Anda di halaman 1dari 17

1

ASUHAN KEPERWATAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN (RPK)

Untuk memenuhi tugas stase jiwa

Di RSUD Arjawinangun

Oleh : Wulan Suhendi Putri

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) CIREBON

CIREBON 2019/2020
2

DAFTAR ISI

COVER .................. 1

DAFTAR ISI ................... 2

KATA PENGANTAR...... 3

DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG 4

1.2 RUMUSAN MASALAH 6

1.3 TUJUAN 6

1.4 MANFAAT 6

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI 7

2.2 ETIOLOGI 7

2.3 MANIFESTASI KLINIK 8

2.4 TANDA ANCAMAN RPK 9

2.5 AKIBAT PERILAKU RPK 9

2.6 PENATALAKSANAAN 10

2.7 POHON MASALAH 11

2.8 RENTANF RESPON 11

2.9 ASUHAN KEPERAWATAN 12

BAB III KESIMPULAN DAN PENUTUP

3.1 KESIMPULAN 15

3.2 SARAN 15
3

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang Resiko
Perilaku Kekerasan ini terselesaikan dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Resiko Perilaku Kekerasan. Saya juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
makalah ini di waktu yang akan datang.

Cirebon, 23 November 2019


4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan point utama dalam kehidupan manusia dan untuk

mendapatkannya membutuhkan usaha yang lebih misalnya dengan olahraga

teratur, selalu menjaga keberihan diri, lingkungan, makan dan minum yang

bergizi. Manusia dikatakan sehat apabila jiwa dan fisiknya tidak mengalami

gangguan atau cidera yang mengakibatkan kesehatan menurun.

Gangguan jiwa pada mulanya dianggap suatu yang gaib, sehingga

penanganannya secara supranatural spiristik yaitu hal-hal yang berhubungan

dengan kekuatan gaib. Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang terjadi

pada unsur jiwa yang manifestasinya pada kesadaran, emosi, persepsi, dan

intelegensi. Salah satu gangguan jiwa tersebut adalah gangguan perilaku

kekerasan.

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai

seseorang baik secara fisik maupun psikologis (Depkes RI, 2000 hal 147).

Kemarahan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari yang tidak dapat di

elakkan dan sering menimbulkan suatu tekanan.

Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu respon terhadap

kecemasan yang dirasakansebagai ancaman individu. Pengungkapan kemarahan

dengan langsung dan konstruksif pada saat terjadi dapat melegakan individu dan

membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya sehingga individu

tidak mengalami kecemasan, stress, dan merasa bersalah dan bahkan merusak diri

sendiri, orang lain dan lingkungan. Dalam hal ini, peran serta keluarga sangat
5

penting, namun perawatan merupakan ujung tombak dalam pelayanan kesehatan

jiwa.

Menurut undang-undang kesehatan jiwa Nomor 18 Tahun 2014 Bab 1 pasal 1

ayat 1 kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang

secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

kemampiannya sendiri, dapt mengatasi tekenan, bekerja secara produktif, dan

mampu memberikan kontribusi untuk kelompoknya.

Menurut Purnama, Yani, & Titin (2016) mengatakan gangguan jiwa adalah

seseorang yang terganggu dari segi mental dan tidak bisa menggunakan

pikirannya secara normal. Skizofrenia adalah kerusakan otak yang mengakibatkan

gangguan fungsi kognitif, aktif, bahasa, gangguan memandang terhadap realitas,

dan hubungan interpersonal, dan mempunyai perubahan perilaku seperti perilaku

agisitas dan agresif atau disebut dengan perilaku kekerasan.

Assertives training menurut Stuart dan Laraia dalam Suryanta & Murti W (2015)

adalah intervensi tindakan keperawatan pasien perilaku kekerasan dalam tahap preventif.

Latihan asertif bertujuan agar pasien mampu berperilaku asertif dalam mengekspresikan

kemarahannya. Assertives training adalah suatu terapi modalitas keperawatan dalam

bentuk terapi tingkah laku, klien belajar mengungkapkan perasaan marah secara tepat

atau asertif sehingga mampu berhubungan dengan orang lain, mampu menyatakan : apa

yang diinginkan, apa yang disukai, apa yang ingin dikerjakan, dan kemampuan untuk

membuat seseorang merasa tidak risih berbicara tentang dirinya sendiri. (Suryanta &

Murti W, 2015) Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang

lain (Afnuhazi, 2015). Menurut Erwina (2012) perilaku kekerasan adalah merupakan

bentuk kekerasan dan pemaksaan secara fisik maupun verbal ditunjukkan kepada diri
6

sendiri maupun orang lain. Perilaku kekerasan adalah salah satu bentuk perilaku yang

bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologi (Keliat et al., 2011)

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan adalah

suatu keadaan dimana seorang yang melakukan suatu tindakan kekerasan secara fisik

maupun verbal yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Respon

perilaku yang diperlihatkan oleh klien berbeda-beda tergantung bagaiman keadaan klien,

dari respons adaptif sampai respons maladaptif. Respons adaptif adalah respon normal

klien yang masih terkontrol terhadap masalah, sedangkan respons maladaptif adalah

respon klien yang berlebihan atau tidak normal terhadap masalah.

1.2 Tujuan

 Untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan resiko

perilaku kekerasan.

 Untuk memberi pemahaman kepada keluarga dan masyarakat tentang

resiko perilaku kekerasan

1.3 Manfaat

 Memberi informasi kepada keluarga dan masyarakat tentang resiko

perilaku kekerasan

 Untuk memberi pemahaman kepada penulis


7

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Menurut NANDA Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat

membahayakan orang lain, diri sendiri baik secara fisik, emosional dan atau seksualitas.

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang

dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Afnuhazi,

2015) perilaku kekerasan adalah merupakan bentuk kekerasan dan pemaksaan secara fisik

maupun verbal ditunjukkan kepada diri sendiri maupun orang lain. Perilaku kekerasan

adalah salah satu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik

maupun psikologi

2.2 ETIOLOGI

Menurut Budiana Keliat faktor presipitasi dan predisposisi dari perilaku kekerasan

adalah:

1. Faktor predisposisi

a. Psikologi

Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat

timbul agresif atau amuk

b. Perilaku

Reinforcement yang diterima jika melakukan kekerasan, sering

mengobservasi kekerasan, merupakan aspek yang menstimulasi dan

mengadopsi perilaku kekerasan.

c. Sosial budaya
8

Budaya tertutup, kontrol sosial tidak pasti terhadap perilaku kekerasan

menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.

d. Bioneurologis

Kerusakan sistem limbik, lobus frontal atau temporal dan ketidakseimbangan

neurotransmiter.

2. Faktor presipitasi

Yaitu faktor yang bersumber:

a. Klien, misalnya : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri

kurang.

b. Lingkungan sekitar klkien, misalnya : padat,ribut, kritikan mengarah pada

penghinaan, kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan dan kekerasan.

c. Interaksi dengan orang lain, misalnya: provokatif dan konflik

2.3 Manifestasi Klinik

a. Emosi

Tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam), jengkel

b. Fisik

Muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan

obat dan tekanan darah

c. Intelektual

Mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan

d. Spiritual

Kemahakuasaan, kebijakan/kebenaran diri, keraguan, tidak bermoral, kebejatan

kreativitas terhambat
9

e. Sosial Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, humor (Budiana

Keliat)

2.4 Tanda ancaman kekerasan (Kaplan dan Sadock) adalah :

a. Tindakan kekerasan belum lama, termasuk kekerasan terhadap barang

b. Ancaman verbal atau fisik

c. Membawa senjata atau benda lain yang dapat digunakan sebagai senjata. Misalnya:

Garpu, asbas, dll

d. Agitasi psikomotor progresif

e. Intoksikasi alkohol atau zat lain

f. Ciri paranoid ada pasien psiotik

g. Halusinasi dengar dengan perilaku kekerasan tetapi tidak semua pasien berada ada

resiko tinggi

h. Penyakit otak global atau dengan temuan lobus frontalis, lebih jarang pada temuan

lobus temporalis (kontroversial)

i. Kegembiraan katatonik

j. Episode manik tertenttu

k. Gangguan kepribadian (kekerasan, penyerangan, atau diskontrol impuls)

2.5   AKIBAT PERILAKU KEKERASAN

Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi minciderai diri,

orang lain dan lingkungan. Resiko menciderai merupakan  suatu tindakan yang

kemungkinan dapat melukai/mrmbahayakan diri, orang lain dan lingkungan.


10

2.6 PENATALAKSANAAN

A. Tindakan keperawatan

1. Berteriak, menjerit, memukul

Terima kemarahan klien, diam sebentar, arahkan klien untuk memukul barang

yang tidak mudah rusak seperti bantal dan kasu.

2. Cari gara-gara

Banatu klien melakukan relaksasi. Misalnya latihan fisik maupun oahraga.

Latihan pernapasan 2kali/hari, tiap kali 10 kali tarikan dan hembusan nafas.

3. Bantu melalui humor

Jaga humor tidak menyakiti orang, observasi ekspresi muka orang yang menjadi

sasaran dan diskusikan cara umum yang sesuai.

B. Terapi medis

1. Clorpimazine (CPZ)

Untuk mensupresi gejala-gejala psikosa: agitasi, ansietas,

ketegangan,kebingungan insomnia,halusinasi, waham dan gejala-gejala lain yang

biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, maniak, depresi,gangguan

personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil.cara pemberian perroral atau

intra muskular.

2. Haloperido

Untuk gangguan psikotik, sindroma gilles dela tourett pada anak-anak dan

dewasa. Kontraindikasi: depresi saraf pusat. Penyakit parknson, mengantuk,

tremor, letih, lesu, gelisah, gejala ekstra piramidal.

3. Trihexyphenidyl (THP,Artane,Tremin)

Untuk gejala skizofrenia


11

2.7 POHON MASALAH

2.8 RENTANG REASPON

adaptif maladaptif

asertif frustasi pasif agresif kekerasan

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


Mempu Gagal idak dapat Mengekspres Perasaan

mengungkapka mencapai mengungka ikan secara marah,

n marah tanpa tujuan pkan perasaan, fisik, tapi masih permusuhan

menyalahkan kepuasan saat tidak berdaya, terkontrol, yang kuat,

orang lain dan marah dan tidak dan menyerah mendorong hilang kontrol,

memberikan dapat orang lain disertai

kelegaan menemukan dengan amukan, dan

alternatif ancaman merusak

lingkungan.
Sumber : Yosep (2010)

2.9 ASUHAN KEPERAWATAN


12

1. PENGKAJIAN

A. Factor predisposisi

a. Riwayat kelahiran dan tumbuh kembang (biologis)

b. Trauma karena aniaya fisik, seksual, atau tindakan aniaya fsik

c. Tindakan anti social

d. Penyakit yang pernah diderita

e. Gangguan jiwa di masa lalu

f. Pengadaan sebelumnya

B. Aspek psikologis

Keluarga, pengasuh, lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis

klien.  Sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi jiwa amuk adalah :

penolakan dan kekerasan dalam kehidupan klien. Pola asuh pada usia anak-anak

yang tidak adekuat misalnya tidak ada kasih saying, diwarnai kekerasan dalam 

keluarga merupakan resiko gangguan jiwa amuk.

C. Aspek social budaya

Kemiskinan, konflik  social budaya , kehidupan terisolasi, disertai stress yang

menumpuk, kekerasan dan penolakan.

D. Aspek spiritual

Klien merasa berkuasa dan dirinya benar, tidak bermoral.

E. Factor fisik

a. Identitas Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, diagnosa medis,

pendidikan dan pekerjaan.

b. Keturunan Adalah penyakit keluarga yang sama dengan klien atau gangguan

jiwa lainnya, jika ada sebutkan.

c. Proses psikologis
13

 Riwayat kesehatan masa lalu

apakah klien pernah sakit atau kecelakaan, apakah sakit tersebut

mendadak / menahun dan meninggalkan cacat.

 Bagaimana makan dan minum klien

 Istirahat tidur

 Pola BAB/BAK

 Latihan

 Pemeriksaan fisik Fungsi system, seperti pernafasan, kardiovaskuler,

gastrointestinal, genitourinary, integument dan paru udara.Penampilan

fisik, berpakaian rapi/tidak rapi, bersih, factor tubuh (kaku ,lemah,

rileks, lemas)

F. Factor Emosional

Klien merasa tidak aman, mersa terganggu, dendam, jengkel.

G. Faktor Mental

Cenderung mendiminasi, cerewet, kasar, meremehkan dan suka berdebat.

H. Latihan

Menarik diri, pengasingan, penonalakan, kekerasan, ejekan, sindiran.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko mecederai diri sendiri, oranglain dan lingkungan berhubungan dengan


perilaku kekerasan atau amuk.
2. Perilaku kekerasan berhubungan denga gangguan konsep diri : harga diri rendah

3. INTERVENSI

A. TUM
Klien tidak mencederai diri sendiri, oranglain dan lingkungan dengan manajemen
kekerasan.
B. TUK
14

a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.


 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat, dan jelaskan tujuan interaksi.
 Panggil nama klien yang disukai.
 Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab kekerasan
 Beri klien kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
 Bantu klien mengungkapkan perasaan kesal/jengkel.
 Dengarkan ungkapan rasa marah klien dengan sikap tenang.
c. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan (tanda-tanda).
   Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan di rasakan saat
jengkel.
 Observasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
 Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/ kesal yang dialami.
d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
 Anjurkan klien mengungkapkan perasaan/ perilaku kekerasan yang
biasa di lakukan.
 Bantu bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
 Tanyakan “ apakah cara yang dilakukan masalahnya selesai ? “
e.   Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
 Bicarakan akibat / kerugian dari cara yang dilakukan.
 Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang dilakukan.
 Tanyakan apakah ingin mempelajari cara yang baru dan sehat

4. IMPELEMENTASI DAN EVALUASI

Implementasi sesuai intervensi yang akan dipilih untuk tindakan yang akan

diberikan ke klien, dengan implementasi yang sudah dilakukan.

BAB III
15

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

Pada kasus perilaku kekerasan tindakan yang dilakukan sesuai dengan

konsep teori adalah membina hubungan saling percaya, membantu klien

mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau marah, membantu klien

mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan, membantu mengungkapkan

akibat atau kerugian dari cara yang digunakan klien, membantu klien

mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespon terhadap

kemarahannya dan mengajarkan cara untuk menyalurkan energy marah yang

sehat agar tidak menciderai diri sendiri, oarng lain dan lingkungan. (Budi

Anna Keliat , S.Kp)

4.2 Saran

Untuk pasien

1. Hindarkan hal-hal yang bisa menyebabkan marah yaitu mengungkit

masalah tentang keinginan yang tidak terpenuhi, menjauhi hal-hal yang

menyebabkan klien jengkel.

2. Ekspresikan marah dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti

dan diterima tanpa menyakiti orang lain

3. Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan atau aktivitas sehari-hari baik

didalam ruangan maupun diluar ruangan.

4. Anjurkan klien minum obat secara teratursesuai dengan ketentuan dokter.

5. Anjurkan klien kontrol dengan teratur setelah pulang dari rumah sakit

Untuk perawat :
16

1. Perawat perlu mengeksplorasikan perasaan marah dengan : mengkaji

pengalaman marah masa lalu dan bermain peran dalam

mengungkapkan marah.

2. Perawat perlu mengembangkan tingkah laku asertif bagi klien yaitu

menganjurkan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara

berkelompok misal dengan keluarga untuk dapat pemecehan

masalahya.

3. Perawat perlu mengembangkan dan menyalurkan nergi kemarahannya

dengan cara yang konstruktif.

4. Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga, lari pagi, angkat berat dan

aktivitas lain yang membantu relaksasi otot seperti olahraga.

5. Mengikutsertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok.

DAFTAR PUSTAKA
17

1. muhammad arsyad subu,dkk stigmatisasi dan perilaku kekerasan pada orang dengan

gangguan jiwa (odgj) di indonesia : jurnal keperawatan indonesia, volume 19 no.3,

november 2016, hal 191-199 pissn 1410-4490, eissn 2354-9203

2. heri setiawan budi anna keliat ice yulia wardani, tanda gejala dan kemampuan

mengontrol perilaku kekerasan dengan terapi musik dan rational emotive cognitif

behavior therapy jurnal ners vol. 10 no. 2 oktober 2015: 233–241

3. http://sythadewi.blogspot.com/2014/08/konsep-dasar-resiko-perilaku-

kekerasan_5.html

4. fathul habbi yulsar rahman, upaya penurunan risiko perilaku kekerasan

pada dengan melatih asertif secara verbal, kti 2017

Anda mungkin juga menyukai