Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DAN RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PADA PASIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN (MENCEDERA DIRI, ORANG


LAIN, DAN LINGKUNGAN) DI RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA

Disusun Oleh
Kelompok 5

1. Rodliyatul Maghfiroh (1130222011)

2. Nila Armiati F (1130222037)

3. Lailatul Syarofah (1130222062)

4. Haviva Ellyawana A (1130222030)

5. Ismi Fauziah (110222033)

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Perilaku Kekerasan


1. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan respon perilaku manusia untuk merusak sebagai
bentuk agresif fisik yang dilakukan seseorang terhadap orang lain dan atau
sesuatu (Nurhalimah, 2016).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang yang
diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan pada
diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri
dalam bentuk penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan
agresif yang ditujukan untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku
kekerasan pada lingkungan dapat berupa perilaku merusak lingkungan, melempar
kaca, genting dan semua yang ada dilingkungan. Pasien yang dibawa ke rumah
sakit jiwa sebagian besar akibat melakukan kekerasan dirumah. Perawat harus jeli
dalam melakukan pengkajian untuk menggali penyebab perilaku kekerasan yang
dilakukan selama dirumah (Yusuf, dkk, 2015).

2. Klasifikasi perilaku kekerasan


Adapun klasifikasi perilaku kekerasan menurut Muhith (2015) sebagai berikut:
a. Irritable aggression, merupakan tindakan kekerasan akibat ekspresi perasaan
marah, biasanya diinduksi oleh frustasi dan terjadi karena sirkuit pendek pada
proses penerimaan dan memahami informasi dengan intensitas emosional yang
tinggi.
b. Instrumental aggression adalah suatu tindak kekerasan yang dipakai sebagai alat
untuk mencapai suatu tujuan tertentu (misalnya untuk mencapai suatu tujuan
politik tertentu dilakukan tindak kekerasan yang dilakukan secara sengajadan
terencana: seperti peristiwa penghancuran menara kembar WTC di New York,
tergolong dalam kekerasan instrumental)
c. Mass Aggression adalah tindak agresi yang dilakukan oleh massa sebagai akibat
kehilangan individualitas dari masing-masing individu, (misalnya, bila ada
seseorang yang mempelopori tindakan keekrasan maka secara otomatis semua
akan ikut melakukan kekerasan maka secara otomatis semua akan ikut melakukan
kekerasan yang dapat semakin meninggi, karena saling membangkitkan)
Sedangkan menurut Yusuf (2015), ada beberapa perilaku yang harus dikenali dari
klien gangguan risiko perilaku kekerasan sebagai berikut:
a. Menyerang atau menghindari

Pada keadaan ini respons fisiologis timbul karena kegiatan sistem syaraf
otonom bereaksi terhadap sekresi ephineprin yang menyebabkan tekanan darah
meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, mual, sekresi HCL meningkat,
peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi,
kewaspadaan meningkat, disertai ketegangan otot seperti :rahang terkatup, tangan
mengepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
b. Menyatakan secara asertif

Perilaku yangditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya,


yaitu perilaku pasif, agresif, dan asertif. Perilaku asertif merupakan cara terbaik
individu untuk mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara
fisik maupun psikologis. Dengan perilaku tersebut, individu juga dapat
mengembangkan diri
c. Memberontak

Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku untuk
menarik perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan

Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan.
1. Proses Terjadinya Marah Perilaku Kekerasan

2. Manifestasi klinis Perilaku Kekerasan

Adapun manifestasi klinis gangguan perilaku kekerasan sebaga berikut (Azizah,


2016):
a. Fisik

1) Muka merah dan tegang.

2) Mata melotot atau pandangan tajam.

3) Tangan mengepal.

4) Rahang mengatup.

5) Wajah memerah dan tegang.

6) Postur tubuh kaku.

7) Pandangan tajam.

8) Mengatupkan rahang dengan kuat.

9) Mengepalkan tangan.

10) Jalan mondar mandir.

b. Verbal

1) Bicara kasar.

2) Suara tinggi, membentak atau berteriak.

3) Mengancam secara verbal atau fisik.


4) Mengumpat dengan kata kata kotor.

5) Suara keras.

6) Ketus

c. Perilaku

1) Melempar atau memukul benda atau orang lain.

2) Menyerang orang lain.

3) Melukai diri sendiri atau orang lain.

4) Merusak lingkungan.

5) Amuk atau agresif.

d. Emosi

1) Tidak adekuat.

2) Tidak aman dan nyaman.

3) Rasa terganggu.

4) Dendam dan jengkel.

5) Tidak berdaya.

6) Bermusuhan

7) Mengamuk

8) Ingin berkelahi.

9) Menyalahkan

10) Menuntut

e. Intelektual

1) Mendominasi

2) Cerewet

3) Kasar

4) Berdebat

5) Meremehkan

6) Sarkasme

f. Spiritual
1) Merasa diri berkuasa.

2) Merasa diri benar.

3) Mengkritik pendapat orang lain.

4) Menyinggung perasaan orang lain.

5) Tidak peduli dan kasar.

g. Sosial

1) Menarik diri.

2) Pengasingan

3) Penolakan

4) Kekerasan

5) Ejekan

6) Sindiran

h.Perhatian

1) Bolos

2) Mencuri

3) Melarikan diri.

4) Penyimpangan seksual.

3. Etiologi Perilaku Kekerasan

Menurut Direja dalam Verdiana (2019), ada beberapa faktor penyebab terjadinya
perilaku kekerasan sebagai berikut:
a. Faktor predisposisi

Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi,
artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor
berikut di alami oleh individu :
1) Psikologis

Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian


menyenagkan atau perasaan ditolak, dihina, dianiaya, atau sanksi penganiayaan.
2) Perilaku reinforcement

Yang diterima saat melakukan kekerasan, dirumah atau di luar rumah, semua
aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3) Teori psikoanalitik

Menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya ego dan membuat konsep diri yang
rendah. Agresi dapat meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam
hidupnya.
b. Faktor presipitasi

Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik injuri fisik,
psikis, atau ancaman konsep diri. Faktor pencetus sebagai berikut:
1) Klien : kelemahan fisik, keputusan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh
agresif dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2) Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik,
merasa terancam baik internal maupun eksternal.

4. Rentang Respon Perilaku Kekerasan

Adapun rentang respon perilaku kekerasan sebagai berikut (Sutejo, 2017):


Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kemarahan

Keterangan:

Asertif: Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain


Frustasi: Kegagalan mencapai tujuan karena tidak relialitas atau terhambat
Pasif: Respons lanjut klien tidak mampu ungkapkan perasaan
Agresif: Perilaku destruktif masih terkontrol
Kemarahan: Perilaku dekstruktif dan tidak terkontrol
5. Pohon Masalah Perilaku Kekerasan

Risiko mencederai diri sendiri, orang


lain, dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Harga diri rendah

6. Akibat Terjadinya Perilaku Kekerasan

Akibatnya pasien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan risiko tinggi


mencederai diri, orang lain, dan lingkungan. Risiko mencederai merupakan suatu
tindakan yang kemungkinan dapat melukai/membahayakan diri, orang lain, dan
lingkungan.
7. Mekanisme koping Perilaku Kekerasan

Adapun mekanisme koping perilaku kekerasan sebagai berikut (Sutejo, 2017):

c. Sublimasi

d. Proyeksi

e. Depresi

f. Denial

g. Reaksi formasi

8. Penatalaksanaan Perilaku Kekerasan

a. Terapi somatik

Terapi Somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa
dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptife menjadi 10 perilaku adaktif
dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien, tetapi target
terapi adalah perilaku klien.
b. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsi therapi (ECT) adalah bentuk terapi
kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus
listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini adalah
awalnya untuk menagani klien skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi
biasanya dilaksanakan adalah 2-3 kali sekali (dua minggu sekali).
c. Terapi keluarga

Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi msalah klien


dengan memberikan perhatian:
1) BHSP

2) Jangan memancing emosi klien

3) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga

4) Memberikan kesempatan pada klien dalam mengemukakan pendapat

5) Anjurkan klien untuk mengemukakan masalah yang dialami

6) Mendengarkan keluhan klien

7) Membantu memecahkan masalah yang dialami klien

8) Hindari penggunaan kata-kata uang menyinggung perasaan klien

9) Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung memvonis

10) Jika terjadi perilaki kekerasan yang dilakukan adalah: bawa klien ketempat
yang tenang dan aman, hindari benda tajam, lakukan fiksasi sementara, rujuk
ke pelayanan kesehatan.
d. Terapi kelompok

Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial atau aktivitas


lain dengan berdiskusi dan bermain mengembalikan kesadaran klien karena
masalah sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain
(Varera, 2017).
A. Rencana Asuhan Keperawatan Jiwa pada Pasien Perilaku Kekerasan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri
dari pengumpulan data dan perumusan makalah klien. Data yang dikumpulkan
melalui data bilogis, psikologis, social dan spiritual (Keliat, Budi Ana, 1998:3.
Dikutip dari buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa, 2016).
a. Identitas klien

Melakukan pengenalan BHSP dan kontrak dengan klien tentang nama mahasiswa,
nama panggilan, lalu dilanjut melakukan pengkajian dengan nama klien, tujuan,
waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan. Tanyakan dan catat usia
klien dan No RM, tanggal pengkajian dan sumber data yang didapat.
b. Alasan masuk

Penyebab klien atau keluarga datang, apa yang menyebabkan klien melakukan
kekerasan, apa yang klien lakukan dirumah, apa yang sudah dilakukan keluarga
untuk mengatasi masalah.

c. Faktor predisposisi

Menanyakan apakah keluarga mengalami gangguan jiwa, bagaimana hasil


pengobatan sebelumnya, apakah pernah melakukan atau mengalami penganiayaan
fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga, dan tindakan
kriminal. Menanyakan kepada klien dan keluarga apakah ada yang mengalami
gangguan jiwa, menanyakan kepada klien tentang pengalaman yang tidak
menyenangkan. Pada klien dengan perilaku kekerasan faktor predisposisi, faktor
presipitasi klien dari pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, adanya
riwayat anggota keluarga yang gangguan jiwa dan adanya riwayat penganiayaan.
d. Pemeriksaan fisik

Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan apakah ada
keluhan fisik yang dirasakan klien. Pada klien dengan perilaku kekerasan tekanan
darah meningkat, RR meningkat, nafas dangkat, muka memerah, tonus otot
meningkat, dan dilatasi pupil.
e. Psikososial

1) Genogram

Genogram menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari pola


komunikasi, pengambilan keputusan, dan pola asuh. Pada klien perilaku
kekerasan perlu dikaji pola asuh keluarga dalam menghadapi klien.
2) Konsep diri

a) Gambaran diri
Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai,
reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan bagian yang
disukai. Klien dengan perilaku kekerasan mengenai gambaran dirinya ialah
pandangan tajam, tangan mengepal, muka memerah.
b) Identitas diri

Status dan posisi klien sebelum klien dirawat, kepuasan klien terhadap
status posisinya, kepuasan klien sebagai laki laki atau perempuan,
keunikan yang dimiliki sesuai dengan jenis kelaminnya dan posisinya.
Klien dengan PK biasanya identitas dirinya ialah moral yang kurang karena
menunjukkan pendendam, pemarah, dan bermusuhan.
c) Fungsi peran

Fungsi peran tugas atau peran klien dalam keluarga/pekerjaan/kelompok


masyarakat, kemampuan klien dalam melaksanakan fungsi atau perannya,

perubahan yang terjadi saat klien sakit dan dirawat, bagaimana perasaan
klien akibat perubahan tersebut. Fungsi peran pada klien perilaku
kekerasan terganggu karena adanya perilaku yang menciderai diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan.
d) Ideal diri

Klien dengan PK jika kenyataannya tidak sesuai dengan kenyataan maka ia


cenderung menunjukkan amarahnya, serta untuk pengkajian PK mengenai
ideal diri harus dilakukan pengkajian yang berhubungan dengan harapan
klien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi, tugas, peran dalam
keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan klien terhadap lingkungan,
harapan klien terhadap penyakitnya, bagaimana kenyataan tidak sesuai
dengan harapannya.
e) Harga diri

Harga diri yaitu penilaian tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal dirin
Harga diri tinggi merupakan perasaan yang berakar dalam menerim dirinya
tanpa syarat, meskipun telah melakukan kesalahan, kekalahan dee
kegagalan, ia tetap merasa sebagai orang yang penting dan berharga. Haras
diri yang dimiliki klien perilaku kekerasan ialah harga diri rendah karena
penyebab awal klien PK marah yang tidak bisa menerima kenyataan dan
memiliki sifat labil yang tidak terkontrol beranggapan dirinya tidak
berharga.
3) Hubungan sosial

Hubungan sosial pada perilaku kekerasan terganggu karena adanya resiko


menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan serta memiliki amarah yang
tidak dapat terkontrol, selanjutnya dalam pengkajian dilakukan observasi
mengenai adanya hubungan kelompok apa saja yang diikuti dalam masyarakat,
keterlibatan atau peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat, hambatan
dalam berhubungan dengan orang lain, minat dalam berinteraksi dengan orang
lain.
4) Spiritual

Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah/menjalankan keyakinan, kepuasan dalam


menjalankan keyakinan.

f. Status mental

1) Penampilan

Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki tidak rapi,
penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak seperti biasanya,
kemampuan klien dalam berpakaian kurang, dampak ketidakmampuan
berpenampilan baik/berpakaian terhadap status psikologis klien (deficit
perawatan diri). Pada klien dengan perilaku kekerasan biasanya klien tidak
mampu merawat penampilannya, biasanya penampilan tidak rapi, penggunan
pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak seperti biasanya, rambut kotor.
rambut seperti tidak pernah disisir, gigi kotor dan kuning, kuku panjang dan
hitam.
2) Pembicaraan

Amati pembicaraan klien apakah cepat, keras, terburu-buru, gagap, sering


terhenti/bloking, apatis, lambat, membisu, menghindar, tidak mampu memulai
pembicaraan. Pada klien perilaku kekerasan cara bicara klien kasar, suara tinggi,
membentak, ketus, berbicara dengan kata – kata kotor.
3) Aktivitas motorik

Agresif, menyerang diri sendiri orang lain maupun menyerang objek yang ada
disekitarnya. Klien perilaku kekerasan terlihat tegang dan gelisah, muka merah,
jalan mondar-mandir.
4) Afek dan emosi

Untuk klien perilaku kekerasan efek dan emosinya labil, emosi klien cepat
berubah-ubah cenderung mudah mengamuk, membanting barang-barang/
melukai diri sendiri, orang lain maupun objek sekitar, dan berteriak-teriak.
5) Interaksi selama wawancara

Klien perilaku kekerasan selama interaksi wawancara biasanya mudah marah,


defensive bahwa pendapatnya paling benar, curiga, sinis, dan menolak dengan
kasar. Bermusuhan: dengan kata-kata atau pandangan yang tidak bersahabat
atau tidak ramah. Curiga dengan menunjukan sikap atau peran tidak percaya
kepada pewawancara atau orang lain.
6) Persepsi atau sensori

Pada klien perilaku kekerasan resiko untuk mengalami persepsi sensori sebagai
penyebabnya.
7) Proses pikir

a) roses pikir (arus dan bentuk pikir)

Otistik (autisme): bentuk pemikiran yang berupa fantasi atau lamunan


untuk memuaskan keinginan untuk memuaskan keinginan yang tidak dapat
dicapainya. Hidup dalam pikirannya sendiri, hanya memuaskan
keinginannya tanpa peduli sekitarnya, menandakan ada distorsi arus
asosiasi dalam diri klien yang dimanifestasikan dengan lamunan, fantasi,
waham dan halusinasinya yang cenderung menyenangkan dirinya.
b) Isi pikir

Pada klien dengan perilaku kekerasan klien memiliki pemikiran curiga, dan
tidak percaya kepada orang lain dan merasa dirinya tidak aman.
8) Tingkat kesadaran

Tidak sadar, bingung, dan apatis. Terjadi disorientasi orang, tempat, dan waktu.
Klien perilaku kekerasan tingkat kesadarannya bingung sendiri untuk
menghadapi kenyataan dan mengalami kegelisahan.
9) Memori

Klien dengan perilaku kekerasan masih dapat mengingat kejadian jangka


pendek maupun panjang.
10) Tingkat konsentrasi

Tingkat konsentrasi klien perilaku kekerasan mudah beralih dari satu objek ke
objek lainnya. Klien selalu menatap penuh kecemasan tegang dan gelisahan.
11) Kemampuan penilaian/pengambilan keputusan

Klien perilaku kekerasan tidak mampu mengambil keputusan yang konstrukue


dan adaptif.
12) Daya titik

Mengingkari penyakit yang diderita: klien tidak menyadari gejala penual


(perubahan fisik dan emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu minta
pertolongan/klien menyangkal keadaan penyakitnya. Menyalahkan hal-hal
diluar dirinya yang menyebabkan timbulnya penyakit atau masalah sekarang.
13) Mekanisme koping

Klien dengan HDR menghadapi suatu permasalahan, apakah menggunakan


cara-cara yang adaptif seperti bicara dengan orang lain, mampu menyelesaikan
masalah, teknik relaksasi, aktivitas konstruktif, olah raga, dll ataukah
menggunakan cara-cara yang maladaptif seperti minum alkohol, merokok.
Reaksi lambat/berlebihan, menghindar, mencederai diri atau lainnya.

2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang bisa muncul pada pasien dengan perilaku kekerasan
antara lain :
a. Risiko mencederai diri sendiri, atau orang lain

b. Risiko Perilaku kekerasan

c. Perilaku perubahan persepsi sensori: halusinasi

d. Gangguan harga diri: harga diri rendah

e. Koping individu tidak efektif


3. Intervensi

Diagnosa Perencanaaan
Keperawatan Tujuan Intervensi Kriteria Evaluasi
Perilaku Kekerasan TUM: Bina hubungan saling percaya: Klien menunjukkan tanda-tanda
Klien dan keluarga mampu a. Mengucapkan salam terapeutik. percaya kepada perawat dengan:
mengatasu atau Sapa klien dengan ramah, baik a. Ekspresi wajah cerah,
mengendalikan perilaku verbal maupun non verbal. tersenyum.
kekerasan. b. Berjabat tangan dengan klien. b. Mau berkenalan
c. Perkenalkan diri dengan sopan c. Ada kontak mata
SP 1:
d. Tanyakan nama lengkap klien dan d. Bersedia menceritakan
Klien dapat membina
nama panggilan yang disukai klien. perasaannya.
hubungan saling percaya.
e. Jelaskan tujuan pertemuan e. Bersedia mengungkapkan
f. Membuat kontrak topik, waktu, dan masalah.
tempat setiap kali bertemu klien.
g. Tunjukkan sikap empati dan
menerima apa adanya.
h. Beri perhatian kepada klien dan
perhatian kebutuhan dasar klien.
SP 2: Bantu klien untuk mengungkapkan a. Menceritakan penyebab
Klien dapat mengidentifikasi perasaan marahnya: perilaku kekerasan yang
penyebab perilaku kekerasan a. Diskusikan bersama klien untuk dilakukannya.
yang dilakukannya. menceritakan penyebab rasa kesal b. Menceritakan penyebab
atau rasa keselnya. perasaan jengkel/kesal, baik
b. Dengarkan penjelasan klien tanpa dari diri sendiri maupun
menyela atau memberi penilaian lingkungannya.
pada setiap ungkapan perasaan
klien.
SP 3: Membantu klien mengungkapkan Klien dapat menceritakan tanda-
Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasaan yang tanda perlaku kekerasan secara:
tanda-tanda perilaku dialaminya: a. Fisik: mata merah, tangan
kekerasan. mengepal, ekspresi tegang.
a. Diskusikan dan motivasi klien b. Emosional: perasaan marah,
untuk menceritakan kondisi fisik jengkel, bicara kasar
saat perilaku kekerasan terjadi. c. Sosial: bermusuhan yang
b. Diskusikan dan motivasi klien dialami saat terjadi perilaku
untuk menceritakan kondisi kekerasan.
emosinya saat terjadinya perilaku
kekerasan.
c. Diskusikan dan motivasi klien
untuk menceritakan kondisi
psikologis saat terjadi perilaku
kekerasan.
d. Diskusikan dan motivasi klien
untuk menceritakan kondisi
hubungan dengan orang lain saat
terjadi perilaku kekerasan.
SP 4: a. Diskusikan dengan klien seputar Klien dapat menjelaskan:
Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang a. Jenis-jenis ekspresi
jenis perilaku kekerasan dilakukannya selama ini. kemarahan yang selama ini
yang pernah dilakukannya. b. Motivasi klien menceritakan jenis- telah dilakukannya.
jenis tindak kekerasan yang selama b. Persaannya saat melakukan
ini pernah dilakukannya. kekerasan.
c. Motivasi klien menceritakan c. Efektivitas cara yag dipakai
perasaan setelah tindak kekerasan dalam menyelesaikan
tersebut terjadi. masalah.
d. Diskusikan apakah dengan tindak
kekerasan yang dilakukannya,
masalah yang dialami teratasi.

SP 5: Diskusikan dengan klien akibat negatif Klien dapat menjelaskan akibat


Klien dapat mengidentifikasi atau kerugian dari cara atau tindakan yang timbul dari tindak
akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan pada diri kekerasan yang dilakukanya:
kekersan. sendiri, orang lain/keluarga, dan Diri sendiri (luka, dijauhi teman,
lingkungan. dll), orang lain/keluarga (luka,
tersinggung, ketakutan, dll),
lingkungan (barang atau benda-
benda rusak, dll).
SP 6: Diskusikan dengan klien: Klien dapat menjelaskan cara-
Klien dapat mengidentifikasi a. Apakah klien mau mempelajari cara cara sehat untuk mengungkapkan
cara konstruktif atau cara- baru mengungkapkan marah yang kemarahannya.
cara sehat dalam sehat.
mengungkapkan kemarahan. b. Jelaskan berbagai alternatif pilihan
untuk mengungkapkan kemarahan
selain perilaku kekerasan yang
diketahui pasien.
c. Jelaskan cara-cara sehat untuk
mengungkapkan kemarahan,
dengan cara:
1) Cara fisik: nafas dalam, pukul
banytal atau kasur, olahraga.
2) Verbal: mengungkapkan bahwa
dirinya sedang kesal pada orang
lain.
3) Sosial: latihan asertif dengan
orang lain.
4) Spiritual: sholat, doa, dzikir,
meditasi sesuai dengan
kenyakinan agamanya masing-
masing.

SP 7: a. Diskusikan cara yang mungkin Klien dapat memperagakan cara


Klien dapat dipilih serta anjurkan klien memilih mengontrol perilaku kekerasan
mendemonstrasikan cara cara yang mungkin diterapkan secara fisik, verbal, dan spiritual
mengontrol perilaku untuk mengungkapkan dengan cara berikut:
kekerasan. kemarahannya. a. Fisik: tarik nafas dalam,
memukul bantal atau kasur
b. Latih klien memperagakan cara b. Verbal: mengungkapkan
yang dipilih dengan melaksanakan perasaan kesal pada orang
cara yang dipilih. lain tanpa menyakiti.
c. Jelaskan manfaat tersebut. c. Spiritual: dzikir, doa,
d. Anjurkan klien menirukan peragaan meditasi sesuai agamanya
yang sudah dilakukan. masing-masing
e. Beri penguatan pada klien, perbaiki
cara yang masih belum sempurna.
f. Anjurkan klien menggunakan cara
yang sudah dilatih saat
marah/jengkel.
SP 8: a. Diskusikan pentingnya peran Keluarga klien mampu:
Klien mendapatkan keluarga sebagai pendukung klien a. Menjelaskan cara merawat
dukungan keluarga untuk dalam mengatasi perilaku klien dengan risiko perialku
mengontrol risiko perilaku kekerasan. kekerasan.
kekerasan. b. Diskusikan potensi keluarga untuk b. Mengungkapkan rasa puas
membantu klien mengatasi perilaku dalam merawat klien dengan
kekerasan. perilaku kekerasan.
c. Jelaskan pengertian, penyebab,
akibat dan cara merawat klien
perilaku kekerasan yang dapat
dilaksanakan oleh keluarga.
SP 9: a. Jelaskan manfaat menggunakan Klien dapat menjelaskan:
Klien menggunakan obat obat secara teratur dan kerugian jika a. Manfaat minum obat
sesuai program yang telah tidak menggunakan obat. b. Kerugian tidak minum obat
ditetapkan. b. Jelaskan kepada klien: c. Nama obat
1) Jenis obat (nama, warna, dan d. Bentuk dan warna obat
bentuk obat) e. Dosis yang diberikan
2) Dosis yang tepat kepadanya
3) Waktu pemakaian f. Cara pemakaian
4) Cara pemakaian g. Efek yang dirasakan
5) Efek yang dirasakan
c. Anjurkan klien untuk: h. Klien menggunakan obat
1) Minta dan menggunakan obat sesuai program
tepat waktu
2) Lapor ke perawat/dokter jika
mengalami efek yang tidak biasa
d. Beri pujian terhadap kedisiplinan
klien menggunakan obat.
4. Implementasi

Perilaku Kekerasan
Implementasi pada Pasien Implementasi pada Keluarga
SP 1 SP 1
a. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan a. Mendiskusikan masalah yang rasakan keluarga dalam
b. Menigentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan merawat pasien.
c. Mengidentifikasi perilaku kekerasan b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala perilaku
d. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan kekerasan yang dialami pasien beserta proses terjadinya
e. Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan perilaku kekerasan.
f. Membantu pasien mempraktekan latihan cara mengontrol
perilaku kekerasan secara fisik 1 : latihan napas dalam
g. Menganjurkan pasien memasukan dalam kegiatan harian
SP 2 SP 2
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien a. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien
b. Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara dengan perilaku kekersan
fisik 2 : pukul kasur dan bantal b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada
c. Menganjurkan pasien memasukan ke dalam kegiatan harian pasien perilaku kekerasan
SP 3 SP 3
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien e. Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas dirumah
b. Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara termasuk minum obat (perencanaan pulang)
fisik 2 : pukul kasur dan bantal f. Menjelaskan tindakan tindak lanjut pasien setelah pulang
c. Menganjurkan pasien memasukan ke dalam kegiatan harian
SP 4
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan
cara spritual
c. Mengajurkan pasien memasukan ke dalam kegiatan harian
SP 5
a. Mengevaluasi jadwal harian pasien Melatih pasien
mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat
b. Menganjurkan pasien memasukan kedalam kegiatan harian
5. Evaluasi

Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada pasien. Evaluasi ada ua macam yaitu:
a) Evaluasi proses atau evaluasi formatif yang dilakukan setiap selesai melakukan
tindakan
b) Evaluasi hasil atau sumatif, yang dilakukan dengan membandingkan respon
pasien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditetapkan

Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP yaitu sebagai berikut:

S : respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan


O : respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksakan
A : analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data yang kontradiksi
terhadap masalah yang ada
P : tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respon pasien

Rencana tindak lanjut dapat berupa hal sebagai berikut:

a. Rencana dilanjutkan (jika masalah tidak berubah)

b. Rencana di modifikasi (jika masalah tetap, sudah dilaksakan semua tindakan


tetapi hasil belum memuaskan)
c. Rencana dibatalkan (jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan
masalah yang ada)
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, lilik, M. 2016. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta : Indomedia Pustaka.

Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Andi Offset.

Nadek, Verdiana F. 2019. Asuhan Keperawatan Tn. M. B dengan Perilaku Kekerasan di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Naimata Kupang (KTI). Kupang: Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang

Nurhalimah. 2016. Keperawatan jiwa. Jakarta Selatan: Pusdik: SDM Kesehatan

Sutejo. 2017. Keperawatan Jiwa : Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa (Gangguan
Jiwa dan Psikososial). Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Yusuf, Rizky, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.

Varera, Sonya Maharani. 2017. Asuhan Keperawatan pada Klien Skizofrenia tipe Manik dengan
Gangguan Perilaku Kekerasan di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya (KTI).
Jombang: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika

Anda mungkin juga menyukai