A. LATAR BELAKANG
Kesehatan Jiwa masyarakat (community mental health) telah menjadi
bagian masalah kesehatan masyarakat (public health) yang dihadapi semua
negara. Salah satu pemicu terjadinya berbagai masalah dalam kesehatan jiwa
adalah dampak modernisasi dimana tidak semua orang siap untuk menghadapi
cepatnya perubahandan kemajuan teknologi baru. Gangguan jiwa tidak
menyebabkan kematian secara langsung namun akan menyebabkan penderitanya
menjadi tidak produktif dan menimbulkan beban bagi keluarga penderita dan
lingkungan masyarakat sekitarnya,
Dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal (4) disebutkan setiap
orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang
optimal. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu
keadaansejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya
bebas dari penyakitatau kecacatan.
Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebasdari
gangguan tetapi lebih kepada perasan sehat, sejahtera dan bahagia ( well being ),
ada keserasian antara pikiran, perasaan, perilaku, dapat merasakan
kebahagiaandalam sebagian besar kehidupannya serta mampu mengatasi tantangan
hidup sehari-hari. Penyakit mental, disebut juga gangguan mental, penyakit jiwa,
ataugangguan jiwa, adalah gangguan yang mengenai satu atau lebih fungsi mental.
Penyakit mental adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi
proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera).
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) pasca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan
di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik.
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan
persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau
mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam
bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan
mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu.
Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu.
Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara keras-
keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-
gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh
atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya
bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.
Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum
dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi,
Delirium dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan
substansi lingkungan. Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien dirumah sakit
jiwa ditemukan 85% pasien dengan kasus halusinasi.
D. MATERI
Terlampir.
E. MEDIA
Leaflet
F. METODE
1. Ceramah
2. Demonstrasi
G. KEGIATAN
H. PENGORGANISASIAN
Pemberi Materi : Ribka Todingan
Pembawa Acara : Siti Masruroh
Demonstrasi : 1. Widya Juniantina N (Perawat)
2. Ni Putu Grahita Kirana (Pasien)
3. Siti Hasanah (Keluarga Pasien)
Dokumentasi : Restu Maulana
Pembimbing :
I. EVALUASI
1. Standart Persiapan
a. Menyiapkan materi penyuluhan
b. Menyiapkan satuan acara penyuluhan
c. Menyiapkan tempat
d. Menyiapkan lebar balik
e. Menyiapkan leaflet
2. Standart Proses
Peserta penyuluhan dapat bekerja sama dengan mahasiswa saat dilakukan
penyuluhan.
3. Evaluasi Hasil
a. Peserta dapat menyebutkan tentang pengertian halusinasi.
b. Peserta dapat menyebutkan tentang tanda dan gejala halusinasi.
c. Peserta dapat menyebutkan tentang penyebab halusinasi.
d. Peserta dapat menyebutkan tentang klasifikasi halusinasi.
e. Peserta dapat menyebutkan tentang penanganan halusinasi.
Lampiran
HALUSINASI
A. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan
dimana terjadi pada saat kesadaran penuh / baik (Stuart & Sundenn, 2003).
B. Etiologi
1. Faktor predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :
a. Biologis
1) Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami.
2) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
3) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
4) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak
klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,
atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress
2. Faktor presipitasi
Menurut Stuart, faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
stimulus yang diterima oleh otak untuk di interpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor
D. Klasifikasi
Klasifikasi Halusinasi
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan
karakteristik tertentu, diantaranya :
1. Halusinasi pendengaran : karakteristik ditandai dengan mendengar suara,
teruatama suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan : karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan
dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau
menakutkan.
3. Halusinasi penghidu : karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis
dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang
terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
dementia.
4. Halusinasi peraba : karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak
enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang
dari tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap : karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang
busuk, amis dan menjijikkan.
6. Halusinasi sinestetik : karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh
seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara
mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara
pertama: menghardik halusinasi
2. SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua:
bercakap-cakap dengan orang lain
3. SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:
melaksanakan aktivitas terjadwal
4. SP 4 Pasien : Melatih pasien menggunakan obat secara teratur.