PENDAHULUAN
1
1.3.3 Untuk mengetahui apa saja klasifikasi diabetes insipidus.
1.3.4 Untuk mengetahui apa saja etiologi diabetes insipidus.
1.3.5 Untuk mengetahui apa saja tanda dan gejala diabetes insipidus.
1.3.6 Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi diabetes insipidus.
1.3.7 Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan diabetes insipidus.
1.3.8 Untuk mengetahui apa saja komplikasi diabetes insipidus.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat teoritis
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis,
sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran di
dunia pendidikan kesehatan khususnya profesi keperawatan.
2
BAB II
KONSEP PENYAKIT
2.1 Definisi
3
(ADH) oleh hipotalamus atau hipofisis (sentral) dan gangguan respon terhadap
ADH oleh ginjal (nefrogenik) yang menyebabkan haluaran urin yang
berlebihan dan hemokonsentrasi urin.
(Sumber : http://kabarikami.com/2016/06/18/mengetahui-fungsi-kelenjar-
hipofisis/)
4
antideuretik (ADH), juga disebut vasopresin, diproduksi di
hipotalamus dan dibawa ke kelenjar hipofisis posterior untuk di
distribusi sirkulasi. Ketika volume darah rendah, ADH disekresikan
untuk menahan cairan. Perubahan kadar ADH (meningkat atau
menurun) dapat terjadi sebagai respon terhadap stressor fisik dan
kimiawi. Peningkatan sekresi ADH menyebabkan ginjal mereabsorbsi
lebih banyak air, menghasilkan urine yang sangat pekat dan
meningkatkan air bebas di dalam vascular. Penurunan sekresi ADH
menyebabkan lebih banyak air yang disekresikan oleh ginjal,
menghasilkan urine yang sangat encer dan hemokonsetrasi Masalah
stresor dan hipofisis dapat menyebabkan perubahan dalam sintesis di
hipotalamus dan pelepasan ADH oleh hipofisis. Ketika air
disekresikan (ADH tidak mencukupi), natrium serum menjadi pekat
dan gejala hipernatremia terjadi.
2.3 Klasifikasi
Dalam jurnal Diabetes Insipidus – Diagnosa dan Terapi tahun 2016 oleh
Felix Kusmana, Diabetes insipidus diklasifikasikan berdasarkan sistem yang
terganggu:
5
2.4 Etiologi
Dalam jurnal Diabetes Insipidus – Diagnosa dan Terapi tahun 2016 oleh Felix
Kusmana, Etilogi diabetes insipidus antara lain :
2.4.1 Diabetes Insipidus Sentral
Kerusakan regio hipotalamoneurohipofiseal karena trauma kepala,
operasi, atau tumor. Kerusakan bagian proksimal (30-40% kasus pasca
operasi trauma kepala) menghancurkan lebih banyak neuron di
bandingkan kerusakan bagian distal (50-60%) kasus.
Idopatik sebanyak 50% kasus diabetes insipidus sentral di
laporkan sebagai kasus idopatik, di sebabkan lesi intrakranial yang
lambat pertumbuhannya. Beberapa otopsi kasus juga menunjukkan
atrofi neurohipofisis, nukleus supraoptik, atau paraventrikuler.
Laporan lain mencatat antibodi bersikulasi yang melawan neuron
hipotalamus penghasil ADH, sehingga ada dugaan peranan autoimun.
2.4.2 Diabetes Insipidus Nefrogenik
Penyakit ginjal yang menyebabkan gagal ginjal kronis akan
mengganggu kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasi urin. Obat,
terutama lithium jangka panjang mengalami gangguan
mengkonsentrasi urin. Obat lain seperti gentasimin furosemid.
Gangguan elektrolit pada hipokalemia tejadi gangguan dalam hal
menciptakan dan mempertahankan gradien osmotik di medula. Selain
itu, terjadi resistensi terhadap efek hidro-osmotik ADH di duktus
kolektikus. Pada hipelkasemia terjadi kalsifikasi dan fibrosis yang
menyebabkan gangguan anatomis ginjal, sehingga mengganggu
mekanisme konsentrasi urin.
Kondisi lain kehamilan, mieloma multipel, sickle cell anemia,
kekurangan protein, amiloidosis, dan sindroma sjorgen dapat
menyebabkan diabetes insipidus nefrogenik.
6
poliuria karena tidak cukup ADH sehingga air disekresikan oleh ginjal dalam
jumlah besar. Rasa haus adalah cara tubuh Anda mengatakan “Minum air, kau
telah terlalu banyak kehilangan air”. (2) Dehidrasi terjadi akibat dari
kehilangan air secara berlebihan dari ruang vaskuler. (3) Polidipsia karena
poliuria menyebabkan dehidrasi. Osmoreseptor menyampaikan pesan
(dehidrasi ke otak), sehingga otak akan memicu sensasi haus. (4) Hipotensi
akibat kehilangan cairan secara berlebihan dari ruang vascular (volume lebih
sedikit sama dengan tekanan lebih kecil) dan penurunan resistensi perifer.
(5) Takikardia karena jantung berupaya memompa volume vaskular yang telah
menurun untuk memperfusi organ-organ vital. (6) Penurunan tekanan darah
sentral (CVP) karena jika volume vaskular menurun, volume di dalam bilik
jantung menurun, jadi tekanan vena sentral (CVP) turun (volume lebih sedikit
sama dengan tekanan lebih kecil). (7) Perubahan tingkat kesadaran akibat
hipermatremia karena terlalu banyak air yang keluar. Otak tidak suka jika
natrium terlalu tinggi atau rendah. Akibatnya, perubahan neurologis mulai
terjadi. (8) Perubahan penglihatan jika tumor adalah penyebab Diabetes
Insipidus, tumor mungkin menekan saraf optik. (9) Penurunan berat badan
karena ketika air hilang, berat badan menurun. (10) Sakit kepala karena
dehidrasi selular pada otak.
2.6 Patofisiologi
Patofisiologi diabetes insipidus menurut Anis. M (2013) dalam Artikel
Keperawatan Endokrin dijelaskan bahwa secara patogenesis diabetes insipidus
dibagi menjadi dua jenis, yaiu diabetes insipidus sentral dan diabetes insipidus
nefrogenik.
Diabates insipidus sentral disebabkan oleh kegagalan pelepasan ADH
yang secara fisiologi dapat merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan.
Secara antomis, kelainan ini terjadi akibat kerusakan nukleus supraoptik,
paraventrikuer dan filiformishipotalamus yang menyintesis ADH. Selain itu,
DIS (Diabetes Insipidus Sentral) juga timbul karena gangguan pengangkutan
ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptikohipofisis posterior di
7
mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika
dibutuhkan.
Secara biokimiawi, DIS terjadi karena tidak adanya sintesis ADH, atau
sintesis ADH yang tidak memenuhi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tapi
bukan merupakan ADH yang dapat berfungsi sebagaimana ADH normal.
Pada diabetes insipidus yang tidak respon terhadap ADH eksogen
digunakan istilah Diabetes Insipidus Nefrogenik. Secara fisiologis, DIN dapat
disebabkan oleh kegagalan pembentukan dan pemeliharaan gradient osmotik
dalam medula renalis dan kegagalan utilisasi gradient pada keadaan saat ADH
berada dalam jumlah yang cukup dan berfungsi normal.
Secara normal, permeabilitas tubulus distal dan collecting duct terhadap
air akan ditingkatkan oleh ADH yang kemudian dapat berdifusi secara pasif
akibat adanya perbedaan konsentrasi. Maka jika terdapat ADH dalam
sirkulasi, bisa terjadi difusi pasif yang kemudian air keluar dari tubulus distal
sehingga terjadi keseimbangan osmotik antara isi tubulus dan korteks yang
isotonis. Sejumlah kecil urin yang isotonis memasuki collecting duct dan
melewati medula yang hipertonis karena ADH juga mengakibatkan
keseimbangan osmotik antara collecting duct dan jaringan interstisial medula,
maka air secara progresif akan direabsorbsi kembali sehingga terbentuk urin
yang terkonsentrasi.
Pada kegagalan sekresi ADH, struktur tubulus distal tidak permeabel
terhadap air, sehingga saat urin yang hipotonis melewati tubulus distal, ion
natrium akan lebih banyak dikeluarkan yang berakibat penurunan osmolalitas
atau kekentalan urin. Kemudian, urin yang sangat hipotonis memasuki
collecting duct yang juga relatif tidak permeabel (karena ADH menurun)
sehingga memungkinkan ekskresi sejumlah besar.
Gambaran klinis kedua penyakit ini serupa yang menyebabkan ekskresi
sejumlah besar urin encer dengan berat jenis rendah. Natrium dan osmolalitas
serum meningkat akibat hilangnya air bebas dalam jumlah besar melalui
ginjal, sehingga pasien merasa haus dan mengalami polidipsia. Pasien yang
dapat minum biasanya dapat mengompensasi pengeluaran urin,. Pasien yang
8
kesadarannya berkurang, tidak dapat turun dari dari tempat tidur atau terbatas
kemampuannya memperoleh air dapat mengalami dehidrasi.
Dalam Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Aru Sudoyo 2009 : Penatalaksanaan
2051 diabetes insipidus harus disesuaikan dengan gejala yang ditimbulkan. Pasien
DIS parsial dengan mekanisme rasa haus yang utuh tidak diperlukan terapi apa-
apa selama gejala nokturia dan poliuria tidak mengganggu tidur dan aktivitas
sehari-hari. Tetapi pasien dengan gangguan pada pusat rasa haus, diterapi dengan
pengawasan yang ketat untuk mencegah terjadinya dehdrasi. Ini juga berlaku bagi
orang-orang yang dalam keadaan normal hanya menderita DIS parsial tetapi pada
suatu saat kehilangan kesadaran atau tidak dapat berkomunikasi.
2.8 Komplikasi
Komplikasi diabetes insipidus menurut artikel NHS Choces (2016) :
Diabetes Insipidus – Complicatiions, komplikasi dari diabetes insipidus antara
lain :
9
2.8.1 Dehidrasi
Pada diabetes insipidus, tubuh akan merasa sulit untuk menahan air
yang cukup bahkan jika minum cairan terus menerus. Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi (Kekurangan parah air dalam tubuh).
2.8.2 Ketidakseimbangan Elektrolit
Diabetes insipidus juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan
elektrolit. Elektrolit adalah mineral dalam darah yang memiliki
muatan listrik kecil, seperti natrium, kalsium, kalium, klor,
magnesium dan bikarbonat. Jika tubuh kehilangan terlalu banyak air,
konsentrasi elektrolit ini bisa naik hanya karena jumlah air yang
terkandung telah turun. Hal ini mengganggu fungsi tubuh lainnya
seperti cara kerja otot dan dapat menyebabkan sakit kepala dan
kelelahan.
10
BAB III
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesis
3.1.1.1 Identitas
11
3.1.1.6 Pengkajian Pola Gordon
3.1.1.6.1 Persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan
Mengkaji pengetahuan pasien mengenai
penyakitnya dan upaya pasien untuk mengatasi
penyakitnya.
3.1.1.6.2 Pola nutrisi metabolik
Kaji pola makan pasien termasuk porsi makanan.
3.1.1.6.3 Pola eliminasi
Kaji frekuensi eliminasi dan karakteristik urine
pasien
3.1.1.6.4 Pola aktivitas dan latihan
Kaji keterbatasan aktivitas sehari-hari (keluhan
lemah, letih sulit bergerak) dan kaji penurunan
kekuatan otot
3.1.1.6.5 Pola tidur dan istirahat
Kaji pola tidur pasien. Pasien dengan diabetes
insipidus mengalami kencing terus menerus saat
malam hari sehingga mengganggu pola tidur atau
istirahat pasien
3.1.1.6.6 Pola kognitif/perseptual
Kaji fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman,
dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
3.1.1.6.7 Pola persepsi diri/konsep diri
Kaji perasaan pasien tentang dirinya saat sedang
mengalami sakit, kaji dampak sakit terhadap pasien
3.1.1.6.8 Pola peran/hubungan
Kaji pengaruh sakit yang diderita pasien terhadap
pekerjaannya, kaji keefektifan hubungan pasien
dengan orang terdekatnya.
3.1.1.6.9 Pola seksualitas/reproduksi
Kaji dampak sakit terhadap seksualitas.
12
3.1.1.6.10 Pola koping/toleransi stress
Kaji metode kopping yang digunakan pasien untuk
menghidari stress
3.1.1.6.11 Pola nilai/kepercayaan
Kaji pengaruh sakit terhadap aktivitas keagamaan
pasien.
RR normal (20x/menit), tidak ada sesak nafas, tidak ada batuk pilek,
tidak memiliki riwayat asma dan suara nafas normal.
Nafsu makan baik, tidak mual dan muntah, serta BAB 2 x/hari
13
Kulit bersih, turgor kulit buruk, muncul keringat dingin dan lembab,
tidak ada nyeri otot dan persendian, cepat lelah.
3.3 Intervensi
3.3.1 Kekurangan volume cairan
Intervensi Rasional
14
Anjurkan pasien untuk minum atau Mengembalikan cairan yang hilang dan
masukan cairan 2-4 liter/hari dan mempertahankan fungsi ginjal.
kolaborasi terapi cairan IV sesuai
dengan kebutuhan tubuh atau
indikasi
15
terlarut dan meningkatkan reabsorpsi
air.
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
16
Ciptakan lingkungan yang nyaman Membantu relaksasi saat tidur,
meningkatkan kenyamanan dan kualitas
tidur
Anjurkan klien untuk menghindari Kafein dan nikotin adalah stimulant dan
kafein, nikotin, dan alkohol sebelum menyebabkan kesulitan untuk tertidur.
tidur Alkohol meringankan dan
memfragmenkan tidur
Dekatkan pispot didekat tempat tidur Memudahkan pasien untuk BAK pada
malam hari
Intervensi Rasional
17
medis.
18
BAB IV
Contoh Kasus
4.1 Kasus
Seorang wanita Nn. A usia 23 tahun masuk RS dengan keluhan semakin
merasa kehausan dan mengeluarkan urin dalam volume yang besar dan sering
terbangun dimalam hari untuk berkemih dan minum. Ia minum air sampai 3
botol berukuran 2 liter setiap hari, ditambah teh dan kopi. Selama 6 bulan
terakhir, ia terbangun dimalam hari untuk berkemih dan minum dan
sesudahnya sulit untuk tertidur kembali. Pasien mengaku 2 tahun mengalami
kecelakaan tabrakan mobil dan mengalami benturan dikepala dan tidak
dibawah ke RS karena kondisi klien saat itu hanya mengeluh pusing dan
hanya diberi obat warung dan pusingnya hilang. Di RS dilakukan pemeriksaan
TTV, TD : 110/70 mmHg, Suhu : 36 ᵒ C, RR : 26 x/menit. Pemeriksaan darah
menunjukkan kadar glukosa, kalium, dan kalsiun normal. Pemeriksaan lebih
lanjut menunjukkan volume urin 24 jam adalah 4,3 liter dan osmolalitas serum
302 mOsmol/kg dengan osmolalitas urin simultan 276 mOsmol/kg. Hasil CT-
Scan SOL pada hipofisis. Diagnosa medis : Diabetes Insipidus.
4.2 Pengkajian
Anamnesis
Identitas
Nama : Nn. A
Umur : 23 Tahun
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Mahasiswa
Suku/Bangsa : Minahasa
19
Alamat : Kombos, Kairagi I Manado
Pekerjaan : PNS
Keluhan Utama
20
Pasien mengatakan terlalu sering BAK.
- Pola aktivitas dan latihan
Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan kekuatan otot,
tetapi sering kali tubuh merasa lemah.
- Pola tidur dan istirahat
- Pasien mengatakan pola tidur terganggu akibat sering terbangun
BAK pada malam hari.
- Pola kognitif/perseptual
Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan penglihatan dan
pendengaran. Pasien cukup tanggap dalam memberikan jawaban
dari pertanyaan yang diajukan.
- Pola persepsi diri/konsep diri
Pasien merasa saat sakit sangat menggangu aktivitas perkuliahan.
- Pola peran/hubungan
Selama sakit, pasien tidak dapat menjalankan perannya sebagai
mahasiswa. Pasien memiliki hubungan yang baik dengan
keluarganya
- Pola seksualitas/reproduksi
Pasien mengatakan belum menikah dan tidak mengalami gangguan
dalam siklus menstruasi.
- Pola koping/toleransi stress
Pasien mengaku sering mendiskusikan dengan keluarga untuk
toleransi stress
- Pola nilai/kepercayaan
Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan dalam
keagamaannya saat sakit. Pasien berdoa sebelum dan sesudah
makan dan tidur.
Pemeriksaan Persistem
Pernafasan B1 (Breath)
RR 28x/menit, tidak ada sesak nafas, tidak ada batuk pilek, tidak
memiliki riwayat asma dan suara nafas normal.
21
Kardiovaskular B2 (Blood)
Persarafan B3 (Brain)
Perkemihan B4 (Bladder)
Pencernaan B5 (Bowel)
Kulit bersih, turgor kulit buruk, muncul keringat dingin dan lembab,
tidak ada nyeri otot dan persendian, cepat lelah.
22
minum
DO : ↑ Produksi urin
minum dan
Merangsang haus
sesudahnya sulit
untuk tertidur ↑ Ekskresi
23
kembali
DO : Keseimbangan
cairan terganggu
- Pemeriksaan volume
urin 24 jam Asupan cairan
menunjukkan 4,3 tidak adekuat
liter dan osmolalitas
Kekurangan
serum 302
volume cairan
mOsmol/kg dengan
osmolalitas urin
simultan 276
mOsmol/kg.
24
4.4 Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa
25
26
27
28
29
30
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Diabetes insipidus adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan dalam
metabolisme air akibat gangguan vasopressin atau hormon antidiuretik (ADH)
oleh hipotalamus atau hipofisis (sentral) dan gangguan respon terhadap ADH
oleh ginjal (nefrogenik) yang menyebabkan haluaran urin yang berlebihan dan
hemokonsentrasi urin.
Diabetes insipidus diklasifikasikan menjadi diabetes insipidus sentral atau
neurogenic dan diabetes insipidus nefrogenik. Pada diabetes insipidus sentral
penyebab yang sering antara lain karena kerusakan kelenjar hipofisis atau
hipotalamus akibat pembedahan, tumor, inflamasi, cedera kepala, atau
penyakit (seperti meningitis). Sedangkan pada diabetes insipidus nefrogenik
bisa disebabkan karena kelainan akibat cacat tubulus ginjal, menyebabkan
ginjal tidak berespons baik terhadap ADH. Beberapa obat juga menyebabkan
kelainan ini.
Tanda dan gejala diabetes insioidus yang sering terjadi adalah polydipsia
atau rasa haus yang berlebihan, polyuria atau kelebihan volume haluaran urin,
dsb. Komplikasi diabetes insipidus itu sendiri seperti dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit.
5.2 Saran
Untuk meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien
khususnya dengan gangguan endokrin diabetes insipidus, penulis
menyarankan bagi setiap perawat untuk bisa memahami dan mendalami
tentang penyakit diabetes insipidus terlebih dahulu, agar pelayanan asuhan
keperawatan yang diberikan lebih mendasar dan dapat diberikan secara
maksimal baik kepada pasien maupun keluarga pasien dengan memperha.
31
Daftar Pustaka
Kusmana Felix. 2016. Jurnal Diabetes Insipidus – Diagnosis dan Terapi. Surabaya
: Rumah Sakit Gotong Royong.
Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Pusat :
InternaPublishing
William dan Wilkins. 2011. Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta Barat :
PT Indeks
32
LAMPIRAN
33
Lampiran 1 (Lab Study)
34
Pemeriksaan stimulasi ADH deprivasi Di neurogenik
air ( bedakan di neurogenik dan di
Tidak terjadi peningkatan osmolalitas
nefrogenik ). Asupan air di batasi dan
urine setelah pembatasan air.
osmolalitas urine di ukur sebelum dan
setelah pemberian vasopressin. Osmolalitas urine meningkat setelah
pemberian vasopressin
Nilai normal :
35
Lampiran 2 (Drug Study)
36