Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes insipidus merupakan suatu penyakit yang jarang terjadi dan
merupakan akibat dari kegagalan metabolisme air karena terjadi gangguan
pada hormon antidiuretik (ADH) atau vasopressin dari kelenjar pituitary atau
kelenjar hipofisis sehingga terjadi haluaran volume urin secara berlebihan.
Mengenai hormon dan organ penghasil hormon tersebut merupakan suatu
bagian yang dibahas dalam mata kuliah keperawatan khususnya dalam mata
kuliah sistem endokrin. Untuk memenuhi pengetahuan mahasiswa mengenai
sistem endokrin dalam hal ini gangguan-gangguan atau penyakit pada sistem
endokrin maka mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompok untuk
membahas gangguan-gangguan tersebut.
Untuk itu, maka kelompok menyusun makalah mengenai gangguan pada
sistem endokrin khususnya pada kelenjar pituitary yaitu diabetes insipidus
untuk memenuhi tugas mata kuliah system endokrin tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa definisi diabetes insipidus?
1.2.2 Bagaimana anatomi dan fisiologi?
1.2.3 Apa saja klasifikasi diabetes insipidus?
1.2.4 Apa saja etiologi diabetes insipidus?
1.2.5 Apa saja tanda dan gejala diabetes insipidus?
1.2.6 Bagaimana patofisiologi diabetes insipidus?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan diabetes insipidus?
1.2.8 Apa saja komplikasi diabetes insipidus?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui apa definisi diabetes insipidus.
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana anatomi dan fisiologi.

1
1.3.3 Untuk mengetahui apa saja klasifikasi diabetes insipidus.
1.3.4 Untuk mengetahui apa saja etiologi diabetes insipidus.
1.3.5 Untuk mengetahui apa saja tanda dan gejala diabetes insipidus.
1.3.6 Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi diabetes insipidus.
1.3.7 Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan diabetes insipidus.
1.3.8 Untuk mengetahui apa saja komplikasi diabetes insipidus.

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat teoritis
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis,
sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran di
dunia pendidikan kesehatan khususnya profesi keperawatan.

1.4.2 Manfaat praktis


1.4.2.1 Bagi penulis
Menambah pengetahuan penulis mengenai gangguan
endokrin diabetes insipidus, dan selanjutnya dijadikan sebagai
acuan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan kepada pasien
dengan gangguan endokrin diabetes insipidus dalam
praktiknya di rumah sakit.

1.4.2.2 Bagi lembaga pendidikan


Sebagai referensi dalam ilmu pendidikan kesehatan
khusunya keperawatan sehingga dapat memperkaya dan
menambah wawasan.

2
BAB II

KONSEP PENYAKIT

2.1 Definisi

Diabetes Insipidus merupakan gangguan metabolisme air yang disebabkan


oleh defisiensi vasopresin (juga dikenal sebagai hormon antidiuretik) yang
bersirkulasi atau oleh resistansi ginjal terhadap hormon ini. (Williams dan
Wilkins. 2011 : 173)

Diabetes Insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan. Penyakit


ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme
neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagagalan dalam
mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui merupakan
kasus idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan
jenis kelamin. (Aru W. Sudoyo, dkk. 2009 : 2048)

Diabetes Insipidus adalah kelainan Endokrin yang ditandai dengan


polodipsi dan poliuri. Dua mekanisme yang mendasari adalah gangguan
pelepasan ADH oleh hipotalamus atau hipofisis (sentral) dan gangguan respon
terhadap ADH oleh ginjal (nefrogenik). (Felix Kusmana. 2016 : 825)

Diabetes Insipidus (DI) merupakan kondisi yang berhubungan dengan


insufisiensi atau inefektivitas respons ginjal terhadap ADH, menyebabkan
ketidakmampuan ginjal untuk memekatkan urine, dan mengakibatkan
haluaran urine yang berlebihan dan hemokonsentrasi. (Marlene Hurst. 2011 :
501)

Diabetes insipidus adalah penyakit dimana volume besar urine encer


diekskresikan karena defisiensi vasopressin/AVP (Diabetes Insipidus Sentral),
resistensi AVP (Diabetes Insipidus Nefrogenik) atau asupan air berlebih atau
polydipsia primer. (Di lorgi. 2012 : 69)

Jadi, Diabetes insipidus adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan


dalam metabolisme air akibat gangguan vasopressin atau hormon antidiuretik

3
(ADH) oleh hipotalamus atau hipofisis (sentral) dan gangguan respon terhadap
ADH oleh ginjal (nefrogenik) yang menyebabkan haluaran urin yang
berlebihan dan hemokonsentrasi urin.

2.2 Anatomi Fisiologi

(Sumber : http://kabarikami.com/2016/06/18/mengetahui-fungsi-kelenjar-
hipofisis/)

Dua lobus kelenjar hipofisis seringkali disebut sebagai kelenjar “master”


tubuh. Kelenjar hipofisis menerima pesan dari hipotalamus mengenai kadar
hormon endokrin dalam darah dan mengatur aktivitas kelenjar dengan
mengirimkan hormon pengirim pesan ke kelenjar tertentu untuk meningkatkan
produksi hormon sesuai kebutuhan. (Marlene Hurst. 2011 : 501)
Hiposfisis posterior juga dikenal sebagai neurohipofisis menyekresikan :
2.2.1 Oksitoksin
Oksitosin penting untuk dilatasi serviks sebelum kelahiran dan
membantu uterus untuk berkontraksi selama persalinan dan pelahiran,
terutama selama kala dua dan tiga. Pada ibu menyusui (laktasi),
oksitosis menyebabkan susu “turun” ke area payudara tempat bayi
dapat mengisap dan menerima susu.
2.2.2 Hormon antidiuretik (ADH)
Vasopresin juga dikenal sebagai hormon antideuretik (ADH).
Ketika ADH disekresi, air ditahan didalam ruang vascular. Hormon

4
antideuretik (ADH), juga disebut vasopresin, diproduksi di
hipotalamus dan dibawa ke kelenjar hipofisis posterior untuk di
distribusi sirkulasi. Ketika volume darah rendah, ADH disekresikan
untuk menahan cairan. Perubahan kadar ADH (meningkat atau
menurun) dapat terjadi sebagai respon terhadap stressor fisik dan
kimiawi. Peningkatan sekresi ADH menyebabkan ginjal mereabsorbsi
lebih banyak air, menghasilkan urine yang sangat pekat dan
meningkatkan air bebas di dalam vascular. Penurunan sekresi ADH
menyebabkan lebih banyak air yang disekresikan oleh ginjal,
menghasilkan urine yang sangat encer dan hemokonsetrasi Masalah
stresor dan hipofisis dapat menyebabkan perubahan dalam sintesis di
hipotalamus dan pelepasan ADH oleh hipofisis. Ketika air
disekresikan (ADH tidak mencukupi), natrium serum menjadi pekat
dan gejala hipernatremia terjadi.

2.3 Klasifikasi

Dalam jurnal Diabetes Insipidus – Diagnosa dan Terapi tahun 2016 oleh
Felix Kusmana, Diabetes insipidus diklasifikasikan berdasarkan sistem yang
terganggu:

2.3.1 Diabetes insipidus sentral

Pada dewasa, penyebab yang sering antara lain karena kerusakan


kelenjar hipofisis atau hipotalamus akibat pembedahan, tumor, inflamasi,
cedera kepala, atau penyakit (seperti meningitis). Sedangkan pada anak-
anak, penyebabnya karena kelainan genetik. Kerusakan ini mengganggu
pembuatan, penyimpanan, dan pelepasan ADH.

2.3.2 Diabetes insipidus nefrogenik


Kelainan akibat cacat tubulus ginjal, menyebabkan ginjal tidak
berespons baik terhadap ADH. Beberapa obat juga menyebabkan kelainan
ini.

5
2.4 Etiologi
Dalam jurnal Diabetes Insipidus – Diagnosa dan Terapi tahun 2016 oleh Felix
Kusmana, Etilogi diabetes insipidus antara lain :
2.4.1 Diabetes Insipidus Sentral
Kerusakan regio hipotalamoneurohipofiseal karena trauma kepala,
operasi, atau tumor. Kerusakan bagian proksimal (30-40% kasus pasca
operasi trauma kepala) menghancurkan lebih banyak neuron di
bandingkan kerusakan bagian distal (50-60%) kasus.
Idopatik sebanyak 50% kasus diabetes insipidus sentral di
laporkan sebagai kasus idopatik, di sebabkan lesi intrakranial yang
lambat pertumbuhannya. Beberapa otopsi kasus juga menunjukkan
atrofi neurohipofisis, nukleus supraoptik, atau paraventrikuler.
Laporan lain mencatat antibodi bersikulasi yang melawan neuron
hipotalamus penghasil ADH, sehingga ada dugaan peranan autoimun.
2.4.2 Diabetes Insipidus Nefrogenik
Penyakit ginjal yang menyebabkan gagal ginjal kronis akan
mengganggu kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasi urin. Obat,
terutama lithium jangka panjang mengalami gangguan
mengkonsentrasi urin. Obat lain seperti gentasimin furosemid.
Gangguan elektrolit pada hipokalemia tejadi gangguan dalam hal
menciptakan dan mempertahankan gradien osmotik di medula. Selain
itu, terjadi resistensi terhadap efek hidro-osmotik ADH di duktus
kolektikus. Pada hipelkasemia terjadi kalsifikasi dan fibrosis yang
menyebabkan gangguan anatomis ginjal, sehingga mengganggu
mekanisme konsentrasi urin.
Kondisi lain kehamilan, mieloma multipel, sickle cell anemia,
kekurangan protein, amiloidosis, dan sindroma sjorgen dapat
menyebabkan diabetes insipidus nefrogenik.

2.5 Tanda dan Gejala


Dalam buku Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2 oleh Marlene Hurst
(2011 : 504) tanda dan gejala diabetes insipidus antara lain : (1) Rasa haus dan

6
poliuria karena tidak cukup ADH sehingga air disekresikan oleh ginjal dalam
jumlah besar. Rasa haus adalah cara tubuh Anda mengatakan “Minum air, kau
telah terlalu banyak kehilangan air”. (2) Dehidrasi terjadi akibat dari
kehilangan air secara berlebihan dari ruang vaskuler. (3) Polidipsia karena
poliuria menyebabkan dehidrasi. Osmoreseptor menyampaikan pesan
(dehidrasi ke otak), sehingga otak akan memicu sensasi haus. (4) Hipotensi
akibat kehilangan cairan secara berlebihan dari ruang vascular (volume lebih
sedikit sama dengan tekanan lebih kecil) dan penurunan resistensi perifer.
(5) Takikardia karena jantung berupaya memompa volume vaskular yang telah
menurun untuk memperfusi organ-organ vital. (6) Penurunan tekanan darah
sentral (CVP) karena jika volume vaskular menurun, volume di dalam bilik
jantung menurun, jadi tekanan vena sentral (CVP) turun (volume lebih sedikit
sama dengan tekanan lebih kecil). (7) Perubahan tingkat kesadaran akibat
hipermatremia karena terlalu banyak air yang keluar. Otak tidak suka jika
natrium terlalu tinggi atau rendah. Akibatnya, perubahan neurologis mulai
terjadi. (8) Perubahan penglihatan jika tumor adalah penyebab Diabetes
Insipidus, tumor mungkin menekan saraf optik. (9) Penurunan berat badan
karena ketika air hilang, berat badan menurun. (10) Sakit kepala karena
dehidrasi selular pada otak.

2.6 Patofisiologi
Patofisiologi diabetes insipidus menurut Anis. M (2013) dalam Artikel
Keperawatan Endokrin dijelaskan bahwa secara patogenesis diabetes insipidus
dibagi menjadi dua jenis, yaiu diabetes insipidus sentral dan diabetes insipidus
nefrogenik.
Diabates insipidus sentral disebabkan oleh kegagalan pelepasan ADH
yang secara fisiologi dapat merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan.
Secara antomis, kelainan ini terjadi akibat kerusakan nukleus supraoptik,
paraventrikuer dan filiformishipotalamus yang menyintesis ADH. Selain itu,
DIS (Diabetes Insipidus Sentral) juga timbul karena gangguan pengangkutan
ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptikohipofisis posterior di

7
mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika
dibutuhkan.
Secara biokimiawi, DIS terjadi karena tidak adanya sintesis ADH, atau
sintesis ADH yang tidak memenuhi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tapi
bukan merupakan ADH yang dapat berfungsi sebagaimana ADH normal.
Pada diabetes insipidus yang tidak respon terhadap ADH eksogen
digunakan istilah Diabetes Insipidus Nefrogenik. Secara fisiologis, DIN dapat
disebabkan oleh kegagalan pembentukan dan pemeliharaan gradient osmotik
dalam medula renalis dan kegagalan utilisasi gradient pada keadaan saat ADH
berada dalam jumlah yang cukup dan berfungsi normal.
Secara normal, permeabilitas tubulus distal dan collecting duct terhadap
air akan ditingkatkan oleh ADH yang kemudian dapat berdifusi secara pasif
akibat adanya perbedaan konsentrasi. Maka jika terdapat ADH dalam
sirkulasi, bisa terjadi difusi pasif yang kemudian air keluar dari tubulus distal
sehingga terjadi keseimbangan osmotik antara isi tubulus dan korteks yang
isotonis. Sejumlah kecil urin yang isotonis memasuki collecting duct dan
melewati medula yang hipertonis karena ADH juga mengakibatkan
keseimbangan osmotik antara collecting duct dan jaringan interstisial medula,
maka air secara progresif akan direabsorbsi kembali sehingga terbentuk urin
yang terkonsentrasi.
Pada kegagalan sekresi ADH, struktur tubulus distal tidak permeabel
terhadap air, sehingga saat urin yang hipotonis melewati tubulus distal, ion
natrium akan lebih banyak dikeluarkan yang berakibat penurunan osmolalitas
atau kekentalan urin. Kemudian, urin yang sangat hipotonis memasuki
collecting duct yang juga relatif tidak permeabel (karena ADH menurun)
sehingga memungkinkan ekskresi sejumlah besar.
Gambaran klinis kedua penyakit ini serupa yang menyebabkan ekskresi
sejumlah besar urin encer dengan berat jenis rendah. Natrium dan osmolalitas
serum meningkat akibat hilangnya air bebas dalam jumlah besar melalui
ginjal, sehingga pasien merasa haus dan mengalami polidipsia. Pasien yang
dapat minum biasanya dapat mengompensasi pengeluaran urin,. Pasien yang

8
kesadarannya berkurang, tidak dapat turun dari dari tempat tidur atau terbatas
kemampuannya memperoleh air dapat mengalami dehidrasi.

2.7 Penatalaksanaan Medis

Dalam Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Aru Sudoyo 2009 : Penatalaksanaan
2051 diabetes insipidus harus disesuaikan dengan gejala yang ditimbulkan. Pasien
DIS parsial dengan mekanisme rasa haus yang utuh tidak diperlukan terapi apa-
apa selama gejala nokturia dan poliuria tidak mengganggu tidur dan aktivitas
sehari-hari. Tetapi pasien dengan gangguan pada pusat rasa haus, diterapi dengan
pengawasan yang ketat untuk mencegah terjadinya dehdrasi. Ini juga berlaku bagi
orang-orang yang dalam keadaan normal hanya menderita DIS parsial tetapi pada
suatu saat kehilangan kesadaran atau tidak dapat berkomunikasi.

Pada DIS yang komplit biasanya diperlukan terapi hormon pengganti


(hormonal replacemen). DDAVP (1 desamino-8-d-arginine vasopressin)
merupakan obat pilihan utama untuk DIS. Obat ini merupakan analog arginine
vasopressin manusia sintetik, mempunyai lama kerja yang panjang dan hanya
mempunyai sedikit efek samping jarang menimbulkan alergi dan hanya
mempunyai sedikit pressor effec). Vasopressin tannate dalam minyak (campuran
lysine dan arginine vasopressin) memerlukan suntikan tiap 3-4 hari. Vasopressin
dalam aqua hanya bermanfaat untuk diagnostik karena lama kerjanya yang
pendek. Selain terapi hormon pengganti dapat juga dipakai terapi adjuvant yang
secara fisiologis mengatur keseimbangan air dengan cara : Mengurangi jumlah air
ke tubulus distal dan colleting duct, memacu pelepasan ADH endogen,
meningkatkan efek ADH endogen yang masih ada pada tubulus ginjal.

2.8 Komplikasi
Komplikasi diabetes insipidus menurut artikel NHS Choces (2016) :
Diabetes Insipidus – Complicatiions, komplikasi dari diabetes insipidus antara
lain :

9
2.8.1 Dehidrasi
Pada diabetes insipidus, tubuh akan merasa sulit untuk menahan air
yang cukup bahkan jika minum cairan terus menerus. Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi (Kekurangan parah air dalam tubuh).
2.8.2 Ketidakseimbangan Elektrolit
Diabetes insipidus juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan
elektrolit. Elektrolit adalah mineral dalam darah yang memiliki
muatan listrik kecil, seperti natrium, kalsium, kalium, klor,
magnesium dan bikarbonat. Jika tubuh kehilangan terlalu banyak air,
konsentrasi elektrolit ini bisa naik hanya karena jumlah air yang
terkandung telah turun. Hal ini mengganggu fungsi tubuh lainnya
seperti cara kerja otot dan dapat menyebabkan sakit kepala dan
kelelahan.

10
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesis
3.1.1.1 Identitas

Identitas pada pasien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,


agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin,
status perkawinan, dan penanggung biaya.

3.1.1.2 Keluhan Utama

Biasanya pasien merasa haus, pengeluaran air kemih yang berlebihan,


sering keram dan lemas jika minum tidak banyak.

3.1.1.3 Riwayat penyakit saat ini

Pasien mengalami poliuria, polidipsia, nokturia, dan kelelahan.

3.1.1.4 Riwayat penyakit dahulu

Pasien pernah mengalami cidera otak, tumor, aneurisma atau


penghambatan arteri menuju otak, hipotalamus mengalami kelainan
fungsi dan menghasilkan terlalu sedikit hormon antidiuretik, kelenjar
hipofisa gagal melepaskan hormon antidiuretik kedalam aliran darah,
kerusakan hipotalamus/kelenjar hipofisa akibat pembedahan dan
beberapa bentuk ensefalitis, meningitis.

3.1.1.5 Riwayat penyakit keluarga

Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin


ada hubungannya dengan penyakit pasien sekarang, yaitu riwayat
keluarga dengan diabetes insipidus.

11
3.1.1.6 Pengkajian Pola Gordon
3.1.1.6.1 Persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan
Mengkaji pengetahuan pasien mengenai
penyakitnya dan upaya pasien untuk mengatasi
penyakitnya.
3.1.1.6.2 Pola nutrisi metabolik
Kaji pola makan pasien termasuk porsi makanan.
3.1.1.6.3 Pola eliminasi
Kaji frekuensi eliminasi dan karakteristik urine
pasien
3.1.1.6.4 Pola aktivitas dan latihan
Kaji keterbatasan aktivitas sehari-hari (keluhan
lemah, letih sulit bergerak) dan kaji penurunan
kekuatan otot
3.1.1.6.5 Pola tidur dan istirahat
Kaji pola tidur pasien. Pasien dengan diabetes
insipidus mengalami kencing terus menerus saat
malam hari sehingga mengganggu pola tidur atau
istirahat pasien
3.1.1.6.6 Pola kognitif/perseptual
Kaji fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman,
dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
3.1.1.6.7 Pola persepsi diri/konsep diri
Kaji perasaan pasien tentang dirinya saat sedang
mengalami sakit, kaji dampak sakit terhadap pasien
3.1.1.6.8 Pola peran/hubungan
Kaji pengaruh sakit yang diderita pasien terhadap
pekerjaannya, kaji keefektifan hubungan pasien
dengan orang terdekatnya.
3.1.1.6.9 Pola seksualitas/reproduksi
Kaji dampak sakit terhadap seksualitas.

12
3.1.1.6.10 Pola koping/toleransi stress
Kaji metode kopping yang digunakan pasien untuk
menghidari stress
3.1.1.6.11 Pola nilai/kepercayaan
Kaji pengaruh sakit terhadap aktivitas keagamaan
pasien.

3.1.2 Pemeriksaan Persistem


3.1.2.1 Pernafasan B1 (Breath)

RR normal (20x/menit), tidak ada sesak nafas, tidak ada batuk pilek,
tidak memiliki riwayat asma dan suara nafas normal.

3.1.2.2 Kardiovaskular B2 (Blood)

Tekanan darah rendah, takikardi, suhu badan normal, suara jantung


vesikuler. Perfusi perifer baik, turgor kulit buruk, intake ≥ 2500
cc/hari, output 3000 cc/hari.

3.1.2.3 Persarafan B3 (Brain)

Kadang pasien merasa pusing, bentuk kepala simetris, GCS= 4 5 6,


pupil normal, orientasi tempat-waktu-orang baik, reflek bicara baik,
pendengaran baik, penglihatan baik kadang memburuk apabila
etiologinya tumor otak dan ada penekanan pada saraf optik.

3.1.2.4 Perkemihan B4 (Bladder)

Poliuria, urin sangat sangat encer (4- 30 liter).

3.1.2.5 Pencernaan B5 (Bowel)

Nafsu makan baik, tidak mual dan muntah, serta BAB 2 x/hari

3.1.2.6 Muskuloskeletal dan Integumen B6 (Bone)

13
Kulit bersih, turgor kulit buruk, muncul keringat dingin dan lembab,
tidak ada nyeri otot dan persendian, cepat lelah.

3.2 Masalah Keperawatan


3.2.1 Kekurangan volume cairan
3.2.2 Gangguan eliminasi urin
3.2.3 Gangguan pola tidur
3.2.4 Kurang pengetahuan

3.3 Intervensi
3.3.1 Kekurangan volume cairan

Intervensi Rasional

Monitor tanda-tanda vital pasien Mengetahui keadaan umum klien pasien

Kaji pola berkemih seperti frekuensi Mengidentifikasi fungsi kandung kemih


dan jumlahnya. Bandingkan keluaran (misal : pengosongan kandung kemih,
urin dan masukkan cairan. fungsi ginjal dan keseimbangan cairan).

Observasi tanda-tanda dehidrasi, Mengidentifikasi tanda-tanda dehidrasi


seperti turgor kulit buruk dan
mukosa mulut kering.

Monitor intake dan output setiap 1-2 Mengidentifikasi ketidakseimbangan


jam dan beritahu dokter mengenai cairan dan penurunan volume. Intake
perubahannya. dan output harus dilanjutkan pada
pasien pasca operasi, terutama pasien
bedah saraf untuk memastikan bahwa
diabetes insipidus belum diselesaikan
dan kemudian muncul kembali hanya
untuk menjadi permanen

14
Anjurkan pasien untuk minum atau Mengembalikan cairan yang hilang dan
masukan cairan 2-4 liter/hari dan mempertahankan fungsi ginjal.
kolaborasi terapi cairan IV sesuai
dengan kebutuhan tubuh atau
indikasi

Bersihkan daerah perineum dan jaga Menurunkan resiko terjadinya iritasi


agar tetap kering kulit

Timbang pasien setiap hari Mengidentifikasi keseimbangan cairan


dan kehilangan air

Kelola terapi pengganti diabetes Pitressin cair (IV) adalah tindakan


insipidus sentral singkat yang berguna dalam diabetes
insipidus transien. Semprot hidung
vasopressin juga tindakan singkat dan
tidak menentu pada pasien dengan
infeksi pernafasan atau hidung. DDAVP
(nasal) adalah ADH sintetik yang
memiliki durasi yang lebih lama dan
dapat diberikan 12- 24 jam. Vasopressin
tannate dalam minyak bisa bertahan 24-
72 jam dan tidak digunakan sebagai
pengobatan awal karena
ketidakmampuan untuk titrasi dosis.

Kelola terapi obat untuk diabetes Klorpropamid digunakan untuk


insipidus nefrogenik merangsang ADH rilis dan dapat
meningkatkan respon tubulus ginjal
untuk ADH. diuretik thiazide dalam
hubungannya dengan pembatasan
natrium akan mengurangi beban zat

15
terlarut dan meningkatkan reabsorpsi
air.

3.3.2 Gangguan eliminasi urin

Intervensi Rasional

Monitor dan kaji karakteristik urine Mengetahui sejauh mana perkembangan


meliputi frekuensi, konsistensi, bau, fungsi ginjal dan untuk mengetahui
volume dan warna. normal atau tidaknya urine klien.

Batasi pemberian cairan sesuaikan Mengurangi pengeluaran cairan berupa


dengan kondisi urine terutama saat malam hari.

Catat waktu terakhir klien eliminasi Mengidentifikasikan fungsi kandung


urin. kemih, fungsi ginjal, dan keseimbangan
cairan.

Instruksikan klien/keluarga untuk Mengetahui jumlah pengeluaran urin


mencatat output urine klien dan identifikasi cepat meningkatkan
pelayanan dalam memfasilitasi
intervensi

3.3.3 Gangguan pola tidur

Intervensi Rasional

Jelaskan pentingnya tidur yang Meningkatkan informasi sehingga


adekuat pasien meningkatkan kualitas tidur

16
Ciptakan lingkungan yang nyaman Membantu relaksasi saat tidur,
meningkatkan kenyamanan dan kualitas
tidur

Dorong klien untuk membentuk pola Mempertahankan jadwal yang konsisten


tidur rutin dan teratur membantu mendorong tidur

Anjurkan klien untuk menghindari Kafein dan nikotin adalah stimulant dan
kafein, nikotin, dan alkohol sebelum menyebabkan kesulitan untuk tertidur.
tidur Alkohol meringankan dan
memfragmenkan tidur

Berikan tidur siang, jika diperlukan Memenuhi kebutuhan tidur pasien


untuk memenuhi kebutuhan tidur

Dekatkan pispot didekat tempat tidur Memudahkan pasien untuk BAK pada
malam hari

3.3.4 Kurang informasi

Intervensi Rasional

Kaji pengetahuan pasien dan Memberikan pengetahuan dasar dalam


keluarga tentang penyakit dan memfasilitasi rencana intervensi
pengobatannya

Instruksikan semua obat, tindakan, Meningkatkan pengetahuan dan


efek samping, jadwal yang akan kepatuhan pasien.
diambil, metode administrasi, dan
pentingnya kepatuhan terhadap rezim

17
medis.

Diskusikan alasan non-kepatuhan Mengeksplorasi alasan pasien dan


terhadap pengobatan, jika pasien mengidentifikasi setiap kesalahpahaman
sebelumnya telah didiagnosis dengan yang mungkin pasien miliki mengenai
Dabetes Insipidus. rezim medis

18
BAB IV

Contoh Kasus

4.1 Kasus
Seorang wanita Nn. A usia 23 tahun masuk RS dengan keluhan semakin
merasa kehausan dan mengeluarkan urin dalam volume yang besar dan sering
terbangun dimalam hari untuk berkemih dan minum. Ia minum air sampai 3
botol berukuran 2 liter setiap hari, ditambah teh dan kopi. Selama 6 bulan
terakhir, ia terbangun dimalam hari untuk berkemih dan minum dan
sesudahnya sulit untuk tertidur kembali. Pasien mengaku 2 tahun mengalami
kecelakaan tabrakan mobil dan mengalami benturan dikepala dan tidak
dibawah ke RS karena kondisi klien saat itu hanya mengeluh pusing dan
hanya diberi obat warung dan pusingnya hilang. Di RS dilakukan pemeriksaan
TTV, TD : 110/70 mmHg, Suhu : 36 ᵒ C, RR : 26 x/menit. Pemeriksaan darah
menunjukkan kadar glukosa, kalium, dan kalsiun normal. Pemeriksaan lebih
lanjut menunjukkan volume urin 24 jam adalah 4,3 liter dan osmolalitas serum
302 mOsmol/kg dengan osmolalitas urin simultan 276 mOsmol/kg. Hasil CT-
Scan SOL pada hipofisis. Diagnosa medis : Diabetes Insipidus.

4.2 Pengkajian
Anamnesis
Identitas

Nama : Nn. A

Umur : 23 Tahun

Agama : Kristen

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Mahasiswa

Suku/Bangsa : Minahasa

19
Alamat : Kombos, Kairagi I Manado

Jenis Kelamin : Perempuan

Status Perkawinan : Belum menikah

Penanggung Biaya : Orang tua

Pekerjaan : PNS

Alamat : Kombos, Kairagi I Manado

Keluhan Utama

Pasien merasa haus dan pengeluaran air kemih yang berlebihan

Riwayat penyakit saat ini

Pasien mengalami poliuria, polidipsia, dan nokturia.

Riwayat penyakit dahulu

Pasien pernah mengalami kecelakaan dan terjadi benturan pada kepala

Riwayat penyakit keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit diabetes


insipidus

Pengkajian Pola Gordon


- Persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan
Pasien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakitnya dan
hanya meminum obat warung untuk mengatasi sakit kepala pasca
kecelakaan.
- Pola nutrisi metabolik
Pasien mengatakan tidak ada gangguan nafsu makan. Pasien makan
3x sehari porsi makan habis.
- Pola eliminasi

20
Pasien mengatakan terlalu sering BAK.
- Pola aktivitas dan latihan
Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan kekuatan otot,
tetapi sering kali tubuh merasa lemah.
- Pola tidur dan istirahat
- Pasien mengatakan pola tidur terganggu akibat sering terbangun
BAK pada malam hari.
- Pola kognitif/perseptual
Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan penglihatan dan
pendengaran. Pasien cukup tanggap dalam memberikan jawaban
dari pertanyaan yang diajukan.
- Pola persepsi diri/konsep diri
Pasien merasa saat sakit sangat menggangu aktivitas perkuliahan.
- Pola peran/hubungan
Selama sakit, pasien tidak dapat menjalankan perannya sebagai
mahasiswa. Pasien memiliki hubungan yang baik dengan
keluarganya
- Pola seksualitas/reproduksi
Pasien mengatakan belum menikah dan tidak mengalami gangguan
dalam siklus menstruasi.
- Pola koping/toleransi stress
Pasien mengaku sering mendiskusikan dengan keluarga untuk
toleransi stress
- Pola nilai/kepercayaan
Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan dalam
keagamaannya saat sakit. Pasien berdoa sebelum dan sesudah
makan dan tidur.

Pemeriksaan Persistem
Pernafasan B1 (Breath)

RR 28x/menit, tidak ada sesak nafas, tidak ada batuk pilek, tidak
memiliki riwayat asma dan suara nafas normal.

21
Kardiovaskular B2 (Blood)

Tekanan darah rendah, takikardi, suhu badan normal, suara jantung


vesikuler. Perfusi perifer baik, turgor kulit buruk, intake ≥ 6 liter/hari,
output 4,3 liter/hari.

Persarafan B3 (Brain)

Kadang pasien merasa pusing, bentuk kepala simetris, GCS= 4 5 6,


pupil normal, orientasi tempat-waktu-orang baik, reflek bicara baik,
pendengaran baik,

Perkemihan B4 (Bladder)

Poliuria, urin sangat sangat encer.

Pencernaan B5 (Bowel)

Nafsu makan baik, tidak mual dan muntah.

Muskuloskeletal dan Integumen B6 (Bone)

Kulit bersih, turgor kulit buruk, muncul keringat dingin dan lembab,
tidak ada nyeri otot dan persendian, cepat lelah.

4.3 Analisa Data

No Data Etiologi Masalah

1. DS : Sintesis ADH Gangguan pola tidur


tidak memenuhi
- Pasien mengatakan kebutuhan
sering bangun pada
malam hari untuk ↓ Osmolalitas

berkemih dan urin

22
minum

DO : ↑ Produksi urin

- Pemeriksaan volume Poliuria


urin 24 jam
Nokturia
menunjukkan 4,3
liter dan osmolalitas Gangguan pola
serum 302 tidur
mOsmol/kg dengan
osmolalitas urin
simultan 276
mOsmol/kg.
- TTV
TD : 110/70 mmHg,
Suhu : 36 ᵒ C,
RR : 26 x/menit.

2. DS : Kegagalan sekresi Kekurangan


ADH Volume Cairan
- Pasien mengatakan
sering BAK Urin hipotonis
- Pasien mengatakan melewati tubulus
merasa kehausan distal
dan mengeluarkan
↑ Pengeluaran
urin dalam volume
natrium
yang besar
- Klien mengatakan Urin masuk ke
sering terbangun collecting duct
dimalam hari untuk
berkemih dan ↑ osmolalitas urin

minum dan
Merangsang haus
sesudahnya sulit
untuk tertidur ↑ Ekskresi

23
kembali

DO : Keseimbangan
cairan terganggu
- Pemeriksaan volume
urin 24 jam Asupan cairan
menunjukkan 4,3 tidak adekuat
liter dan osmolalitas
Kekurangan
serum 302
volume cairan
mOsmol/kg dengan
osmolalitas urin
simultan 276
mOsmol/kg.

3. DS : Sintesis ADH Perubahan eliminasi


tidak memenuhi urin
- Klien mengatakan
kebutuhan
sering terbangun
dimalam hari untuk ↓ Osmolalitas
berkemih dan urin
minum.
↑ Produksi urin
DO :
Poliuria
- Pemeriksaan volume
Perubahan
urin 24 jam
eliminasi urin
menunjukkan 4,3
liter dan osmolalitas
serum 302
mOsmol/kg dengan
osmolalitas urin
simultan 276
mOsmol/kg.

24
4.4 Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan haluaran cairan aktif


urine yang berlebihan sekunder akibat diabetes insipidus
(ketidakadekuatan hormone diuretik) ditandai dengan haluaran urin
berlebih, klien sering berkemih, haus, kulit/membrane mukosa kering.

2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan permeabilitas


tubulus ginjal, ditandai dengan poliuri dan nokturia.

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun akibat


poliuri, nokturia, dan polidipsi, ditandai dengan klien sering terbangun
waktu malam akibat ingin berkemih dan ingin minum

25
26
27
28
29
30
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Diabetes insipidus adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan dalam
metabolisme air akibat gangguan vasopressin atau hormon antidiuretik (ADH)
oleh hipotalamus atau hipofisis (sentral) dan gangguan respon terhadap ADH
oleh ginjal (nefrogenik) yang menyebabkan haluaran urin yang berlebihan dan
hemokonsentrasi urin.
Diabetes insipidus diklasifikasikan menjadi diabetes insipidus sentral atau
neurogenic dan diabetes insipidus nefrogenik. Pada diabetes insipidus sentral
penyebab yang sering antara lain karena kerusakan kelenjar hipofisis atau
hipotalamus akibat pembedahan, tumor, inflamasi, cedera kepala, atau
penyakit (seperti meningitis). Sedangkan pada diabetes insipidus nefrogenik
bisa disebabkan karena kelainan akibat cacat tubulus ginjal, menyebabkan
ginjal tidak berespons baik terhadap ADH. Beberapa obat juga menyebabkan
kelainan ini.
Tanda dan gejala diabetes insioidus yang sering terjadi adalah polydipsia
atau rasa haus yang berlebihan, polyuria atau kelebihan volume haluaran urin,
dsb. Komplikasi diabetes insipidus itu sendiri seperti dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit.

5.2 Saran
Untuk meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien
khususnya dengan gangguan endokrin diabetes insipidus, penulis
menyarankan bagi setiap perawat untuk bisa memahami dan mendalami
tentang penyakit diabetes insipidus terlebih dahulu, agar pelayanan asuhan
keperawatan yang diberikan lebih mendasar dan dapat diberikan secara
maksimal baik kepada pasien maupun keluarga pasien dengan memperha.

31
Daftar Pustaka

Anis M. 2013. Artikel Keperawatan Endokrin : Askep Diabetes Insipidus.


Surabaya : Unair dalam http://anis-m-fkp11.web.unair.ac.id/artikel_detail-78208-
Keperawatan%20Endokrin-Askep%20Diabetes%20Insipidus.html diakes : Selasa,
28 Februari 2017, Pukul 22.21 WITA

Di lorgi Natascia, dkk. 2012. Diabetes Insipidus – Diagnosis and Management.


Genoa, Italy : Hormone Research In Pediatrics

Fadhillah Harif, dkk. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi


dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

Fraction Orange Magazine. 2016. Mengetahui Fungsi kelenjar Hipofisis dalam


http://kabarikami.com/2016/06/18/mengetahui-fungsi-kelenjar-hipofisis/ diakses :
Senin, 27 Februari 2017, Pukul 17.37 WITA

Hurst Marlene. 2016. Keperawatan Medikal-Bedah Vol. 2. Jakarta : Penerbit


Buku Kedokteran EGC

Kusmana Felix. 2016. Jurnal Diabetes Insipidus – Diagnosis dan Terapi. Surabaya
: Rumah Sakit Gotong Royong.

NHS Choices 2016. Article Diabetes Insipidus – Complications dalam


http://www.nhs.uk/Conditions/Diabetes-insipidus/Pages/Complications.aspx
diakses : Selasa, 28 Februari 2017, Pukul 22.53 WITA

Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Pusat :
InternaPublishing

William dan Wilkins. 2011. Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta Barat :
PT Indeks

32
LAMPIRAN

33
Lampiran 1 (Lab Study)

Hasil laboratorium dan rentang Diabetes insipidus


normal

Natrium serum ( 135-145 mEq/L ) Meningkat >145 mEq/L karena


hemokonsentrasi

Osmolalitas urine ( 12 – 14 jam Penurunan osmolalitas ( urine encer )


pembatasamn cairan _> 850 mOsm/kg
H2O )

Makan malam di makan tampa cairan


pada malam hari sebelum pemeriksaan
dan tidak ada boleh cairan yang di
berikan sampai urine terkumpul.
Pasien diinstruksikan untuk berkemih
pada jam 6 pagi dan urine untuk
pemeriksaan di tampung pada jam 8
pagi.

Urine acak (spesimen kemih pertama)


normal = 50 – 1200 mOsm/kg H2O
bergantung pada asupan cairan.

Osmolalitas serum (280 – 295) Peningkatan osmolalitas serum


mOsm/kg H2O (hemokonsentrasi)

Selisih osmolar (partikel yang di Rendah (urine encer)


perkirakan berada di dalam urine
versus pengukuran osmolalitas yang
actual) normal = 80 – 100 mOsm/kg
H2O

34
Pemeriksaan stimulasi ADH deprivasi Di neurogenik
air ( bedakan di neurogenik dan di
Tidak terjadi peningkatan osmolalitas
nefrogenik ). Asupan air di batasi dan
urine setelah pembatasan air.
osmolalitas urine di ukur sebelum dan
setelah pemberian vasopressin. Osmolalitas urine meningkat setelah
pemberian vasopressin

Di nefrogenik ( penyakit ginjal primer )

Tidak terjadi peningkatan dalam


osmolalitas urine setelah pembatasan
cairan dan pemberian vasopresin

Pemeriksaan supresi ADH (juga di Tidak dapat di terapkan


sebut pemeriksaan jumlah “air”)
membedakan antara SIADH dan
penyebab hiponatemia yang lain.

Nilai normal :

65% ekskresi beban air dalam 4 jam

80% beban air di ekskresikan dalam 5


jam

35
Lampiran 2 (Drug Study)

Obat-obatan adjuvan yang biasa dipakai adalah:

Diuretik Tiazid yang menyebabkan suatu natriuresis sementara, deplesi


ECF ringan dan penurunan GFR. Hal ini menyebabkan peningkatan reabsorbsi
Na+ dan air pada nefron yang lebih proksimal sehingga menyebabkan
berkurangnya air yang masuk ke tubulus distal dan colleting duct. Tetapi
penurunan EABV (Effective arterial blood volume) dapat menyebabkan terjadinya
hipotensi ortostatik. Obat ini dpata dipakai pada DIS maupun DIN.

Klorporpamid yang meningkatkan efek ADH yang masih ada terhadap


tubulus ginjal dan mungkin pula dapat meningkatkan penglepasan ADH dari
hipofisis. Dengan demikian obat ini tidak dipakai DIS komplit atau DIN. Efek
samping yang harus diperhatikan adalah timbulnya hipoglikemia. Dapat
dikombinasi dengan tizaid untuk mencapai efek maksimal. Tidak ada sulfoniluera
yang lebih efektif dan kurang toksik dibandingkan dengan klorporpamid
pengobatan diabetes insipidus.

Klofibrat seperti klorporpamid, klofibrat juga meningkatkan penglepasan


ADH endogen. Kekurangan klofibrat dibandingkan dengan klorpropamid adalah
harus diberikan 4 kali sehari, tetapi tidak menimbulkan hipoglikemia. Efek
samping lainnya adalah gangguan saluran cerna, miositis, gangguan fungsi hati.
Dapat dikombinasi dengan tizaid dan klorpropamid untuk dapat memperoleh efek
maksimal dan mengurangi efek samping pada DIS parsial.

Karbamazepin adalah suatu antikolvusan yang terutama efektif dalam


pengobatan tic douloureux, mempunyai efek seperti klofibrat tetapi mempunyai
sedikit kegunaan dan tidak dianjurkan untuk dipakai secara rutin.

36

Anda mungkin juga menyukai