Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Mastoiditis

Disusun oleh:

NAMA : Agus arianto

NIM :2019.B.20.0500

MK : KMB 1

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESAHATAN

PRODI D III KEPERAWATAN

TAHUN 2019/202
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur  saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Dalam penyusunannya, kami memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak,


karena itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya . Dari sanalah semua
kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan
menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.

Kami juga bersyukur berkat rezeki dan kesehatan yang diberikan kepada kami
sehingga kami dapat menggumpulkan bahan-bahan materi makalah ini dari buku atau
pun sumber lainnya yang kami pelajari. Kami telah berusaha semampu kami untuk
mengumpulkan berbagai macam bahan tentang mata kuliah KMB I yang berjudul “
MASTOIDITIS”

Kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata
sempurna,karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik lagi, oleh karena itu kami mohon
bantuan dari para pembaca.

DAFTAR ISI

KATA PENGATAR
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

.     2.  1. Definisi Penyakit Mastoiditis


2. 2   Etiologi mastoiditis
2. 3. Komplikasi
2. 4. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik

BAB III PENUTUP

3.1 kesimpulan

3.2. Saran

Daftar Pustaka

BAB I

PENDAHULUAN
.1    Latar Belakang Masalah
Mastoiditis terjadi sebagai komplikasi otitis media akut yang diobati secara
tidak memadai dan merupakan perluasan infeksi ke dalam sistem sel udara
mastoid yang berisi udara dengan osteoporosis hiperemik, nekrosis karena
tekanan dinding-dinding sel tulang dan pembentukan empiema. Munculnya
mastoiditis biasanya terjadi pada anak yang mengalami pemecahan
membran timpani secara spontan selama otitis media dan yang kemudian
mengalami nyeri telinga yang makin mendenyut dengan bertambahnya
volume cairan purulen yang keluar dari telinga. Demam dapat berlangsung
terus menerus meskipun telah mendapat antibiotik.
Dari catatan medis di salah satu rumah sakit di Jakarta Pusat sepanjang
Januari 2004 sampai Desember 2005 didapatkan 95 pasien dengan
mastoiditis akut. Hanya pasien yang belum mendapatkan pengobatan baik
topikal ataupun sistemik sekurangnya 5 hari terakhir yang dilakukan dalam
penelitian. Angka kejadian mastoiditis rata-rata 27 tahun termuda 5 tahun
dan tertua 70 tahun terbanyak antara 21-30 tahun (36,8%) terhadap
kesamaan distribusi gender dalam penelitian ini (laki-laki 53,7% dan wanita
46,3%).(anonim, 2008)
Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang
menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini agaknya
berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab yang hampir sama
dengan penyebab otitis media akut. Bila tidak segera tertangani akan terjadi
komplikasi serius seperti meningitis dan abses otot.
Kelompok mencoba memaparkan tentang konsep mastoiditis beserta asuhan
keperawatannya dengan harapan dapat berguna bagi mahasiswa maupun
praktisi kesehatan sebagai salah satu sumber referensi.
1.2    Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit Mastoiditis dan mampu
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit tersebut.
1.3    Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memahami :
1.    Mengetahui definisi penyakit Mastoiditis
2.    Mengetahui etiologi penyakit Mastoiditis
3.    Mengetahui manifestasi klinis penyakit Mastoiditis
4.    Mengetahui patofisiologi penyakit Mastoiditis
5.    Mengetahui pemeriksaan penunjang dan diagnostik untuk penyakit
Mastoiditis
6.    Melakukan pengkajian pada klien dengan penyakit Mastoiditis
7.    Menentukan diagnosa keperawatan pada klien penyakit Mastoiditis
8.    Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan penyakit Mas
9.    Mealaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan penyakit
Mastoiditis.
1.4    Manfaat Penulisan
 Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
a.    Membentuk pola pikir mahasiswa menjadi terarah dan sistematik
b.    Mahasiswa mampu menyusun tulisan ilmiah yang baik dan benar
c.    Menambah pengetahuan mahasiswa tentang mekanisme penyakit pada
sistem persepsi dan sensori
1.5    Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini terdiri beberapa bab dan tiap-tiap bab terdiri
dari beberapa bagian. Adapun isi dari tiap-tiap bagian tersebut adalah:
a.    Bagian formalitas, terdiri dari halaman judul, kata pengantar dan daftar
isi.
b.    Bagian isi terdiri dari
BAB I    Pendahuluan, meliputi: Latar Belakang Masalah, Tujuan Penulisan,
Manfaat Penulisan, Sistematika Penulisan
BAB II    Tinjauan Teori, meliputi: Definisi, Etiologi, Manifestasi Klinis,
Patofisiologis, Komplikasi, Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik,
Penatalaksanaan, Pathway
BAB III    Asuhan Keperawatan meliputi: Pengkajian, Diagnosa
Keperawatan, Intervensi Keperawatan
BAB IV     penutup meliputi: simpulan dan saran
c.    Bagian akhir,berisi daftar pustaka yang di gunakan penulis dalam
mencari resensi buku

BAB II

1..TINJAUAN TEORI

2.1   Definisi Penyakit Mastoiditis


Mastoiditis adalah suatu infeksi bakteri pada prosesus mastoid(tulang yang
menonjol di belakang telinga) yang berlangsung cukup lama dan merupakan
komplikasi dari otitis media kronik(Reeves,2001).
Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang di akibatkan oleh suatu infeksi
pada telinga tengah(Brunner dan Suddarth,2000).
Mastoiditis merupakan keradangan kronik yang mengenai rongga mastoid
dan komplikasi dari Otitis Media Kronis. Lapisan epitel dari telinga tengah
adalah sambungan dari lapisan epitel sel-sel mastoid udara (mastoid air
cells) yang melekat ditulang temporal. Mastoiditis adalah penyakit sekunder
dari otitis media yang tidak dirawat atau perawatannya tidak adekuat.

2.2    Etiologi
Etiologi mastoiditis adalah:
1.    Menyebarnya infeksi dari telinga bagian tengah, infeksi dan nanah
mengumpul di sel-sel udara mastoid
2.    Mastoiditis dapat terjadi 2-3 minggu setelah otitis media akut( Reeves
(2001: 19)
3.    Klien imunosupresi atau orang yang menelantarkan otitis media akut
yang dideritanya
4.    Berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab otitis media akut 
yaitu streptococcus pnemonieae.
Bakteri penyebab lain  ialah Streptococcus hemolytikus (60%),
Pneumococcus (30 %), staphylococcus albus, Streptococcus  viridians, H.
Influenza( George ,1997: 106)
2.3    Manifestasi Klinis
Menurut ( George (1997: 106)Manifestasi klinis  pada penderita mastoiditis
antara lain:
1.    Demam biasanya hilang dan timbul.
2.    Nyeri cenderung menetap dan berdenyut, terletak di sekitar dan di
dalam telinga, dan mengalami nyeri tekan pada mastoid.
3.    Gangguan pendengaran sampai dengan kehilangan pendengaran.
4.    Membran timpani menonjol berisi kulit yang telah rusak dan bahas
sebaseus (lemak).
5.    Dinding posterior kanalis menggantung.
6.    Pembengkakan postaurikula.
7.    Temuan radiologis yaitu adanya apasifikasi pada sel-sel udara mastoid
oleh cairan dan hilangnya trabukulasi normal sel-sel tersebut.
8.    Keluarnya cairan yang melimpah melalui liang telinga dan berbau.
2.4    Patofisiologi
Mastoiditis adalah hasil dari infeksi yang lama pada telinga tengah, bakteri
yang didapat pada mastoiditis biasanya sama dengan bakteri yang didapat
pada infeksi telinga tengah. streptococcus aureus adalah beberapa bakteri
yang paling sering didapatkan pada infeksi ini. Seperti telah disebutkan
diatas, bahwa keadaan-keadaan yang menyebabkan penurunan dari system
imunologi dari seseorang juga dapat menjadi faktor predisposisi mastoiditis.
Seperti semua penyakit infeksi, beberapa hal yang mempengaruhi berat dan
ringannya penyakit adalah faktor tubuh penderita dan faktor dari bakteri itu
sendiri. Dapat dilihat dari angka kejadian anak-anak yang biasanya berumur
di bawah dua tahun, pada usia inilah imunitas belum baik. Beberapa faktor
lainnya seperti bentuk tulang, dan jarak antar organ juga dapat
menyebabkan timbulnya penyakit. Faktor-faktor dari bakteri sendiri adalah,
lapisan pelindung pada dinding bakteri, pertahanan terhadap antibiotic dan
kekuatan penetrasi bakteri terhadap jaringan keras dan lunak dapat
berperan pada berat dan ringannya penyakit.
          Patofisiologis dari mastoiditis adalah: Keradangan pada mukosa
kavum timpani pada otitis media supuratif akut dapat menjalar ke mukosa
antrum mastroid. Bila terjadi gangguan pengaliran sekret melalui aditus ad
antrum dan epitimpanum menimbulkan penumpukan sekret di antrum
sehingga terjadi empiema dan menyebabkan kerusakan pada sel – sel
mastoid. (Iskandar,1997).

2.5    Komplikasi
Menurut Iskandar(1997) komplikasi dari mastoiditis adalah
1. Abses retro aurikula
2. Paresis/paralisis syaraf fasialis
3. Labirintitis
4. Komplikasi intra kranial: meningitis, abses extra dural, abses otak.

2.6    Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


Pemeriksaan penunjang dan diagnostiknya adalah:
1. Laboratorium
A.Spesimen
Spesimen dari sel mastoid diperoleh selama operasi dan myringotomy
cairan, bila diperoleh,    harus     dikirim untuk budaya untuk kedua bakteri
aerobik dan anaerobic, Gram staining, dan asam-cepat staining
Jika selaput  anak telinga yang sudah berlubang, kanal eksternal dapat
dibersihkan, dan contoh yang segar drainase cairan diambil. Perawatan
harus  diambil untuk mendapatkan cairan dari telinga dan bukan eksternal
kanal.
Budaya dan kelemahan dari pengujian isolates dapat membantu
memodifikasi terapi antibiotik empiris awal. Hasil benar budaya dikumpulkan
untuk kedua aerobik dan anaerobic bakteri panduan yang pasti harus pilihan
terapi.  Gram noda yang dapat contoh awalnya panduan  empiris
antimicrobial therapy.
B. Cultur blood harus diperoleh.
C. Dasar yang CBC count dan sedimentasi menilai ditentukan kemudian
untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi.
D. Memperoleh cairan tulang belakang untuk evaluasi jika intracranial
perpanjangan proses diduga.
2. CT Scan dan MRI
Yang sensitif dari CT di mastoiditis akut adalah 87-100%. Anda mungkin
terlalu sensitif karena setiap AOM memiliki komponen radang mastoid.
Segera CT scan intracranial kapanpun diperlukan adalah perpanjangan atau
komplikasi yang dicurigai. Bukti yang digambarkan oleh mastoiditis Tampilan
kekaburan atau kerusakan yang mastoid garis besar dan penurunan atau
hilangnya ketajaman dari sel udara mastoid bertulang septa. Dalam kasus di
mana CT scan menunjukkan kesuraman dari udara sel, yang technetium-99
bone scan adalah membantu dalam mendeteksi osteolytic perubahan.
 Plain radiography yang diandalkan, dan hasil temuan gejala klinis
ketinggalan di belakang. Di daerah-daerah di dunia di mana CT scan tidak
segera tersedia, plain radiography dari mastoids mengungkapkan clouding
udara dari sel-sel dengan kerusakan tulang di ASM. Dalam sebagian besar
kasus, radiography mencukupi untuk membuat diagnosis tetapi tidak sensitif
dalam differentiating tahapan dari penyakit dan gagal mengungkapkan apex
kaku dalam setiap detail besar.
Temuan berikut ini digunakan untuk membedakan AOM dan / atau tanpa
osteitis akut mastoiditis kronis dan mastoiditis akut :
1.    Clouding atau kekaburan dari sel udara mastoid dan telinga tengah
dapat hadir. Hal ini disebabkan      oleh kobaran pembengkakan dari mucosa
dan dikumpulkan cairan.
2.    Hilangnya ketajaman atau visibilitas mastoid dinding sel karena
demineralization, atrophia, atau kebekuan dari bertulang septa
3.    Kekaburan mastoid atau distorsi dari garis besar, mungkin dengan
cacat terlihat dari tegmen atau mastoid bozonty
4.    Peningkatan bidang formasi abscess
5.    Ketinggian dari periosteum dari proses mastoid atau lekuk bokong
berhubung dgn tengkorak
6.    Osteoblastic aktivitas di mastoiditis kronis
7.    MRI lebih sering digunakan pada pasien dengan gejala klinis atau CT
temuan yang bernada intracranial komplikasi. Namun, MRI tidak secara rutin
digunakan untuk mengevaluasi mastoid.
8.    MRI adalah standard untuk evaluasi menyebelah lunak jaringan,
khususnya struktur intracranial, untuk mendeteksi dan ekstra-aksial cairan
koleksi dan vascular yang terkait masalah.
9.    MRI adalah membantu dalam perencanaan bedah perawatan efektif.

2.7    Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat di lakukan pada penderita mastoiditis yaitu:
1.Penatalkasanaan Medis
Pemberian antibiotik sistemik. Diberikan beberapa minggu sebelum operasi
dapat mengurangi atau menghentikan supurasi aktif dan memperbaiki hasil
pembedahan.
Pembedahan :
a.    Timponoplasti
Adalah rekonstruksi bedah pada mekanisme pendengaran ditelinga tengah,
dengan memperbaiki membrana tympanica melindungi finestra cochlease
dari tekanan suara. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk menyelamatkan
dan memulihkan pendengaran, dengan congkok membran timpani dengan
rekonstruksi telinga tengah. Sedangkan tujuan skundernya adalah untuk
mempertahankan atau memperbaiki pendengaran (timpanoplasti) bilamana
mungkin. Terdapat berbagai teknik timpanoplasti yang berbeda yaitu
pencangkokan (kulit, fasia, membran timpani homolog) dan rekonstruksi
(osikula homolog, kartilago dan aloplastik).
b.      Mastoidektomi
Adalah pembedahan pada tulang mastoid. Tujuan dilakukan mastoidektomi
adalah untuk menghilangkan jaringan infeksi, menciptakan telinga yang
kering dan aman.
Tindakan pembedahan untuk membuang jaringan yang terinfeksi diperlukan
jika tidak ada respon terhadap pengobatan antibiotik selama beberapa hari.
Mastoidektomy radikal/total yang sederhana atau yang dimodifikasi dengan
tympanoplasty dilaksanakan untuk memu-lihkan ossicles dan membran
timpani sebagai suatu usaha untuk memulihkan pendengaran. Seluruh
jaringan yang terinfeksi harus dibuang sehingga infeksi tidak menyebar ke
bagian yang lain.
2. Penatalakasanaan keperawatan
1. Perawatan Pre-Operasi
Perawat mengajarkan secara khusus pada klien yang dijadwalkan untuk
menjalani tympanoplasty. Antibiotik tetes diberikan sebelum pembedahan
untuk membunuh organisme yang menginfeksi, cairan yang terdiri dari cuka
dan air steril dengan perban-dingan yang sama diberikan untuk mengirigasi
telinga, yang bertujuan untuk mengembalikan ke pH normal. Hal-hal yang
harus dilakukan klien agar tidak terjadi infeksi pre-operasi seperti:
a.    Menghindari orang-orang yang terinfeksi saluran pernafasan atas.
b.    Beristirahat  yang cukup.
c.    diet yang seimbang.
d.    Mempertahankan intake cairan yang adekuat.
e.    Perawat meyakinkan klien bahwa prosedur yang dilaksanakan bertujuan
untuk    memperbaiki        pendengaran, meskipun pada awalnya
pendengarannya akan berkurang kare-na adanya balutan di kanal.
f.    Perawat menerangkan pentingnya bernafas dalam setelah ope-rasi.
Mengenai cara batuk yang benar juga perlu diterangkan dan hindari batuk
yang kuat, karena dapat meningkatkan tekanan di telinga tengah.
2. Prosedur Operatif
Pada awalnya tindakan pembedahan dilakukan hanya bila di telinga tengah
dan tuba eusthacia bebas dari infeksi. Apabila terjadi infeksi, maka hasil dari
tindakan graft/pemindahan kulit kemungkinan besar menjadi infeksi dan
tidak sembuh sebagaimana mestinya. Pada pembedahan membran timpani
dan ossicles mengharuskan penggunaan mikroskop dan dipertimbangkan
sebagai prosedur yang sulit. Anestesi lokal dapat digunakan meskipun yang
sering dipilih adalah anestesi general untuk mencegah klien agar tidak cepat
sadar.
Ahli bedah dapat memperbaiki membran timpani dengan menggunakan
bahan-bahan seperti otot fascia temporal, mengambil bagian yang tebal
untuk dilakukan skin graft dan jaringan vena. Apabila ossicles rusak,
tindakan yang lebih ekstensif harus diambil untuk memperbaiki atau
mengganti tulang yang kecil tersebut. Ahli bedah menjangkau ossicles
dengan salah satu dari 3 cara berikut ini:
a.    Pendekatan Transkanal (Transcanal Approach).
b.    Insisi Endaural (Endaural Incision).
c.    Mengarahkan Postauricular melalui Mastoidektomi (The Postauricular
Route via Mastoidectomy).
Ahli bedah kemudian membuang jaringan penyakit dan membersihkan
rongga telinga te-ngah. Tingkat kerusakan ossicles dikaji dengan teliti agar
dapat diperbaiki atau diganti jika perlu. Ahli bedah menggunakan kartilago
autogenous atau tulang, ossicles pada mayat (cadaver), kawat stainless
steel atau komponen polytetrafluoroethylene (teflon) untuk memperbaiki
atau mengganti ossicles.
3. Perawatan Post Operasi
Rendaman antiseptik gauze (An Antiseptic-Soaked Gauze), seperti Iodoform
gauze (Nuga-uze), dibalut didalam kanal auditori. Apabila dilakukan insisi
postauricular atau endaural, dressing luar ditempatkan diatas tempat
operasi. Dressing dijaga/dipertahankan kebersih-an dan kekeringannya.
Perawat menggunakan teknik steril ketika mengganti dressing. Klien tetap
dalam posisi datar dengan telinga diatas, pertahankan sedikitnya selama 12
jam post operasi. Terapi antibiotik profilaksis digunakan untuk mencegah
kekambuhan.
 (Iskandar,1997)

2.8 Pathway
Terlampir

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1    Pengkajian Keperawatan


1. Riwayat Kesehatan
1.    Identitas Pasien
2.     Riwayat adanya kelainan nyeri
3.     Riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang
4.    Riwayat alergi
5.    Otitis Media Akut berkurang
2. Pengkajian Fisik
      1. Nyeri telinga
      2. Perasaan penuh dan penurunan pendengaran
      3. Suhu Meningkat
      4. Malaise
      5. Nausea Vomiting
      6. Vertigo
      7. Ortore
      8. Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium
3. Pengkajian Psikososial     
    1. Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
    2. Aktifitas terbatas
    3. Takut menghadapi tindakan pembedahan
3.2. Diagnosa Keperawatan
a.    Nyeri berhubungaan dengan proses peradangan
b.    Perubahan persepsi/sensori berhubungan dengan obstruksi, infeksi di
telinga tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran.
c.    Kecemasan berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
berkomunikasi.
d.    Resiko injuri berhubungan dengan vertigo dan penurunan
keseimbangan tubuh
e.    Gangguan komunikasi berhubungan dengan efek kehilangan
pendengaran.
3.3. Intervensi Keperawatan
1. Perubahan persepsi/sensori berhubungan dengan obstruksi, infeksi di
telinga tengah atau kerusakan  di syaraf pendengaran.
Hasil yang diharapkan: Klien akan mengalami peningkatan persepsi/sensori
pendengaran sampai pada tingkat fungsional.
No    Intervensi    Rasional
1.    Kaji tanda-tanda awal kehilangan pendengaran.    Instruksikan klien
untuk menggunakan teknik-tek-nik yang aman sehingga dapat mencegah
terjadinya ketulian lebih jauh.

2.    Bersihkan serumen yang tersembunyi dengan cara irigasi.


- Pastikan bahwa klien tidak mengalami perforasi pada membran timpaninya
atau tidak mengalami otitis media.
- Hangatkan cairan untuk irigasi sesuai dengan su-hu tubuh    Serumen
yang letaknya ter-sembunyi dapat menyebab-kan tuli konduktif sehingga
menambah masalah pende-ngaran yang sudah ada.
3.    Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh do-sis antibiotik yang
diresepkan (baik itu antibiotik sistemik maupun lokal).
    Penghentian terapi antibiotik sebelum waktunya dapat me-nyebabkan
organisme sisa berkembang biak sehingga infeksi akan berlanjut.

4.    Ajarkan klien untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran


secara tepat.    Keefektifan alat pendengaran tergantung pada tipe ganggu-
an/ketulian, pemakaian serta perawatannya yang tepat.

2. Rasa cemas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berkomunikasi.


Hasil yang diharapkan: Klien akan menyatakan bahwa rasa cemas mengenai
komu-nikasi yang       terganggu berkurang dan akan lebih pandai dalam
menggunkan alternatif teknik komunikasi.

No    Intervensi    Rasional


1.    Demonstrasikan aktifitas yang dapat meningkatkan pemahaman
terhadap komunikasi verbal.    Memungkinkan klien untuk memilih metode
komunikasi yang paling tepat untuk kehi-dupannya sehari-hari disesu-aikan
dengan tingkat kete-rampilannya sehingga dapat mengurangi rasa cemas &
frustasinya.

2.    Jujur kepada klien ketika mendiskusikan mengenai kemungkinan


kemajuan dari fungsi pendengaran nya untuk mempertahankan harapan
klien dalam berkomunikasi.    Harapan-harapan yang tidak realistik tidak
dapat mengurangi kecemasan, justru malah menimbulkan ketidakpercaya
an klien terhadap perawat.
3.    Kaji kemampuan klien dalam membaca & menulis.    Komunikasi
dengan cara menulis dapat efektif dalam mempertahankan kemandirian
klien, harga diri serta kontak sosialnya; bagaimanapun komunikasi dengan
cara ini tidak nyaman atau tidak me-mungkinkan bagi klien yang minim
keterampilan membaca & menulisnya.
4.    Beritahukan/kenalkan pada klien semua alternatif metode komunikasi
(seperti bahasa isyarat & membaca bibir) dengan langkah yang tepat untuk
masing-masing klien.    Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang
ada disekitarnya yang dapat mendukung dia untuk berkomunikasi.
3. Kerusakan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan
pendengaran.
    Kriteria hasil, Klien akan:
   - Memakai alat bantu dengar (jika sesuai).
   - Menerima pesan melalui metoda pilihan (misal: komunikasi tulisan,
bahasa lambang, berbicara dengan jelas pada telinga yang baik.)
No    Intervensi    Rasional
1.    Dapatkan apa metode komunikasi yang diinginkan & catat pada rencana
perawatan metode yang diguna-kan oleh staf dan klien, seperti:
1. Tulisan.
2. Berbicara.
3. Bahasa isyarat.    Dengan mengetahui metode komunikasi yang
diinginkan oleh klien maka metode yang akan digunakan dapat dise-suaikan
dengan kemampuan & keterbatasan klien.
2.    Kaji kemampuan untuk menerima pesan secara verbal.

    Memungkinkan komunikasi dua arah antara perawat de-ngan klien dapat
berjalan de-ngan baik & klien dapat me-nerima pesan perawat secara tepat.
3.    Gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran dan
pemahaman.    Pesan yang ingin disampai-kan oleh perawat kepada kli-en
dapat diterima dengan ba-ik oleh klien

4. Nyeri berhubungaan dengan proses peradangan


    Kriteria hasil:
a.     Klien mengungkapkan bahwa rasa nyeri berkurang.
b.     Klien mampu melakukan metode pengalihan suasana.
( Carpenito,1999)

No    Intervensi    Rasional


1.    Ajarkan Klien untuk mengalihkan suasana dengan melakukan metode
relaksasi saat nyeri yang teramat sangat muncul, relaksasi yang seperti
menarik nafas panjang.    Metode pengalihan suasana dengan melakukan
relaksasi bisa mengurangi nyeri yang diderita klien.

2.    Kompres dingin di sekitar area telinga


    Kompres dingin bertujuan untuk mengurangi nyeri karena rasa nyeri
teralihkan oleh rasa dingin disekitar area telinga.
3.    Atur posisi klien    Posisi yang sesuai akan membuat klien merasa lebih
nyaman.
4.    Untuk kolaborasi, beri aspirin/analgesik sesuai instruki, beri sedatif
sesuai indikas   
Analgesik merupakan pereda nyeri yang efektif pada pasien untuk
mengurangi sensasi nyeri dari dalam.

BAB III
PENUTUP

PENUTUP
4.1 Simpulan
Mastoiditis merupakan peradangan tulang mastoid, biasanya berasal dari
kavum timpani. Perluasan infeksi telinga bagian tengah yang berulang ulang
dapat menyebabkan timbulnya perubahan pada mastoid berupa penebalan
mukosa dan terkumpulnya eksudat. Lama kelamaan terjadi peradangan
tulang (osteitis) dan pengumpulan eksudat/nanah yang makin banyak,yang
akhirnya mencari jalan keluar. Daerah yang lemah biasanya terletak di
belakang telinga, menyebabkan abses superiosteum. Bakteri penyebab lain 
ialah Streptococcus hemolytikus (60%), Pneumococcus (30 %),
staphylococcus albus, Streptococcus  viridians, H. Influenza.
Tanda dan gejalanya meliputi nyeri sekitar telinga,bengkak di belakang
telinga,otorhoe,tinnitus,gangguan pendengaran,vertigo. Komplikasi dari
mastoiditis adalah abses retro aurikula, paresis/paralisis syaraf fasialis
, labirintitis, komplikasi intra kranial: meningitis, abses extra dural, abses
otak.

4.2 Saran
Dari kesimpulan di atas, penulis mempunyai beberapa saran diantaranya
yaitu:
1.    Untuk klien yang menderita penyakit mastoiditis, agar membatasi diri
dalam beraktifitas sehingga tidak beresiko cedera karena penurunan
keseimbangan tubuh.
2.    Untuk mahasiswa keperawatan sebagai calon perawat, agar
mempelajari konsep dasar penyakit mastoiditis dan asuhan keperawatannya
sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan dengan benar dan tepat.
3.    Mahasiswa harus mampu memberikan pengarahan dan motivasi pada
keluarga dengan pasien yang menderita mastoiditis.

DAFTAR PUSTAKA

Marilyn, E Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Thane 1997. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculaapius FKUI

Reeves, 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta : Bina Rupa Aksara

Prince, Sylvia, Wolson M. Lerradne. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis, Proses Penyakit. Jakarta : EGC

Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 3.
Jakarta : EGC.
Adam 2000. Buku saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. EGC :
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai