Anda di halaman 1dari 14

KEPERAWATAN JIWA

ISOLASI SOSIAL

Dosen pembimbing:
Siti Urifah, S.Kep., Ns., MNS

Oleh:
Susy Sulistyoningsih (7420066)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVRSITAS PESANTREN TINGGI DARUL’ ULUM
JOMBANG
2020
A. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain. (Purba, dkk. 2018).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme
individu terhadap suatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi
dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2019).
Isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima sebagai
perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam (Wilkinson,
2017).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang
lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Twondsed, 2016). Atau suatu
keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak
mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima kesepian, tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi
Anna Kelliat, 2017). Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain.
B. Etiologi
1. Faktor Presdisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi social adalah:
a. Faktor perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan
menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama
yang memberikan penglaman bagi individu dalam menjalankan hubungan dengan
orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih saying, perhatian dan kehangatan dari
ibu/pengasuh pada bayi-bayiakan memberikan rasa tidak nyaman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidak percayaan tersebut
dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan
dikemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar
anak tidak merasa diperlakukan sebagai objek. Menurut Purba , dkk, (2018) tahap-
tahap perkembangan individu dalam berhubungan terdiri dari:
b. Masa bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan
biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan
menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting
karena akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan dikemudian hari.
Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa
ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa
berikutnya.
2. Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai
mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan teman-
temannnya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya batasi atau terlalu dikontrol, hal
ini dapat membuat anak frustasi. Kasih saying yang tulus, aturan yang konsisten, dan
adanya komunikasi terbuka dalamkeluarga dapat menstimulasi anak tumbuh menjadi
individu yang interdependen, orang tua harus dapat memberikan pngarahan terhada
tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan
pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara
berhubungan, berkopetensi, dan berkompromi dengan orang lain.
3. Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman
sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan
mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan
intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan
jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih brarti
dari pada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak
dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali
menimbulkan perasaan trtekan maupun tergantung pada remaja.
4. Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandirinanya serta mempertahankan hubungan
interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan
kemampuan mengepresikan prasaan pada orang lain, dan menerima prasaan orang lain
serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu
kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan
interpersonal pada dewasa muda adalah saling member dan menerima (matuality).
5. Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak
terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk
mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri.
Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap mempeprtahankan hubungan yang
interdependen atara orang tua dengan anak.
6. Masa Dewasa Ahir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik,
kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan
adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun
kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
C. Pohon Masalah

Resiko gangguan sensori persepsi halusinasi

Isolasi sosial Deficit perawatan diri

Mekanisme koping tidak efektif

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah


D. Tanda dan Gejala
Menurut Purba, dkk. (2018). Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak orang lain.
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain.
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
6. Pasien merasa tidak berguna.
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
E. Akibat yang ditimbulkan
Perilaku isolasi sosial: menarik diri dapat beresiko terjadinya perubahan persepsi
sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori hausinasi adalah persepsi sensori yang
salah (misalnya tampa stimulus eskternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan
realita/kenyataan, seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang
sebenarnya tidak ada.
Halusinasi adalah penerapan tampa adanya rangsang apapun dari panca indra,
dimana orang tersebut sadar dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh
psikotik, gangguan fungsional, organic atau histerik. Halusinasi merupakan pengalaman
mempersepsikan yang terjadi tampa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi lima
perasaan (penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi yang
paling umum adalah halusinasi pendengaran.
F. Penatalaksanaan
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlopromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas. Kesadaran diri terganggu, daya ingat norma social dan titik diri terganggu,
berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan prasaan
dan perilaku aneh, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu
bekerja, berhubungan social dan melkukan kegiatan rutin. mempunyai efek
samping gangguan otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering,
kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intaokuler mninggi,
gangguan irama antar jantung (Andrey, 2019).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta
dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan
miksi, dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan infra
meninggi, gangguan irama jantung, kontra indikasi terhadap penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2019).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik,
sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek
samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, bingung,
agitasi, konstipasi, takikardi, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontra indikasi terhadap
hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaucoma sudut sempit, psikosis berat
psikoneurosis (Andrey, 2019).
2. Terapi Individu
terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi dapat diberikan strategi pertemuan
(SP) yang terdiri dari tiga SP, dengan masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-
beda. Pada SP 1, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan
pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi
dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan-
latihan berbincang-bincang dengan orang lain kedalam kegiatan harian. Pada SP 2,
perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, member kesempatan pada pasien
mempraktekkan cara berkenalan degan satu orang, dan membantu pasien memasukkan
kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada
SP 3, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, member kesempatan untuk
berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan hariannya (Purba, 2018).
3. Terapi Kelompok
Menurut (Purba, 2018), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan
bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-
hari yang meliputi:
1. Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien seewaktu bangun tidur.
2. Buang air besar (BAB), dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk tingkah
laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
3. Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi dan
sesudah mandi.
4. Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan keperluan berganti pakaian.
5. Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan
setelah makan dan minum.
6. Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan kebutuhan,
kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan, rambut
kuku dan lain-lain.
7. Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauh mana pasien mengerti dan dapat menjaga
keselamatan dirinya sendiri, seperti tidak menggunakan/menaruh benda tajam
sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya
tampa tujuan yang positif.
8. Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien ntuk pergi tidur
G. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan agama, tanggal MRS,
informan, tanggal pengkajian, alamat klien.
2. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyendiri, komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam
diri di kamar, menolak interaksi dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan
sehari-hari, dependen.
3. Faktor presdisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan, frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya, perubahan
struktur sosial.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB), dan keluhan
fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek Psikososial
a. Genogram yang menggambrkan tiga generasi
b. Konsep diri
1. Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau
tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi.
Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negative tentang tubuh,
preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang, mengungkapkan keputusan,
mengungkapkan ketakutan.
2. Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan, dan
tidak mampu mengambil keputusan.
3. Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit,
proses menua, putus sekolah, PHK.
4. Ideal diri
Mengungkapkan keputusan karena penyakit: mengungkapkan
keinginan yang terlalu tinggi
5. Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan social, merendahkan martabat, mencederai
diri, dan kurang percaya diri.
6. Status mental
Kontak mata klien kurang/tidk dapat mempertahankan kontak mata,
kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang
mampu berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan keputusan dan
kurang berharga dalam hidup.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a. Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan.
b. Klien mampu BAB dan BAK, menngunakan dan membersihkan Wc,
Membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Pada obsrvasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi.
d. Klien dapat melakukan istirahat dan tidur, dapat beraktivitas didalam
dan diluar rumah
e. Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
8. Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau
menceritakannya pada orang lain (lebih sering menggunakan koping
menarik diri).
9. Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
psikomotor, therapy okopasional, TAK, dan rehabilitas.

B. Diagnosa Keperawatan
Resiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri.
Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak
efektifnya koping.
Individu : koping defensive.
Rencana Tindakan
Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi
Isolasi sosial Setelah dilakukan tindakan Tindakan psikoterpeutik
keperawatan selama 3x24 jam Klien.
klien dapat berinteraksi Sp 1
dengan orang lain baik secara - bina hubungan saling percaya
individu maupun secara - identifikasi penyebab isolasi
kelompok dengan kriteria sosial.
hasil: Sp 2
- Klien dapat membina - Diskusikan bersama klien
hubungan saling keuntungan berinteraksi
percaya dengan orang lain, dan
- Dapat menyebutkan kerugian tidak
penyebab islasi social berinteraksi dengan orang
- Dapat menyebutkan lain.
keuntungan - Ajarkan kepada klien cara
berhubungan dengan berkenalan dengan satu
orang lain. orang.
- Dapat menyebutkan - Anjurkan kepada klien
kerugian tidak untuk memasukkan
berhubungan dengan kegiatan berkenalan
orang lain. dengan orang lain dalam
- Dapat berkenalan dan jadwal kegiatan harian
bercakap-cakap dirumah.
dengan orang lain Sp 3
secara bertahap. - Evaluasi pelaksanaan dari
- Terlibat dalam jadwal kegiatan harian
aktivitas sehari-hari klien.
- Berikan kesempatan pada
klien mempraktekkan
cara berkenalan dengan
dua orang.
- Ajarkan klien berbincang-
bincang dengan dua orang
tentang topik tertentu.
- Anjurkan kepada klien
untuk memasukkan
kegiatan berbincang-
bincang dengan orang lain
dalm jadwalkegiatan
harian dirumah
Sp 4
- Evaluasi pelaksanaan dari
jadwal kegiatan harian
klien.
- Jelaskan tentang obat
yang diberikan (jenis,
dosis, waktu, manfaat,
dan efek samping obat).
- Anjurkan klien
memasukkan kegiatan
bersosialisasi dalam
jadwal kegiatan harian
dirumah.
- Anjurkan klien untuk
brsosialisasi dengan orang
lain
Keluarga
- Diskusikan masalah yang
dirasakan kluarga dalam
merawat klien.
- Jelaskan pengertian, tanda
dan gejala isolasi sosial
yang dialami klien dan
proses terjadinya.
- Jelaskan dan latih
keluarga cara-cara
merawat klien.
Tindakan Psikofarmaka
- Beri obat-obatan seuai
program
- Pantau keefektifan dan
efek samping obat yang
diminum
- Ukur vital sign secara
periodik.
Tindakan manipulasi lingkungan
- Libatkan dalam makan
bersama
- Perlohatkan sikap
menerima dengan cara
melakukan kontak singkat
tapi sering.
- Berikan reinformance
Gangguan konsep diri harga diri positif setiap klien
rendah berhubungan dengan berhasil melakukan suatu
tidak efektifnya koping individu: tindakan.
koping defensif Setelah dilakukan tindakan - Orientasikan klien pada
asuhan keperawatan selama waktu tempat, dan orang
3x pertemuan klien sesuai kebutuhannya.
mempunyai konsep diri yang
positif dengan kriteria hasil Tindakan Psikoterapeutik
- Dapat membina Pasien :
hubungan saling - Bina hubungan saling
percaya percaya
- Dapat - Identifikasi kemampuan
mengidentifikasi aspek dan aspek positif yang
positif yang dimiliki. dimiliki klien (individu,
- Dapat keluarga, dan
mengembangkan masyarakat).
kemampuan yang telah - Bantu klien menilai
diajarkan kemampuan klien yang
- Dapat terlibat dalam dapat digunakan.
terapi aktivitas - Bantu klien memilih
kelompok orientasi kegiatan dan melatih
realita dan stimulasi sesuai dengan
persepsi. kemampuan klien.
- Dapat mengikuti - Melatih kemampuan
aktivitas dirumah. kedua.
- Dapat minum obat - Anjurkan klien
dengan bantuan memasukkan dalam
minimal. jadwal kegiatan harian
Keluarga :
- Diskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam
merawat klien.
- Jelaskan pengertian, tanda
dan gejala harga diri
rndah yang dialami klien
beserta proses terjadinya.
- Jelaskan cara-cara
merawat klien harga diri
rendah.
- Bantu keluarga membuat
jadwal aktivitas dirumah
termasuk minum obat.
- Jelaskan follow up klien.
Tindakan Psikofarmaka
- Berikan obat-obatan
sesuai program
pengobatan klien
- Pantau keefektifan dan
efek samping obat yang
diminum
- Ukur VS secara periodic
Tindakan Manipulasi
Lingkungan
- Bersikap menerima klien
dan negatisme
- Libatkan klien dalam
stiap aktivitas dirumah
dan dilingkungan.
- Beri kesmpatan pada
klien untuk mengerjakan
tugas dan tanggung
jawabnya sendir,
misalnya merapikan
tempat tidur,
membersihkan alat
makan, dan minum obat.
- Berikan umpan balik
positif untuk tugas-tugas
yang dilakukan secara
mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
Kusumawati dan Hartono, 2013. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
Stuart dan Sundeen, 2015. Buku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Kaliat Budi Keliat, SKp. (2016). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik
Diri, Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Anonim, (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial. Diakses pada tanggal 24
Juli 2012 pada http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan-isolasi-sosial/
Nia Fitria. 2018. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosa Keperawatan Jiwa Berat, Jakarta:
Salemba Medika .
Rasmun. (2014). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga,
Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta: Fajar
Interpratama.

Anda mungkin juga menyukai