............................................................................................................................
1.3 Manfaat ...........................................................................................................................
BAB 2 Konsep Penyakit
2.1. Definisi ..........................................................................................................................
2.2. Anatomi dan Fisiologi ....................................................................................................
2.3. Etiologi ...........................................................................................................................
2.4. Manifestasi Klinis ...........................................................................................................
2.5. Patofisiologi ....................................................................................................................
2.6. Penatalaksanaan Medis ...................................................................................................
2.7. Komplikasi .....................................................................................................................
BAB 3 Konsep Asuhan Keperawatan
3.1. Pengkajian .....................................................................................................................
3.2. Diagnosa Keperawatan ................................................................................................
3.3. Intervensi dan Rasional ..................................................................................................
BAB 4 Contoh Kasus
4.1. Diagnosa Keperawatan ...................................................................................................
4.2. Perencanaan ....................................................................................................................
BAB 5 Penutup
5.1. Kesimpulan ....................................................................................................................
5.2. Saran ...............................................................................................................................
Daftar Pustaka .......................................................................................................................
Lampiran
1. Patoflow ..........................................................................................................................
2. Drug Study .......................................................................................................................
3. Lab Study .........................................................................................................................
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid

akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan

kelenjar morfologinya. Secara klinis, pasien dapat memperlihatkan penonjolan di sepertiga

bagian bawah leher. Goiter terjadi akibat kekurangan yoidium yang dapat menghambat

pembentukan hormone tiroid oleh kelenjar tiroid.

Berdasarkan kejadiannya atau penyebarannya ada yang disebut goiter endemis dan

sporadic. Secara sporadic yaitu dimana kasus-kasus gondok ini dijumpai menyebar

diberbagai tempat atau daerah. Bila dihubungkan dengan penyebab maka gondok sporadic

ini banyak disebabkan karena factor goitrogenik, anomaly, penggunaan obat-obat anti

tiroid, peradangan dan neoplasma. Secara endemis, kasus-kasus gondok ini dijumpai pada

sekelompok orang di daerah tertentu dengan penyakit defesiensi yodium. Goiter endemic

sering terdapat didaerah Minangkabau, Dairi, Jawa, Bali dan Sulawesi. (Darmayanti, 2012)

Dilaporkan pada tahun 2009, di Amerika ditemukan kasus pada sejumlah lebih dari

250.000 pasien. Menurut WHO, Indonesia sendiri merupakan Negara yang dikategorikan

endemis kejadian goiter. Menurut penyelidikan yang telah dibuktikan di Tecumseh suatu

komunitas di Michigan, Penyakit ini merupakan gangguan yang sangat sering dijumpai dan

menyerang 16% perempuan dan 4% laki-laki yang berusia antara 20 sampai 60 tahun,

seperti yang telah dibuktikan melalui penyelidikan di Tecumseh suatu komunitas di

Michigan. (Price, 2005).

Sedangkan menurut sebuah penelitian yang dilakukan di Indonesia khususnya Provinsi

Jawa Timur menyatakan bahwa konsumsi yodium berhubungan dengan pravelensi gondok.
Pada wanita hamil ditemukan lebih banyak mengalami pembesaran kelenjar tiroid lebih

banyak daripada anak sekolah. (Fitrikasari, 2002)

1.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang penyakit pada sistem endokrin yaitu Gondok
dan mengetahui tentang bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien dengan penyakit
Gondok.
b. Tujuan Khusus

1.3 Manfaat
a. Dapat berfungsi sebagai literature bagi pelajar yang ingin memperdalam tentang
penyakit gondok.
b. Menambah wawasan pengetahuan bagi pembaca mengenai penyakit gondok.
BAB 2
KONSEP PENYAKIT
2.1. Definisi
Gondok adalah pembesaran pada kelenjar tiroid dimana terlihat pembengkakan atau
benjolan besar pada leher sebelah depan (pada tenggorokan) dan terjadi akibat
pertumbuhan kelnjar tiroid yang tidak normal. (Rahza, 2010)
Gondok adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar
tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan
susunan kelenjar dan morfologinya. (Darmayanti, 2012)

2.2. Anatomi dan Fisiologi


Kelenjar tiroid terletak pada leher bagian depan, tepat di bawah kartilago
krikoid, disamping kiri dan kanan trakhea. Pada orang dewasa beratnya lebih kurang 18
gram.
Kelenjar ini terdiri atas dua lobus yaitu lobus kiri kanan yang dipisahkan oleh isthmus.
Masing-masing lobus kelenjar ini mempunyai ketebalan lebih kurang 2 cm, lebar 2,5 cm
dan panjangnya 4 cm. Tiap-tiap lobus mempunyai lobuli yang di masing-masing lobuli
terdapat folikel dan parafolikuler. Di dalam folikel ini terdapat rongga yang berisi koloid
dimana hormon-hormon disintesa.kelenjar tiroid mendapat sirkulasi darah dari arteri
tiroidea superior dan arteri tiroidea inferior. Arteri tiroidea superior merupakan
percabangan arteri karotis eksternal dan arteri tiroidea inferior merupakan percabangan
dari arteri subklavia. Lobus kanan kelenjar tiroid mendapat suplai darah yang lebih besar
dibandingkan dengan lobus kiri. Dipersarafi oleh saraf adrenergik dan kolinergik. saraf
adrenergik berasal dari ganglia servikalis dan kolinergik berasal dari nervus vagus.
Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yaitu T3, T4 dan sedikit kalsitonin.
Hormon T3 dan T4 dihasilkan oleh folikel sedangkan kalsitonin dihasilkan oleh
parafolikuler. Bahan dasar pembentukan hormon-hormon ini adalah yodium yang
diperoleh dari makanan dan minuman. Yodium yang dikomsumsi akan diubah menjadi
ion yodium (yodida) yang masuk secara aktif ke dalam sel kelenjar dan dibutuhkan ATP
sebagai sumber energi. Proses ini disebut pompa iodida, yang dapat dihambat oleh ATP-
ase, ion klorat dan ion sianat.
Sel folikel membentuk molekul glikoprotein yang disebut Tiroglobulin yang kemudian
mengalami penguraian menjadi mono iodotironin (MIT) dan Diiodotironin (DIT).
Selanjutnya terjadi reaksi penggabungan antara MIT dan DIT yang akan membentuk Tri
iodotironin atau T3 dan DIT dengan DIT akan membentuk tetra iodotironin atau tiroksin
(T4). Proses penggabungan ini dirangsang oleh TSH namun dapat dihambat oleh tiourea,
tiourasil, sulfonamid, dan metil kaptoimidazol. Hormon T3 dan T4 berikatan dengan
protein plasma dalam bentuk PBI (protein binding Iodine).
Fungsi hormon-hormon tiroid antara adalah:
a) Mengatur laju metabolisme tubuh. Baik T3 dan T4 kedua-duanya meningkatkan
metabolisme karena peningkatan komsumsi oksigen dan produksi panas. Efek ini
pengecualian untuk otak, lien, paru-paru dan testis
b) Kedua hormon ini tidak berbeda dalam fungsi namun berbeda dalam intensitas dan
cepatnya reaksi. T3 lebih cepat dan lebih kuat reaksinya tetapi waktunya lebih singkat
dibanding dengan T4. T3 lebih sedikit jumlahnya dalam darah. T4 dapat dirubah menjadi
T3 setelah dilepaskan dari folikel kelenjar.
c) Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus khususnya pertumbuhan saraf
dan tulang
d) Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin
e) Efek kronotropik dan Inotropik terhadap jantung yaitu menambah kekuatan kontraksi
otot dan menambah irama jantung.
f) Merangsang pembentukan sel darah merah
g) Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai kompensasi tubuh terhadap
kebutuhan oksigen akibat metabolisme.
h) Bereaksi sebagai antagonis insulin. Tirokalsitonin mempunyai jaringan sasaran tulang
dengan fungsi utama menurunkan kadar kalsium serum dengan menghambat reabsorpsi
kalsium di tulang. Faktor utama yang mempengaruhi sekresi kalsitonin adalah kadar
kalsium serum. Kadar kalsium serum yang rendah akan menekan ;pengeluaran
tirokalsitonin dan sebaliknya peningkatan kalsium serum akan merangsang pengeluaran
tirokalsitonin. Faktor tambahan adalah diet kalsium dan sekresi gastrin di lambung.

2.3. Etiologi

Penyebab penyakit gondok yaitu:

a. Kelainan turun-temurun yang bisa menyebabkan sintesis T4 atau hormone tiroksin


yang tidak cukup atau gangguan metabolism yodium.
b. Gondok endemik : asupan yodium dalam makanan yang tidak mencukupi, sehingga
menyebabkan produksi dan sekresi hormone tiroid tidak cukup.
c. Gondok sporadik : tercernanya makanan goitrigenik dalam jumlah besar atau
pengguanaan obat goitrogenik.
- Obat goitrogenik: propylthiouracil (PTU), methimazole (Tapazole), iodide, dan
lithium (Lithoid) (bisa menyerang fetus jika diminum saat hamil)
- Makanan goitrogenik: rutabagas, kol, kacang keledai, kacang tanah, buah persik,
kacang polong, stroberi, bayam, dan lobak. (Sarwiji, 2011)
d. Hipertiroidisme: meningkatnya kadar hormone menyebabkan hipermetabolisme,
karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormone tiroid yang berlebihan dalam darah
sehingga menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktiv, akibatnya hal ini memicu terjadinya
pembesaran pada kelenjar tiroid.

2.4. Manifestasi Klinis


a. Pembesaran kelenjar ringan sampai gondok sangat besar dan multinodular.
b. Distress respiratorik dan disfagia akibat kompresi trakea dan esophagus dan akibat
pembengkakan dan distensi leher.
c. Gondok besar; obstruksi pengembalian venosa yang menyebabkan vena terisi dan
membengkak, dan di kasus langka, perkembangan sirkulasi venosa kolateral di dada,
dan bisa disertai pusing dan sinkope (jika pasien mengangkat lengan di atas kepalanya)

2.5. Patofisiologi
Aktivitas utama kelenjar tiroid adalah untuk berkonsentrasi yodium dari darah untuk
membuat hormone tiroid. Kelenjar tersebut tidak dapat membuat hormone tiroid cukup
jika tidak memiiki cukup yodium. Oleh karena itu, dengan defisiensi yodium akan menjadi
hipotiroid. Akibatnya, tingkat hormone tiroid terlalu rendah dan mengirim sinyal ke tiroid.
Sinyal ini disebut thyroid stimulating hormone (TSH). Seperti namanya, hormone ini
merangsang tiroid untuk menghasilkan hormone tiroid dan tumbuh dalam ukuran yang
besar. Pertumbuhan yang abnormal dalam ukuran menghasilkan apa yang disebut gondok.
Kelenjar tiroid dikendalikan oleh thyroid stimulating hormone (TSH) yang juga dikenal
dengan thyrotropin. TSH disekresi dari kelenjar hipofisis, yang pada gilirannya
dipengaruhi oleh hormone Thyrotropin releasing hormone (TRH) dari hipotalamus.
Thyrotrpoin bekerja pada reseptor TSH terletak pada kelenjar tiroid. Serum hormone tiroid
levothyroxine dan triiodothyronine umpan balik ke hipofisis, mengatur produksi TSH.
Interferensi dengan sumbu ini TRH hormone tiroid TSH menyebabkan perubahan fungsi
dan struktur kelenjar tiroid. Stimulasi dari reseptor TSH dari tiroid oleh TSH, TSH
reseptor antibody, atau agonis rseptor TSH, seperti chorionic gonadotropin, dapa
mengakibatkan gondok difus. Ketika sebuah kelompok kecilsel tiroid, sel inflamasi, atau
sel ganas metastatis untuk tiroid terlibat, suatu nodul tiroid dapat berkembang.
Kekurangn dalam sintesis hormone tiroid atau asupan menyebabkan produksi TSH
meningkat. Peningkatan TSH, menyebabkan peningkatan cellularity dan hyperplasia
kelenjar tiroid dalam upaya untuk menormalkan kadar hormone tiroid. Jika proses ini
berkelanjutan, maka akan menyebabkan penyakit gondok. Penyebab kekurangan hormone
tiroid termasuk kesalahan bawaan sintesishormon tiroid, defisiensi yodium, dan
goitrogens. Gondok dapat juga terjadi hasil dari sejumlah agonis reseptor TSH. Pendorong
reseptor TSH termasuk antibody reseptor TSH, resistensi terhadap hormone tiroid
hipofisis, adenoma kelenjar hipofisis hipotalamus dan tumor memproduksi human
chorionic gonadotropin.
Pemasukan yodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi
TSH, glukosil goitrogenik, gangguan pada kelenjar tiroidsendiri daktor pengikat dalam
plasma sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormone tiroid. Bila kadar-kadar
hormone tiroid kurang maka akan terjadi mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid
sehingga aktivitas kelenjar meningkat dan terjadi pembesaran (hipertrofi).
Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran uyang dapat mempengaruhi
kedudukan organ-organ lain disekitarnya. Di bagian posterior medialkelenjar tiroid
terdapat trakea dan esophagus. Goiter dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong
trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernafas dan disfagia yang akan
berdampak pada gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit.
Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris
atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. Tentu dampaknya lebih kearah
estetika atau kecantikan. Perubahan bentuk leher dapat mempengaruhirasa aman dan
konsep diri pasien.

2.6. Penatalaksanaan Medis


a. Pengobatan

Pasien dengan satu atau lebih nodultiroid yang mengalami hipertiroid diberikan
obat antitiroid. Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon
tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak
jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
Indikasi :
1) Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap,
pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
2) Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau
sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.
3) Persiapan tiroidektomi
4) Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia.
5) Pasien dengan krisis tiroid.
Obat antitiroid yang sering digunakan :
Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeliharaan (mg/hari)
Karbimazol 30-60 5-20
Meltimazol 30-60 5-20
Propiltourasil 300-600 5-200

b. Pembedahan
Tujuan pembedahan adalah untuk mengurangi massa fungsional pada
hipertiroid,mengurangi penekanan dan esophagus dan trakhea,mengurangi ekspansi
pada tumor atau keganasan.
Indikasi :
1) Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat
antitiroid.
2) Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
3) Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif
4) Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
5) Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul

c. Terapi Radioiodine
Merupakan terpai alternative untuk single toxic adenoma atau toxic multinodular
goiter. Tujuan terapi ini adalah untuk mempertahankan fungsi kelenjar tiroid menjadi
normal dan mengurangi volume nodul pada nontoksik multinodulargoiter.

Indikasi:
1) Pasien umur 35 tahun atau lebih
2) Hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi
3) Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
4) Adenoma toksik, goiter multinodular toksik

Iodium radioaktif diberikan melalui mulut, dalam bentuk cairan 1-2 ml, tidak berasa
dan berbau, dan dengan cepat diserap melalui saluran cerna. Iodium radioaktif ini akan
masuk ke kelenjar tiroid melalui aliran darah dan merusak kelenjar tiroid. Walaupun
radioaktivitas ini menetap selama beberapa waktu dalam kelenjar tiroid, iodium
radioaktif ini akan dikeluarkan melalui bagian tubuh dalam beberapa hari.

Efek pada kelenjar tiroid akan terjadi dalam 1-3 bulan dan efek maksimal terjadi
antara 3-6 bulan. Pada sebagian kasus pengobatan iodium radioaktif cukup satu kali
saja, akan tetapi pada keadaan dengan kelenjar gondok yang besar, diperlukan dosis
iodium radioaktif yang kedua untuk mengablasi/mematikan kelenjar tiroid. Kelenjar
tiroid yang diablasi lama kelamaan produksi hormon tiroid akan berkurang bahkan
tidak ada sama sekali dan dalam jangka panjang dapat terjadi hipotiroid (kebalikan dari
hipertiroid).
Oleh karena itu setelah mendapat pengobatan iodium radioaktif secara berkala setiap
6-12 bulan diperiksa fungsi tiroid dan bila terjadi hipotiroid, harus diberikan
pengganti/substitusi hormon tiroid yang diberikan seumur hidup (karena kelenjar tiroid
sudah tidak berfungsi lagi) dengan dosis sesuai kebutuhan. Pasien cukup minum tablet
hormon tiroid secara teratur seperti halnya minum vitamin.

2.7. Komplikasi
Komplikasi dari penyakit gondok yaitu:
a. Penyakit jantung hipertiroid
Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada jantung oleh
hormon tiroid dan menyebabkan kontratilitas jantung meningkat dan terjadi takikardi
sampai dengan fibrilasi atrium jika menghebat. Pada pasien yang berumur di atas 50
tahun, akan lebih cenderung mendapat komplikasi payah jantung.
b. Oftalmopati Graves
Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan diplopia, aliran air
mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat mengganggu kualitas hidup
pasien sehinggakan aktivitas rutin pasien terganggu.
c. Dermopati Graves
Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas tibia bagian
bawah (miksedema pretibia), yang disebabkan penumpukan glikosaminoglikans. Kulit
sangat menebal dan tidak dapat dicubit.
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.3. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan anamnesa dan akan diperoleh :
a. Identifikasi klien:
Meliputi data demografi Klien.
b. Keluhan utama klien:
Pada klien post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada umumnya
adalah nyeri akibat luka operasi.
c. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin
membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan
trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
d. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit
gondok, misalnya pernah menderita gondok lebih dari satu kali, tetangga atau
penduduk sekitar berpenyakit gondok.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dimaksudkan barangkali ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien
saat ini.
f. Riwayat psikososial
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada
kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.

2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis dengan
tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.
b. Kepala dan leher
Pada klien dengan post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka
operasi yang sudah ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta
terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari.
c. Sistim pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari anestesi,
atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
d. Sistim Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan ekspresi
wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.
e. Sistim gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung
akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi
yang hilang.
f. Aktivitas/istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
g. Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
h. Integritas ego
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
i. Makanan/cairan
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak,
makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.
j. Rasa nyeri/kenyamanan
Nyeri orbital, fotofobia.
k. Keamanan
Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium
(mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis,
kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus :
retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi
pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
l. Seksualitas
Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.

3. Pemeriksaan penunjang
a. Human thyrologlobulin( untuk keganasan thyroid)
b. Kadar T3, T4
c. Nilai normal T3=0,6-2,0 , T4= 4,6-11
d. Darah rutin
e. Endo Crinologiie minimal tiga hari berturut turut (BMR) nilai normal antara –
10s/d +15
f. Kadar calsitoxin (hanya pada pebnderita tg dicurigai carsinoma meduler).
g. Pemeriksaan radiologis
h. Dilakukan foto thorak posterior anterior
i. Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu technig
j. Esofagogram bila dicurigai adanya infiltrasi ke osofagus.

3.4.Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia
(status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat
secara akontabilitas dapat diagnosa dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah.
Tujuan diagnosa keperawatan adalah mendiagnosa adanya masalah aktual yang
berdasarkan kepada respon klien terhadap masalah atau penyakit, sehingga faktor-faktor
yang berkontribusi atau penyebab yang menyebabkan adanya masalah, dari diagnosa inilah
kita mampu untuk mencegah/ menghilangkan masalah yang terdapat pada klien.
(Jauhar,2013)
Adapun diagnosa keperawatan pada penyakit gondok adalah:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya pembesaran jaringan pada leher,
penekanan trakea.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi trakea,
akumulasi sputum
3. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan bedah terhadap jaringan pasca operasi.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan
nutrisi kurang akibat kompresi/penekanan esophagus ditandai dengan kesulitan
menelan makanan (disfagia).
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan adanya penekanan pada pita suara.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan mempermudah masuknya kuman akibat
pembedahan.
7. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap status kesehatan.
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
3.5.Intervensi dan Rasional
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya pembesaran jaringan pada leher,
penekanan trakea.
Intervensi Rasional
Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan Kecepatan biasanya meningkat.
dan ekspansi dada. Dyspnea dan terjadi peningkatan kerja
napas. Kedalaman pernapasan bervariasi
tergantung derajat gagal napas.
Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya Bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan
bunyi napas adventisius napas obstruksi sekunder.
Tinggikan kepala dan bantu mengubah Duduk tinggi memungkinkan ekspansi
posisi. paru dan memudahkan pernapasan.
Pertahankan perilaku tenang, bantu Membantu pasien mengalami efek
pasien untuk ontrol diri dengan fisiologi hipoksia yang dapat
mengguanakan pernapasan lebih dimanifestasikan sebagai ansietas.
lambat/dalam
Kolaborasi: berikan oksigen tambahan Memaksimalkan bernapas dan
menurunkan kerja napas.

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi trakea,


akumulasi sputum.

Intervensi Rasional
Pantau frekuensi pernafasan, kedalaman Pernafasan secara normal kadang-kadang
dan kerja pernafasan cepat, tetapi berkembangnya distres pada
pernafasan merupakan indikasi kompresi
trakea karena edema atau perdarahan.

Catat karakteristik bunyi napas. Bunyi napas menunjukkan aliran udara


melalui pohon trakeobronkial dan
dipengaruhi oleh adanya cairan, mucus,
atau obstruksi aliran udara lain.
Bantu dalam perubahan posisi, latihan Mempertahankan kebersihan jalan nafas
nafas dalam dan atau batuk efektif
dan evaluasi. Namun batuk tidak
sesuai indikasi
dianjurkan dan dapat menimbulkan nyeri
yang berat, tetapi hal itu perlu untuk
membersihkan jalan nafas.
. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna sianosis mungkin perifer (terlihat pada
kuku) atau sentral( terlihat pada bibir) .
membran mukosa
keabu-abuan dan dianosis sentral
mengindikasi hipoksemia berat
Evaluasi tingkat toleransi aktivitas dan istirahat diselingi aktivitas perawatan
batasi aktifitas pasien penting dari program pengobatan
Bantu dengan batuk/napas dalam Pengumpulan sekresi mengganggu
ventilasi paru.
Kolaborasi: Kelembapan menghilangkan dan
Berikan oksigen lembab, cairan IV, memobilisasi secret dan meningkatkan
berikan kelembapan ruangan yang tepat transport oksigen

3. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan bedah terhadap jaringan pasca operasi.

Intervensi Rasional
Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri,
verbal maupun non verbal, catat lokasi, menentukan pilihan intervensi,
intensitas (0-10), dan lamanya menentukan efektivitas terapi.
Anjurkan pasien untuk teknik relaksasi Mengembalikan perhatian,
napas dalam meningkatkan rasa kontrol
Berikan minuman yang sejuk/makanan Menurunkan nyeri tenggorok tetapi
yang lunak ditoleransi jika pasien makanan lunak ditoleransi jika pasien
mengalami kesulitan menelan mengalami kesulitan menelan
Tinggikan kepala tempat tidur pada Peubahan posisi dapat menghilangkan
interval tertentu. keridaknyamanan akibat nyeri.
Kolaborasi: berikan analgesic sesuai Menghilangkan nyeri dan
indikasi ketidaknyamanan

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan


nutrisi kurang akibat kompresi/penekanan esophagus ditandai dengan kesulitan
menelan makanan (disfagia).

Intervensi rasional
Buat ukuran antropometrik tertentu Membantu memantau penurunan dan
menentukan kebutuhan nutrisi sesuai
perjalanan penyakit.
Kaji cara / bagaimana makanan Cara menghidangkan makanan dapat
dihidangkan mempengaruhi nafsu makan pasien.
Berikan makanan yang mudah ditelan Membantu mengurangi kelelahan pasien
seperti bubur. dan meningkatkan asupan makanan .
. Anjurkan lingkungan yang mendukung Memperbaiki pemasukan nutrisi.
untuk makan.
Catat jumlah / porsi makanan yang Untuk mengetahui pemenuhan
dihabiskan oleh pasien setiap hari. kebutuhan nutrisi.
Kolaborasi: berikan obat-obatan Antiemetik membantu pasien
antiemetik sesuai program dokter mengurangi rasa mual dan muntah dan
diharapkan intake nutrisi pasien
meningkat.
BAB 4
STUDY KASUS
Seorang mahasiswi umur 19 tahun, datang ke Rumah Sakir Lasallian dengan
keluhan ada benjolan di leher depan sejak 6 bulan yang semakin membesar.
Mahasiswi tersebut mengeluh bahwa ia sering merasa sesak napas dan kehilangan
nafsu makan selama seminggu karena sulit menelan. Klien merasa lemah dan
kehilangan semangat untuk beraktivitas. Klien merasa khawatir mengenai
kondisinya saat ini. Dari anamnesis diketahui klien berasal dari daerah
pegunungan. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan TD: 90/70 R: 30x/menit Nadi
80x/menit Suhu:37 oC.

4.1. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan anamnesa dan akan diperoleh :
a) Identitas klien:
Nama : Nn. S
Tempat, tanggal lahir : Manado, 27 Mei 1995
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kawangkoan
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Kristen
Berat Badan : 43 kg
Tinggi Badan : 163 cm

b) Keluhan utama klien:


Klien mengatakan ada benjolan dileher yang semakin membesar, dan
sering merasa sesak dan sulit menelan.

c) Riwayat penyakit sekarang


Adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar sehingga
mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea
eusofagus.
d) Riwayat penyakit dahulu
Klien tidak mempunyai riwayat penyakit dahulu.
e) Riwayat kesehatan keluarga
Ibu klien pernah menderita hipotiroidisme.

4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Klien tampak lemah dengan kesadarannya composmentis.
Tanda-tanda vital TD: 90/60 Nadi 64x/menit Suhu:37 oC.
b. Kepala dan leher
Pada palpasi kelenjar tiroid teraba membesar.
c. Sistim pernafasan
Pasien terlihat sesak akibat dari pembengkakan pada leher.
d. Sistim Neurologi
Pasien berbicara lambat dan muka terlihat pucat, kelopak mata terlihat turun.
e. Sistim gastrointestinal
Lidah tampak menebal, nafsu makan berkurang, dan anoreksia
f. Aktivitas/istirahat
Sangat malas beraktivitas, dan ingin tidur sepanjang hari.

5. Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Masalah
1 DS : Gondok menekan Pola nafas tidak
- Pasien mengatakan trakea efektif
sering merasa sesak
ketika bernafas
DO : kesulitan bernafas
- Pada bagian leher
pasien teraba
adanya benjolan sesak nafas
- Pasien tampak
kesulitan bernafas
- TTV: Pola nafas tidak efektif
TD: 90/70
R: 30x/menit
Nadi 80x/menit

Suhu:37 oC.

2 DS : Gondok menekan Ketidakseimbangan


- pasien mengatakan esophagus nutrisi kurang dari
sulit menelan kebutuhan tubuh
- pasien mengatakan
sudah seminggu disfagia
kehilangan nafsu
makan
DO: nutrisi tidak adekuat
- pasien tampak lemah
- mukosa bibir tampak
kering ketidakseimbangan nutrisi
- berat badan tidak kurang dari kebutuhan
normal/ideal denagn tubuh
tinggi badan
BB: 43 kg
TB : 163 cm
3 DS: Pembesaran pada kelenjar Ansietas
- pasien mengatakan tiroid/leher
khawatir tentang
kondisi penyakitnya
DO : Kurangnya pengetahuan
- pasien tampak tentang kondisi penyakit
gelisah dan cemas
- TTV
TD: 90/70 Ansietas
R: 30x/menit
Nadi 80x/menit
Suhu:37 oC.

a. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya pembesaran jaringan pada leher,
penekanan trakea.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan
nutrisi kurang akibat kompresi/penekanan esophagus ditandai dengan kesulitan
menelan makanan (disfagia)
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap status kesehatan.

a. Perencanaan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1 Pola nafas tidak Setelah dilakukan Mandiri: Mandiri:
efektif berhubungan tindakan 1. Kaji frekuensi, 1. Kecepatan
dengan adanya keperawatan kedalaman biasanya
pembesaran jaringan diharapkan pola pernapasan dan meningkat.
pada leher, nafas pasien ekspansi dada. Dyspnea dan
penekanan trakea. efektif. 2. Auskultasi bunyi terjadi
Yang ditandai Dengan kriteria nafas dan catat peningkatan kerja
dengan : hasil: adanya bunyi napas. Kedalaman
DS : - RR= 16-20x/ napas pernapasan
- Pasien menit adventisius bervariasi
mengatakan - Frekuensi dan 3. Tinggikan tergantung derajat
sering merasa kedalaman kepala dan bantu gagal napas.
normal
sesak ketika - Ekspansi dada mengubah 2. Bunyi napas
bernafas simetris posisi. menurun/ tak ada
DO : - Tidak ada 4. Pertahankan bila jalan napas
- Pada bagian penggunaan perilaku tenang, obstruksi
leher pasien otot bantu bantu pasien sekunder.
teraba adanya nafas untuk ontrol diri 3. Duduk tinggi
benjolan dengan memungkinkan
- Pasien mengguanakan ekspansi paru dan
tampak pernapasan lebih memudahkan
kesulitan lambat/dalam pernapasan.
bernafas 5. Kolaborasi: 4. Membantu pasien
- TTV: berikan oksigen mengalami efek
TD: 90/70 tambahan fisiologi hipoksia
R: 30x/menit yang dapat
Nadi dimanifestasikan
80x/menit sebagai ansietas.
Suhu:37 oC. 5. Memaksimalkan
bernapas dan
menurunkan kerja
napas.
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Mandiri: Kolaborasi:
nutrisi kurang dari tindakan 1. Buat ukuran 1. Membantu
kebutuhan tubuh keperawtan dalam antropometrik memantau
berhubungan waktu 1x24 jam tertentu penurunan dan
dengan asupan diharapkan nutrisi 2. Kaji cara / menentukan
nutrisi kurang akibat kembali adekuat. bagaimana kebutuhan nutrisi
kompresi/penekanan Kriteria hasil: makanan sesuai perjalanan
esophagus ditandai - Pasien tidak dihidangkan penyakit.
dengan kesulitan lagi mengeluh 3. Berikan 2. Cara
menelan makanan sulit menelan makanan yang menghidangkan
(disfagia). - Berat badan mudah ditelan makanan dapat
Yang ditandai pasien pasien seperti bubur. mempengaruhi
dengan :
DS : kembali 4. Anjurkan nafsu makan
- pasien normal lingkungan yang pasien.
mengatakan mendukung 3. Membantu
sulit menelan untuk makan mengurangi
- pasien 5. Catat jumlah / kelelahan pasien
mengatakan porsi makanan dan
sudah yang dihabiskan meningkatkan
seminggu oleh pasien asupan makanan .
kehilangan setiap hari 4. Memperbaiki
nafsu makan 6. Kolaborasi: pemasukan
DO: berikan obat- nutrisi.
- pasien tampak obatan 5. Untuk
lemah antiemetik mengetahui
- mukosa bibir sesuai program pemenuhan
tampak kering dokter kebutuhan nutrisi.
- berat badan 6. Antiemetik
tidak membantu pasien
normal/ideal mengurangi rasa
denagn tinggi mual dan muntah
badan dan diharapkan
BB: 43 kg intake nutrisi
TB : 163 cm pasien meningkat.

3 Ansietas Setelah dilakukan Mandiri: Mandiri:


berhubungan tindakan 1. Kaji tingkat 1. Membantu
dengan ancaman keperawatan rasa takut pada menemukan
terhadap status diharapkan pasien pasien dan jenis intervensi
kesehatan. mengungkapkan orang terdekat. yang diperlukan
Yang ditandai ansietas 2. Jelaskan 2. Rasa takut akan
dengan: berkurang/hilang. prosedur/asuhan ketidaktahuan
S: Kriteria hasil: yang diberikan. diperkecil
- pasien - Menyatakan 3. Akui dengan
mengatakan keterampilan kenormalan informasi dan
khawatir pemecahan perasaan pada dapat
tentang masalah dan situasi ini. meningkatkan
kondisi penggunaan 4. Dorong dan penerimaan
penyakitnya sumber berikan dialysis.
DO : secara kesempatan 3. Mengetahui
- pasien tampak efektif kepada pasien perasaan normal
gelisah dan - Pasien dan keluarga yang dapat
cemas tampak pasien untuk menghilangkan
- TTV rileks bertanya dan takut bahwa
TD: 90/70 menyatakan pasienkehilangan
R: 30x/menit masalah. control.
Nadi 5. Tunjukkan 4. Memebuat
80x/menit indicator positif perasaan terbuka
Suhu:37 oC. pengobatan. dan bekerja sama
dan memberikan
informasi yang
akan membantu
dalam mengatasi
masalah.
BAB 5
PENUTUP
a. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
- Gondok merupakan penyakit yang terjadi dikelenjar tiroid akibat kekurangan yodium
yang membantu dalam proses sintesis hormone tiroid.
- Penyakit gondok merupakan masalah penyakit yang kebanyakan terjadi didaerah
pegunungan dan lebih banyak terjadi pada wanita.
- Penyakit gondok tidak dapat disepelekan karena merupakan masalah kesehatan di
Indonesia yang cukup tinggi karena Indonesia banyak terapat daerah endemic gondok
dimana penyebabnya akibat dari defesiensi yodium dalam tubuh.

b. Saran

Berdasarkan data-data diatas, maka dianggap perlu untuk membahas mengenai persoalan
penyakit gondok sebagai penyumbang masalah kesehatan di Indonesia, sehingga semua
pihak dapat mengupayakan strategi dalam rangka mengurangi masalah akibat penyakit
demi peningkatan kualitas manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Herman, Heather T. 2015. Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan: definisi


dan klasifikasi 2015-2017. Jakarta:EGC
Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.
Prince S.A, Wilson L.M. 2006. Patofisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Jakarta: EGC.
Brunner dan Suddarth. 2001 Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2. Jakarta:
EGC
Guyton, C. Arthur. 1991. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC
LAMPIRAN
PATOFLOW GONDOK

Defisiensi yodium Zat kimia dan obat Hipertiroidisme


penghambat sintesa hormone

Hormon tiroid yang


disintesis Menghambat
Kelenjar tioid
penyerapan yodium
terlalu aktif

Memicu pelepasan TSH


yg menignkat dalam Kelenjar tiroid tidak bisa
darah berfungsi dengan baik
Kelenjar tiroid
tidak terkendali

Hipertrofi sel folikuler


hipotiroidisme
tiroid

Menghasilkan hormone
Pembesaran kelenjar Kelenjar tiroid tiroid yang berlebihan
tiroid membesar

GONDOK

Gondok tumbuh ke Gondok tumbuh ke Kurangnya


dalam luar pengetahuan
mengenai
penyakit

Pembengkakan
Menekan pita Menekan Menekan pada leher
suara trakea esofagus
Ansietas

Perubahan suara Kesulitan Gangguan


disfagia
menjadi serak bernafas citra
tubuh

Gangguan Sesak Nutrisi tidak


komunikasi nafas adekuat
verbal
Pola nafas tidak Ketidakseimba Kelemahan
efektif ngan nutrisi
kurang dari
kebutuhan Defisit
tubuh perawatan
diri
Pembedahan

Pintu masuk General Luka insisi di


kuman anestesi kontinuitas
jaringan

Mempermudah
Depresi Nyeri akut
masuknya
system
kuman/bakteri
pernapasan

Resiko Penekanan medulla


infeksi oblongata

Penurunan
reflek batuk

Akumulasi
sputum

Ketidakefektif
an bersihan
jalan nafas

Anda mungkin juga menyukai