Anda di halaman 1dari 100

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI


HALUSINASI PENDENGARAN

OLEH

GUSTI AYU RATNA DEWI (183212866)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI

A. Kasus (Masalah Utama)


Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Definisi
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara,
bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu
(Hawari, 2014).
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera
tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem
penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh
dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat
menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan
kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang
hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution,
2013).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa
stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2015).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan.
Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa
kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima
indera tersebut (Izzudin, 2016).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang
salah (Stuart, 2017).
2. Etiologi
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena
panik, sterss berat yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial
menarik diri (Townsend, M.C, 2010).
a. Faktor pencetus :
1). Biologis
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologi
yang maladptif yang baru mulai dipahami.
2). Psikologis
Teori psikodinamik untuk terjadinya respon neurobiologik
yang maladaptif belum didukung oleh penelitian.
3). Sosio Budaya
Stres yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan
Skizoprenia dan gangguan psikotik lain tapi tidak diyakini
sebagai penyebab utama gangguan.
b. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi penyebab halusinasi adalah :
a). Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak
mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya
diri dan lebih rentan terhadap stress.
b). Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak
bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya
pada lingkungannya.
c). Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di
dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
d). Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab
mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini
berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju
alam hayal.
e). Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.
Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini.
c. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi,
perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian
individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2016).
Menurut Stuart (2010), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada
mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi
terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan perilaku.

c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor.
d. Rentang Respon Neurobiologis
Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awaldari
suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca
indra. Respon neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar
dari adaptif pikiran logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan
perilaku sesuai sampai dengan respon maladaptif yangmeliputi
delusi, halusinasi, dan isolasi sosial.
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-
norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu
tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah
akan dapat memecahkan masalah tersebut.Respon adaptif
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada
kenyataan.
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada
kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang
timbul dari pengalaman ahli.
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih
dalam batas kewajaran.
5) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan
orang lain dan lingkunganb.
b. Respon psikosossial Meliputi :
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang
menimbulkan gangguan.
2) Ilusiadalah miss interprestasi atau penilaian yang salah
tentang penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata)
karena rangsangan panca indra.
3) Emosi berlebih atau berkurang.
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang
melebihi batas kewajaran.
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain.
c. Respon maladapttif
Respon maladaptive adalah respon individu dalam
menyelesaikan masalah yangmenyimpang dari norma-norma
sosial budaya dan lingkungan, ada pun respon maladaptive
antara lain :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakinioleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau
persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang
timbul dari hati.Perilaku tidak terorganisirmerupakan
sesuatu yang tidak teratur.
4) Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain
dan sebagai suatu kecelakaan yang negative mengancam
(Damaiyanti,2012).
Rentang respon dapat digambarkan sebagai berikut: Rentang
respon neurobiologist Direj (2011):

Respon Adaptif : Respon Psikososial: Respon Maladaptif :


1. Pikiran logis 1. Kadang-kadang 1. Waham
2. Persepsi akurat proses piker 2. Sulit berespon
3. Emosi konsisten terganggu emosi
2. Ilusi
dengan pengalaman 3. Emosi berlebihan 3. Prilaku
4. Perilaku cocok 4. Perilaku yang tidak disorganisasi
5. Hubungan sosial biasa 4. Isolasi sosial
5. Menarik diri
harmonis

Rentang respon neurobiologist dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Respon Adaptif Respon


Adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma
social budayayang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut
dalam batas normal jika menghadapisuatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut , adapun bagian dari responadaptif
meliputi:
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada
kenyataan.
b. Persepsi Akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang
timbul dari pengalamanahli.
d. Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain.
2. Respon PsikososialRespon psikososial meliputi :
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
b. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap atau tingkah laku yang
melebihi batas kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain.
3. Respon Maladaptif
Respon Maladaptif adalah respon indivdu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial, budaya dan
lingkungan adapun respon maladaptive meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertaha
nkan walaupuntidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan
dengan kenyataan social.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan sesuatu yang tidak
teratur
e. Isolasi sosial Adela ipaya menghindari suatu hubungan
komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan
hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk
berbagi rasa, pikiran, dan kegaglan.
3. Patofisologi
Halusinasi pendengaran paling sering terdapat pada klien
Skizoprenia. Halusinasi terjadi pada klien skizoprenia dan gangguan
manik. Halusinasi dapat timbul pada skizofrenia dan pada psikosa
fungsional yang lain, pada sindroma otak organik, epilepsi (sebagai
aura), nerosa histerik, intoksikasi atropin atau kecubung, zat
halusinogenik dan pada deprivasi sensorik. klien yang mendengar
suara – suara misalnya suara Tuhan, iblis atau yang lain. Halusinasi
yang dialami berupa dua suara atau lebih yang mengomentari tingkah
laku atau pikiran klien. Suara– suara yang terdengar dapat berupa
perintah untuk bunuh diri atau membunuh orang lain.
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Herman, 2011):
a. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang,
kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus
pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di
sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik.
b. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan
menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba
untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan.
Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat
ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori
dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan
realita.
c. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan
terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini
klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor,
tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam
kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan
dengan orang lain.

d. Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika
klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap
perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1
orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

4. Manifestasi Klinis
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering
didapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah
tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau
menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang
menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang
halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).
Tingkatan halusinasi, menurut Stuart (2010), terdiri dari 4 fase :
Fase I : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas,
kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada
pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien
tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa
suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
Fase II : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien
mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak
dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan
tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan
tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah),
asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan realita.
Fase III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi
dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar
berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu
mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang
sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang
lain.
Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien
mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien
sangat membahayakan
5. Klasifikasi / Jenis Halusinasi
a. Halusinasi Visual
Pengelihatan bisa berbentuk seperti orang, binatang, atau tidak
berbentuk sinar kilat, bisa berwarna atau tidak berwarna.
b. Halusinasi Dengar
Bisa berupa suara manusia, hewan, mesin music, ataun kejadian
alam lainnya.
c. Halusinasi Penciuman
Bisa mencium bau khusus dimana orang lain tidak mencium
d. Halusinasi Pengecapan
Bisa mengecap/merasakan sesuatu ada yang enak atau tidak
e. Halusinasi Perabaan
Bisa merasakan suatu perabaan, sentuhan tiupan disinari, dipanasi
f. Halusinasi Kinestetik
Anggota badannya bergerak dalam suatu ruangan atau anggota
badannya bisa merasakan suatu gerakan seperti pada pasien
ambulasi
g. Halusinasi Vesceral
Seperti ada rasa – rasa tertentu yang terjadi di dalam organ tubuh
h. Halusinasi Histerik
Timbul pada neurosa histerik karena adanya konflik emosional
i. Halusinasi Hipnogogik
Sensori persepsi yang muncul setelah bangun tidur
j. Halusinasi Hipnopompik
Seperti halusinasi hipnogogik tetapi terjadi tepat sebelum
terbangun . disamping itu adapula pengalaman halusinatorik dalam
impian normal.
k. Halusinasi Perintah
Isinya menyuruh klien untuk melakukan sesuatu seperti bunuh diri,
mencabut tanaman, dll.(sumber: Azizah, 2011).
l. Halusinasi Seksual
Halusinasi ini termask halusinasi raba, penderita merasa di raba
dan diperkosa, sering pada skizofrenia dengan waham kebesaran
terutama mengenai organ-organ. (sumber: Azizah, 2011).

6. Tanda dan Gejala


1. Bicara senidir.
2. Senyum sendiri.
3. Tertawa sendiri.
4. Menggerakan bibir tanpa suara.
5. Poergerakan mata yang cepat.
6. Respon verbal yang lambat.
7. Menarik diri dari orang lain.
8. Berusaha untuk mengindari orang lain.
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan tekanan
darah.
11. Perhatian dengan lingkungan kurang atau beberapa detik.
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori .
13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
14. Ekspresi muka tegang.
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17. Tampak tremor dan berkeringat.
18. Perilaku panik.
19. Agitasi dan kataton.
20. Curiga dan bermusuhan.
21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22. Ketakutan.
23. Tidak dapat mengurus diri.
24. Biasanya terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang
(Damaiyanti, 2012).

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan
pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di
lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata,
kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi
baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar
atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila
akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di
beritahu tindakan yang akan di lakukan.Di ruangan itu hendaknya
di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan
mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya
jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan
dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan
sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati
agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang
di berikan.
c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah
yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya
halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada.
Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga
pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.

d. Memberi aktivitas pada pasien


Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan
ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan
memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun
jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang
data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam
proses keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di
ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang
mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu
tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan
menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas
yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga
pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan
saran yang di berikan tidak bertentangan.

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Proses keperawatan merupakan wahana/ sarana kerjasama dengan
klien, yang umumnya pada tahap awal peeran perawat lebih besar dari
pada peran klien, namun pada proses akhirnya diharapkan peran klien
lebih besar dari peran perawat, sehingga kemandirian klien dapat
dicapai. Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga
mutu pelayanan keperawatan menjadi optimal. Kebutuhan dan masalah
klien dapat diidentifikasi, diprioritaskan untuk dipenuhi, serta
diselesaikan. Dengan menggunakan proses keperawatan, perawat dapat
terhindar dari tindakan keperawatan yang bersifat rutin, intuisi, dan
tidak unik bagi individu klien (Direja, 2011) :
1) Pengumpulan Data
a) Identitas klien dan penanggung jawab
Pada identitas mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, status perkawinan, dan hubungan klien dengan
penanggung.
b) Alasan dirawat
Alasan dirawat meliputi: keluhan utama dan riwayat penyakit
keluhan utama berisi tentang sebab klien atau keluarga datang
kerumah sakit dan keluhan klien saat pengkajian. Pada riwayat
penyakit terdapat faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
Pada faktor predisposisi mencakup faktor yang mempengaruhi
jenis dan sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk
mengatasi stress (faktor pencetus/penyebab utama timbulnya
gangguan jiwa). Faktor presipitasi mencakup stimulus yang
dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman atau
tuntutan dan memerlukan energy ekstra untuk
mengatasinya/faktor yang memberat/ memperparah terjadinya
gangguan jiwa (Azizah, 2011).
c) Pemeriksaan fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ
tubuh /dengan cara observasi, auskultasi, palpasi, perkusi, dan
hasil pengukuran (Azizah, 2011).
d) Pengkajian psikososial:
1) Genogram
Genogram dapat dikaji melalui 3 jenis kajian (Azizah,
2011) yaitu :
a) Kajian Adopsi yang membandingkan sifat antara
anggota keluarga biologis/satu keturunan dengan
keluarga adopsi.
b) Kajian Kembar yang membandingkan sifat antara
anggota keluarga yang kembar identik secara genetic
dengan saudara kandung yang tidak kembar.
c) Kajian Keluarga yang membandingkan apakah suatu sifa
t banyak ke amaan antara keluarga tingkat pertama
(seperti orang tua, saudara kandung) dengan keluarga
yang jail.
2) Konsep diri
a) Citra Tubuh
Kumpulan sikap individu yang disadari terhadap
tubuhnya termasuk persepsi masa lalu/sekarang, peran
tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensial diri.
b) Ideal diri
Perspesi individu tentang bagaimana seharusnya ia
berprilaku berdasarkan standar aspirasi, tujuan atau nilai
personal tertentu.
c) Harga diri
Penelitian tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisa seberapa baik prilaku seseorang sesuai
dengan ideal dirinya. Harga diri tinggi merupakan
perasaan yang berakar dalam menerima dirinya tanpa
syarat, meskipun telah melakukan kesalahan, kekalahan
dan kegagalan, ia tetap merasa sebagai orang yang
penting dan berharga.
d) Penampilan peran
Serangkaian prilaku yang di harapkan oleh lingkungan
social berhubngan dengan fungsi individu diberbagai
kelompok sosial.
e) Identitas diri
Pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang
bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinabungan,
konsistensi dan keunikan individu (Azizah, 2011).
3) Hubungan social
Dalam setiap interaksi dengan klien, perawat harus
menyadari luasnya dunia kehidupan klien, memahami
pentingnya kekuatan sosial dan budaya bagi klien,
mengenal keunikan aspek ini dan menghargai perbedaan
klien. Berbagai faktor sosial budaya klien meliputi usia,
suku bangsa, gender, pendidikan, penghasilan dan sistem
keyakinan.
4) Spritual
Keberadaan individu yang mengalami penguatan kehidupan
dalam hubungan dengan kekuasaan yang lebih tinggi sesuai
nilai individu, komunitas dan lingkungan yang terpelihara
(Azizah, 2011).
e) Status mental
1) Penampilan
Area observasi dalam penampilan umum klien yang
merupakan karakteristik fisik klien yaitu penampilan usia,
cara berpakaian, kebersihan, sikap tubuh, cara berjalan,
ekspresi wajah, kontak mata, dilatasi/kontruksi pupil,
status gizi/keshatan umum (Azizah, 2011).
2) Pembicaraan
Cara berbicara digambarkan dalam frekuensi (kecepatan, ce
pat/lambat, volume (keras/lembut), jumlah (sedikit,
membisu, ditekan) dan karakternya seperti: gugup, kata-
kata bersambung serta aksen tidak wajar (Azizah, 2011).
3) Aktivitas motorik
Aktivitas motorik berkenan dengan gerakan fisik perlu
dicatat dalam hal tingkat aktivitas (letargik, tegang,
gelisah, agitasi), jenis (tik, seringai, tremor) dan isyarat
tubuh yang tidak wajar (Azizah, 2011).
4) Afek dan Emosi
Afek adalah nada perasaan yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan yang menyertai suatu pikiran dan
berlangsung relatif lama dan dengan sedikit komponen
fisiologis/fisik, seperti kebanggaan, kekecewaan.
Sedangkan alam perasaan (emosi) adalah manifestasi efek
yang ditampilkan/diekspresikan keluar disertai banyak
komponen fisiologis dan berlangsung (waktunya) relative
lebih singkat/spontan seperti sedih, ketakutan, putus asa,
khawatir atau gembira berlebihan (Azizah, 2011).
5) Interaksi selama wawancara
Jelaskan keadaan yang ditampilkan klien saat waawancara
seperti bermusuhan, tidak kooperatif, mudah tersinggung,
kontak mata kurang (tidak mau manatap lawan bicara),
defensive (selalu berusaha mempertahankan pendapat dan
kebenaran dirinya) atau curiga yang sering menunjukkan
sikap/perasaan tidak percaya pada orang lain (Azizah,
2011).
6) Persepsi-Sensorik
Persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas, hubungan,
perbedaan sesuatu, hal tersebut melalui proses mengamati,
mengetahui dan mengartikannya setelah panca indra
mendapatkan rangsangan.
a) Isi halusinasi yang dialami klien
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang
didengar, berkata apabila halusinasi yang dialami
adalah halusinasi pendengaran, atau bentuk bayangan
yang dilihat oleh klien bila halusinasinya Adela
halusinasi penglihatan, bau apa yang tercium untuk
halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap untuk
halusinasi pengecapan, atau merasakan apa yang
diraskan dipermukaan tubuh bila halusinasi perabaan.
b) Waktu dan Frekuensi Halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien
kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali
sehari, seminggu atau sebulan pengalaman halusinasi
itu muncul. Bila memungkinkan klien diminta
menjelaskan kapan persisnya waktu terjadi halusinasi
tersebut. Informasi ini penting untuk
mengidentifikasikan pencetus halusinasi dan
menentukan bila mana klien perlu diperhatikan saat
mengalami halusinasi.
c) Situasi Pencetus Halusinasi
Perawat mengidentifikasi situasi yang dialami klien
sebelum mengalami halusinasi. Ini dapat dikaji dengan
menanyakan kepada klien kejadian yang dialami
sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga
dapat mengobservasi apa yang dialami klien menjelang
muncul halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
d) Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah
mempengaruhi klien, bisa dikaji dengan menanyakan
apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami
pengalaman halusinasi. Apakah klien mampu
mengontrol stimulasi halusinasi atau sudah tidak
berdaya terhadap stimulasi.
2. Pohon Masalah

Effect Resiko tinggi perilaku kekerasan, Defisit Perawatan Diri

Gangguan persepsi sensori halusinasi


Core Problem

Causa Isolasi sosial

Gangguan konsep diri HDR

a. Masalah Keperawatan Yang Perlu Dikaji


1). Resiko tinggi perilaku kekerasan
a). Perilaku hiperaktif
b). Mudah tersinggung
c). Perilaku menyerang seperti panik
d). Ansietas
2). Gangguan sensori persepsi halusinasi
a) Berbicara, senyum, tertawa sendiri
b) Bertindak seolah-olah dipenuhi oleh sesuatu yang
menyenangkan
c) Tidak dapat memusatkan perhatian
d) Kehilangan kemampuan membedakan antara halusinasi
dengan realita
3). Isolasi sosial
a). Kesulitan berinteraksi dengan orang lain
b). Menarik diri
c). Kurangnya kontak mata dan komunikasi

3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan sensori persepsi halusinasi : pendengaran
b. Resiko perilaku kekerasan
c. Isolasi sosial
d. Harga diri rendah
4. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Hari/ Perencanaan
No. Diagnosa
Tgl / Intervensi Rasional
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi
Jam

1 2 3 4 5 6 7

Gangguan TUM : 1. Setelah …x 1. Bina hubungan saling percaya dengan Pembinaan hubungan saling percaya
Sensori Klien dapat interaksi klien menggunakan prinsip komunikasi merupakan dasar terjadinya komunikasi
Persepi : mengontrol menunjukkan tanda- terapeutik: terbuka sehingga mempermudah dalam
halusinasi halusinasi tanda percaya  Sapa klien dengan ramah, baik menggali masalah klien.
(lihat/dengar/ yang terhadap perawat : verbal maupun non verbal.
penghidu/rab Dialaminya.  Ekspresi wajah  Perkenalkan nama, nama
a/kecap). bersahabat. panggilan, dan tujuan perawat
 Menunjukkan berkenalan.
TUK 1 : rasa senang.  Tanyakan nama lengkap dan nama
Klien dapat  Ada kontak mata. panggilan kesukaan klien.
membina  Mau berjabat  Buat kontrak yang jelas.
hubungan tangan.  Tunjukkan sikap jujur dan
saling percaya  Mau menepati janji setiap kali interaksi.
dengan menyebutkan  Tunjukkan sikap empati dan
perawat. nama. menerima klien apa adanya.
 Mau menjawab  Beri perhatian dan perhatikan
salam. kebutuhan dasar klien.
 Klien mau duduk  Tanyakan perasaan klien dan
berdampingan masalah yang dihadapi klien.
dengan perawat.  Dengarkan dengan penuh perhatian
 Bersedia ekspresi perasaan klien.
mengungkapkan
masalah yang
dihadapi.
TUK 2 : 2. Setelah …x interaksi 1. Adakan kontrak sering dan singkat Dengan kontak sering dan
Klien dapat klien menyebutkan : secara bertahap. singkatdiharapkan klien dapat
mengenal  Isi. 2. Observasi tingkah laku klien terkait mengurangi halusinasinya.
halusinasinya.  Waktu. dengan halusinasinya (halusinasi
 Frekuensi. lihat/dengar/penghidu / raba/ kecap), Untuk mengetahui jenis halusinasi klien

 Situasi dan jika menemukan klien yang sedang serta dapat untuk mengarahkan klien

kondisi yang halusinasi : didalam mengenal halusinasinya

menimbulkan  Tanyakan apakah klien sampai klien benar-benar menyadari

halusinasi. mengalami sesuatu (halusinasi bahwa dirinya sedang mengalami


lihat/dengar/penghidu/raba/kecap) halusinasi yang sangat memerlukan
. bantuan perawat.
 Jika klien menjawab ya, tanyakan
apa yang sedang dialaminya. Dengan mengetahui isi, waktu, frekuensi
 Katakanbahwa perawat percaya terjadinya halusinasi dan situasi dan
klien mengalami hal tersebut, kondisi yang menimbulkan
namun perawat sendiri tidak halusinasi sehingga nanti dapat
mengalaminya (dengan nada membantu klien dalam mengatasi
bersahabat tanpa menuduh atau halusinasinya.
menghakimi).
 Katakanbahwa ada klien lain yang
mengalami hal yang sama.
 Katakanbahwa perawat akan
membantu klien.
Jika klien tidak sedang berhalusinasi
klarifikasi tentang adanya
pengalaman halusinasi. Diskusikan
dengan klien:
 Isi, waktu, dan frekuensi
terjadinya halusinasi (pagi, siang,
sore, malam, atau sering dan
kadang-kadang).
 Situasi dan kondisi yang
menimbulkan atau tidak
menimbulkan halusinasi.
2. Setelah … x 3. Diskusikan dengan klien apa yang Untuk menentukan fase dari halusinasi
interaksi, klien dirasakan jika terjadi halusinasi dan klien terkait dengan perasaan klien
menyatakan perasaan beri kesempatan untuk saat berhalusinasi dan dan tindakan
dan responnya saat mengungkapkan perasaannya. apa yang dapat dilakukan untuk
mengalami halusinasi : 4. Diskusikan dengan klien apa yang mengatasi halusinasinya.
 Marah. dilakukan untuk mengatasi masalah
 Takut. tersebut.
 Sedih. 5. Diskusikan tentang dampak yang akan

 Senang. dialaminya bila klien menikmati

 Cemas. halusinasinya.

 Jengkel.
TUK 3 : 3.1 Setelah … x 1. Identifikasi bersama klien cara atau Untuk mengetahui kemampuan klien
Klien dapat interaksi klien tindakan yang dilakukan jika terjadi dalam mengontrol halusinasinya
mengontrol menyebutkan halusinasi (tidur, marah, apakah sudah adaptif agar klien tidak
halusinasinya. tindakan yang menyibukkan diri, dll). terus larut dalam halusinasinya.
biasanya dilakukan 2. Diskusikan cara yang digunakan klien :
untuk  Jika cara yang digunakan adaptif,
mengendalikan beri pujian.
halusinasinya.  Jika cara yang digunakan
3.2 Setelah … x maladaptive, diskusikan kerugian Dengan memberikan dan
interaksi klien tersebut. mendemontrasikan cara-cara baru dalam
menyebutkan cara 3. Diskusikan cara baru untuk memutus / mengotrol halusinasinya diharapkan
baru mengontrol mengontrol timbulnya halusinasi. nantinya klien mampu untuk mengatasi
halusinasi.  Katakan pada diri sendiri bahwa sendiri saat halusinasinya muncul
3.3 Setelah … x ini tidak nyata (“saya tidak mau kembali dan mengetahui apa yang harus
interaksi klien dengar/lihat/penghidu/raba/kecap dilakukan oleh klien untuk mengontrol
dapat memilih dan pada saat halusinasi terjadi). halusinasinya.
memperagakan cara  Menemui orang lain (perawat/
mengatasi teman/anggota keluarga) untuk
halusinasi menceritakan tentang
(dengar,lihat, halusinasinya.
penghidu, raba,  Membuat dan melaksanakan
kecap). jadwal kegiatan sehari-hari yang
3.4 Setelah … x telah disusun.
interaksi klien  Meminta keluarga/teman/perawat
melaksanakan cara menyapa jika sedang
yang telah dipilih berhalusinasi.
untuk 4. Bantu klien memilih cara yang sudah
mengendalikan dianjurkan dan latih untuk Dengan melakukan kegiatan terapi
halusinasinya. mencobanya. aktivitas kelompok diharapkan klien
3.5 Setelah … x 5. Beri kesempatan untuk melakukan cara dapat mengungkapkan tentang
interaksi klien yang sudah dipilih atau dilatih. halusinasinya dan mempunyai kesibukan
mengikuti terapi 6. Pantau pelaksanaan yang sudah dipilih dan mengurangi munculnya halusinasi.
aktivitas kelompok. dan dilatih, jika berhasil beri pujian.
7. Anjurkan klien mengikuti terapi
aktivitas kelompok, orientasi realita,
stimulasi persepsi.
TUK 4 : 4.1 Setelah … x 1. Buat kontrak dengan keluarga untuk Melalui pendidikan kesehatan terhadap
Klien dapat pertemuan pertemuan. keluarga klien diharapkan nantinya
dukungan dari keluarga, keluarga 2. Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga dapat mengetahui tentang
keluarga dalam menyatakan setuju pertemuan keluarga/ kunjungan halusinasi, tanda dan gejalanya serta
mengontrol untuk mengikuti rumah). cara-cara mengatasi halusinasinya
halusinasinya pertemuan dengan  Pengertian halusinasi. dan pengobatannya sehingga
perawat  Tanda dan gejala halusinasi. keluarga dapat merawat klien
4.2 Setelah … x  Proses terjasinya halusinasi. dengan halusinasi di rumah dalam
interaksi keluarga  Cara yang dapat dilakukan klien hal ini klien dapat dukungan
menyebutkan dan keluarga untuk memutuskan keluarga demi kesembuhan klien.
pengertian, tanda halusinasi.
dan gejala, proses  Obat-obatan halusinasi.
terjadinya  Cara merawat anggota keluarga
halusinasi, dan yang halusinasi dirumah (beri
tindakan untuk kegiatan, jangan biarkan sendiri,
mengendalikan makan bersama, bepergian
halusinasi. bersama, memantau obat-obatan
dan cara pemberiannya untuk
mengatasi halusinasi).
 Beri informasi waktu kontrol ke
rumah sakit dan bagaimana cara
mencari bantuan jika halusinasi
tidak dapat diatasi dirumah.
TUK 5 : 5.1 Setelah … x 1. Diskusikan dengan klien tentang Diharapkan nantinya klien dapat
Klien dapat interaksi klien manfaat dan kerugian tidak minum merasakan pentingnya obat jiwa bagi
memanfaatkan menyebutkan : obat, nama, warna, dosis, cara, efek kesembuhan klien dalam mengontrol
obat dengan  Manfaat minum terapi, dan efek samping penggunaan perasaannya dan berkeinginan untuk
baik. obat. obat. berobat secara kontinu serta klien
 Kerugian tidak 2. Pantau klien saat penggunaan obat. sendiri dapat mengatur sendiri obat-
minum obat. 3. Beri pujian jika klien menggunakan obat yang harus diminum disamping
 Nama, warna, obat dengan benar. diperlukan juga peran keluarga
dosis, efek terapi 4. Diskusikan akibat berhenti minum obat sebagai pendamping dalam minum
dan efek samping tanpa konsultasi dengan dokter. obat.
obat. 5. Anjurkan klien untuk konsultasi
5.2 Setelah … x kepada dokter/ perawat jika terjadi
interaksi klien hal-hal yang tidak diinginkan.
mendemonstrasikan
penggunaan obat
dengan benar.
5.3 Setelah … x
interaksi klien
menyebutkan akibat
berhenti minum
obat tanpa
konsultasi dokter.
5. Implementasi Berdasarkan SP
Pasien Keluarga
SP 1: SP 1:
1. Mengidentifikasi halusinasi 1. Mengidentifikasi masalah klg
meliputi jenis, isi, waktu dlm mearawat pasien
terjadi, frekuensi, respon, 2. Menjelaskan proses terjadinya hal
pencetus terjadinya halusinasi 3. Cara merawat
2. Mengajarkan cara 4. Bermai peran cara merawat
mengontrol dengan Jadwal kegiatan
menghardik
3. Membuat jadwal kegiatan
SP 2: SP 2:
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Evaluasi SP 1
2. Mengajarkan cara mengontrol
dengan minum obat sesuai 2. Latihan keluarga merawat pasien
prinsip 6 benar jadwal
3. Membuat ke dalam jadwal
kegiatan
SP 3: SP 3:
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Evaluasi sp 2
2. Mengajarkan cara 2. latih keluarga merawat pasien
mengontrol dengan 3. evaluasi kemampuan keluarga
bercakap-cakap 4. evaluasi kemampuan pasien
3. Membuat ke dalam jadwal 5. RTL keluarga (follow up, rujukan)
kegiatan
SP 4: SP 4:
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
2. Mengaarkan cara
mengontrol dengan
melakukan kegiatan
3. Membuat ke dalam jadwal
kegiatan
6. Evalusasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi
proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melakukan tindakan,
evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan
antara respon klien dan tujuan khsus serta umum yang telah ditentukan
(Direja, 2011).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP
sebagai pola pikir:
S: Respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Dapat dilakukan dengan menanyakan langsung
kepada klien tentang tindakan yang telah dilakukan.
O: Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien
pada saat tindakan dilakukan, atau menanyakan kembali apa yang
telah dilaksanakan atau memberi umpan balik sesuai dengan hasil
observasi.
A: Analisis ulang atas data subyektif dan obyektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masaah
baru atau ada data kontra indikasi dengan masalah yang ada,
dapat juga membandingkan hasil dengan tujuan.
P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada
respon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan perawat.
Pada klien dengan gangguan persepsi sensori: Halusinasi, evaluasi
keperawatan yang diharapkan sebagai berikut:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
2) Klien dapat mengenal halusinasinya
3) Klien dapat mengontrol halusinasinya
4) Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasinya
5) Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
DAFTRAR PUSTAKA

Azizah, M.L.2011.Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik


Klinik.Yogyakarta;Graha Ilmu

Herman, Ade.2011.Buku Ajar Asuhan Keperawatan


Jiwa.Yogyakarta;Medical Book

Izzudin. (2016). Analisis Pengaruh Faktor Personality terhadap Asuhan


Keperawatan pada Perawat Rawat Inap RSJ dr. Amino Gondohutomo
Semarang.

Kusumawati Farida, Hartono Yudi. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.


Jakarta : Salemba Medika

Maramis, W.F.2010.Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.Surabaya;Arilangga

Nasution, S. S. (2013). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan


Perubahan sensoro Persepsi : Halusinasi.

Stuart, Gail W. (2010) Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta :


EGC

Surya Direja, Ade Herman. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta : Nuha Medika.
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Tn. D
DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN GANGGUAN PERSEPSI
SENSORI HALUSINASI DI RUANG SANDAT RUMAH SAKIT JIWA
PROVINSI BALI TANGGAL 4-9 JANUARI 2021

Kasus
Seorang laki-laki usia 40 tahun dirawat di RSJ sejak seminggu yang lalu
karena sering berbicara sendiri sejak istrinya meninggal. Hasil pengkajian
didapatkan data bahwa klien tampak berbicara sendiri, senyum sendiri dan
sering memiringkan telinga kearah suara serta tidak mau berinteraksi dengan
orang lain.

IDENTITAS KLIEN

Nama : Tn. D Tanggal Dirawat : 28/12/2021

Umur : 40 TH Tanggal Pengkajian : 04/01/2021

Pendidikan : Lulus SMA

Agama : Hindu Ruang Rawat : Sandat

Status : Sudah Menikah

Pekerjaan : Wiraswasta

JenisKel. : Laki-Laki

No RM : 610492
ALASAN MASUK

a. Data Primer
Keluarga pasien mengatakan sebelum masuk RSJ, pasien sering berbicara
sendiri, tersenyum sendiri dan kerap kali memiringkan telinga ke arah
suara dan tidak mau berinteraksi.

b. Data Sekunder
Pasien terlihat tampak berbicara sendiri, kerap tersenyum sendiri dan
sering memiringkan telinga ke arah serta tidak mau di ajak berinteraksi.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG dan FAKTOR PRESIPITASI

a. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke RSJ Provinsi Bali pada tanggal 28 Desember 2020.


Pasien dibawa ke Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali oleh keluarganya.
Menurut informasi yang didapatkan melalui keluarga pasien, pasien
dibawa ke RSJ dikarenakan keluarga pasien sering melihat pasien dengan
keadaan berbicara sendiri, tersenyum tanpa alasan, memiringkan telinga
kearah suara dan tidak mau berinteraksi dengan siapapun. Setelah
dilakukan pengkajian, keluarga pasien mengatakan bahwa pasien telah
kehilangan istrinya sekitar 2 minggu yang lalu.

b. Faktor presipitasi

Setelah dilakukan pengkajian, pasien terlihat sering berbicara sendiri,


tertawa secara sendiri tanpa sebab, memiringkan telinga kearah sumber
suara dan tidak mau berinteraksi.

FAKTOR PREDISPOSISI

1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu

Ya √ Tidak
2. a. Penah mengalami penyakit fisik (termasuk gangguan tumbuh kembang)

Ya √ Tidak

b. Pernah ada riwayat NAPZA


Narkotika Zat aditif

Penyalahgunaan psikotropika √
Tidak

c. Riwayat trauma

No. Riwayat Trauma Usia Pelaku Korban Saksi

1. Aniaya fisik - - - -

2. Aniaya seksual - - - -

3. Penolakan - - - -

4. Kekerasan dalam - - - -
keluarga

5. Tindakan kriminal - - - -

Penjelasan: -

Masalah/Diagnosa keperawatan : -

3. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan (peristiwa kegagalan,


kematian, perpisahan)
Bila Ya jelaskan: menurut informasi dari keluarga pasien, pasien sudah
kehilangan istrinya sejak 2 minggu yang lalu.

Masalah/ Diagnosa Keperawatan : Kehilangan


RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
1. Anggota keluarga yang gangguan jiwa?
Ada √ Tidak

Kalau ada :

Hubungan keluarga :-

Gejala :-

Riwayat pengobatan :-

Masalah / Diagnosa Keperawatan : -

PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal : 21 Oktober 2020
1. Keadaan umum : Composmentis
2. Tanda vital :
TD : 120/70 mmHg
N : 80x/m
S : 36,20 C
3. Ukur : BB: 70kg TB : 173 cm
(✓) Turun
( ) Naik
4. Keluhan Nyeri:
( ) Nyeri : Ringan (1,2,3),Sedang(4,5,6), Berat terkontrol (7 8 9),
Berat tidak terkontrol (10) (Standar JCI)
Ya :
P=
Q=
R=
S=
T=
Tidak
( ) Keluhan lain
( ) Tidak ada keluhan
Jelaskan:-
Masalah / DiagnosaKeperawatan : -

PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL ( sebelum dan sesudah sakit)

1. Genogram :

Keterangan gambar :

Laki-laki :

Perempuan :

Pasien :

Perkawinan :

Keturunan :

Meninggal dunia:

Tinggal serumah:
Penjelasan : Pasien tinggal terpisah dengan orang tua dan kakak pasien.
Pasien merupakan anak ke-2 dari 2 bersaudara. Pasien memiliki 2 anak
laki-laki, anak pertama berumur 20 tahun dan anak ke-2 berumur 18
tahun.

2. Konsep Diri

a. Citra Tubuh

Saat ditanya citra diri (persepsi klien terhadap tubuhnya adalah bagian
tubuh yang disukai dan tidak disukai), pasien mengatakan menyukai
seluruh anggota tubuhnya.
b. Identitas

Saat ditanya identitas diri, Pasien dapat menyebutkan identitas dirinya


(nama, umur, alamat). Pasien mengatakan setiap harinya sebagai kepala
keluarga yang harus mencari nafkah.

c. Peran Diri
Saat ditanya mengenai peran diri (tugas dalam keluarga), pasien
mengatakan mempunyai tanggung jawab sebagai kepala keluarga.
d. Ideal Diri

Saat ditanya mengenai ideal diri (harapan terhadap penyakitnya, terhadap


tubuh, keluarganya), pasien mengatakan ingin segera pulang berkumpul
dengan anak-anaknya.

e. Harga Diri

Saat ditanya mengenai harga diri (penilaian orang lain terhadap dirinya)
Pasien mengatakan merasa sedih karena tidak dapat menjalankan perannya
sebagai ayah dan seorang suami.

Diagnosa kerawatan: Tidak ada masalah

1. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti/terdekat:
Saat ditanya orang yang berarti (tempat mengadu, bercerita), pasien
mengatakan Orang yang berarti dan paling dekat dengan pasien adalah
istrinya, namun sekarang istrinya sudah meninggal

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat:


Saat ditanya kegiatan kelompok (kelomok dan kegiatan yang diikuti),
Pasien mengatakan Sebelum istrinya meninggal, pasien sering
bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat seperti datang jika ada
kegiatan di rumah warga dan sering mengikuti gotong royong. Namun
sejak istrinya meninggal, pasien tidak pernah bersosialisasi lagi.

c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain:


Pasien mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan
orang lain. Namun saat istri pasien meninggal, pasien mengaku sulit
dalam berinteraksi atau berhubungan langsung dengan orang lain.

Masalah / DiagnosaKeperawatan : Isolasi Sosial

2. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Pasien mengatakan percaya dengan adanya Sang Hyang Widhi dan
agama yang dianut pasien adalah agama Hindu. Namu saat kehilangan
istrinya, pasien tidak percaya dengan adanya Sang Hyang Widhi.

b. Kegiatan ibadah
Pasien mengatakan sering sembahyang dan datang ke pura setiap ada
upacara agama. Namun sejak istri pasien meninggal pasien jarang
melakukan sembahyang.

Masalah / DiagnosaKeperawatan : Tidak ada masalah

STATUS MENTAL
1. Penampilan
Tidak rapi
 Penggunaan pakaian tidak sesuai
 Cara berpakaian tidak sesuai fungsinya

Jelaskan : Penampilan pasien terlihat tampat tidak rapi, berantakan dan


kotor.
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Defisit perawatan diri

2. Pembicaraan
Cepat
 Keras
 Gagap
 Apatis
 Lambat
 Membisu
 Tidak mampu memulai pembicaraan
 Lain-lain

Jelaskan: Pasien tampak berbicara cepat saat berbicara sendiri.

Masalah / Diagnosa Keperawatan : Tidak ada masalah

3. Aktifitas Motorik/Psikomotor
Kelambatan :
 Hipokinesia, hipoaktifitas
 Katalepsi
 Sub stupor katatonik
 Fleksibilitasserea
Jelaskan : -

Peningkatan :
 Hiperkinesia, hiperaktifitas
 Gagap
 Stereotipi
 Gaduh gelisah katatonik
 Mannarism
 Katapleksi
 Tik
 Ekhopraxia
 Command automatism
 Grimace
 Otomatisma
 Negativisme
 Reaksikonversi
 Tremor
 Verbigerasi
 Berjalan kaku/rigid
 Kompulsif : sebutkan
Jelaskan: -
Masalah / Diagnosa Keperawatan : -

4. Afek dan Emosi


Pertanyaan :
- Bagaimana perasaan anda akhir akhir ini ?
- Jika tidak ada respon, lanjutkan dengan pertanyaan :
Bagaimana perasaan anda snang apa sedih ?
- Jika pasien tampak sedih, tanyakan : bagaimana sedihnya ? Dapatkah
anda menceritakannya ?
- Jika pasien menunjukkan gambaran depresi, lanjutkan dengan
pertanyaan:
- Bagaimana dengan masa depanmu? Apakah anda benar-benar tidak
punya harapan?
- Jika “ya” Lanjutkan dengan : Bukankah hidup ini berharga?
- Lanjutkan dengan pertanyaan : adalah keinginan untuk bunuh diri?
a. Afek
 Adekuat
 Tumpul
 Dangkal/datar
 Inadekuat
Labil
 Ambivalensi

Jelaskan: Saat dilakukan pengkajian, pasien tampak menunjukan


ekspresi mendengar sesuatu, respon, emosional pasien sudah stabil,
pasien tenang saat dilakukan interaksi.

Masalah / Diagnosa Keperawatan : Tidak ada masalah

b. Emosi
Merasa Kesepian
 Apatis
 Marah
 Anhedonia
 Eforia
 Cemas (ringan, sedang, berat, panic)
 Sedih
 Depresi
 Keinginan Bunuh Diri
Jelaskan: Saat dilakukan pengkajian, pasien terlihat kesepian sejah
ditinggal istrinya
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Tidak ada masalah

5. Interaksi selama wawancara


 Bermusuhan
 Tidak kooperatif
 Mudah tersinggung
Kontak mata kurang
 Defentif
 Curiga
Jelaskan: Saat dilakukan pengkajian, pasien tampak mampu menjawab
semua pertanyaan yang diajukan dengan sesuai/baik, kontak mata
dengan perawat kurang, pasien cenderung menatap kedepan padahal
perawat bearada di sampingnya, Pembicaraan pasien keheranan saat
ditanyai, kadang pasien terdiam sebentar seperti mendengar sesuatu.
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Tidak ada masalah

6. Pesepsi – Sensorik
Pertanyaan pada pasien :
- Apakah ada sering mendengar suara saat tidak ada orang atau saat
tidak ada orang yang berbicara?
- ATAU : Apakah anda mendengar suara orang yang tidak dapat anda
lihat.
- Jika : ‘ya”
- Apakah itu benar suara yang datang dari luar kepala anda atau dalam
pikiran anda.
- Apa yang dikatakan oleh suara itu?
- Berikan contohnya, apa yang anda dengar hari ini atau kemarin

Halusinasi

Pendengaran

 Penglihatan
 Perabaan
 Pengecapan
 Penciuman
 Kinestetik
 Visceral
 Histerik
 Hipnogogik
 Hipnopompik
 Perintah
 Seksual

Ilusi
Ada
 Tidak ada

Depersonalisasi
Ada
Tidak ada

Derealisasi

 Ada
Tidak ada
Jelaskan: -
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Halusinasi pendengaran

7. Proses Pikir
Pertanyaan :
a. Pernahkah anda percaya bahwa seseorang atau suatu kekuatan di luar
anda memasukkan buah pikiran yang bukan milik anda ke dalam
pikiran anda, atau menyebabkan anda bertindak tidak seperti biasanya
?
b. Pernahkah anda percaya bahwa anda sedang dikirimi pesan khusus
melalui TV, radio atau Koran, atau bahwa ada seseorang yang tidak
anda kenal secara pribadi tertarik pada anda ?
c. Pernahkah anda percaya bahwa seseorang sedang membaca pikiran
anda atau bisa mendengar pikiran anda atau bahkan anda bisa
membaca dan mendengar yang sedang dipikirkan oleh orang lain ?
d. Pernahkah anda percaya bahwa seseorang sedang memata matai anda,
atau seseorang telah berkomplot melawan anda atau mencederai anda ?
e. Apakah keluarga atau teman anda pernah menganggap keyakinan anda
aneh atau tidak lazim ?
Arus Pikir
 Koheren
 Inkoheren
 Sirkumtansial
 Neologisme
 Tangensial
 Logorea
 Kehilangan asosiasi
 Bicara lambat
 Flight of idea
Bicara cepat
 Irrelevansi
 Min kata – kata
 Blocking
 Pengulangan Pembicaraan/perseverasi
 Afasia
 Asosiasi bunyi
Jelaskan: Pasien berbicara cepat
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Tidak ada masalah

Isi Pikir
 Obsesif
 Ekstasi
 Fantasi
 Alienasi
 Pikiran Bunuh Diri
 Preokupasi
Pikiran Isolasi Sosial
 Ide yang terkait
 Pikiran Rendah diri
 Pesimisme
 Pikiran magis
 Pikiran curiga
 Fobia, sebutkan
 Waham:
 Agama
 Somatik/hipokondria
 Kebesaran
 Kejar/curiga
 Nihilistik
 Dosa
 Sisip pikir
 Siar pikir
 Kontrol pikir
Jelaskan: Pasien tidak mau berinteraksi dengan orang lain
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Tidak ada masalah
 Gangguan proses pikir :
 Lain-lain, jelaskan

8. Kesadaran
 Menurun :
Composmentis
 Sopor
 Apatis/sedasi
 Subkoma
 Somnolensia
 Koma
 Meninggi
 Hipnosa
 Disosiasi
 Gangguan perhatian

Jelaskan: -
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Tidak ada masalah

9. Orientasi
Waktu

Tempat
Orang
Jelaskan: Pasien menyadari bahwa dirinya berada di RSJ, pasien
mampu menginggat nama temennya di RSJ yang sudah di ajak
berkenalan.
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Tidak ada masalah

10. Memori
 Gangguan daya ingat jangka panjang ( > 1 bulan )
 Gangguan daya ingat jangka pendek ( 1 hari - 1 bulan )
 Gangguan daya ingat saat ini ( < 24 jam )
 Amnesia
 Paramnesia
 Konfabulasi
 Dejavu
 Jamaisvu
 Fause reconnaissance
 Hiperamnesia
Jelaskan: Pasien mengatakan memori ingatannya masih baik tidak ada
gangguan ingatan dalam jangka panjang dan pendek untuk saat ini.
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Tidak ada masalah
11. Tingkat konsentrasi dan berhitung
 Mudah beralih
Tidak mampu berkonsentrasi
 Tidak mampu berhitung sederhana
Jelaskan: Pasien tidak mampu berkonsentrasi saat berhitung maupun
berinteraksi.
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Tidak ada masalah

12. Kemampuan penilaian


Gangguan ringan
 Gangguan bermakna
Jelaskan: Pasien dapat melakukan kegiatan sehari-hari seperti makan
dan minum (jika diberikan pertanyaan misal: Apakah mau mandi dulu
apa mau makan dulu).
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Gangguan proses pikir
 Gangguan proses pikir : (jelaskan)

13. Daya titik diri


 Mengingkari penyakit yang diderita
 Menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Jelaskan: Pasien menyadari dengan penyakit yang di deritannya.
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Tidak ada masalah
 Gangguan proses pikir : -

KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Makan
Mandiri
 Bantuan Minimal
 Bantuan total
Jelaskan: Pasien makan 3x/hr, yaitu pagi, siang, malam hari secara
mandiri.
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Tidak ada masalah.

2. BAB/BAK
Mandiri

 Bantuan Minimal
 Bantuan total
Jelaskan: Pasien BAB 1x/hr, BAK 5x/hr, secara mandiri.
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Tidak ada masalah.

3. Mandi
Mandiri
 Bantuan Minimal
 Bantuan total

4. Sikat gigi
Mandiri
 Bantuan Minimal
 Bantuan total

5. Keramas
Mandiri
 Bantuan Minimal
 Bantuan total
Jelaskan: Pasien mampu melakukan mandi, sikat gigi, dan keramas secara
mandiri tanpa bantuan perawat.
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Tidak ada masalah.
6. Berpakaian/berhias
Mandiri
Bantuan Minimal
 Bantuan total
Jelaskan: Pasien tidak mampu berpakaian/berias secara mandiri tanpa
bantuan perawat
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Tidak ada masalah.

7. Istirahat dan tidur


 Tidur Siang, Lama : 1 s/d 3 jam
 Tidur Malam, Lama : 7 s/d 8 jam
 Aktifitas sebelum/sesudah tidur : Gososok gigi, Minum air putih.
Jelaskan : pasien mendapatkan tidur siang hari sebanyak 1s/d 3 jam, pada
malam harinya, pasien tidur selama 7s/d 8 jam. Aktivitas yang dilakukan
pasien saat sebelum tidur adalah mengososok gigi dan setelah bangun tidur
adalah minum air putih.
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Tidak ada masalah.

8. Penggunaan obat
Bantuan Minimal
 Bantuan total
Jelaskan: Bantuan obat minimal untuk membantu pasien mengontrol
halusinasi pasien.
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Tidak ada masalah.
9. Pemeliharaan kesehatan

Ya Tidak
Perawatan Lanjutan

Sistem pendukung ✓

Keluarga ✓

Terapis ✓

Teman sejawat

Kelompok sosial

Jelaskan : Agar terciptanya pengobatan yang berhasil.


Masalah / Diagnosa Keperawatan : Tidak ada masalah

10. Aktifitas dalam rumah

Ya Tidak

Mempersiapkan makanan

Menjaga kerapihan rumah ✓

Mencuci pakaian

Pengaturan keuangan

11. Aktifitas di luar rumah

Ya Tidak

Belanja ✓

Transportasi ✓

Lain-lain - -

Jelaskan : Pasien mengatakan lebih senang melakukan aktivitas di luar


ruangan.
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Tidak ada masalah

MEKANISME KOPING

Adaptif Maladaptif
 Bicara dengan orang lain  Minum alkhohol
 Mampu menyelesaikan  Reaksi lambat/berlebihan
masalah  Bekerja berlebihan
 Teknik relaksasi ✓ Menghindar
✓ Aktifitas konstruktif  Menciderai diri
 Olah raga  Lain-lain
 Lain-lain

Jelaskan : Pasien tampak tidak mau berinteraksi dengan orang lain.

Masalah/Diagnosa Keperawatan: Tidak ada masalah


MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN

 Masalah dengan dukungan kelompok, spesifiknya

 Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifiknya

 Masalah dengan pendidikan, spesifiknya

 Masalah dengan pekerjaan, spesifiknya

 Msalah dengan perumahan, spesifiknya

 Masalah dengan ekonomi, spesifiknya

 Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifiknya

 Masalah lainnya, spesifiknya

Jelaskan: Pasien mengataka tidak mempunyai masalah yang


memberatkan dirinya.

Masalah/Diagnosa Keperawatan: Tidak ada masalah

ASPEK PENGETAHUAN

Apakah klien mempunyai masalah yang berkaitan dengan pengetahuan yang


kurang tentang suatu hal?

✓ Penyakit/gangguan jiwa
 Sistem pendukung
 Faktor presipitasi
 Mekanisme koping
 Penyakit fisik
 Obat-obatan
 Lain-lain, jelaskan
Jelaskan: Pasien mengatakan dia tidak mengerti tentang penyakitnya dan
tidak tahu bahwa dirinya sedang mengalami gangguan jiawa halusinasi.

Masalah/Diagnosa Keperawatan: Halusinasi

ASPEK MEDIS
Diagnosis medik : Skizofrenia
Terapi medik :
 Phenytoin 2 x 100 mg
 Clorilrx 2/3 x 100 mg
 Asam folat 1 x 1 mg
 Haldol ½ x 5 mg
ANALISA DATA

NO DATA MASALAH / DIAGNOSA


KEPERAWATAN
1. DS: Keluarga pasien
mengatakan pasien
berbicara sendiri, Gangguan persepsi sensori:
tersenyum sendiri dan halusinasi pendengaran
memiringkan telinga
kearah suara dan juga
tidak mau berinteraksi.

DO: Pasien tampak


berbicara sendiri,
senyum sendiri dan
memiringkan telinga
kearah suara serta tidak
mau berinteraksi.
2 Ds: Pasien mengatakan
enggan untuk
berkomunikasi dan
berinteraksi dengan Isolasi sosial
orang lain.
Do: Pasien tampak
sering menyendiri serta
tidak mau berinteraksi
dengan orang lain.

DAFTAR MASALAH / DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubugan dengan
perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal yang
disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan atau terdistorsos
ditandai dengan pasien terlihat berbicara sendiri, tersenyum sendiri,
melamun dan bersikap selah mendengar suara.
2. Isolasi Sosial berhubungan dengan ketidak mampuan untuk membina
hubungan yang erat, hangat, terbuka dan interdependen dengan orang lain
ditndai dengan pasien mengatakan enggan untuk berbicara, kontak mata
kurang dan tidak mau berinteraksi dengan orang lain.

POHON MASALAH

Effect Defisit Perawatan Diri

Gangguan persepsi sensori halusinasi


Core Problem

Causa Isolasi sosial

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran

Denpasar, 07 Januari 2021

Perawat yang mengkaji

Gusti Ayu Ratna Dewi


NIM: 183212866
INTERVENSI KEPERAWATAN

KESEHATAN JIWA DI RAWAT INAP RUMAH SAKIT

JIWA

Inisial Klien : Tn. D

Ruangan : Sandat

RM No : 610492

Diagnosa INTERVENSI KEPERAWATAN Rasional

Tujuan Kriteria Evaluasi Tindakan Keperawatan


TUM : 2. Setelah dilakukan 7x 2. Bina hubungan saling percaya Pembinaan hubungan saling
1 Klien dapat mengontrol pertemuan klien dengan menggunakan prinsip percaya merupakan dasar
halusinasi yang menunjukkan tanda- komunikasi terapeutik : terjadinya komunikasi
Dialaminya. tanda percaya terhadap  Sapa klien dengan ramah, terbuka sehingga
TUK 1 : perawat : baik verbal maupun non mempermudah dalam
Klien dapat membina  Ekspresi wajah verbal. menggali masalah klien.
hubungan saling percaya bersahabat.  Perkenalkan nama, nama
dengan perawat.  Menunjukkan rasa panggilan, dan tujuan
senang. perawat berkenalan.
 Ada kontak mata.  Tanyakan nama lengkap
 Mau berjabat tangan. dan nama panggilan
 Mau menyebutkan kesukaan klien.
nama.  Buat kontrak yang jelas.
 Mau menjawab  Tunjukkan sikap jujur dan
salam. menepati janji setiap kali
 Klien mau duduk interaksi.
berdampingan  Tunjukkan sikap empati
dengan perawat. dan menerima klien apa
 Bersedia adanya.
mengungkapkan  Beri perhatian dan
masalah yang perhatikan kebutuhan dasar
dihadapi. klien.
 Tanyakan perasaan klien
dan masalah yang dihadapi
klien.
 Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi perasaan
klien.

TUK 2 : 2. Setelah dilakukan 7x 1. Adakan kontrak sering 1. Dengan kontak


Klien dapat mengenal pertemuan klien dan singkat secara sering dan singkat
halusinasinya. menyebutkan : bertahap. diharapkan klien
 Isi. 2. Observasi tingkah laku dapat mengurangi
 Waktu. klien terkait dengan halusinasinya.
 Frekuensi. halusinasinya ( halusinasi 2. Untuk mengetahui

 Situasi dan kondisi lihat / dengar / penghidu / jenis halusinasi

yang menimbulkan raba / kecap ), jika klien serta dapat

halusinasi. menemukan klien yang untuk mengarahkan


sedang halusinasi : klien di dalam
 Tanyakan apakah klien mengenal
mengalami sesuatu ( halusinasinya
halusinasi lihat / dengar / sampai klien benar-
penghidu / raba / kecap ). benar menyadari
 Jika klien menjawab ya, bahwa dirinya
tanyakan apa yang sedang sedang mengalami
dialaminya. halusinasi yang
 Katakan bahwa perawat sangat memerlukan
percaya klien mengalami bantuan perawat.
hal tersebut, namun 3. Dengan mengetahui
perawat sendiri tidak isi, waktu, frekuensi
mengalaminya ( dengan terjadinya halusinasi
nada bersahabat tanpa dan situasi dan
menuduh atau kondisi yang
menghakimi ). menimbulkan

 Katakan bahwa ada klien halusinasi sehingga

lain yang mengalami hal nanti dapat

yang sama. membantu klien


dalam mengatasi
 Katakan bahwa perawat halusinasinya.
akan membantu klien.
3. Jika klien tidak sedang
berhalusinasi klarifikasi
tentang adanya pengalaman
halusinasi. Diskusikan
dengan klien :
 Isi, waktu, dan frekuensi
terjadinya halusinasi (
pagi, siang, sore, malam,
atau sering dan kadang-
kadang ).
 Situasi dan kondisi yang
menimbulkan atau tidak
menimbulkan halusinasi.
2. Setelah dilakukan 7x 1. Diskusikan dengan klien Untuk menentukan fase
pertemuan, klien apa yang dirasakan jika dari halusinasi klien
menyatakan perasaan dan terjadi halusinasi dan beri terkait dengan
responnya saat mengalami kesempatan untuk perasaan klien saat
halusinasi : mengungkapkan berhalusinasi dan dan
 Marah. perasaannya. tindakan apa yang
 Takut. 2. Diskusikan dengan klien dapat dilakukan untuk
 Sedih. apa yang dilakukan untuk mengatasi

 Senang. mengatasi masalah halusinasinya.

 Cemas. tersebut.

 Jengkel. 3. Diskusikan tentang


dampak yang akan
dialaminya bila klien
menikmati halusinasinya.
TUK 3 : 1. Setelah dilakukan 7x 1. Identifikasi bersama klien Untuk mengetahui
Klien dapat mengontrol pertemuan klien cara atau tindakan yang kemampuan klien
halusinasinya. menyebutkan tindakan dilakukan jika terjadi dalam mengontrol
yang biasanya dilakukan halusinasi ( tidur, marah, halusinasinya apakah
untuk mengendalikan menyibukkan diri, dll ). sudah adaptif agar
halusinasinya. 2. Diskusikan cara yang klien tidak terus larut
2. Setelah dilakukan 7x digunakan klien : dalam halusinasinya.
pertemuan klien  Jika cara yang digunakan
menyebutkan cara baru adaptif, beri pujian.
mengontrol halusinasi.  Jika cara yang digunakan Dengan memberikan dan
3. Setelah dilakukan 7x maladaptive, diskusikan mendemontrasikan cara-
pertemuan klien dapat kerugian tersebut. cara baru dalam mengotrol
memilih dan halusinasinya diharapkan
memperagakan cara 3. Diskusikan cara baru nantinya klien mampu
mengatasi halusinasi ( untuk memutus / untuk mengatasi sendiri
dengar, lihat, penghidu, mengontrol timbulnya saat halusinasinya muncul
raba, kecap ). halusinasi. kembali dan mengetahui
4. Setelah dilakukan 7x  Katakan pada diri sendiri apa yang harus dilakukan
pertemuan klien bahwa ini tidak nyata ( oleh klien untuk
melaksanakan cara yang “saya tidak mau dengar / mengontrol halusinasinya.
telah dipilih untuk lihat / penghidu / raba /
mengendalikan kecap pada saat halusinasi Dengan melakukan
halusinasinya. terjadi ). kegiatan terapi aktivitas
5. Setelah dilakukan 7x  Menemui orang lain kelompok diharapkan klien
pertemuan klien (perawat/teman/anggota dapat mengungkapkan
mengikuti terapi keluarga) untuk tentang halusinasinya dan
aktivitas kelompok. mempunyai kesibukan dan
menceritakan tentang mengurangi munculnya
halusinasinya. halusinasi.
 Membuat dan
melaksanakan jadwal
kegiatan sehari-hari yang
telah disusun.
 Meminta keluarga / teman /
perawat menyapa jika
sedang
berhalusinasi.
4. Bantu klien memilih cara yang
sudah dianjurkan dan latih
untuk mencobanya.
5. Beri kesempatan untuk
melakukan cara yang sudah
dipilih atau dilatih.
6. Pantau pelaksanaan yang sudah
dipilih dan dilatih, jika
berhasil beri pujian.
7. Anjurkan klien mengikuti
terapi aktivitas kelompok,
orientasi realita, stimulasi
persepsi.
TUK 4 : 1. Setelah dilakukan 7x 1. Buat kontrak dengan keluarga Melalui pendidikan
Klien dapat dukungan dari pertemuan keluarga, untuk pertemuan. kesehatan terhadap
keluarga dalam mengontrol keluarga menyatakan 2. Diskusikan dengan keluarga ( keluarga klien diharapkan
halusinasinya setuju untuk mengikuti pada saat pertemuan nantinya keluarga dapat
pertemuan dengan keluarga / kunjungan rumah mengetahui tentang
perawat ). halusinasi, tanda dan
2. Setelah dilakukan 7x  Pengertian halusinasi. gejalanya serta cara-cara
pertemuan keluarga  Tanda dan gejala mengatasi halusinasinya
menyebutkan pengertian, halusinasi. dan pengobatannya
tanda dan gejala, proses  Proses terjasinya sehingga keluarga dapat
terjadinya halusinasi, halusinasi. merawat klien dengan
dan tindakan untuk  Cara yang dapat dilakukan halusinasi di rumah dalam
mengendalikan klien dan keluarga untuk hal ini klien dapat
halusinasi. memutuskan halusinasi. dukungan keluarga demi
kesembuhan klien.
 Obat-obatan halusinasi.
 Cara merawat anggota
keluarga yang halusinasi
di rumah ( beri kegiatan,
jangan biarkan sendiri,
makan bersama,
bepergian bersama,
memantau obat-obatan
dan cara pemberiannya
untuk mengatasi
halusinasi ).
 Beri informasi waktu
kontrol ke rumah sakit
dan bagaimana cara
mencari bantuan jika
halusinasi tidak dapat
diatasi di rumah.
TUK 5 : 1. Setelah dilakukan 7x 1. Diskusikan dengan klien Diharapkan nantinya
Klien dapat memanfaatkan pertemuan klien tentang manfaat dan kerugian klien dapat merasakan
obat dengan baik. menyebutkan : tidak minum obat, nama, pentingnya obat jiwa
 Manfaat minum obat. warna, dosis, cara, efek terapi, bagi kesembuhan klien
 Kerugian tidak dan efek samping penggunaan dalam mengontrol
minum obat. obat. perasaannya dan
 Nama, warna, dosis, 2. Pantau klien saat penggunaan berkeinginan untuk
efek terapi dan efek obat. berobat secara kontinu
samping obat. 3. Beri pujian jika klien serta klien sendiri
2. Setelah dilakukan 7x menggunakan obat dengan dapat mengatur sendiri
pertemuan klien benar. obat-obat yang harus
mendemonstrasikan 4. Diskusikan akibat berhenti diminum disamping
penggunaan obat minum obat tanpa konsultasi diperlukan juga peran
dengan benar. dengan dokter. keluarga sebagai
3. Setelah dilakukan 7x 5. Anjurkan klien untuk pendamping dalam
pertemuan klien konsultasi kepada dokter / minum obat.
menyebutkan akibat perawat jika terjadi hal-hal
berhenti minum obat yang tidak diinginkan.
tanpa konsultasi dokter.
Tgl No. Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Keperawata Keperawatan

06/01/21 1 Gangguan persepsi Klien : Melakukan SP1P Gangguan persepsi sensori; S : klien belum mampu mengontrol
sensori; halusinasi halusinasi pendengaran halusinasinya.
09.00 SP1P Gangguan
pendengaran
persepsi sensori; 1. Mengidentifikasi jenis halusinasi O:
halusinasi pendengaran 2. Mengidentifikasi isi halusinasi
 Klien mampu menyebutkan
3. Mengidentifikasi waktu
apa yang di alami
halusinasi klien
4. Mengidentifikasi frekuensi  Kontak mata kurang
halusinasi klein  Kooperatif
5. Mengidentifikasi situasi yang
 Klien dapat elakukan cara
dapat menimbulkan halusinasi
klien mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik
6. Mengidentifikasi respon klien
terhadapat halusinasi  Klien dapat memasukkan
7. Mengajarkan klien menghardik latihan menghardi kedalam
halusinasi jadwal harian yaitu pada
8. Menganjurkan klien
memasukkan kedalam kegiatan pukul 11.00 dan 15.00
harian
A : SP1P tercapai

P:

Perawat:

Lanjutkan SP2P Gangguan


persepsi sensori: halusinasi
pendengaran pada pertemuan ke 2
pada hari Rabu 06 Januari 2020,
pukul 11.00 diruang perawatan
pasien.

Klien :

Memotivasi klien mengontrol


halusinasi dengan cara menghardik
dan melatih sesuai jadwal

07/01/21 1 Klien : Melakukan SP2P Gangguan persepsi sensori; S : klien mengatakan masi
halusinasi pendengaran mendegar suara-suara aneh, namun
SP2P Gangguan
11.00 persepsi sensori; 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien mencoba untuk mengontrol
halusinasi pendengaran klien halusinasinya
2. Melatih klien mengendalikan halusinasi
O:
dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain  Klien mampu menyebutkan

3. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan hariannya

kedalam kegiatan harian klien  Kontak mata ada

 Klien kooperatif

 Klien dapat melakukan cara


mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik

 Klien dapat melakukan cara


mengontrol halusinasi
dengan cara bercakap

 Klien dapat memasukan


latihan menghardik
kedalam jadwal harian
yaitu pada pukul 10.00

A : SP2P tercapai

P:

Perawat :

Lanjutkan SP3P Halusinasi


pendengaran pada pertemuan ke 3
pada hari Kamis 07 Januari 2020,
pukul 09.00 diruang perawatan
pasien.

Klien :

Memotivasi klien mengontrol


halusinasi dengan bercakap-cakap
sesuai jadwal harian.

08/01/21 1 Klien : Melakukan SP3P Gangguan persepsi sensori; S : Klien mengatakan sudah
halusinasi pendengaran Mengevaluasi jadwal mampu melakukan kegiatan sesuai
09.00 SP3P Gangguan
kegiatan jadwal harian.
persepsi sensori;
halusinasi pendengaran 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan O:
harian klien.
 Klien mampu menyebutkan
2. Melatih klien mengontrol halusinasi
kegiatan harian yaitu
dengan cara melakukan kegiatan.
mencuci tempat makan
3. Menganjurkan klien memasukkan
ke dalam jadwal kegiatan harian.  Klien memasukan kegiatan
menyuci tempat makan
dalam jadwal harian klien
pada pukul 8.30

 Bicara ngelantur

 Kotak mata ada

A : SP3P tercapai

P:

Perawat:

Lanjutkan SP4P Gangguan


persepsi sensori; halusinasi
pendengaran pada pertemuan ke 4
pada hari Jumat 08 Januari 2020,
pukul 11.00 diruang perawatan
pasien

Klien:

Memotivasi klien mengontrol


halusinasi dengan cara melakukan
kegiatan sesuai dengan jadwal
harian.

09/01/21 1 Klien : Melakukan SP4P Gangguan persepsi sensori; S : Klien mengatakan sudah
halusinasi pendengaran Mengevaluasi jadwal melakukan kegiatan sesuai jadwal
11.00 SP4P Gangguan
kegiatan harian dan sudah mampu
persepsi sensori;
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan menunjukan dan menjelaskan jenis
halusinasi pendengaran
harian klien. obat yang diminumnya.
2. Memberikan pendidikan kesehatan
O:
tentang penggunaan obat secara
teratur.  Klien mampu melakukan
jadwal harian yang sudah
3. Menganjurkan klen memasukkan dibuat
ke dalam jadwal kegiatan harian.
 Klien memasukkan jadwal
kedalam jadwal harian
klien pada pukul 08.00,
12.00 dan 18.00

 Kontak mata ada

 Klien mampu menunjukan


dan menyebut jenis obat

 Afek sesuai

 Klien kooperatif

A : SP4P tercapai

P:

Perawat :

Lanjutkan SP budaya gangguan


persepsi sensori: halusinasi pada
hari Sabtu 09 Januari 2020, pukul
09.00 di ruang perawatan.

Klien :

Motivasi klien mengontrol


halusinasi dengan cara minum
obat.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

HALUSINASI PENDENGARAN

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
Data subjektif :
Keluarga pasien mengatakan pasien sering berbicara sendiri, tersenyum sendiri, kerap kali
memiringkan telinga kearah suara dan tidak mau berinteraksi dengan orang lain.

Data objektif :

Pasien tampak berbica sendiri, tertawa sendiri tanpa sebab, memiringkan telinga ke arah
sumber suara dan pasien tidak mau berinteraksi.
2. Diagnosis Keperawatan

Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran

3. Tujuan umum :
Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya
4. Tujuan khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.

5. Tindakan Keperawatan

1. Mengidentifikasi jenis halusinasi


2. Mengidentifikasi isi halusinasi
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi klien
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi klein
5. Mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan halusinasi klien
6. Mengidentifikasi respon klien terhadapat halusinasi
7. Mengajarkan klien menghardik halusinasi

Strategi Pelaksanaan 1 (SP 1)

1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, Boleh Saya kenalan dengan Bapak? Nama Saya Ratna, Saya mahasiswa
keperawatan Stukes Wira Medika Bali. Saya sedang praktik di sini dari pukul 08.00
sampai dengan pukul 13.00 siang. Kalau boleh Saya tahu nama Bapak siapa dan senang
dipanggil dengan sebutan apa?”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada keluhan
tidak?”
c. Kontrak
1) Topik
“Apakah Bapak tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut Bapak
sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang suara dan
sesuatu yang selama ini Bapak dengar dan lihat tetapi tidak tampak wujudnya?”
2) Waktu
“Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Bapak maunya berapa menit? Bagaimana
kalau 10 menit? Bisa?”
3) Tempat
“Di mana kita akan bincang-bincang ???

2. Fase Kerja
“Apakah Bapak mendengar suara tanpa ada wujudnya?”
“Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah Bapak melihat sesuatu atau orang atau bayangan atau mahluk?”
“Seperti apa yang kelihatan?”
“Apakah terus-menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-waktu saja?”
“Kapan paling sering Bapak melihat sesuatu atau mendengar suara tersebut?”
“Berapa kali sehari Bapak mengalaminya?”
“Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”
“Apa yang Bapak rasakan pada saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Bapak lakukan saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Bapak lakukan saat mendengar suara tersebut?”
“Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang?”
“Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau bayangan agar tidak
muncul?”
“Bapak ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.”
“Pertama, dengan menghardik suara tersebut.”
“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”
“Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.”
“Keempat, minum obat dengan teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.”
“Caranya seperti ini:

a. Saat suara-suara itu muncul, langsung Bapak bilang dalam hati, “Pergi Saya tidak
mau dengar … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang
sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba Bapak peragakan! Nah begitu…………..
bagus! Coba lagi! Ya bagus kakak sudah bisa.”
b. Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Bapak bilang, pergi Saya tidak mau
lihat………………. Saya tidak mau lihat. Kamu palsu. Begitu diulang-ulang sampai
bayangan itu tak terlihat lagi. Coba Bapak peragakan! Nah begitu……….. bagus!
Coba lagi! Ya bagus Bapak sudah bisa.”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan Bapak dengan obrolan kita tadi? Bapak merasa senang tidak
dengan latihan tadi?”
b. Evaluasi objektif
“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Bapak simpulkan pembicaraan
kita tadi.”
“Coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau bayangan itu agar tidak muncul
lagi.”
c. Rencana tindak lanjut
“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Bapak coba cara tersebut!
Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian klien,
Jika Bapak melakukanya secara mandiri maka Bapak menuliskan M, jika Bapak
melakukannya dibantu atau diingatkan oleh keluarga atau teman maka Bapak buat B, Jika
Bapak tidak melakukanya maka Bapak tulis T. apakah Bapak mengerti?).
d. Kontrak yang akan datang
1) Topik
“Pak, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya berbicara dengan orang
lain saat bayangan dan suara-suara itu muncul?”
2) Waktu
“Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30, bisa?”
3) Tempat
“Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya? Sampai jumpa
besok.
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 6, No. 2

Desember 2017

Pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi terhadap kemampuan mengontrol
halusinasi pada pasien skizofrenia di ruang rawat inap arjuna rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi

Vevi Suryenti S.Kep, M.Kep1*, Eka Vita Sari2


1
Program Studi S1 Keperawatan STIKES Baiturrahim Jambi, Jambi Indonesia
2
Mahasiswi Program Studi S1 Keperawatan STIKES Baiturrahim Jambi, Indonesia
vevisuryentiputri.2010@gmail.com

Abstrak

Latar Belakang: Skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa berat yang ditandai dengan penurunan atau
ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan realitas (halusinasi dan waham) afek tidak wajar atau tumpul,
gangguan kognitif (tidak mampu berfikir abstrak) serta mengalami kesukaran melakukan aktivitas sehari-hari.

Tujuan: penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah ada pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
halusinasi terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien skizofrenia di ruang rawat inap Arjuna
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuntitatif dengan metode penelitian pre eksperimen dengan desain
berupa one group pre test dan post test. Sampel dipilih secara purposive sampling sebanyak 10 responden.
Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 28 Juli sampai 10 Agustus 2017. Data dikumpulkan dengan
menggunakan instrument berupa lembar wawancara dan observasi. Data dianalisis menggunakan uji statistik t-
test.

Hasil: penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan rata-rata kemampuan pasien mengontrol halusinasi
sebelum dan sesudah diberikan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi dengan nilai rata-rata
(14,30) menjadi (16,30) setelah diberikan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi. Terdapat
pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi terhadap kemampuan mengontrol halusinasi
pada pasien skizofrenia di ruang rawat inap Arjuna Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi dengan p-
value=0,001 < 0,05.

Kesimpulan: ada pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi terhadap kemampuan
mengontrol halusinasi pada pasien skizofrenia.

Kata kunci : Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Halusinasi dan Kemampuan Mengontrol

Halusinasi Abstract
Background:Schizophrenia is a severe mental disorder characterized by a decrease or inability to communicate,
disruption of reality (hallucinations and abstractly) and have difficulty doing everyday activities.

Aim: This study aimed to determine is there any the effect of group activity therapy stimulation of hallucinatory
perception toward the ability to control hallucinations in schizophrenic patiens in Arjuna room psychistric
hospital Jambi province.

Method: This is a quantitative research by using pre experiment method and one group pre test and post test desaign. Samples were
10 respondents, it used purposive sampling. This study was conducted on July 28 th – August 10th 2017. The data collecting used
instrument through interview and observation. Data analyzed used t-test.

Result: The findings indicated that there is an increase in the average ability of patients to control hallucinations
before and after given group activity therapy stimulation of hallucinatory perception with average value (14,30)
become (16,30) after given group activity therapy stimulation of hallucinatory perception. There is the effect of
group activity therapy stimulation of hallucinatory perception toward the ability to control hallucinations in
schizophrenic patients in Arjuna room psychiatric hospital Jambi Province with p-value 0,001 < 0,05.

Conclusion: It cocluded there is the effect of group activity therapy stimulation of hallucinatory perception
toward the ability to control hallucibations in schizophrenic patients

Keywords : Activity Therapy Stimulation of Hallucinatory Perception and the Ability to Control Hallucinations

174
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 6, No. 2

Desember 2017
berat dan pernah dipasung mencapai
18,2% di daerah pedesaan. Sementara
di perkotaan, proporsinya mencapai
PENDAHULUAN 10,7%. Sedangkan angka prevelensi

Menurut Keliat (2011) Gangguan


jiwa adalah sindrom atau pola perilaku
yang secara klinis bermakna yang
berhubungan dengan distress atau
penderitaan dan menimbulkan hendaya
pada satu atau lebih fungsi kehidupan
manusia. Salah satu yang termasuk
gangguan jiwa adalah skizofrenia.

Skizofrenia adalah suatu


gangguan jiwa berat yang ditandai
dengan penurunan atau

ketidakmampuan berkomunikasi,
gangguan realitas (halusinasi dan waham),
afek tidak wajar atau tumpul, gangguan
kognitif (tidak mampu berfikir abstrak)
serta mengalami kesukaran melakukan
aktivitas sehari-hari. Gejala-gejala
skizofrenia adalah sebagai berikut: gejala
positif (waham, halusinasi, perubahan arus
pikir, perubahan perilaku) dan gejala
negatif
(sikap masa bodoh (apatis),

pembicaraan terhenti tiba-tiba (blocking),


menarik diri dari pergaulan sosial (isolasi
sosial), menurunnya kinerja atau aktivitas
sosial sehari-hari (Keliat, 2011).

Menurut World Health


Organization (2009) memperkirakan 450
juta orang di seluruh dunia mengalami
gangguan jiwa, sekitar 10% orang dewasa
mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25%
penduduk

diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa


pada usia tertentu selama hidupnya. Hasil
Riset Kesehatan Dasar (2013) menunjukkan
bahwa penderita gangguan jiwa berat di
Indonesia adalah 1,7 per 1.000 orang.
Riskesdas (2013) turut mencatat proporsi
rumah tangga dengan minimal salah satu
rumah tangga mengalami gangguan jiwa
adalah gangguan penerimaan pancaindra
tanpa stimulasi eksternal (halusinasi
pendengaran, penglihatan,
seumur hidup skizofrenia di dunia bervariasi
berkisar 4 per mil sampai dengan 1,4 %. Di pengecapan, penciuman, dan perabaan).
Indonesia prevelensi skizofrenia tertinggi di Halusinasi merupakan salah satu gejala
Yogyakarta dan Aceh (masing-masing 2,7 %), gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori
sedangkan yang terendah di Kalimantan Barat persepsi yaitu merasakan sensasi palsu
(0,7%). Di Provinsi Jambi sendiri prevelensi berupa suara, penglihatan, pengecapan,
skizofrenia yaitu 0,9%. perabaan atau penghiduan. Pasien
merasakan stimulus yang sebenarnya tidak
Berdasarkan data Rumah Sakit ada (Keliat, 2011).

Jiwa Daerah Provinsi Jambi, Stuart & Laraia dalam Yosep &
Sutini (2016) menyatakan bahwa pasien
didapatkan jumlah penderita skizofrenia di ruang dengan diagnosis medis skizofrenia
rawat inap pada Tahun 2015 sebanyak 393 sebanyak 20% mengalami
pasien, dan untuk jumlah pasien skizofrenia pada
tahun 2016 mengalami penurunan yaitu 374 halusinasi pendengaran dan penglihatan
pasien, sedangkan pada bulan Januari sampai secara bersamaan, 70% mengalami
Maret Tahun 2017 penderita skizofrenia halusinasi pendengaran,
sebanyak 133 pasien.
20% mengalami halusinasi penglihatan,
Menurut Yosep & Sutini (2016) pada dan 10% mengalami halusinasi lainnya.
pasien skizofrenia, 90 % pasien mengalami
halusinasi. Halusinasi Data pasien halusinasi yang
didapat di sebelas ruang rawat inap
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi
didapatkan bahwa pasien

175
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 6, No. 2

Desember 2017
Menurut Stuart, Laraia
(2005) dalam Muhith (2015),
penatalaksanaan klien skizofrenia
yang mengalami halusinasi adalah
dengan pemberian obat-obatan dan
tindakan lainnya seperti terapi kejang
halusinasi pada bulan Januari – Maret listrik dan terapi aktivitas kelompok.
2017 sebanyak 950 pasien. Terapi aktivitas

Adapun gejala-gejala yang dapat


diamati pada pasien halusinasi diantaranya
bicara atau tertawa sendiri, marah-marah
tanpa sebab, menunjuk ke arah tertentu,
ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas,
mencium seperti sedang membau-bauin
sesuatu, menutup hidung. (Yusuf, dkk,
2015).

Halusinasi benar - benar nyata

dirasakan oleh klien yang mengalaminya,


seperti mimpi saat tidur. Klien mungkin
tidak punya cara untuk menentukan
persepsi tersebut nyata, sama halnya
seseorang seperti seseorang yang
mendengarkan siaran ramalan cuaca dan
tidak lagi meragukan orang yang berbicara
tentang cuaca tersebut.

Ketidakmampuan untuk mempersepsikan


stimulus secara riil dapat menyulitkan
kehidupan klien. Karenanya halusinasi
menjadi prioritas untuk segera diatasi
(Muhith, 2015).

Muhith (2015) mengatakan bahwa


dampak yang dapat ditimbulkan

oleh pasien yang mengalami halusinasi


adalah kehilangan kontrol dirinya. Pasien
akan mengalami panik dan perilakunya
dikendalikan oleh halusinasi. Pada situasi
ini pasien dapat melakukan bunuh diri
(suiside), membunuh orang lain
(homicide), bahkan merusak lingkungan.
Untuk memperkecil dampak yang
ditimbulkan halusinasi, dibutuhkan
penanganan yang tepat.
yang aman dan mampu menerima umpan
balik dari orang lain, anggota kelompok
dapat belajar bermacam cara dalam
memecahkan masalah, serta dapat
membantu memecahkan masalah orang
lain (Muhith, 2015).
kelompok merupakan suatu
Salah satu terapi aktivitas
psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien kelompok yang bisa diberikan pada klien
bersama – sama dengan jalan berdiskusi satu dengan halusinasi adalah terapi aktivitas
sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh kelompok stimulasi persepsi halusinasi.
seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa Terapi aktivitas kelompok stimulasi
yang telah terlatih. Keuntungan dalam terapi persepsi halusinasi adalah terapi yang
aktivitas kelompok yaitu dapat mengobati klien menggunakan aktivitas sebagai stimulus
dalam jumlah banyak, anggota dan terkait dengan pengalaman dan atau
kehidupan untuk didiskusikan dalam
kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat
kelompok dapat mendiskusikan masalah –
berupa kesepakatan persepsi atau alternatif
masalah mereka, sehingga menurunkan perasaan
penyelesaian masalah. Dalam terapi
terisolasi, perbedaan – perbedaan, dan
aktivitas kelompok stimulasi persepsi
aktivitas yang digunakan adalah aktivitas
meningkatkan klien untuk berpartisipasi dan mempersepsikan stimulus tidak nyata dan
bertukar pikiran, respon yang dialami dalam kehidupan,
khususnya untuk klien mengalami
masalah dengan orang lain, memberikan halusinasi. Aktivitas
kesempatan kepada klien untuk menggali gaya –
gaya berkomunikasi dari klien dalam lingkungan

176
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 6, No. 2

Desember 2017
Peran perawat dalam
menangani halusinasi di Rumah
Sakit Jiwa antara lain melakukan
penerapan standar asuhan
keperawatan, terapi aktivitas
kelompok dan melatih
dibagi dalam beberapa sesi yang tidak
dapat dipisahkan yaitu, terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi mengenal
halusinasi, terapi aktivitas kelompok
stimulasi persepsi halusinasi mengusir
atau menghardik halusinasi, terapi
aktivitas kelompok stimulasi persepsi

mengontrol halusinasi dengan melakukan


kegiatan, terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi

mengontrol halusinasi dengan bercakap –


cakap dan terapi aktivitas kelompok
stimulasi perepsi mengontrol halusinasi
dengan patuh minum obat (Keliat, 2016).

Penggunaan kelompok dalam


praktik keperawatan jiwa memberikan

dampak postif dalam upaya pencegahan,


pengobatan atau terapi serta pemulihan
kesehatan jiwa. Selain itu, dinamika
kelompok tersebut membantu pasien
meningkatkan perilaku adaptif dan
mengurangi perilaku maladaptif (Yusuf,
dkk, 2015).

Berdasarkan wawancara peneliti


dengan salah satu perawat di ruang rawat
inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Jambi, bahwa terapi aktivitas kelompok
stimulasi persepsi halusinasi sering
dilakukan namun kurang terarah. Pada
pelaksanaannya terapi aktivitas kelompok
stimulasi persepsi halusinasi ini dilakukan
untuk semua pasien, jadi tidak ada
pengelompokan pasien berdasarkan
diagnosa yang mengikuti terapi ini. Hal
tersebut dapat menjadi referensi peneliti
untuk melakukan terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi untuk
mengatasi gangguan jiwa khususnya
halusinasi.
pengaruh terapi aktivitas kelompok
stimulasi persepsi sesi 1-2 terhadap
kemampuan mengontrol halusinasi
pendengaran pada pasien skizofrenia di
ruang flamboyan Rumah Sakit Jiwa
Amenur
keluarga merawat klien dengan halusinasi (Keliat Surabaya menyatakan bahwa
& Akemat, 2014). Peran perawat dalam terapi
aktivitas kelompok yaitu perawat betindak
sebagai moderator atau pengawas diskusi kemampuan pasien mengontrol halusinasi
kelompok, mengevaluasi diskusi kelompok pendengaran sebelum dilakukan terapi
untuk menambah aktivitas kelompok stimulasi persepsi sesi
1-2 didapatkan bahwa sebagian besar
responden tidak mampu mengontrol
pengalaman terapi kelompok,
halusinasi sebelum TAK stimulasi
persepsi sebanyak 6 orang (66,7%) dan
mengadakan pendekatan pada kelompok secara yang mampu sebanyak 3 orang (33,3%).
efektif, memotivasi penderita agar aktif dalam Sedangkan kemampuan mengontrol
kegiatan yang dilakukan, menciptakan suasana halusinasi setelah diberikan terapi
terapeutik, memberikan kesempatan kepada aktivitas kelompok stimulasi persepsi sesi
penderita untuk bekerja sama antara penderita 1-2, sebanyak 8 orang (88,9%) dan yang
dengan penderita dengan perawat, dan tidak mampu 1 orang (11,1%). Hasil
memberikan bimbingan dan pengarahan pada tersebut menunjukkan
penderita yang pasif dan hiperaktif.
bahwa terjadi peningkatan kemampuan
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu mengontrol halusinasi setelah dilakukan
yang dilakukan oleh Halawa (2014) tentang TAK: stimulasi persepsi.

177
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 6, No. 2

Desember 2017
aktivitas kelompok stimulasi persepsi
halusinasi terhadap kemampuan
mengontrol halusinasi pada pasien
skizofrenia di

Hasil penelitian terdahulu yang


dilakukan oleh Ari & Rochdiat dengan
judul pengaruh pemberian terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi terhadap
kemampuan mengontrol halusinasi pada
klien skizofrenia di Rumah Sakit Ghrasia
menunjukkan bahwa nilai rata-rata
kemampuan

mengontrol halusinasi sebelum dilakukan


terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
adalah 1,97 dan nilai rata-rata kemampuan
mengontrol halusinasi setelah dilakukan
terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
adalah 2,62 dan dengan p-value 0,001<0,05
hal ini berarti ada pengaruh terapi aktivitas
kelompok stimulasi

persepsi terhadap kemampuan mengontrol


halusinasi pada klien skizofrenia di
Rumah Sakit Ghrasia.

Survei awal yang dilakukan


peneliti pada tanggal 18 Juli 2017 di ruang
rawat inap Arjuna Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Jambi kepada 5 orang
penderita skizofrenia dengan halusinasi,
didapatkan bahwa 2 orang

responden mengatakan sering mendengar


suara-suara aneh pada saat maghrib, 3
orang lainnya mengatakan mendengar
suara-suara pada pagi hari, 5 orang dari 5
responden mengatakan suara-suara itu
muncul ketika responden dalam keadaan
sendiri, 3 dari 5 responden

mengatakan cara mengontrol halusinasi


adalah dengan menghardik, dan 2 orang
lainnya mengatakan cara mengontrol
halusinasi adalah dengan bercakap-cakap.

Berdasarkan latar belakang tersebut


peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul “pengaruh pemberian terapi
penelitian ini sebanyak 950 pasien.
responden dan sampel dalam penelitian
adalah 10 responden (Sugiyono, 2012).
Sampel yang dipilih

merupakan sampel yang telah memenuhi


ruang rawat inap Arjuna Rumah Sakit Jiwa kriteria inklusi Metode pengambilan
Daerah Provinsi Jambi” sampel dengan cara Purposive Sampling.
Pengumpulan data dilakukan dengan
mesingisi kuisioner dan metode analisa
METODE data univariat dan bivariat menggunakan
uji T-Test Dependen.
Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan metode penelitian pre
eksperiment dengan desain penelitian one group
pretest dan posttest. Penelitian ini dilakukan HASIL
untuk mengetahui pengaruh terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi halusinasi terhadap
kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien Hasil penelitian yang telah
skizofrenia di ruang rawat inap Arjuna Rumah dilakukan pada tanggal 28 Juli sampai 10
Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi. Instrument Agustus 2017 di Rumah Sakit Jiwa
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Daerah Provinsi Jambi terhadap 10
berupa kuisioner wawancara sebanyak 19 item responden tentang pengaruh terapi
dan lembar observasi sebanyak 4 item. aktivitas kelompok stimulasi persepsi
Penelitian ini telah dilakukan dari tanggal 28 Juli halusinasi terhadap kemampuan
sampai dengan 10 Agustus 2017 di Rumah Sakit mengontrol halusinasi pada pasien
Jiwa Daerah Provimsi Jambi. Populasi dalam skizofrenia di ruang rawat inap Arjuna

178
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 6, No. 2

Desember 2017

Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi Aktivitas Kelompok Stimulasi


adalah sebagai berikut : Persepsi Halusinasi
Hasil analisis nilai rata-rata
1. Gambaran Kemampuan Pasien
Mengontrol Halusinasi Di Ruang Rawat
Inap Arjuna Rumah Sakit Jiwa Daerah kemampuan pasien mengontrol halusinasi
Provinsi Jambi Sebelum Diberikan Terapi sebelum diberikan terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi halusinasi
adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Distribusi rata-rata kemampuan mengontrol halusinasi sebelum diberikan terapi


aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi

Mean Median Minimum- Standar Standar N


maksimu deviasi error
m
Sebelum 14,30 14,50 12-17 1,494 0,0473 10

Berdasarkan tabel 1 , nilai rata-


rata kemampuan pasien mengontrol 2.Gambaran Kemampuan
halusinasi sebelum diberikan terapi Pasien Mengontrol Halusinasi
aktivitas kelompok stimulasi persepsi
halusinasi adalah 14,30 dengan median Setelah Dilakukan Terapi
14,50. Nilai minimum
Aktivitas Kelompok Stimulasi
kemampuan pasien mengontrol halusinasi Persepsi Halusinasi
adalah 12 dan nilai maksimalnya adalah
17. Standar
Hasil analisis nilai rata-rata
deviasi kemampuan pasien mengontrol
halusinasi adalah 1.494 dengan standar kemampuan pasien mengontrol halusinasi
erornya 0,473. sesudah diberikan terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi halusinasi
Tabel 2 adalah sebagai berikut :
Distribusi rata-rata kemampuan pasien mengontrol halusinasi sesudah diberikan terapi
aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi

Mean Median Minimum- Standar Standar N


maksimum deviasi eror

Sesudah 16,30 16,00 14-20 1,767 0,559 10

Berdasarkan table 2. nilai rata-rata kemampuan pasien adalah 1,767 dengan


kemampuan pasien mengontrol halusinasi standar erornya 0,559.
adalah 16,30 dengan median 16,00. Nilai
minimum kemampuan pasien adalah 14
dan nilai maksimalnya 20. Standar deviasi 3. Pengaruh Terapi Aktivitas
Kelompok Stimulasi Persepsi

Halusinasi Terhadap

Kemampuan Mengontrol

Halusinasi Pada Pasien

179
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 6, No. 2

Desember 2017

Skizofrenia Di Ruang Rawat Hasil pengukuran kemampuan


Inap Arjuna Rumah Sakit Jiwa sebelum dan sesudah diberikan terapi
Daerah Provinsi Jambi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
halusinasi dapat dilihat pada tabel 4.8
berikut ini :

Tabel 3 Pengaruh TAK stimulasi persepsi halusinasi terhadap kemampuan mengontrol


halusinasi pada pasien skizofrenia di ruang rawat inap Arjuna Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Jambi

Variabel Mean Standar Standar p-value N


deviasi eror

Kemampuan 14,30 1,494 0.473


sebelum
0,001 10
Kemampun 16,30 1,767 0,559
sesudah

kelompok stimulasi persepsi


halusinasi. Nilai rata-rata
kemampuan sebelum diberikan
Dari hasil analisa pada tabel 3 dapat terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi halusinasi adalah 14,30
sedangkan nilai rata-rata
diketahui bahwa telah terjadi peningkatan
kemampuan setelah diberikan terapi
kemampuan pasien mengontrol halusinasi
aktivitas kelompok stimulasi
antara sebelum dan sesudah diberikan
persepsi halusinasi adalah 16,30.
terapi aktivitas

kelompok stimulasi persepsi halusinasi.


Pada saat sebelum dilakukan terapi
Hal ini dapat dilihat pada perubahan nilai
aktivitas kelompok stimulasi
rata-rata kemampuan antara sebelum dan
persepsi
sesudah diberikan terapi aktivitas
halusinasi sebagian pasien

mengetahui cara-cara untuk mengontrol


halusinasi tetapi cara-cara yang mereka halusinasi tidak diterapkan pada saat
ketahui untuk mengontrol halusinasi mereka muncul. Dan pada saat
dilakukan terapi aktivitas kelompok
stimulasi persepsi halusinasi sesi I sampai V
selama lima hari berturut-turut 10 responden
datang tepat waktu dan kooperatif,
kemudian pada sesi pertama pasien mampu
mengenali halusinasi mereka, pada sesi
kedua pasien mampu mengulangi dan
memperagakan cara menghardik halusinasi,
sesi ketiga pasien mampu memperagakan
kegiatan sehari-hari mereka untuk
mengontrol halusinasi,

sesi keempat pasien mampu


memperagakan cara bercakap-cakap, dan
pada sesi kelima pasien mampu
mengulangi kerugian akibat putus obat
dan keuntungan patuh minum obat.
Kemudian pada saat post test

kemampuan pasien mengontrol halusinasi


mengalami peningkatan dan pada saat
observasi hari terakhir ditemukan satu
orang pasien mampu

180
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 6, No. 2

Desember 2017
persepsi yaitu merasakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau
penghiduan. Menurut Yosep & Sutini
halusinasi adalah

mengontrol halusinasi dengan


menghardik.

Hasil uji statistik t-test didapatkan


p-value = 0,001<0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa setelah diberikan terapi
aktivitas kelompok stimulasi persepsi
halusinasi ada pengaruh terhadap
kemampuan pasien mengontrol halusinasi
yaitu

kemampuan pasien mengalami


peningkatan dengan selisih nilai yaitu 2.

PEMBAHASAN

Terjadinya peningkatan kemampuan


pasien pada penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Halawa
dengan judul pengaruh terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi sesim 1-2
terhadap kemampuan mengontrol
halusinasi pendengaran pada pasien
skizofrenia di ruang Flamboyan Rumah
Sakit Jiwa Amenur Surabaya. Pada
penelitian ini didapatkan bahwa
kemampuan pasien

mengontrol halusinasi sebelum diberikan


TAK stimulasi persepsi adalah sebanyak 6
orang (66,7%) tidak mampu mengontrol
halusinasi dan yang mampu sebanyak 3
orang (33,3%). Kemudian setelah diberikn
TAK stimulasi persepsi kemampuan
pasien menjadi meningkat yaitu sebanyak
8 orang (88,9%) pasien mampu
mengontrol halusinasi dan 1 orang saja
yang tidak mampu mengontrol
halusinasinya.

Menurut Direja (2011) halusinasi


adalah salah satu gangguan jiwa dimana
pasien mengalami perubahan sensori
lingkungannya) dan takut, sulit berhubungan
dengan orang lain, ekspresi muka tegang,
mudah tersinggung, jengkel dan marah.
Tidak mampu mengikuti perintah dari

terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana perawat, tampak tremor dan berkeringat,
tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang perilaku panik, agitasi dan kataton.
paling sering adalah halusinasi pendengaran,
Dampak yang dapat ditimbulkan
penglihatan, penciuman dan pengecapan. oleh pasien halusinasi adalah meniderai diri
sendiri, orang lain bahkan merusak
Menurut Damaiyanti (2014), perilaku lingkungan, hal ini dikarenakan pasien
yang terkait dengan halusinasi adalah bicara berada dibawah halusinasinya yang meminta
sendiri, senyum sendiri, menggerakkan bibir tanpa pasien melakukan hal diluar kendalinya.
suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal Cara
yang lambat, menarik diri dari orang lain dan
berusaha untuk menghindari orang lain. Selain itu untuk mengontrol halusinasi dinataranya
k,ien tidak dapat membedakan antara kenyataan adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi
dan keadaan yang tidak nyata, terjadinya persepsi yang terdiri dari lima sesi yaitu
peningkatan denyut jantung, pernafasan dan mengenal halusinasi, menghardik,
tekanan darah. Perhatian dengan lingkungan yang melakukan kegiatan sehari-hari, bercakap-
kurang atau hanya beberapa detik dan cakap dan patuh minum obat.
berkonsentrasi dengan sensorinya. Curiga
bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan

181
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 6, No. 2

Desember 2017
upaya untuk
meningkatkan

kemampuan pasien mengontrol


halusinasi di ruang rawat inap
Arjuna Rumah Sakit Jiwa Daerah
Penggunaan kelompok dalam Provinsi Jambi.
praktik keperawatan jiwa memberikan

dampak positif dalam upaya pencegahan,


pengobatan atau terapi serta pemulihan
kesehatan jiwa. Selain itu dinamika
kelompok tersebut membantu pasien
meningkatkan perilaku adaptif dan
mengurangi perilaku maladaptif (Yusuf,
dkk, 2015).

Hasil penelitian terdahulu yang


dilakukan oleh hidayah (2014) tentang
pengaruh terapi aktivitas kelompok

stimulasi persepsi terhadap kemampuan


mengontrol halusinasi di RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Semarang menyatakan
bahwa hasil penelitian tidak ada beda yang
signifikan kemampuan mengontrol
halusinasi sebelum dan sesudah pada
kelompok kontrol dengan nilai sig
0,129>0,05 dan ada beda yang signifikan
kemapuan mengontrol halusinasi sebelum
dan sesudah pada kelompok perlakuan
dengan nilai signifikan p=0,005<0,05.
Artinya terdapat pengaruh yang signifikan
terapi aktivitas kelompok stimulasi

persepsi terhadap kemampuan mengontrol


halusinasi di RSJD Dr. Amino
Gondohutomo.

Hasil penelitian yang dilakukan


oleh peneliti juga menunjukkan perubahan
kemampuan mengontrol halusinasi pasien
sebelum dan sesudah diberikan TAK
stimulasi persepsi halusinasi. Kemampuan
pasien mengalami peningkatan setelah
diberikan perlakuan, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa terapi aktivitas

kelompok stimulassi persepsi halusinasi


dapat digunakan sebagai
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. (2010). Manajemen


Menurut Keliat (2016) terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi halusinasi adalah
terapi yang Penelitian.

menggunakan aktivitas sebagai Baradero, D. (2016). Dasar-

stimulus dan terkait dengan pengalaman dan / dasarKeperawatanJiwa.


atau kehidupan untuk didiskusikan dalam
kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa Salembamedika.Jakarta.
kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian
masalah.
Craig, D. &. (2009). ABC
Upaya-upaya yang perlu dilakukan oleh
perawat untuk meningkatkan kemampuan KesehatanMental. EGC.Jakarta.
mengontrol halusinasi adalah dengan
memberikan terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi halusinasi dari sesi I-V secara berulang- Direja. (2011). Buku
ulang.
AjarAsuhanKeperawatanJiwa.

NuhaMedika.Yogyakarta.
KESIMPULAN
Halawa. (2014). Pengaruh Terapi
penelitian ini memuat kesimpulan yaitu ada Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi Sesi 1-2 Terhadap
persepsi halusinasi terhadap kemampuan
mengontrol halusinasi pada pasien skizofrenia di
ruang rawat inap Arjuna Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Jambi dengan p-value 0,001.

182
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 6, No. 2

Desember 2017

Kemampuan Mengontrol Ghrasia.Jurnal.


Halusinasi Pendemngaran Pada
Pasien Skizofrenia Di Ruang Sugiyono. (2014).
Flamboyan Rumah Sakit Menur MetodePenelitianKuantitatifdanK
Surabaya. ualitatif. Alfabeta.Bandung.
Hidayah. (n.d.). Pengaruh Terapi Sutini, Y. (2016). Buku
Aktivitas Kelompok Stimulasi AjarKeperawatanJiwa.
Persepsi Sensori Terhadap RefikaAditama.Bandung.
Kemampuan Mengontrol
Yusuf, Fitria, N. (2015).
Halusinasi Di RSJD Dr. Amino
BukuAjarKeperawatanKesehatan
Gondohutomo Semarang. 2015.
Jiwa. Salemba Medika.Jakarta.
Iskandar, D. (2014). Asuhan
KeperawatanJiwa.
RefikaAditama.Bandung.

Keliat. (2016). eperawatan Jiwa. Buku

Kedokteran EGC.

Keliat&Akemat. (2014).
ModelPraktekKeperawatanProfes

ionalJiwa. EGC.Jakarta.
Muhith, A. (2015).
PendidikanKeperawatanJiwa. CV

Andi Offset. Yogyakarta.

Notoadmodjo. (2012). Ilmu

PerilakuKesehatan.

RinekaCipta.Jakarta.

RekamMedikRumahSakitJiwaDaerah
Provinsi Jambi Tahun. (2017).
JumlahPenyakitSkizofrenia Di
Ruang Rawat Inap RSJD Provinsi

Jambi.

RisetKesehatanDasar. (2013).

BadanPenelitian

DanPengembanganKesehatan.

Rochdiat, A. &. (2013). Pengaruh


Pemberian Terapi Aktivitas

Kelompok Stimulasi Persepsi


Terhadap Kemampuan
Mengontrol Halusinasi Pada Klien
Skizofrenia Di Rumah Sakit
ANALISIS JURNAL

Pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi


terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien
skizofrenia di ruang rawat inap arjuna rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Jambi

P (Populasi) : Pasien halusinasi pendengaran

P (Populasi dan S (Sample) : Populasi dalam penelitian ini sebanyak 950


pasien. responden dan sampel dalam penelitian adalah 10
Semple) responden (Sugiyono, 2012). Sampel yang dipilih merupakan
sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi Metode
pengambilan sampel dengan cara Purposive Sampling
Pada saat sebelum dilakukan terapi aktivitas kelompok
stimulasi persepsi halusinasi sebagian pasien
mengetahui cara-cara untuk mengontrol halusinasi tetapi
cara-cara yang mereka ketahui untuk mengontrol halusinasi
tidak diterapkan pada saat halusinasi mereka muncul. Dan
pada saat dilakukan terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi halusinasi sesi I sampai V selama lima hari berturut-
turut 10 responden datang tepat waktu dan kooperatif,
kemudian pada sesi pertama pasien mampu mengenali
halusinasi mereka, pada sesi kedua pasien mampu
mengulangi dan memperagakan cara menghardik halusinasi,
sesi ketiga pasien mampu memperagakan kegiatan sehari-
hari mereka untuk mengontrol halusinasi, sesi keempat
pasien mampu memperagakan cara bercakap-cakap, dan
pada sesi kelima pasien mampu mengulangi kerugian akibat
I (Interventional) putus obat dan keuntungan patuh minum obat. Kemudian
pada saat post test kemampuan pasien mengontrol halusinasi
mengalami peningkatan dan pada saat observasi hari terakhir
ditemukan satu orang pasien mampu.
Hasil uji statistik t-test didapatkan p-value = 0,001<0,05,
maka dapat disimpulkan bahwa setelah diberikan terapi
aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi ada
pengaruh terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi
yaitu

kemampuan pasien mengalami peningkatan dengan


selisih nilai yaitu 2.

Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh hidayah


(2014) tentang pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi
C (Comarasion) persepsi terhadap kemampuan mengontrol halusinasi di
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang menyatakan
bahwa hasil penelitian tidak ada beda yang signifikan
kemampuan mengontrol halusinasi sebelum dan sesudah
pada kelompok kontrol dengan nilai sig 0,129>0,05 dan ada
beda yang signifikan kemapuan mengontrol halusinasi
sebelum dan sesudah pada kelompok perlakuan dengan nilai
signifikan p=0,005<0,05. Artinya terdapat pengaruh yang
signifikan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
terhadap kemampuan mengontrol halusinasi di RSJD Dr.
Amino Gondohutomo.
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan adanya
pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
O (Outcome) halusinasi terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pada
pasien skizofrenia di ruang rawat inap Arjuna Rumah Sakit
Jiwa Daerah Provinsi Jambi.

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 28 Juli sampai 10 Agustus


2017 di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi
T (Time)

Anda mungkin juga menyukai