Disusun Oleh:
PRODI S1 KEPERAWATAN
2022
1. KONSEP DASAR STUNTING
A. PENGERTIAN
Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan
yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau
tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak
dari WHO (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2018).
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan karena malnutrisi kronis yang
ditunjukkan dengan nilai z-score panjang badan menurut umur (PB/U) kurang dari -2 SD
(Al-Anshori, 2013)
B. KLASIFIKASI DAN PENGUKURAN STUNTING
Penilaian status gizi pada anak biasanya menggunakan pengukuran antropometri,
secara umum pengukuran antopometri berhubungan dengan pengukuran dimensi tubuh.
(SDIDTK, 2016). Keadaan stunting dapat diketahui berdasarkan pengukuran TB/U lalu
dibandingkan dengan standar. Secara fisik balita stunting akan tampak lebih pendek dari
balita seusianya. Klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator tinggi badan per
umur (TB/U) (SDIDTK, 2016).
Tabel 1 Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks PB/U
Katagori Status Gizi Ambang Batas Z-score
Sangat pendek Z score <-3,0
Pendek Z score ≥-3,0 s/d z score <-2,0
Normal Z acore ≥-2,0
Sumber: Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang anak, 2016
C. ETIOLOGI
Terdapat tiga faktor utama penyebab stunting yaitu sebagai berikut :
1. Asupan makanan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam
makanan yaitu karbohidrat, protein,lemak, mineral, vitamin, dan air).
2. Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR),
3. Riwayat penyakit.
Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak factor
seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya
asupan gizi pada bayi (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2018). Faktor penyebab
stunting ini dapat disebabkan oleh faktor langsung maupun tidak langsung. Penyebab
langsung dari kejadian stunting adalah asupan gizi dan adanya penyakit infeksi sedangkan
penyebab tidak langsung adalah pemberian ASI dan MP-ASI, kurangnya pengetahuan
orang tua, faktor ekonomi, rendahnya pelayanan kesehatan dan masih banyak faktor
lainnya (Mitra, 2015).
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Kementrian desa, (2017) balita stunting dapat dikenali dengan ciri-ciri
sebagai berikut :
1) Pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh adalah 5cm/tahun.
2) Kecepatan tumbuh tinggi badan <4cm/tahun kemungkinan ada kelainan hormonal.
3) Umur tulang (bone age) bisa normal atau terlambat untuk umurnya
4) Tanda pubertas terlambat.
5) Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar.
6) Pertumbuhan gigi terlambat.
7) Usia 8 - 10 tahun anak menjadi lebih pendiam
8) Tidak banyak melakukan eye contact.
9) Pertumbuhan melambat.
10) Wajah tampak lebih muda dari usianya.
E. PATOFISIOLOGI
Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan akibat akumulasi
ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan.
Keadaan ini diperparah dengan tidak terimbanginya kejar tumbuh
(catch up growth) yang memadai (Mitra, 2015). Masalah stunting terjadi karena adanya
adaptasi fisiologi pertumbuhan atau non patologis, karena penyebab secara langsung
adalah masalah pada asupan makanan dan tingginya penyakit infeksi kronis terutama ISPA
dan diare, sehingga memberi dampak terhadap proses pertumbuhan balita (Sudiman,
2018).
Pada balita dengan kekurangan gizi akan menyebabkan berkurangnya lapisan
lemak di bawah kulit hal ini terjadi karena kurangnya asupan gizi sehingga tubuh
memanfaatkan cadangan lemak yang ada, selain itu imunitas dan produksi albumin juga
ikut menurun sehingga balita akan mudah terserang infeksi dan mengalami perlambatan
pertumbuhan dan perkembangan. Balita dengan gizi kurang akan mengalami peningkatan
kadar asam basa pada saluran cerna yang akan menimbulkan diare (Maryunani, 2016).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Nurarif dan Kusuma, 2016 mengatakan pemeriksaan penunjang untuk
stunting antara lain:
1) Melakukan pemeriksaan fisik.
2) Melakukan pengukuran antropometri BB, TB/PB, LILA, lingkar kepala.
3) Melakukan penghitungan IMT.
4) Pemeriksaan laboratorium darah: albumin, globulin, protein total, elektrolit
serum.
G. PENATALAKSANAAN
Menurut Khoeroh dan Indriyanti, 2017 beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
mengatasi stunting yaitu.
1. Penilaian status gizi yang dapat dilakukan melalui kegiatan posyandu setiap bulan.
2. Pemberian makanan tambahan pada balita.
3. Pemberian vitamin A.
4. Memberi konseling oleh tenaga gizi tentang kecukupan gizi balita.
5. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan sampai usia 2 tahun dengan
ditambah asupan MP-ASI.
6. Pemberian suplemen menggunakan makanan penyediaan makanan dan minuman
menggunakan bahan makanan yang sudah umum dapat meningkatkan asupan energi
dan zat gizi yang besar bagi banyak pasien.
7. Pemberian suplemen menggunakan suplemen gizi khusus peroral siapguna yang
dapat digunakan bersama makanan untuk memenuhi kekurangan gizi.
H. KOMPLIKASI
Menurut Kementrian desa, 2017 dampak buruk yang ditimbulkan akibat stunting
antara lain:
1) Anak akan mudah mengalami sakit.
2) Postur tubuh tidak maksimal saat dewasa.
3) Kemampuan kognitif berkurang.
4) Saat tua berisiko terkena penyakit yang berhubungan dengan pola makan.
5) Fungsi tubuh tidak seimbang.
6) Mengakibatkan kerugian ekonomi.
Menurut WHO dalam Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2018) dampak yang
ditimbulkan stunting dapat dibagi menjadi dampak jangka pendek dan jangka panjang.
1) Dampak Jangka Pendek.
a) Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian;
b) Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal
c) Peningkatan biaya kesehatan.
2) Dampak Jangka Panjang.
a) Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan
pada umumnya);
b) Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya;
c) Menurunnya kesehatan reproduksi;
d) Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah; dan
e) Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal
I. PATHWAY
Penyakit Pemberian ASI Social
Factor nutrisi
infeksi dan MP-ASI ekonomi
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif
2) Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
3) Gangguan Tumbuh Kembang
4) Defisit Nutrisi
5) Risiko Infeksi
6) Diare
C.
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Manajemen kesehatan Manajemen kesehatan keluarga Dukungan Koping Keluarga
keluarga tidak efektif Observasi:
D.0115 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam - Identifikasi respon emosional terhadap kondisi saat ini
diharapkan manajemen kesehatan keluarga meningkat - Identifikasi beban prognosis secara psikologis
Pengertian : Kriteria Hasil: - Identifikasi pemahaman tentang keputusan perawatan setelah pulang
Pola penanganan Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat Terapeutik:
maslah kesehatan menurun Meningkat - Dengarkan masalah, perasaan dan pertanyaan keluarga
dalam keluarga tidak 1 Kemampuan menjelaskan maslah kesehatan yang dialami - Terima nilai-nilai keluarga dengan cara yang tidak menghakimi
memuaskan untuk 1 2 3 4 5 - Diskusikan rencana medis dan perawatan
memulihkan kondisi 2 Aktivitas keluarga mengatasi masalah kesehatan tepat - Fasilitasi memperoleh pengetahuan, keterampilan dan peralatan yang
kesehatan anggota 1 2 3 4 5 diperlukan untuk mempertahankan keputusan perawatan pasien
keluarga 3 Partisipasi dalam program kesehatan komunitas - Hargai dan dukukng mekanisme koping adaptif yang digunakan
Edukasi
1 2 3 4 5
- Informasikan kemajuan pasien secara berkala
Menurun Cukup Sedang Cukup Menurun
- Informasikan fasilitas perawatan kesehatan yang tersedia
meningkat menurun
Kolaborasi
19 Verbalisasi kesulitan menjalankan perawatan yang - Rujuk untuk terapi keluarga, jika perlu
ditetapkan
1 2 3 4 5
Suriadi dan Yuliani Rita. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak (Edisi 1). Jakarta : CV.
Sagung Seto
Kusuma Hardi dan Nurain Huda Amin. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC (Jilid 2). Yogyakarta : Media
Action Publishing
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. (2018). Bulletin Stunting.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia