Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KORBAN PEMERKOSAAN

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA II

DOSEN PENGAMPUH:

NS. ESROM KANINE, M.KEP, SP KEP.J.

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK IV

MILITIA SUNDALANGI 16011104018 OLVIA WOWOR 16011104004

EGA PAAT 16011104014 EKA PANE 16011104022

KURNIA MUNDUNG 16011104008 YESI SINGAL 16011104030

JEFERSON AREROS 16011104026

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

rahmat dan kasih karuniaNya, kami dapat menyelesaikan Tugas mengenai

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA KORBAN PEMERKOSAAN”  dan semoga tugas

ini dapat

 bermanfaat dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya.

Kami sangat berharap hasil laporan ini dapat berguna dalam memenuhi tugas mata

kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa II. Kami juga menyadari bahwa di dalam hasil laporan

ini masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami

mengharapkan kritik, saran dan usulan yang membangun demi perbaikan hasil laporan

yang telah kami buat di masa mendatang.

Semoga hasil laporan ini dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan pada

umumnya dan proses pembelajaran Keperawatan Kesehatan Jiwa II.

Manado, Oktober 2018

Kelompok IV

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan........................................................................................................2

BAB II KONSEP DASAR TEORI


A. Pengertian.................................................................................................................... 3
B. Etiologi....................................................................................................................... 4
C. Klasifikasi ….……………………………………………………………...,,,,,,,…7
D. Patofisiologi............................................................................................................... 9
E. Pathway.................................................................................................................... 13
F. Manifestasi Klinis.....................................................................................................14
G. Penatalaksanaan....................................................................................................... 16
H. Pemeriksaan Penunjang............................................................................................17
I. Pengkajian................................................................................................................ 18
CONTOH KASUS ASKEP...................................................................................................37
 NASKAH ROLEPLAY HALUSINASI...............................................................................61
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................... 74
B. Saran......................................................................................................................... 75

Daftar Pustaka...................................................................................................................... 76

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pelecehan yang berulang sering ditemui pada lebih dari setengah kasus
 pelecehan seksual di komunitas dan terdapat pada 75% kasus yang ditemukan di
klinik . .sexual abuse (kekerasan seksual) dikenal pada tahun 70-an dan 80-an.
Penelitian lain telah mengarah pada perkiraan kekerasan pada anak yang lebih
luas di Inggris, seperti dari Childhood Matters (1996): Sekitar 100 000 anak
mengalami pengalaman seksual yang berpotensi mengarah ke seksual abuse (FKUI,
2006).
Banyak anak yang mendapat perlakuan kurang manusiawi, bahkan tidak
 jarang dijadikan objek kesewenangan.Berdasarkan catatan Komisi Perlindungan
Anak Indonesia, ada 481 kasus kekerasan anak (2003).Jumlah ini menjadi 547 kasus
 pada tahun 2004. Dari situ, ada 140 kasus kekerasan fisik, 80 kasus kekerasan psikis,
106 kasus kekerasan lainnya, dan 221 kasus kekerasan seksual. Gambaran paradoks
tersebut memancing pertanyaan.Mengapa kekerasan seksual sering menimpa diri
anak dan siapa yang paling berpotensi sebagai pelakunya? Di samping dapat
menimbulkan dampak yang luar biasa pada diri si korban, kasus kekerasan seksual
 juga dapat menguji kebenaran dari pernyataan Singarimbun (2004), bahwa
modernisasi sering diasosiasikan sebagai keserbabolehan melakukan hubungan
seksual (Suda, 2006).
Kekerasan seksual (sexual abuse) merupakan kasus yang menonjol yang
terjadi pada anak-anak. Dalam catatan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia
(YKAI) pada tahun 1992-2002 terdapat 2.611 kasus (65,8 persen) dari 3.969
kasus kekerasan seksual dialami anak-anak di bawah usia 18 tahun. Dari jumlah itu,
75 persen korbannya adalah anak perempuan. Kasus yang menonjol terutama
 pemerkosaan (42,9 persen) dengan kejadian terjadi di rumah tinggal (35,7 persen)
(FKUI, 2006)

1
B. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui tentang definisi dari seksual abuse.
2. Untuk mengetahui tentang etiologi dari seksual abuse.
3. Untuk mengetahui tentang klasifikasi dari seksual abuse.
4. Untuk mengetahui tentang patofisiologi dari seksual abuse.
5. Untuk mengetahui tentang pathway dari seksual abuse.
6. Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis dari seksual abuse.
7. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan dari seksual abuse.
8. Untuk mengetahui tentang pemeriksaan penunjang dari seksual abuse.
9. Untuk mengetahui tentang pengkajian dari seksual abuse.
10. Untuk mengetahui tentang diagnosa keperawatan dari seksual abuse.
11. Untuk mengetahui tentang intervensi dan rasional dari seksual abuse.
12. Untuk mengetahui tentang discharge planning dari seksual abuse.

2
BAB II
KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Penyiksaan seksual ( sexual abuse) terhadap anak disebut Pedofilian atau


 penyuka anak-anak secara seksual. Seorang Pedofilia adalah orang yang
melakukan aktivitas seksual dengan korban anak usia 13 tahun ke bawah.
Penyakit ini ada dalam kategori Sadomasokisme : adalah suatu kecenderungan
terhadap aktivitas seksual yang meliputi pengikatan atau menimbulkan rasa sakit
atau penghinaan (Pramono, 2009).
Kemudian klasifikasi kekerasan/penganiayaan seksual pada anak menurut
Resna dan Darmawan (dalam Huraerah, 2006:60) diklasifikasi menjadi tiga
kategori, antara lain: perkosaan, incest, dan eksploitasi. Perkosaan biasanya terjadi
 pada saat pelaku terlebih dahulu mengancam dengan memperlihatkan
kekuatannya kepada anak. Incest, diartikan sebagai hubungan seksual atau
aktivitas seksual lainnya antarindividu yang mempunyai hubungan dekat, yang
 perkawinan di antara mereka dilarang, baik oleh hukum, kultur, maupun agama.
Eksploitasi seksual meliputi prostitusi dan pornografi (Suda, 2006).
Kekerasan seksual ( sexual abuse), dapat didefinisikan sebagai perilaku
seksual secara fisik maupun non fisik oleh orang yang lebih tua atau memiliki
kekuasaan terhadap korban, bertujuan untuk memuaskan hasrat seksual
 pelakunya. Korban mungkin saja belum atau tidak memahami perlakuan yang
dilakukan terhadap dirinya, mereka hanya merasa tidak nyaman, sakit, takut, merasa
 bersalah, dan perasaan lain yang tidak menyenangkan (FKUI, 2006).
Kekerasan seksual ( sexual abuse) pada anak mencakup penganiayaan seksual
secara fisik dan non fisik. Kekerasan fisik antara lain menyentuh alat kelamin atau
 bagian tubuh lain yang bersifat pribadi, seks oral, penetrasi vagina/anus
menggunakan penis atau benda lain, memaksa anak membuka pakaian, sampai
tindak perkosaan. Sedangkan penganiyaan non fisik diantaranya memperlihatkan
 benda-benda yang bermuatan pornografi atau aktivitas seksual orang dewasa,

3
eksploitasi anak dalam pornografi (gambar, foto, film, slide, majalah, buku),
exhibitionism, atau mengintip kamar tidur/kamar mandi (voyeurism). (Suda,
2006).

B. ETIOLOGI/ PREDISPOSISI

Berdasarkan jurnal “Dinamika Psikologis Kekerasan Seksual: Sebuah


Studi Fenomenologi”, Faktor penyebab sexual abuse adalah :

Faktor-fakor yang menyebabkan terjadinya tindakan kekerasan seksual yang


dialami oleh subyek adalah sebagai berikut:

a. Faktor kelalaian orang tua.. Kelalaian orang tua yang tidak memperhatikan
tumbuh kembang dan pergaulan anak yang membuat subyek menjadi korban
kekerasan seksual..
 b. Faktor rendahnya moralitas dan mentalitas pelaku. Moralitas dan
mentalitas yang tidak dapat bertumbuh dengan baik, membuat pelaku tidak
dapat mengontrol nafsu atau perilakunya.
c. Faktor ekomoni. Faktor ekonomi membuat pelaku dengan mudah
memuluskan rencananya dengan memberikan imingiming kepada korban
yang menjadi target dari pelaku.
(Jurnal Terlampir)

Berdasarkan jurnal “play therapy dalam identifikasi kasus kekerasan


seksual terhadap anak ”, dampak sexual abuse adalah :

Dampak kekerasan seksual terhadap anak diantaranya adanya perasaan bersalah


dan menyalahkan diri sendiri, bayangan kejadian dimana anak menerima kekerasan
seksual, mimpi buruk, insomnia, takut hal yang berhubungan dengan
 penyalahgunaan (termasuk benda, bau, tempat, kunjungan dokter, dll), masalah
harga diri, disfungsi seksual, sakit kronis, kecanduan, keinginan bunuh diri cedera,
 bunuh diri, keluhan somatik, depresi (Roosa, Reinholtz., Angelini, 1999). Selain

4
Rasional : Penguatan positif membantu meningkatkan harga diri dan
meningkatkan penggunaan perilaku-perilaku yang dapat diterima oleh
anak
f. Memberi dorongan dan dukungan kepada anak dalam menghadapi rasa
takut terhadap kegagalan dengan mengikuti aktivitas-aktivitas terapi dan
melaksanakan tugas-tugas baru. Beri pangakuan tentang kerja keras yang
 berhasil dan penguatan positif bagi usaha-usaha yang dilakukan
Rasional : Pengakuan dan penguatan positif meningkatkan harga diri

5. Ansietas (sedang sampai berat) berhubungan dengan ancaman konsep diri,


rasa takut terhadap kegagalan, disfungsi system keluarga dan hubungan
antara orang tua dan anak yang tidak memuaskan

Tujuan :

Anak mampu mempertahankan ansietas di bawah tingkat sedang,


sebagaimana yang ditandai oleh tidak adanya perilaku-perilaku yang tidak
 perilaku yang tidak mampu dalam memberi respons terhadap stres .

Intervensi :

a. Bentuk hubungan kepercayaan dengan anak. Bersikap jujur, konsisten di


dalam berespons dan bersedia. Tunjukkan rasa hormat yang positif dan tulus
Rasional : Kejujuran, ketersediaan dan penerimaan meningkatkan
kepercayaan pada hubungan anak dengan staf atau perawat
 b. Sediakan aktivitas-aktivitas yang diarahkan pada penurunan tegangan dan
 pengurangan ansietas (misalnya berjalan atau joging, bola voli, latihan
dengan musik, pekerjaan rumah tangga, permainan-permainan kelompok
Rasional : tegangan dan ansietas dilepaskan dengan aman dan dengan
manfaat bagi anak melalui aktivitas-aktivitas fisik
c. Anjurkan anak untuk mengidentifikasi perasaan-perasaan yang sebenarnya
dan untuk mengenali sensiri perasaan-perasaan tersebut padanya

28
Rasional : Anak-anak vemas sering menolak hubungan antara masalah-
masalah emosi dengan ansietas mereka. Gunakan mekanisme-mekanisme
 pertahanan projeksi dan pemibdahan yang dilebih-lebihkan
d. Perawat harus mempertahankan suasana tentang
Rasional : Ansietas dengan mudah dapat menular pada orang lain
e.Tawarkan bantuan pada wajtu-waktu terjadi peningkatan ansietas. Pastikan
kembali akan keselamatan fisik dan fisiologis
Rasional : Keamanan anak adalah prioritas keperawatan
f.Penggunaan sentuhan menyenangkan bagi beberaoa anak. Bagaimanapun
 juga anak harus berhati-hati terhadap penggunaannya
Rasional : sebagaimana ansietas dapat membantu mengembangkan
kecurigaan pada beberapa individu yang dapat salah menafsirkan sentuhan
sebagai suatu agresi
g. Dengan berkurangnta ansietas, temani anak untuk mengetahui peristiwa-
 peristiwa tertentu yang mendahului serangannya. Berhasil pada respons-
respons alternatif pada kejadian selanjutnyta
Rasional : Rencana tindakan memberikan anak perasaan aman untuk
 penanganan yang lebih berhasil terhadap kondisi yang sulit jika terjadi lagi
h. Berikan obat-obatan dengan obat penenang sesuai dengan yang
diperintahkan. Kaji untuk keefektifitasannya, dan beri petunjukkepada
anak mengenai kemungkinan efek-efek samping yang memberi penharuh
 berlawanan
Rasional : Obat-obatan terhadap ansietas (misalnya diazepam,
klordiasepoksida, alprazolam) memberikan perasaan lega terhadap efek-
efek yang tidak berjalan dari ansietas dan mempermudah kerjasama anak
dengan terapi

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif

Tujuan :

29
a. Anak mampu untuk mencapai tidur tidak terganggu selama 6 sampai 7
 jamn setiap malam dengan kriteria hasil:
 b. Anak mengungkapkan tidak adanya gangguan-gangguan pada waktu tidur
c. Tidak ada gangguan-gangguan yang dialamti oleh perawat
d. Anak mampu untuk mulai tidur dalam 30 menit dan tidur selama 6 sampai
7 jam tanpa terbangun

Intervensi :

a. Amati pola tidur anak, catat keadaan-keadaan yang menganggu tidur


Rasional : Masalah harus diidentifikasi sebelum bantuan dapat diberikan
 b. Kaji gangguan-gangguan pola tidur yang berlangsung berhubungan
dengan rasa takut dan ansietas-ansietas tertentu
Rasional : Ansietas yang dirasakan oleh anak dapat mengganggu pola tidur
anak sehingfga perlu diidentifikasi penyebabnya
c. Duduk dengan anak sampai dia tertidur
Rasional : kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan rasa aman
d. Pastikan bahwa makanan dan minuman yang mengandung kafein
dihilangkan dari diet anak
Rasional : Kafein adalah stimulan SSP yang dapat mengganggu tidur
e. Berikan sarana perawatan yang membantu tidur (misalnya : gosok
 punggung, latihan gerak relaksasi dengan musik lembut, susu hangat dan
mandi air hangat)
Rasional : Sarana-sarana ini meningkatkan relaksasi dan membuat bisa
tidur
f.Buat jam-jam tidur yang rutin, hindari terjadinya deviasi dari jadwal ini
Rasional : Tubuh memberikan reaksi menyesuaikan kepada suatu siklus
rutin dari istirahat dan aktivitas
g. Beri jaminan ketersediaan kepada anak jika dia terbangun pada malam hari
dan dalam keadaan ketakutan
Rasional : Kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan rasa aman

30
7. Koping defensif berhubungan dengan harga diri rendah, kurang umpan balik
atau umpan balik negatif yang berulang yang mengakibatkan penurunan makna
diri

Tujuan :

a.Anak akan mendemonstrasikan kemampuan untuk berinteraksi dengan


orang lain tanpa menjadi defensif, perilaku merasionalisasi atau
mengekspresikan pikiran waham kebesaran dengan kriteria hasil :
 b. Anak mengungkapkan dan menerima tanggung jawab terhadap
 perilakunya sendiri
c.Anak mengungkapkan korelasi antara perasaan-perasaan
ketidakseimbangan dan keperluan untuk mempertahankan ego melalui
rasionalisasi dan kemuliaan
d. Anak tidak menertawakan atau mengkritik orang lain
e. Anak berinteraksi dengan orang lain dengan situasi-situasi kelompok tanpa
 bersikap defensif

Intervensi :

a. Kenali dan dukung kekuatan-kekuatan ego dasar


Rasional : memfokuskan pada spek-aspek positif dari kepribadian dapat
membantu untuk memperbaiki konsep diri
 b. Beri semangat kepada anak untuk menteahui dan mengungkapkan dan
 bagaimana perasaan ini menimbulkan perilaku defensif, seperti
menyalahkan oprang lain karena prilakunya sendiri
Rasional : Pengenalan masalah adalah langkah pertama pada proses
 perubahan ke arah resolusi
c. Berikan segera sebenarnya umpan balik yang tidaj mengancam untuk
 perilaku-perilaku yang tidak dapat diterima
Rasional : Anak mungkin kurang pengetahuan tentang bagaiamna dia
diterima oleh orang lain. Berikan informasi ini dengan cara yang tidak 

31
mengancam dapat membantu untuk mengeliminasi perilaku yang tidak
diinginkan
d. Bantu anak untuk mengidentifikasi situasi-situasi yang menimbulkan sifat
defensif dan praktik bermain peran dengan respons-respons yang lebih
sesuai
Rasional : Bermain peran memberikan percaya diri untuk menghadapi
situasi-situasi yang sulit jika hal-hal tersebut benar-benar terjadi
e.Berikan dengans egera umpan balik positif bagi perilaku-perilaku yang
dapat diterima
Rasional : Umpan balik positif meningkatkan harga diri dan memberi
semangat untuk mengulangi perilaku-perilaku yang diinginkan
f.Membantu anak untu menetapkan sasaran-sasaran yang realistis, konkret dan
memerlukan tindakan-tindakan yang cocok untuk mencapai sasaran- sasaran
ini
Rasional : Keberhasilan akan meningkatkan harga diri
g. Evaluasi dengan anak keefektifan perilaku-perilaku yang baru dan
diskusikan adanya perubahan untuk perbaikan
Rasional : Karena keterbatasan kemampuan untuk memecahkan masalah,
 bantuan mungkin diperlukan untuk menetapkan kembali dan
mengembangkan strategi baru, pada keadaan di mana metode-metode
koping baru tertentu terbukti tidak efektif

8.Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perasaan bersalah yang


 berlebihan, marah atau saling menyalahkan diantara anggota keluarga
mengenai perilaku anak, kepenatan orang tua karena menghadapi anak
dengan gangguan dalam jangka waktu lama

Tujuan :

a.Orang tua mendemonstrasikan metode intervensi yang lebih konsisten dan


efektif dalam berespons perilaku anak dengan kriteria hasil :
 b. Mengungkatkan dan mengatasi perilaku negatif pada anak 

32
c. Mengidentifikasi dan menggunakan sistem pendukung yang diperlukan

Intervensi :

a. Berikan informasi dan material yang berhubungan dengan gangguan anak


dan teknik menjadi orang tua yang efektif
Rasional : Pengetahuan dan ketrampilan yang tepat dapat meningkatkan
keefektifan peran orang tua
 b. Dorong individu untuk mengungkapkan perasaan secara verbal dan
menggali alternatif cara berhubungan dengan anak
Rasional : Konseling suportif dapat membantu keluarga dalam
mengembangkan strategi koping
c.Beri umpan balik positif dan dorong metode menjadi orang tua yang
efektif
Rasional : Penguatan positif dapat meningkatkan harga diri dan
mendorong kontinuitas upaya
d. Libatkan saudara kandung dalam diskusi keluarga dan perencanaan
interaksi keluarga yang lebih efektif
Rasional : Masalah keluarga mempengaruhi semua anggota keluarga dan
tindakan lebih efektif bila setiap orang terlibat dalam terapi tersebut
e. Libatkan dalam konseling keluarga
Rasional : terapi keluarga dapat membantu mengatasi masalah global yang
mempengaruhi seluruh struktur keluarga. Gangguan pada salah satu anggota
keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga
f.Rujuk pada sumber komunitas esuai indikasi, termasuk kelompok
 pendukung orang tua, kelas menjadi orang tua
Rasional : mengembangkan sistem pendukung dapat meningkatkan
kepercayaan diri dan keefektifan orang tua. Pemberian model peran atau
harapan untuk masa depan

33
d. Koordinasi seluruh rencana terapi dengan sekolah personel sederajat, anak,
dan keluarga
Rasional : keefektifan kognitif paling mungkin meningkat ketika terapi tidak
terfragmentasi, juga tidak terlewatkannya intervensi signifikan karena
kurangnya komunikasi interdisiplin.

L. DISCHARGE PLANNING

Hasil yang diharapkan dari pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan
 penganiayaan seksual (sexual abuse) antara lain :

1. Anak tidak mengalami ansietas panik lagi


2. Anak mendemonstrasikan derajat percaya kepada perawat primer 3.
Anak menerima perhatian dengan segera terhadap cedera fisiknya 4.
Anak memulai perilaku yang konsisten terhadap respons berduka 5.
Anak mendapatkan perhatian segera untuk cedera fisiknya jika ada
6. Anak menyatakan secara verbal jaminan keamanannya dengan segera
7. Anak mendiskusikan situasi kehidupannya dengan perawat primer
8. Anak mampu menyatakan secara verbal pilihan –  pilihan yang tersedia untuk
dirinya yang dari hal ini ia menerima bantuan
9. Anak mendemosntrasikan rasa percaya kepada perawat utama melalui
mendiskusikan perlakuan penganiayaan melalui penggunaan terapi bermain
10. Anak mendemonstrasikan suatu penurunan dalam perilaku agresif

35
KASUS ISOLASI SOSIAL AKIBAT KORBAN
PEMERKOSAAN (SEXUAL ABUSE)
A. KASUS

 Nn. S 15 tahun, klien datang diantar oleh keluarganya pada tanggal 17


September 2018, dengan keluhan tidak mau bergaul dengan orang lain, tidak
 banyak bercakap-cakap, banyak melamun, mengurung diri dan sering menyendiri.
Menurut keluarga, klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya sejak 1
tahun yang lalu dan di rawat di RSJ Ratumbuysang Manado yang pertama pada
tanggal 12 Juni 2017 dikarenakan klien apatis, diam di kamar (mengurung diri),
menolak berhubungan dengan orang lain karena mngalami keekrasan sexual lagi
dari tetangganya. Dari pengkajian, didapatkan: klien tidak minum obat secara
teratur sehingga pengobatan kurang berhasil. Keluarga klien tidak ada yang
mengalami gangguan jiwa seperti yang dialami oleh klien. Klien mengatakan punya
 pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan karena klien mengalami
kekerasan sexual oleh pamannya sendiri dulu. Klien juga merasa malu karena
sampai sekarang dia merasa dirinya sudah kotor akibat kejadian waktu itu. Dari
hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD : 120/ 80 mmHg, N: 86X/mnt, S:37,4°C,
P:20X/mnt, TB:160cm, BB:50kg. Hasil pengkajian juga didapatkan klien tidak
mengeluh terhadap keadaan fisiknya dan pada tubuh klien tidak menunjukkan
adanya kelainan ataupun gangguan fisik lainnya.

B. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien :
 Nama : Nn. S
Umur : 19 tahun
Agama : Islam
Alamat : Tuminting Link 4
Pekerjaan :-
Tanggal masuk RS : 17 September 2018
Tanggal pengkajian : 19 September 2018
 No. RM : 67.95
36
2. Alasan masuk :
Klien datang diantar oleh keluarganya pada tanggal 17 September 2018, dengan keluhan:

 Tidak mau bergaul dengan orang lain

 Tidak banyak bercakap- cakap

 Banyak melamun

 Mengurung diri

 Sering menyendiri

3. Faktor Predisposisi
a. Klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya sejak 1 tahun yang lalu dan di rawat
di RSJ Ratumbuysang Manado yang pertama pada tanggal 12 juni 2017 dikarenakan klien
apatis, diam di kamar (mengurung diri), menolak berhubungan dengan orang lain.
 b. Klien tidak minum obat secara teratur sehingga pengobatan kurang berhasil.
c. Klien pernah mengalami, seksual
d. Keluarga klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa seperti yang dialami oleh klien.
e. Klien mengatakan punya pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan.
Klien mengatakan pernah mengalami tindakan kekerasan sexual oleh pamannya
f. Klien mengatakan malu karena sampai sekarang klien merasa dirinya kotor karena
kejadian itu
4. Faktor Presipitasi
Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:
a. Masa anak-anak
Klien tidak pernah mengalami hal yang tidak menyenangkan.
 b. Masa remaja
Klien mengatakan punya pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan sesuai
 pernyataan klien “saya dulu pernah di perkosa oleh paman saya”.
c. Masa Sekarang
Klien mengatakan “ malu karena sampai sekarang merasa dirinya kotor karena telah di
 perkosa”.

5. Pemeriksaan Fisik 
a. Tanda- tanda vital
TD : 120/ 80 mmHg

37
Maladaptif: Klien mengatakan jika ia mempunyai masalah, klien senang memendamnya
dan tidak mau menceritakannya kepada orang lain.
10. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Klien mengatakan tidak mengenal semua teman dan jarang berinteraksi dengan lingkungan.
11. Pengetahuan
Keluarga klien mengerti bahwa klien mengalami gangguan jiwa, oleh sebab itu keluarga
membawanya ke RSJ.
12. Aspek Medik 
Terapi medis:
a. Clarpramazine(cpz)

 Warna obat orange.

 Dosis yg diberikan 10 mg/hari.

 Indikasi:

Untuk penanganan psikotik seperti skizopenia bisa menimbulkan efek seperti:ansietas dan
agitasi,cegukkan yang sulit diatasi .anak hiperaktif yang menunjukkan aktifitas motorik
yang berlebihan,masalah perilaku berat pada anak yang dikaitkan dengan perilaku
hiperaktif lagi atau menyerang mual dan muntah berat.
 Mekanisme kerja:

Mekanisme kerja antipsikatik yang tepat belum dipahami sebelumnya namun mungkin
 berhubungan dengan antiodapaminergik.antipsikotik dapat menyeliat reseptor domain post
maps pada ganglia basal,hipotalamus,sistem umbila batang ptak dan medula.

 Efek samping :

Seperti sedasi,sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, keletihan, penglihatan kabur,


kegelisahan, ansietas dan depresi.

 Kontra indikasi :

Penyakit hati, penyakit ginjal, kelainan jantung, ketergantungan obat, penyakit ssp,
gangguan kesadaran disebabkan oleh depresi ssp.
 Manfaat :

Memberikan pikiran tenang,perilaku jadi lebih adaktif.


 b. Haloperidol (HPD)

 Warna obat pink .

 Dosis yang diberikan 3- 5 mg/ hari.

43
 Indikasi :

Penatalaksanaan psikopsus kronik dan akut, pengendalian TIK dan pengucapanb vokal
 pada gangguan jiwa . penanggulangan dimensia pada lansia, pengendalian hiperaktivitas
dan masalah perilaku berat pada anak- anak

 Kontra indikasi:

Penyakit hati, penyakit darah tinggi, epilepsi, kelainan jantung, ketergantungan obat,
gangguan kesadaran, penyakit sindrom saraf pusat.
 Efek samping:

Mengantuk, penglihatan kabur, mulut kering, kelemahan otot, konstipasi.

 Manfaat:

Memberikan pikiran tenang, perilaku menjadi lebih adaftif.


c. Trihexypenidil (THP)

 Warna obatnya putih.

 Dosis yang diberikan 2 mg/ hari.

 Indikasi:

Segala jenis penyakit parkinson, gejala ekstra piramida, berkaitan dengan obat- obat
 psikotik .

 Kontra indikasi:

Hipersensitivitas terhadap obat ini atau pada anti polinergik lain glaukoma sudut tertutup.

 Efek samping:

Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi,
dilatasi ginjal, retensi urin.

 Manfaat:

Anti depresi, menetralkan dan menghilangkan efek samping dari anti spikasi seperti mual.

C. ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah Keperawatan
Data objektif : Isolasi Sosial

44
Tidak mau bergaul dengan
orang lain.
Tidak banyak bercakap-
cakap.
Banyak melamun.
Mengurung diri.
Sering menyendiri.
klien tidak minum obat
secara teratur sehingga
 pengobatan kurang
 berhasil.
Klien tampak sedih.
Kontak mata kurang
selama komunikasi,
 berbicara seperlunya, klien
tampak tidak mampu
memulai pembicaraan,
cenderung menolak untuk
diajak berkomunikasi.
Tidak ada perubahan
roman muka pada saat
diceritakan cerita lucu
yang membuat tertawa,
klien tampak biasa saja,
hanya bereaksi bila ada
stimulus emosi yang kuat
(afek tumpul).
Klien mengalami
depersonalisasi (perasaan
klien yang asing terhadap
diri sendiri, orang atau
lingkungan), sehingga

45
klien tampak biasa saja, Monitor pernyataan
hanya bereaksi bila ada tentang harga diri
stimulus emosi yang kuat  pasien.
(afek tumpul). Bantu pasien
Klien mengatakan punya meningkatkan atau
 pengalaman masa lalu mengidentifikasi
yang tidak menyenangkan kemampuannya.
dan dulu pernah Tingkatkan kontak
dikucilkan oleh teman- mata paien dalam
temannya waktu SMA. komunikasi dengan
Klien merasa malu karena orang lain.
sampai sekarang belum Tingkatkan
mendapatkan pekerjaan. kemampuan pasien
Klien mengatakan tidak untuk mengevaluasi
memiliki orang yang tingkah lakunya.
 berarti dalam hidup, bila Tingkatkan
 punya masalah,hanya kemampuan pasien
memendam masalah untuk menerima
sendiri. kesempatan baru.
Klien mengatakan tidak Fasilitasi lingkungan
mengenal semua teman dan aktifitas yang
dan jarang berinteraksi dapat meningkatkan
dengan lingkungan. harga diri.
Monitor tingkat harga
diri tiap waktu
Buat pernyataan
 positif tentang pasien.

Therapy group
Definisi:
Mengaplikasikan
tekhnik psikoterapeutik

50
ke kelompok termasuk
kesatuan dalam
interaksi diantara
anggota kelompok.
Aktifitas:
Tentukan tujuan
kelompok (kominikasi,
dukungan).
Bentuk kelompok
maksimal 5-12
anggota.
Pilih anggota yang
aktif dari kelompok
untuk membuat respon
yang baik.
Tentukan motivasi
yang akan didapat dari
kelompok terapi.
Gunakan ketua
kelompok jika
memungkinkan.
Bertemu tiap 1-2 jam
setiap sesi.
Mulai dan akhiri
dengan
mempertahankan
 partisipasi pasien dan
 beri kesimpulan.
Susun kursi secara
melingkar
Tingkatkan diskusi.

51
Gunakan role play dan
menyelesaikan masalah
Ambil anggota baru
untuk mempertahankan
integritas kelompok.

STRATEGI PELAKSANAAN

SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal


penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan
berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, dan
mengajarkan pasien berkenalan

SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan


dengan orang pertama-seorang perawat-)

SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan

dengan orang pertama -seorang perawat-)

SP 1 Keluarga : Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah isolasi


sosial,penyebab isolasi sosial, dan cara merawat pasien dengan
isolasi sosial

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien


dengan masalah isolasi sosial langsung dihadapan pasien

1. SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

IMPLEMENTASI
1. Tindakan Keperawatan Untuk Klien

SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal


penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan
berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain,
dan mengajarkan pasien berkenalan

Orientasi (Perkenalan):
“Assalammu’alaikum ”
“Saya Perawat Mili ……….., Saya senang dipanggil  Ses Mili................, Saya perawat di
 Ruang Mawar ini… yang akan merawat Ibu.”
“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”

52
“Apa keluhan S hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap -cakap tentang keluarga dan
teman-teman S? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau
berapa lama, S? Bagaimana kalau 15 menit”

Kerja:
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang jarang
bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap- cakap dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? O.. S merasa sendirian? Siapa saja yang S
kenal di ruangan ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap -cakap dengan pasien yang
lain?”
” Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada
teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah
kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau
begitu inginkah S belajar bergaul dengan orang lain ?
« Bagus. Bagaimana k alau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan
nama
 panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S, senang dipanggil Si.
 Asal saya dari Tumnting, hobi saya memasak”
“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini:
Nama
 Kamu siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”
“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan tentang hal -
hal yang menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang
keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”

Terminasi:
”Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”
”S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya S dapat mengingat -ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada.
Sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau praktekkan ke pasien
lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S berkenalan den gan teman
 saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaiku

SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap


(berkenalan dengan orang pertama -seorang perawat-)

Orientasi :
“Assalammualaikum S! ”
“Bagaimana perasaan S hari ini?
« Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan »Coba sebutkan lagi sambil
bersalaman dengan Suster ! »
53
« Bagus sekali, S masih ingat. Nah seperti janji saya, saya akan mengajak S mencoba
berkenalan dengan teman saya perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10 menit »
« Ayo kita temui perawat N disana »

Kerja :
( Bersama-sama S saudara mendekati perawat N)
« Selamat pagi perawat N, ini ingin berkenalan dengan N »
« Baiklah S, S bisa berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktekkan kemarin «
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat N : memberi salam,
menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya)
« Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada perawat N . coba tanyakan tentang keluarga
 perawat N »
« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa
buat janji bertemu lagi dengan perawat N, misalnya jam 1 siang nanti »
« B aiklah perawat N, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke
ruangan S. Selamat pagi »
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat N untuk melakukan terminasi
dengan S di tempat lain)

Terminasi:
“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan perawat N”
”S tampak bagus sekali saat berkenalan tadi”
”Pertahankan terus apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topik
lain supaya perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan
 sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan perawat lain. Mari kita masukkan pada
 jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali. Baik nanti S coba sendiri.
 Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai besok.”

SP 3 Pasien : Melatih Pasien Berinteraksi Secara Bertahap (berkenalan dengan orang


kedua-seorang pasien)

Orientasi:
“Assalammu’alaikum S! Bagaimana perasaan hari ini?
”Apakah S bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang”
(jika jawaban pasien: ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya orang lain
”Bagaimana perasaan S setelah bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang”
”Bagus sekali S menjadi senang karena punya teman lagi”
”Kalau begitu S ingin punya banyak teman lagi?”
”Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu pasien O”
”seperti biasa kira-kira 10 menit”
”Mari kita temui dia di ruang makan”

Kerja:
( Bersama-sama S saudara mendekati pasien )
« Selamat pagi , ini ada pasien saya yang ingin berkenalan. »
« Baiklah S, S sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah S lakukan
 sebelumnya. »

54
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan nama, nama
 panggilan, asal dan hobi dan menanyakan hal yang sama). »
« Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada O»
« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa
buat janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti »
(S membuat janji untuk bertemu kembali dengan O)
« B aiklah O, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke
ruangan S. Selamat pagi »
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat O untuk melakukan terminasi
dengan S di tempat lain)

Terminasi:
“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan O”
”Dibandingkan kemarin pagi, N tampak lebih baik saat berkenalan dengan O”
”pertahankan apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan
O jam 4 sore nanti”
”Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang
lain kita tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari S dapat berbincang-bincang
dengan orang lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam, S bisa
bertemu dengan N, dan tambah dengan pasien yang baru dikenal. Selanjutnya S bisa
berkenalan dengan orang lain lagi secara bertahap. Bagaimana S, setuju kan?”
”Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman S. Pada jam yang sama
dan tempat yang sama ya. Sampai besok.. Assalamu’alaikum”

2. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga

SP 1 Keluarga : Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah


isolasi
sosial, penyebab isolasi sosial, dan cara merawat pasien dengan
isolasi sosial

Orientasi:
“Assalamu’alaikum Pak”
”Perkenalkan saya perawat H, saya yang merawat, anak bapak, S, di ruang Mawar ini”
”Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa?”
” Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Bagaimana keadaan anak S sekarang?”
“Bagaimana kalau kita berbincang -bincang tentang masalah anak Bapak dan cara
 perawatannya”
”Kita diskusi di sini saja ya? Berapa lama Bapak punya waktu? Bagaimana kalau
 setengah jam?”
Kerja:
”Apa masalah yang Bp/Ibu hadapi dalam merawat S? Apa yang sudah dilakukan?”
“Masalah yang dialami oleh anak S disebut isolasi sosial. Ini a dalah salah satu gejala
 penyakit yang juga dialami oleh pasien- pasien gangguan jiwa yang lain”.
” Tanda-tandanya antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung diri,
kalaupun berbicara hanya sebentar dengan wajah menunduk”
”Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan saat
berhubungan dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah
dengan orang  –orang terdekat”
55
“Apabila masalah isolasi sosial ini tidak diatasi maka seseorang bisa mengalami
halusinasi, yaitu mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada.”
“Untuk menghadapi keadaan yang demikian Bapak dan anggota keluarga lainnya harus
 sabar menghadapi S. Dan untuk merawat S, keluarga perlu melakukan beberapa hal.
 Pertama keluarga harus membina hubungan saling percaya dengan S yang caranya
adalah bersikap peduli dengan S dan jangan ingkar janji. Kedua, keluarga perlu
memberikan semangat dan dorongan kepada S untuk bisa melakukan kegiatan bersama-
 sama dengan orang lain. Berilah pujian yang wajar dan jangan mencela kondisi pasien.”
« Selanjutnya jangan biarkan S sendiri. Buat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan
S. Misalnya sholat bersama, makan bersama, rekreasi bersama, melakukan kegiatan
rumah tangga bersama.”
”Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara itu”
” Begini contoh komunikasinya, Pak: S, bapak lihat sekarang kamu sudah bisa bercakap-
cakap dengan orang lain.Perbincangannya juga lumayan lama. Bapak senang sekali
melihat perkembangan kamu, Nak. Coba kamu bincang-bincang dengan saudara yang
lain. Lalu bagaimana kalau mulai sekarang kamu sholat berjamaah. Kalau di rumah sakit
ini, kamu sholat di mana? Kalau nanti di rumah, kamu sholat bersana-sama keluarga atau
di mushola kampung. Bagiamana S, kamu mau coba kan, nak ?”
”Nah coba sekarang Bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya contohkan”
”Bagus, Pak. Bapak telah memperagakan dengan baik sekali”
”Sampai sini ada yang ditanyakan Pak”

Terminasi:
“Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan tadi?”
“Coba Bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda-tanda orang
 yang mengalami isolasi sosial »
« Selanjutnya bisa Bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak bapak yang
mengalami masalah isolasi sosial »
« Bagus sekali Pak, Bapak bisa menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut »
«Nanti kalau ketemu S coba Bp/Ibu lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua keluarga
agar mereka juga melakukan hal yang sama. »
« Bagaimana kalau kita betemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada S ? »
« Kita ketemu disini saja ya Pak, pada jam yang sama »
« Assalamu’alaikum »

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien


dengan masalah isolasi sosial langsung dihadapan pasien

Orientasi:
“Assalamu’alaikum Pak/Bu”
” Bagaimana perasaan Bpk/Ibu hari ini?”
”Bapak masih ingat latihan merawat anak Bapak seperti yang kita pelajari berberapa
hari yang lalu?”
“Mari praktekkan langsung ke S ! Berapa lama waktu Bapak/Ibu Baik kita akan coba 30
menit.”
”Sekarang mari kita temui S”

Kerja:
”Assalamu’alaikum S. Bagaimana perasaan S hari ini?”
56
”Bpk/Ibu S datang besuk. Beri salam! Bagus. Tolong S tunjukkan jadwal kegiatannya!”
(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
”Nah Pak, sekarang Bapak bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan beberapa
hari lalu”
(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang telah
dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).
”Bagaimana perasaan S setelah berbincang -bincang dengan Orang tua S?”
”Baiklah, sekarang saya dan orang tua ke ruang perawat dulu”
(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan
keluarga)

Terminasi:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi? Bapak/Ibu sudah bagus.”
« «Mulai sekarang Bapak sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada S »
« Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak melakukan
cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang Pak »
« Assalamu’alaikum »

SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

Orientasi:
“Assalamu’alaikum Pak/Bu”
”Karena besok S sudah boleh pulang, maka perlu kita bicarakan perawatan di rumah.”
”Bagaimana kalau kita membicarakan jadwal S tersebut disini saja”
”Berapa lama kita bisa bicara? Bagaimana kalau 30 menit?”

Kerja:
”Bpk/Ibu, ini jadwal S selama di rumah sakit. Coba dilihat, mungkinkah dilanjutkan di
rumah? Di rumah Bpk/Ibu yang menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal ini di rumah,
baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum obatnya”
”Hal -hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak
 Bapak selama di rumah. Misalnya kalau S terus menerus tidak mau bergaul dengan orang
lain, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika
hal ini terjadi segera hubungi perawat K di puskemas Indara Puri, Puskesmas terdekat
dari rumah Bapak, ini nomor telepon puskesmasnya: (0651) 554xxx
”Selanjutnya perawat K tersebut yang akan memantau perkembangan S selama di rumah

Terminasi:
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian S untuk dibawa
 pulang. Ini surat rujukan untuk perawat K di PKM Inderapuri. Jangan lupa kontrol ke
 PKM sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak. Silakan selesaikan
administrasinya!”

57
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kasus kekerasan seksual yang dialami oleh anak dibawah umur belakangan
ini semakin banyak muncul dipermukaan.Hal ini belum tentu merupakan indikator
meningkatnya jumlah kasus, karena fenomena yang terjadi adalah fenomena
gunung es, jumlah yang terlihat belum tentu menunjukkan fakta yang
sesungguhnya.Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap penegakan hukum
merupakan salah satu faktor meningkatnya pelaporan kasus kekerasan seksual.
Penganiayaan seksual pada anak didefinisikan sebagai adanya tindakan seksual
yang mencakup tetapi tidak dibatas pada insiden membuka pakaian, menyentuh
dengan cara yang tidak pantas dan penetrasi (koitus seksual), yang dilakukan
dengan seorang anak untuk kesenangan seksual orang dewasa. Insest telah
didefinisikan sebagai eksploitasi seksual pada seorang anak di bawah usia 18
tahun oleh kerabat atau buka kerabat yang merupakan orang dipercaya dalam
keluarga (Townsend, 1998).
Anak sebagai pelaku kekerasan seksual, sangat mungkin sebelumnya adalah
korban dari kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku lain. Kemungkinan motif
kekerasan yang dilakukannya adalah untuk eksploitasi-memuaskan rasa ingin
tahu, atau menirukan kejadian yang dialami sebelumnya, baik dari perlakuan
langsung maupun dari media yang dilihatnya.Dengan adanya azas praduga tak
 bersalah, hendaknya ditelusuri dengan mendalam faktor yang mendorong anak
menjadi pelakukekerasan seksual, agar anak tidak dua kali menjadi korban
(Maria, 2008).
Efek klinis pencabulan berkisar dari pendarahan pada genital dan anus, fisur
 pada anus, pembesaran liang vagina dan anus, dan penipisan/kerusakan hymen pada
vagina. Efek psikologis pencabulan terhadap anak umumnya berjangka panjang,
antara lain: kemarahan, kecemasan, mimpi buruk, rasa tak Iman, kebingungan,
ketakutan, kesedihan, dan perubahan perilaku baik menjadi buruk 

74
B. SARAN

Berdasarkan asuhan keperawatan anak pada retardasi mental maka disarankan :


1. Perawat
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan seksual
abuse dapat melibatkan anak dalam brain Gym untuk memfokuskan perhatian
anak dan melupakan peristiwa trauma akibat penganiayaan seksual.
2.Sekolah
Sekolah dapat bekerja sama dengan keluarga dan para dokter untuk
membantu anak korban aniaya seksual di sekolah. Komunikasi terbuka antara
orangtua dan staf sekolah dapat merupakan kunci keberhasilan anak dalam
menyesuaikan diri di sekolah.
3.Keluarga/Orang tua
Keluarga atau orang tua dalam membantu anak yang mengalami seksual
abuse harus memberikan perawatan anak dengan metode yang berbeda
dengan anak yang normal. Oleh karena itu hendaknya orang tua atau keluarga
menyusun kegiatan sehingga anak mempunyai rutinitas yang sama tiap hari,
mengatur kegiatan harian, menggunakan jadwal untuk pekerjaan rumah, dan
memperpertahankan aturan secara konsisten dan berimbang.

75
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M.E. Townsend, M.C. Moorhouse, M.F. (2007). Rencana asuhan


keperawatan Psikiatri (terjemahan).Edisi 3.Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC

Elia, H. (2003). Korban Pelecehan Seksual Usia Muda ..!.


http://64.203.71.11/kesehatan/news/0307/21/103523.htm. Diakses
tanggal 28 Februari 2015

FKUI.(2006). Pendahuluan Sebuah Tinjauan


.http://www.freewebs.com/ childabusea1/.htm. Diakses tanggal
28 Februari 2015

Freewebs, (2006).Pola Child Sexual Abuse. http://www.freewebs.com/


forensik_sexual_abuse/.htm. Diakses tanggal 28 Februari 2015

Jeanne Wess, and Videbeck (2008)  Metode Penelitian Pengetahuan Sosial .


Alih bahasa: Sulistia, Mujianto, Sofwan, Ahmad, dan
Suhardjito. Semarang: IKIP Semarang Press.

Maria. (2008). Hadapi Kekerasan Seksual Pada Anak Hendaknya Tetap


Mempertimbangkan Faktor Psikologis
http://apindonesia.com/new/index.ph p?option=com_content&task
=view&id=1656&Itemid=62. Diakses 28 Februari 2015

Minangsari, D. (2007. Merespons Anak yang Mengalami Pelecehan Seksual!.


http://www.kesrepro.info/?q=node/194. Diakses tanggal 28
Februari 2015

Pramono, B. (2009). Penyiksaan Anak. http://groups.yahoo.com/group/ urantia-


indonesia/message/1516. Diakses tanggal 28 Februari 2015

76
Smith, M.S. (1998). Sexual harassment in the Workplace: Perspectives,
Frontiers and Response Strategies. Vol 5 Women & Work,
Sage Publications, New Delhi.

Suda, I.K, (2006). Topik Interaktif: "Membedah Penyebab Kekerasan Seksual


terhadap Anak"Penyebab Kekerasan Seksual terhadap Anak
http://www.dradio1034fm.or.id/detail.ph p?id=4269. Diakses 28
Februari 2015

Townsend, M.C. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan


Psikiatri pedoman Untuk Pembuatan rencana Perawatan
(terjemahan).Edisi 3.Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC.

77

Anda mungkin juga menyukai