Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN MATA

“KATARAK”

Disusun oleh :
Kelompok I
Agus arianto Nim : 2019.B.20.0500
Silvia lestari Nim : 2019.B.20.0507
Yeni yuli astuti Nim : 2019.B.20.0510

YAYASAN STIKES EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Penulis Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga makalah yang membahas tentang ”Asuhan
Keperawatan Katarak” dapat selesai tepat pada waktunya.
            Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari harapan pembaca yang mana di
dalamnya masih terdapat berbagai kesalahan baik dari sistem penulisan maupun isi. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun sehingga dalam
makalah berikutnya dapat diperbaiki serta ditingkatkan kualitasnya.
            Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Palangkaraya, 18 Oktober 2020


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN
2.1 definisi
2.2 Patofisiologi
2.3 Tanda dan Gejala
2.4 Penatalaksanaan Medis
2.5 Komplikasi Klinis
2.6 Pemeriksaan Penunjang.
2.7 Asuhan Keperawatan

BAB III PENUTUP


5.1 Simpulan
5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Katarak merupakan salah satu penyakit yang menyerang mata yang merupakan salah
satu jenis penyakit mata tenang visus menurun perlahan. Katarak adalah keadaan dimana
terjadi kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa,
denaturasi protein lensa, atau akibat keduanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan
progresif (Mansjoer dkk, 2008).
Kata katarak berasal dari bahasa Latin, cataracta, atau dalam bahasa Yunani,
kataraktes, yang berarti terjun seperti air. Istilah ini dipakai orang Arab sebab orang-orang
dengan kelainan ini mempunyai penglihatan yang seolah-olah terhalang oleh air terjun
(American Academy Ophtalmology, Lens and Cataract. Basic and clinical Science Course,
Section, 2006)
Katarak dapat menimbulkan gangguan penglihatan seperti penglihatan kabur,
penglihatan bagian sentral hilang sampai menjadi buta setelah 10-20 tahun dari mulai
terjadinya kekeruhan lensa (Kupler, 1984).
WHO memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, dimana
sepertiganya berada di Asia Tenggara. Angka kebutaan di Indonesia tertinggi bila
dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara (Depkes RI, 2003).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah penulis membahas
tentang penyakit katarak.

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang penyakit
katarak.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Katarak


Katarak merupakan salah satu penyakit yang menyerang mata yang merupakan salah
satu jenis penyakit mata tenang visus menurun perlahan. Katarak adalah keadaan dimana
terjadi kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa,
denaturasi protein lensa, atau akibat keduanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan
progresif (Mansjoer dkk, 2008).
Kata katarak berasal dari bahasa Latin, cataracta, atau dalam bahasa Yunani,
kataraktes, yang berarti terjun seperti air. Istilah ini dipakai orang Arab sebab orang-orang
dengan kelainan ini mempunyai penglihatan yang seolah-olah terhalang oleh air terjun
(American Academy Ophtalmology, Lens and Cataract. Basic and clinical Science Course,
Section, 2006).
Menurut Kadek dan Darmadi (2007) katarak adalah kekeruhan lensa mata atau kapsul
lensa yang mengubah gambaran yang diproyeksikan pada retina . Katarak merupakan
penyebab umum kehilangan pandangan secara bertahap (Springhouse Co). Derajat disabilitas
yang ditimbulkan oleh katarak dipengaruhi oleh lokasi dan densitas keburaman . Intervensi
diindikasikan jika visus menurun sampai batas klien tidak dapat menerima perubahan dan
merugikan atau mempengaruhi gaya hidup klien (yaitu visus 5/15). Katarak biasanya
mempengaruhi kedua mata tetapi masing-masing berkembang secara independen .
perkecualian ,katarak traumatic bisanya unilateral dan katarak congenital biasanya stasioner.
Tindakan operasi mengembalikan pandangan mata kurang lebih 95% klien
(Springhouse Co). Tanpa pembedahan , katarak yang terjadi dapat menyebabkan kehilangan
pandangan komplet. Katarak terbagi menjadi jenis menurut perkembangan (katarak
congenital) dan menurut proses degenerative ( katarak primer dan katarak komplikata).
1. Katarak Kongenital
Katarak congenital adalah kekeruhan pada lensa yang timbul pada saat pembentukan
lensa. Kekeruhan sudah terdapat pada waktu bayi lahir. Katarak ini sering ditemukan pada
bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita rubella, DM, toksoplasmosis,
hipoparatiroidisme, galaktosemia. Ada pula yang menyertai kelainan bawaan pada mata itu
sendiri seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma,keratokonus, ektopia leentis, megalokornea,
hetekronia iris. Kekeruhan dapat dijumpai dalam bentuk arteri hialoidea yang persisten,
katarak Polaris anterior, posterior, katarak aksialis, katarak zonularis, katarak stelata, katarak
totalis dan katarak kongenita membranasea.
2. Katarak Primer
Katarak primer, menurut umur ada tiga golongan yaitu atarak juvenilis (umur <20
tahun), katarak senilis (umur >50 tahun ). Katarak primer dibagi menjadi empat stadium :

1) Stadium Insipien
Jenis katarak ini adalah stadium paling dini . Visus belum terganggu , dengan
koreksi masih bisa 5/5 -6/6. Kekeruha terutama terdapat pada bagian perifer berupa
bercak-bercak seperti jari-jari roda.
2) Stadium Imatur
Kekeruhan sebelum mengenai seluruh lapisan lensa , terutama terdapat dibagian
posterior dan bagian belakang nucleus lensa . Shadow test posotif . Saat ini mungkin
terjadi hidrasi korteks yang menyebabkan lensa menjadi cembung sehingga indeks
refraksi berubah dan mata menjadi miopa. Keadaan ini disebut intumesensi.
Cembungnya lensa akan mendorong iris kedepan, menyebabkan sudut bilik mata depan
menjadi sempit dan menimbulkan komplikasi glaucoma.
3) Stadium Matur
Pada stadium ini terjadi pengeluaran air sehingga lensa akan berukuran normal
kembali. Saat ini lensa telah keruh seluruhnya sehingga semua sinar yang masuk pipil
dipantulkan kembali. Shadow tes negative .Di pupil tampak lensa seperti mutiara.
4) Stadium Hipermatur (Katarak Morgagni)
Korteks lensa yang seperti bubur telah mencair sehingga nucleus lensa turun
karena daya beratnya. Melalui pupil, nucleus terbayang sebagai setengah lingkaran
dibgian bawah dengan warna berbeda dari yang diatasnya yaitu kecoklatan .Saat ini
juga terjadi kerusakan kapsul lensa yang menjadi lebih permeable sehingga isi korteks
dapat keluar dan lensa menjadi kempis yang dibawahnya terdapat nucleus
lensa.Keadaan ini disebut katarak morgani.
(Carpenito dan Lynda, 2000)
3. Komplikasi katarak
Katarak jenis ini terjadi sekunder atau sebagian komplikasi dari penyakit lain .
Penyebab katarak jenis ini adalah :
a. Gangguan okuler, karena retinitis pigmentosa, glaucoma, ablasio retina yang sudah
lama, uveitis, myopia maligna.
b. Penyakit siskemik , DM, hipoparatiroid, sindromdown, dermatritis atopic.
c. Trauma, trauma tumpul, pukulan, benda asing didalam mata terpajan panasa yang
berlebihan , sinar X , radio aktif, terpajan sinar matahari, toksik kimia.
(Ilyas, 2005).

2.2 Patofisiologi
Lensa berisi 65% air, 35% protein dan mineral penting. Lensa yang normal adalah
struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai
kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona
sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah
kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan
warna menjadi coklat kekuningan . Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di
anterior dan poterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak
yang paling bermakna seperti kristal salju (Ilyas, 2008).
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar
daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu
teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa.
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori
lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada
kebanyakan pasien yang menderita katarak (Ilyas, 2008).
Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis
(diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal. Faktor yang
paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan,
alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang
lama (Guyton, 1997).
Katarak merupakan kondisi penurunan ambilan oksigen,penurunan air,peningkatan
kandungan kalsium dan berubahnya protein yang dapat larut menjadi tidak larut. Pada proses
penuaan, lensa secara bertahap kehilangan air dan mengalami peningkatan dalam ukuran dan
densitasnya. Peningkatan densitas diakibatkan oleh kompresi sentral serta lensa yang lebih
tua. Saat serat lensa yang baru diproduksi dikorteks,serat lensa ditekan menuju sentral. Serat-
serat lensa yang padat lama-lama menyebabkan hinlangnya transparansi lensa yang tidak
terasanyeri dan sering bilateral (Ilyas, 2005).
Selain itu berbagai penyebab katarak diatas menyebabkan gangguan metabolism pada
lensa mata. Gangguan metabolisme ini , menyebabkan perubahan kandungan bahan-bahan
yang ada didalam lensa yang pada akhirnya menyebabkan kekeruhan lensa. Kekeruhan dapat
berkembang diberbagai bagian lensa atau kapsulnya. Pada gangguan ini sinar yang masuk
memalui kornea yang dihalangi oleh lensa yang keruh atau huram. Kondisi ini memburamkan
bayangan semu yang sampai pada retina. Akibat otak mengiterprestasikan sebagai bayangan
yang berkabut. Pada katarak yang tidak diterapi, lensa mata menjadi putih susu, kemudian
berubah kuning , bahkan menjadi coklat atau hitam dank lien mengalami kesulitan dalam
membedakan warna (Mansjoer, 2008).

2.3 Tanda dan Gejala


Menurut Priska tahun 2008, latarak biasanya tumbuh secara perlahan dan tidak
menyebabkan rasa sakit. Pada tahap awal kondisi ini hanya akan mempengaruhi sebagian
kecil bagian dari lensa mata anda dan mungkin saja tidak akan mempengaruhi pandangan.
Saat katarak tumbuh lebih besar maka noda putih akan mulai menutupi lensa mata dan
mengganggu masuknya cahaya ke mata. Pada akhirnya pandangan mata akan kabur dan
mengalami distorsi. Berikut adalah tanda dan gejala yang terdapat pada penyakit katarak:
1. Pandangan mata yang kabur, suram atau seperti ada bayangan awan atau asap. Noda
putih yang semakin berkembang akan mengalami pandangan mata menjadi kabur,
objek terhadap suatu benda menjadi sulit untuk dikenali bahkan tak dapat membedakan
warna cahaya.
2. Sulit melihat pada malam hari. Penderita penyakit mata apapun akan merasa kesulitan
ketika melihat suatu objek atau cahaya pada malam hari, hal ini dikarenakan lensa mata
akan membaca kefokusan objek yang diterima oleh lensa mata.
3. Sensitif pada cahaya. Penderita mata katarak akan merasa sensitif pada intensitas
cahaya yang diterima oleh lensa mata, mata menjadi sensitif karena ketidakmampuan
retina menerima cahaya dan lensa mata tidak dapat memfokuskan cahaya untuk dikirim
ke retina.
4. Terdapat lingkaran cahaya saat memandang sinar. Pada saat lensa mata memandang
atau menangkap cahaya atau sinar, lensa mata hanya mampu menangkap sinar seperti
sebuah lingkaran.
5. Membutuhkan cahaya terang untuk membaca atau ketika beraktifitas Penderita katarak
sangat membutuhkan pencahayaan yang cukup terang ketika melakukan berbagai
aktivitas.
6. Sering mengganti kacamata atau lensa kontak karena ketidaknyamanan tersebut.
Penderita katarak yang menggunakan alat bantu untuk membaca dan melihat,
cenderung lebih sering mengganti kacamata atau kontak lensa karena faktor
ketidaknyamanan seperti ketika dirasa mata tidak lagi dapat melihat atau menangkap
suatu objek benda atau cahaya sekalipun, penderita katarak mampu mengganti
kacamata atau kontak lensa 2x dalam sebulan.
7. Warna memudar atau cenderung menguning saat melihat. Penderita katarak hanya
mampu melihat dan menangkap cahaya seperti sebuah lingkaran, namun lama-
kelamaan akan memudar karena urat syaraf retina akan menguning jika melihat suatu
objek benda terlalu lama.
8. Pandangan ganda jika melihat dengan satu mata. Penderita katarak tidak
membahayakan fisik jika diketahui sejak dini dan belum memasuki stadium yang
semakin parah. Jika dalam kondisi yang parah, penderita katarak akan merasakan rasa
nyeri di sekeliling mata, sering sakit kepala, kemudian terjadi peradangan. Kemudian
objek atau cahaya yang ditangkap seperti berbayang jika katarak yang diderita hanya
sebelah.
9. penyebab katarak itu terjadi, yakni seiring bertambahnya usia tingkat kesehatan suatu
tubuh akan semakin menurun tak terkecuali mata, karena mata merupakan organ
terpenting dari segala organ tubuh yang bekerja maksimal terkadang waktu istirahat
yang dibutuhkan oleh mata berkurang, sehingga ketebalan, kejernihan, tingkat
kefokusan pun semakin menurun. Lensa mata terdiri dari air dan serat protein. Tingkat
usia juga mempengaruhi kondisi mata seseorang, mulai dari perubahan warna pada
lensa mata, struktur mata, protein dan vitamin mata semakin berkurang dan menurun.
Beberapa serat protein akan menggumpal dan menyebabkan noda pada lensa mata.

2.4 Penatalaksanaan Medis


Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik
di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya konservatif.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja
ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yangterbaik yang
dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang mempengaruhi
keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk
mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina atau saraf optikus, seperti diabetes dan
glaukoma (Priska, 2008).
2.4.1 Bedah Katarak Senil.
Bedah katarak senil dibedakan dalam bentuk ekstraksi lensa intrakapsular dan
ekstraksi lensa ekstrakapsular menurut Priska tahun 2008 adalah sebagai berikut:
a) Ekstraksi lensa intrakapsular
Ekstraksi jenis ini merupakan tindakan bedah yang umum dilakukan pada katarak
senil. Lensa dikeluarkan berama-sama dengan kapsul lensanya dengan memutus
zonula Zinn yang telah pula mengalami degenerasi.
Pada ekstraksi lensa intrakapsular dilakukan tindakan dengan urutan berikut :
1. Dibuat flep konjungtiva dari jam 9.00 sampai 3.00 melalui jam 12.
2. Dilakukan fungsi bilik mata depan dengan pisau.
3. Luka kornea diperlebar seluas 1600
4. Dibuat iridektomi untuk mencegah glaucoma blokade pupil pasca bedah.
5. Dibuat jahitan korneosklera.
6. Lensa dikeluarkan dengan krio.
7. Jahitan kornea dieratkan dan ditambah.
8. Flep konjungtifa dijahit.
Faktor yang mempersulit saat pembedahan yang dapat terjadi adalah pecahnya
kapsul lensa sehingga lensa tidak dapat dikeluarkan bersama-sama kapsulnya. Pada
keadaan ini terjadi ekstraksi lensa ekstrakapsular tanpa rencana karena kapsul posterior
akan tertinggal. Selain itu, prolaps badan kaca pada saat lensa dikeluarkan juga dapat
mempersulit pembedahan.
Bedah ekstraksi lensa intrakapsular saat ini sudah jarang digunakan, namun masih
dikenal pada negera dengan ekonomi rendah karena dianggap merupakan teknik yang
masih baik untuk mengeluarkan lensa keruh yang mengganggu penglihatan dengan
ongkos rendah. Teknik ini membutuhkan sayatan yang lebih besar lagi dibandingkan
dengan teknik ekstrakapsuler. Pada teknik ini, ahli bedah akan mengeluarkan lensa
mata beserta selubungnya. Berbeda dengan kedua teknik sebelumnya, pemasangan
lensa mata buatan pada teknik pembedahan intrakapsuler bukan pada tempat lensa mata
sebelumnya, tapi ditempat lain yaitu di depan iris. Teknik ini sudah jarang digunakan.
Walaupun demikian, masih dilakukan pada kasus trauma mata yang berat
b) Ekstraksi Lensa Ekstrakapsular
Pada ekstraksi lensa kapsuler dilakukan tindakan sebagai berikut :
a. Flep konjungtiva antara dasar dengan fornik pada limbus dibuat dari jam 10.00
– 14.00
b. Dibuat pungsi bilik mata depan.
c. Melalui pungsi ini dimasukkan jarum untuk kapsulotomi anterior.
d. Dibuat luka dari jam 10 sampai jam 2.
e. Nucleus lensa dikeluarkan.
f. Sisa korteks lensa dilakukan irigasi sehingga tinggal kapsul posterior saja.
g. Luka kornea dijahit.
h. Flep konjungtifa dijahit.
Penyulit yang dapat timbul adalah terdapat korteks lensa yang akan membuat
katarak sekunder. Cara ini umumnya dilakukan pada katarak yang sudah parah, dimana
lensa mata sangat keruh sehingga sulit dihancurkan dengan teknik fakoemulsifikasi. Selain
itu, juga dilakukan pada tempat-tempat dimana teknologi fakoemulsifikasi tidak tersedia.
Teknik ini membutuhkan sayatan yang lebih lebar, karena lensa harus dikeluarkan dalam
keadaan utuh. Setelah lensa dikeluarkan, lensa buatan dipasang untuk menggantikan lensa
asli, tepat di posisi semula. Teknik ini membutuhkan penjahitan untuk menutup luka.
Selain itu perlu penyuntikan obat pemati rasa di sekitar mata.

2.4.2 Fakoemulsifikasi
Ekstraksi lensa dengan fakoemulsifikasi, yaitu teknik operasi katarak modern
menggunakan gel, suara berfrekuensi tinggi, dengan sayatan 3 mm pada sisi kornea.
Fakoemulsifikasi adalah tehnik operasi katarak terkini. Pada teknik ini diperlukan irisan
yang sangat kecil (sekitar 2-3 mm) di kornea. Getaran ultrasonik akan digunakan untuk
menghancurkan katarak, selanjutnya mesin phaco akan menyedot massa katarak yang
telah hancur tersebut sampai bersih. Sebuah lensa Intra Ocular (IOL) yang dapat dilipat
dimasukkan melalui irisan tersebut. Untuk lensa lipat (foldable lens) membutuhkan insisi
sekitar 2.8 mm, sedangkan untuk lensa tidak lipat insisi sekitar 6 mm. Karena insisi yang
kecil untuk foldable lens, maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya,
yang memungkinkan dengan cepat kembali melakukan aktifitas sehari-hari Prisla (2008).
Indikasi teknik fakoemulsifikasi berupa calon terbaik pasien muda dibawah 40-50
tahun, tidak mempunyai penyakit endotel, bilik mata dalam, pupil dapat dilebarkan hingga
7 mm. Kontraindikasinya berupa tidak terdapat hal – hal salah satu diatas, luksasi atau
subluksasi lensa. Prosedurnya dengan getaran yang terkendali sehingga insiden prolaps
menurun. Insisi yang dilakukan kecil sehingga insiden terjadinya astigmat berkurang dan
edema dapat terlokalisasi, rehabilitasi pasca bedahnya cepat, waktu operasi yang relatif
labih cepat, mudah dilakukan pada katarak hipermatur. Tekanan intraokuler yang
terkontrol sehingga prolaps iris, perdarahan ekspulsif jarang. Kerugiannya berupa dapat
terjadinya katarak sekunder sama seperti pada teknik Ekstra Kapsuler, sukar dipelajari
oleh pemula, alat yang mahal, pupil harus terus dipertahankan lebar, endotel ’loss’ yang
besar. Penyulit berat saat melatih keterampilan berupa trauma kornea, trauma iris,
dislokasi lensa kebelakang, prolaps badan kaca. Penyulit pasca bedah berupa edema
kornea, katarak sekunder, sinekia posterior, ablasio retina (Tana, 2006).
Operasi katarak sering dilakukan dan biasanya aman. Setelah pembedahan jarang
sekali terjadi infeksi atau perdarahan pada mata yang bisa menyebabkan gangguan
penglihatan yang serius. Untuk mencegah infeksi, mengurangi peradangan dan
mempercepat penyembuhan, selama beberapa minggu setelah pembedahan diberikan tetes
mata atau salep. Untuk melindungi mata dari cedera, penderita sebaiknya menggunakan
pelindung mata sampai luka pembedahan sembuh.Untuk mencegah astigmat pasa bedah
Ekstra Kapsuler, maka luka dapat diperkecil dengan tindakan bedah fakoemulsifikasi.
Pada tindakan fako ini lensa yang katarak di fragmentasi dan diaspirasi (Tana, 2006).
2.4.3 SICS
Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang merupakan teknik
pembedahan kecil. Teknik ini dipandang lebih menguntungkan karena lebih cepat
sembuh dan murah.
Adapun penatalaksanaan pada saat post operasi antara lain :
1. Pembatasan aktivitas, pasien yang telah melaksanakan pembedahan diperbolehkan:
 Menonton televisi; membaca bila perlu, tapi jangan terlalu lama.
 Mengerjakan aktivitas biasa tapi dikurangi
2. Tidak diperbolehkan membungkuk pada wastafel atau bak mandi; condongkan sedikit
kepala ke belakang saat mencuci rambut. Hindari memakai sabun mendekati mata
3. Tidur dengan perisai pelindung mata logam pada malam hari; mengenakan kacamata
pada siang hari.
4. Ketika tidur, berbaring terlentang atau miring pada posisi mata yang tidak dioperasi,
dan tidak diperbolehkan telungkup.
5. Aktivitas dengan duduk.
6. Mengenakan kacamata hitam untuk kenyamanan.
7. Berlutut atau jongkok saat mengambil sesuatu dari lantai dihindari (paling tidak
selama 1 minggu). Dianjurkan untuk melipat lututdan punggung tetap lurus untuk
mengambil sesuatu dari lantai
8. Hindari menggosok mata, menekan kelopak untuk menutup, mengejan saat defekasi,
batuk, bersin, dan muntah
(American Academy Ophtalmology, Lens and Cataract. Basic and clinical Science
Course, Section, 2006).
2.5 Komplikasi Klinis
1. Glaucoma
2. Uveitis
3. Kerusakan endotel kornea
4. Sumbatan pupil
5. Edema macula sistosoid
6. Endoftalmitis
7. Fistula luka operasi
8. Pelepasan koroid
9. Bleeding (Ilyas, 2008).

2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Diagnostik
 Keratometri
 Pemeriksaan lampu slit
 Oftalmoskopi
 Ct - scan ultrasauna (echografi)
 Perhitungan sel endotel penting untuk falkoemulsifikasi dan implantasi
 Olkamoskopi tidak langsung menunjukan area gelap di reflek merah yang
normalnya homogen.
 Pemeriksaan slip lamp memastikan diagnosis kekeruhan lensa.

2.7 Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
1.1. Identitas Klien
Nama : Ny. W
Umur  : 50 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama :  islam
Status Perkawinan :  kawin
Suku Bangsa :  Indonesia
Pendidikan : SMA 
Pekerjaan : swasta
Tgl masuk RS             : 01 Januari 2012
No. Register                : 15665

Penanggung Jawab
Nama                          : Tn. F 
Umur                          : 56 th
Pekerjaan                    : swasta
Alamat                       : Hibrida 10

1.2. Keluhan utama           


Klien mengalami penglihatan kabur. Klien mengalami penglihatan kabur, kesulitan melihat
dari jarak jauh ataupun dekat.
1.3. Riwayat Kesehatan
 Riwayat kesehatan Sekarang
Pasien datang kerumah sakit dengan keluhan pusing dan penglihatannya kabur,
penglihatan kabur dirasakan sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu. Penglihatan kabur/tidak
jelas dan seperti ada kabut serta terkadang pasien merasa silau saat melihat cahaya. Klien
juga mengalami kesulitan melihat pada jarak jauh atau dekat, pandangan ganda, susah
melihat pada malam hari. Setelah dilakukan pengkajian pupil berwarna putih dan ada
dilatasi pupil, nucleus pada lensa menjadi coklat kuning, lensa menjadi opak, retina sulit
dilihat, terdapat gangguan keseimbangan pada susunan sel lensa oleh factor fisik dan
kimiawi sehingga kejernihan lensa berkurang.klien disarankan oleh dokter untuk
dilakukan tindakan pembedahan atau dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat
sampai ke titik di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari.klien jg mengalami
hiperglikemia karena panyakit diabetis yang dideritanya.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus, didiagnosis sejak kurang
lebih  1 tahun yang lalu.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Ada dari keluarga pasien yang menderita penyakit Diabetes Melitus /gejala-gejala
yang sama seperti yang diderita oleh pasien saat ini.

1.4. Pemeriksaan Fisik


a.    Pola fungsi kesehatan
1)      Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan :
Keuarga klien takut akan penyakit yang diderita klien, dan berharap agar bisa cepat sembuh
Penggunaan tembakau (bungkus/hari, pipa, cerutu, berapa lama, kapan berheti) : tidak
menggunakan tembakau
Alkohol : tidak mengkonsmsi alkohol
Alergi (obat-obatan, makanan, plster dll) : makanan
2)      Pola nutrisi dan metabolisme
Diet/suplemen khusus : tidak ada
Nafsu makan : menurun
Penurunan sensasi kecap, mual-muntah, stomatitis : mual muntah
Fluktuasi BB 6 bulan terakhir (naik/turun) : turun
Kesulitan menelan (disfagia) : disfagia
Gigi : Lengkap
Frekuensi makan : 1-2x sehari
Jenis makanan : nasi, sayur, buah-buahan
Pantangan/alergi : ikan
3)      Pola eliminasi
BAB :
Frekuensi : lebih dari 3x sehari
Warna : kuning
Waktu : tidak teratur
Konsistensi : cair
Kesulitan (diare, konstipasi, inkontinensia) : inkontinensia
BAK :
Frekuensi : lebih dari 8x perhari jika dalam keadaan kejang
Kesulitan : inkotinensia
4)      Pola aktivitas dan latihan
Kekuatan otot : penurunan kekuatan/tonus otot secara menyeluruh
Kemampuan ROM : ada keterbatasan rentang gerak
Keluhan saat beraktivitas : mudah lelah, dan lemas saat berktivitas
5)      Pola istirahat dan tidur
Lama tidur : 4-6 jam sehari
Waktu : malam
6)      Pola kognitif dan persepsi
Status mental : penurunan kesadaran
Bicara : aphasia ekspresif
Kemampuan memahami : tidak
Tingkt ansietas : berat
Penglihatan : pandangan kabur
Ketidaknyamanan/nyeri : nyeri kronik
7)      Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan klien tentang masalah kesehatan ini : klien merasa malu dan minder
8)      Pola peran hubungan
Pekerjaan : swasta
Sistem pendukung : keluarga
9)      Pola koping dan toleransi aktivitas
Hal yang dilakukan saat ada masalah : cerita dengan orang terdekat atau keluarga
Penggunaan obat untuk menghilangkan stress : ada
Keadaan emosi dalam sehari-hari : tegang
10)  Keyakinan dan kepercayaan
Agama : islam
Pengaruh agama dalam kehidupan : segala sesuatu dalam kehidupannya diserahkan pada
agamanya
1.      Pemeriksaan fisik
1)      Keadaan umum : tampak gelisah dan bingung
Penampilan umum : bersih dan rapi
Kliean tampak sehat/sakit/sakit berat : sakit
Kesadaran :
BB : 50 kg
TB  : 155 cm
2)      Tanda-tanda vital
TD : 150/ 110mmHg
ND : 90 x/i
RR :22 1x/i
S     : 36,5 derajat celcius
3)      Kulit
Warna kulit : tidak sianosis
Kelembapan : kering
Turgor kulit : elastic berkurang
Ada/tidaknya oedema :  ada oedema
4)      Kepala :
Inspeksi : rambut bersih
Palpasi :tidak Ada benjolan
5)      Mata
Inspeksi : kekeruhan, berkabut atau opak pada lensa mata. Pada inspeksi visual katarak
Nampak abu-abu atau putih susu. Pada inspeksi pada lampu senter, tidak timbul refeksi
merah.
Fungsi penglihatan : gangguan penglihatan
Ukuran pupil : pupil dilatasi
Konjungtiva : anemis
Sklera : putih
6)      Telinga
            Fungsi pendengaran :tidak ada  gangguan pendengaran
Kebersihan : bersih
Sekret : tidak ada
7)      Hidung dan sinus
Fungsi penciuman : baik
Pembegkakan : tidak ada         
Perdarahan : tidak ada
Kebersihan : bersih     
sekret : tidak ada
8)      Mulut dan tenggokan
Membran mukosa : kering
kebesihan mulut : bersih
Keadaan gigi : lengkap
Tanda radang : Lidah
Trismus :tidak ada
Kesulitan menelan : tidak ada, disfagia tidak ada
9)      Leher
Trakea : simetris
Kelenjar limfe : ada
Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran
10)  Thorak/paru
Inspeksi : dada simetris dan tidak  menggunakan otot bantu pernafasan
Perkusi :tidak  ada massa, dengan tidak adanya peningkatan produksi mukus
Auskulktasi : pernafasan stridor (ngorok)
11)  Jantung
Inspeksi : iktus kordis terlihat
12)  Abdomen
Inspeksi : simetris
Auskultasi : peristaltik usus
Palpasi : tidak ada benjolan atau massa, tidak ada ascites
13)  Ekstremitas
Ekstremitas atas : pergerakan  normal
Ekstremitas bawah : pergerakan  normal
ROM :
Kekuatan otot : penurunan kekuatan tonus otot
14)  Neurologis
Kesadaran (GCS) :
Status mental : penurunan kesadaran
Motorik : kejang
Sensorik : gangguan pada sistem penglihatan,mata kabur ,pengelihatan silau dan
gangguanpendengaran
Refleks fisiologis : mengalami penurunan terhadap respon stimulus

2. Diagnosa keperawatan

No Data Etiologi Masalah


1 DS: perdarahan intra Resio tinggi terhadap
-klien mengatakan pusing dan okuler(dikoreksi cidera  
penglihatannya kabur, penglihatan dengan dilator pupil)
kabur dirasakan sejak kurang lebih
1 tahun yang lalu.
-klien mengatakan bahwa dokter
menyarakan untuk dilakukan
tindakan yaitu dikoreksi dengan
dilator pupil.
DO:
- Pupil berwarna putih dan ada
dilatasi pupil
-nucleus pada lensa menjadi coklat
kuning, lensa menjadi opak, retina
sulit dilihat
2 DS: bedah pengangkatan Resiko tinggi
-klien mengatakan kesulitan melihat katarak terhadap infeksi
pada jarak jauh atau dekat,
pandangan ganda, susah melihat
pada malam hari.
-klien mengatakan bahwa dia juga
mnderita penyakit diabetis mellitus
DO:
- terdapat gangguan keseimbangan
pada susunan sel lensa oleh factor
fisik dan kimiawi sehingga
kejernihan lensa berkurang.
-Hiperglikemia
3 DS: gangguan Gangguan sensori
-klien mengatakan mengalami penerimaan persepsi(penglihatan)
penglihatan kabur. sensori/status organ
-Klien mengatakan mengalami indra penglihatan
penglihatan kabur, kesulitan melihat
dari jarak jauh ataupun dekat
DO:
- pupil berwarna putih dan ada
dilatasi pupil, nucleus pada lensa
menjadi coklat kuning, lensa
menjadi opak, retina sulit dilihat

Diagnosa keperawatan yang muncul


 Resio tinggi terhadap cidera   b/d perdarahan intra okuler(dikoreksi dengan dilator pupil)
 Resiko tinggi terhadap infeksi b/d bedah pengangkatan katarak
 Gangguan sensori persepsi(penglihatan) b/d gangguan penerimaan sensori/status organ
indra penglihatan

3. Intervensi

Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional


1 Resio tinggi Setelah Menunjukka Mandiri :
cidera  berhubu dilakukan n perubahan1.     Diskusikan apa 1.    Membantu
ngan dengan intervesi  sel perilaku, yang  terjadi pada megurangi rasa
perdarahan intra ama 3x24 pola hidup pasca dikoreksi takut an
okuler jam untuk tentang nyeri, meningkatkan
diharapkan menurunka pembatasan kerja sama  dalam
perdrahan faktor resiko aktivitas, pembatasan yang
intra okuler dan penampilan dan diperlukan
dapat segera untuk  melid balutan mata
diatasi ungi diri dari2.     Batasi aktivitas 2.     Menurunkan
cedera. seperti stres pada area
megerakkan pengikisan/menur
kepala tiba-tiba, unkan TIO
menggaruk mata,
membongkok
3.     Dorong napas
dalam batuk
untuk bershan 3.     Batuk
nafas berihan meningkatkan
paru TIO
4.     Pertahankan
perlindungan
mata sesuai 4.     Digunaknuntuk
indikasi melindungi dari
cedera dan
5.     Minta pasien menurunkan
untuk gerakan mata
membedakan 5.     Ketidak amanan
antara mungkin karena
ketidakyamanan prosedur
dan nyeri mata pembedahan,
tajam tiba-tiba, nyeri akut
selidiki menunjukkan TIO
kegelisaan,disorie dan atau
ntasi, gangguan perdarahan yang
balutan terjadi karena
regangan dan atau
tak diketahui
penyebabnya.

Kolaborasi:
1.    berikan obat
sesuai indikasi
·      antiemetik
contoh
proklorprazin ·       mual, muntah
dapat
meningkatkan
TIO, memerlukan
tindakan segera
untuk mencega
cedera okuler
·      asetazolamid(di·       diberikan untuk
omox) menurun TIO bila
terjadi
peningkatan,
membatasi kerja
enzim pada
produksi akueus
humor
·      analgesik ·       digunakan
contoh empirin untuk ketidak
dengam kodein, nyamanan ringan,
asetaminofen(tyn mencega gelisah
ol) yang dapat
mempengaruhi
TIO
2 Resiko tinggi Setelah -     Meningkat Mandiri
terhadap infeksi dilakukan kan 1.     Diskusikan 1.     Menurunkan
berhubungan intervesi  sel penyembuha pentingnya jumlah bakteri
dengan bedah ama 3x24 n luka tepat mencuci tangan pada tangan,
pengangkatan jam waktu sebelum mencega
katarak diharapkan -     bebas menyentu atau kontaminasi area
factor resiko drainase mengobati mata operasi
infeksi dapat purulen dan 2.     Gunakan atau 2.     Tehnik aseptic
diatasi eritema tunjukan tehnik menurunkan
yang tepat untuk resiko penyebaran
membersihkan bakteri dan
mata dari dalam kontaminasi
keluar dengan tisu silang
basah atau bola
kapas untuk tiap
usapan ganti
balutan dan
masukkan lensa
kontak bila
menggunakan
3.     Tekankan
pentingnya 3.     Mencegah
untuk  tidak kontaminasi dan
menyentuh atau kerusakan sisi
menggarut mata operasi
yang di operasi
4.     Obserpasi tanda
terjadinya infeksi4.     Infeksi mata
contah terjadi 2-3 hari
kemerahan, setelah prosedur
kelopak mata dan memerlukan
bengkak, drainase upaya intervensi
purulen. yang tepat
Kolaborasi:
1.    Berikan obat
sesuai indikasi
·      antibiotik(topica·       sediakan topical
l, perenteral, atau yang digunakan
subkunjungival) sevara profilaksis,
dimana
terapi lebih akresi
f diperlukan bila
terjadi infeksi.
Catatan steroid
mungkin
ditambahkan pada
antibiotic topical
bila pasien
mengalami
·      steroid implantasi.
·       Digunakan
untuk
menurunkan
implamasi
3 Gangguan Setelah -     Dapat Mandiri
sensori dilakukan meningkatka1.    Tentukann 1.    kebutuhan
persepsi(pengli intervesi  sel n ketajaman ketajaman individu dan
hatan) ama 3x24 penglihatan penglihatan, catat pilihan intervensi
berhubungan jam batas situasi apakah 1 atau 2 bervariasi sebab
dengan diharapkan individu mata terlibat kehilangan
gangguan gangguan -     Memperba penglihatan
penerimaan sensori iki potensi terjadi lambat dan
sensori/status persepsi bahaya progresif. Bila
organ indra dapat diatasi dalam bilateral tiap mata
penglihatan lingkunga dapat berlangjut
pada laju yang
berbeda tetapi
biasa nya hanya 1
mata diperbaiki
perprosedur.
2.    memberikan
peningkatan
2.    Orientasikan kenyamanan dan
pasien terhadap kekeluargaan,
lingkungan,stap, menurunkan cema
orang lain di area s dab disorientasi
nya pasca operasi
3.    terbangun dan
lingkungan tak
dikenal dan
mengalami
3.   Observasi tanda- tetbatasan
tanda dan gejala- penglihatan dapat
gejala mengakibatkan
disorientasi, bingung pada
pertahankan pagar orang tua.
tempat tidur Menurunkan
sampai benar- resiko jatuh bila
benar senbuh dari pasien bingung
anastesia atai tak kenal
ukuran tempat
tidur

4.    Memberikan
rangsangan
4.   Pendekatan dari sensori tepat
sisi yang tak terhadap isolasi
dioperasi , bicara, dan menurunkan
dan menyentuh bingung
sering, dorong
orang terdekat
tinggal dengan
pasien 5.    Gangguan
penglihatan atau
5.   Perhatikan iritasi dapat
tentang suram berakhir  1-2 jam
atau penglihatan setelah diberikan
kabur dan iritasi pengobatan tetapi
mata secara bertahap
menurunkan
dengan pengguna
an.
Catatan :
Iritasi local harus
dilaporkan ke
dokter tetapi
jangan hentikan
penggunaan obat
sementara
6.    Ingatkan pasien 6.    perubahan
menggunakan ketajaman dan
kacamata kedalaman
katarakyang persepsi dapat
tujuannya menyebabkan
memperbesar bingung
kurang lebih 25% penglihatan atau
penglihatan meningkatkan
perifer hilang dan resiko cedera
buta titik sampai pasien
mungkin ada belajar untuk
mengkompensasi.

4. Implementasi

No Diagnose Keperawatan Implementasi


1. Resiko tinggi Jam 08.00 wib
cidera  berhubungan dengan Mandiri :
perdarahan intra okuler 1.    Mendiskusikan apa yang  terjadi pada pasca
dikoreksi tentang nyeri, pembatasan aktivitas,
penampilan dan balutan mata
2.    Membatasi aktivitas seperti megerakkan kepala
tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok
3.    Mendorong napas dalam batuk untuk bershan nafas
berihan paru
4.    Mempertahankan perlindungan mata sesuai indikasi
5.    Meminta pasien untuk membedakan antara
ketidakyamanan dan nyeri mata tajam tiba-tiba,
selidiki kegelisaan,disorientasi, gangguan balutan
Kolaborasi:
1.    Memberikan obat sesuai indikasi
·      antiemetik contoh proklorprazin
·      asetazolamid(diomox)
2. Resiko tinggi terhadap Jam 08.00 wib
infeksi berhubungan dengan Mandiri
bedah pengangkatan katarak1.    Mendiskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum
menyentu atau mengobati mata
2.    Menggunakan atau tunjukan tehnik yang tepat
untuk membersihkan mata dari dalam keluar dengan
tisu basah atau bola kapas untuk tiap usapan ganti
balutan dan masukkan lensa kontak bila
menggunakan
3.    Menekankan pentingnya untuk  tidak menyentuh
atau menggarut mata yang di operasi
4.    Mengobserpasi tanda terjadinya infeksi contah
kemerahan, kelopak mata bengkak, drainase purulen.
Kolaborasi:
1.    Memberikan obat sesuai indikasi
·      antibiotik(topical, perenteral, atau subkunjungival)
·      Steroid
3. Gangguan sensori Jam 08.00 wib
persepsi(penglihatan) Mandiri
berhubungan dengan 1.        Menentukann ketajaman penglihatan, catat apakah
gangguan penerimaan 1 atau 2 mata terlibat
sensori/status organ indra 2.        Mengorientasikan pasien terhadap
penglihatan lingkungan,stap, orang lain di area nya
3.        Mengobservasi tanda-tanda dan gejala- gejala
disorientasi, pertahankan pagar tempat tidur sampai
benar-benar sembuh dari anastesia
4.        Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi , bicara,
dan menyentuh sering, dorong orang terdekat tinggal
dengan pasien
5.        Memperhatikan tentang suram atau penglihatan
kabur dan iritasi mata
6.        Mengingatkan pasien menggunakan kacamata
katarakyang tujuannya memperbesar kurang lebih

5. Evaluasi

No Diagnosa Keperawatan Evaluasi


1. Resiko tinggi Jam 12.00 wib
cidera  berhubungan dengan S:  klien meengatakan nyeri pasca dikoreksi sudah
perdarahan intra okuler berkurang.
O:  klien tampak rileks pasca dikoreksi,tetapi
aktivitas klien masih dibatasi,seperti terlalu banyak
menggerkkan kapala dan menggaruk mata
A: Masalah teratasi sebagian,aktivitas klien masih
dibatasi untuk melindungi mata pasca dikoreksi
P: Intervensi dilanjutkan
1.      Batasi aktivitas klien seperti megerakkan kepala
tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok
2.   Mempertahankan perlindungan mata sesuai indikasi
3.  Meminta pasien untuk membedakan antara
ketidakyamanan dan nyeri mata tajam tiba-tiba,
selidiki kegelisaan,disorientasi, gangguan balutan

2. Resiko tinggi terhadap Jam 12.00wib


infeksi berhubungan dengan S: Klien mengatakan dapat beristrahat dengan baik
bedah pengangkatan katarak tanpa terasa nyeri pasca operasi pengangkatan
katarak
O: klien dapat beristirahat dengan tenang dan lebih
rilek serta tidak terdapat tanda-tanda terjadinya
infeksi pada mata klien
A: Masalah klien teratasi sebagian,tidak terjadi
infeksi pada mata klien pasca operasi.
P: Intervensi dilanjutkan
1.      Tekankan pentingnya untuk  tidak menyentuh atau
menggarut mata yang di operasi
2.      obserpasi tanda terjadinya infeksi contah
kemerahan, kelopak mata bengkak, drainase purulen

3. Gangguan sensori Jam 12.00 wib


persepsi(penglihatan) S: klien mengatakan setelah dilakukan operasi
berhubungan dengan matannya sudah dapat melihat walaupun tanpa
gangguan penerimaan bantuan kaca mata katarak
sensori/status organ indra O: klien sudah dapat melihat benda-benda
penglihatan disekitarnya
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Katarak merupakan gangguan pada lensa mata akibat dari hidrasi lensa atau denaturasi
protein ataupun keduanya yang berjalan secara progresif. Katarak ini sering mengenai pada
orang-orang usia produktif dan juga pada orang yang sudah lanjut usia, hal ini mungkin
terjadi karena kurangnya pengetahuan terhadap hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
katarak seperti terkena pajanan sinar radiasi secara langsung dan berkala, trauma, penyakit
sistemik, adanya zat pathogen yang menginvasi dan juga kurangnya pengetahuan terhadap
bagaimana cara mencegahnya.

3.2 Saran

1. Tenaga kesehatan
Sebagai tim kesehatan agar lebih bisa meningkatkan pengetahuan tentang katarak
dan problem solving yang efektif dan juga sebaiknya kita memberikan informasi atau
health education mengenai katarak kepada para lansia yang utama.

2. Pemerintah
Untuk mengurangi angka kebutaan yang diakibatkan katarak, pemerintah sudah
mencanangkan program vision 2020 untuk menanggulangi kebutaan di Indonesia.
Dengan terus berputarnya waktu diharapkan pemerintah bisa mempercepat program
tersebut dengan pertimbangan semakin meningkatnya kebutaan yang diakibatkan
karena katarak.

3. Masyarakat
Masyarakat sebaiknya mengindari hal-hal yang dapat memicu terjadinya katarak
dan meningkatkan pola hidup yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA

American Academy Ophtalmology, Lens, And Cataract, Basis And Clinical Science Course,
Section 11. 2005-2006. Sanfransisco: p 21-32, 96-37, 153-154.

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Departmen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Rencana Strategis Nasional


Penanggunalangan Gangguan Penglohatan dan Kebutaan (PGPK) untuk mencapai
Vision 2020. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Khusus dan Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Gangguan Kesehatan Indera Penglihatan


dan Pendengaran. Analisis Data Morbiditas-Disabilitas, SKRT-SURKRSNAS 2001.
Sekretariat SURKESNAS: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Khusus dan Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Doenges, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Guyton and Hall. 1997. Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC

Ilyas, S. 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Ilyas, S. 2008. Ilmu Penyakit Mata. 3rd edition. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai