Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN TUTORIAL MATERNITAS II

Di Susun Oleh :

1. Eva Cica Susanti (21118069) 8. Khotibul Umam (21118076)


2. Febiola (21118070) 9. Kiki Meilinda Sari (21118077)
3. Fernika Restiani (21118071) 10. Kiki Rizki Amelia (21118078)
4. Hayati Oktaviani (21118072) 11. Lusiana Sari (21118079)
5. Ifrohati Fitri (21118073) 12. Mei Anggraini (21118080)
6. Indriana Eka Y. (21118074) 13. Meilinda Aristiani
(21118081)
7. Jumisi (21118075)

Dosen Pembimbing : Dewi Pujiana, S.Kep. Ns,. M.Bmd

STIKES MUHAMMADIYAH PALEMBANG

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2018/2019


KASUS TUTORIAL 2
KEPERAWATAN MATERNITAS II

Pada tanggal 19 Maret 2018 seorang perempuan berusia 25 tahun hamil 32


minggu datang ke poliklinik dengan keluhan perdarahan vagina yang abnormal
dan terjadi terus menerus selama 1 bulan yang lalu. Pasien dirawat di ruang
kebidanan RS A. Saat ini pasien mengeluh sedikit perdarahan dari vagina dan
tidak ada abdominalgia. Tanpa pemeriksaan ginekologi pasien didiagnosis abortus
yang mengancam dan pasien dipulangkan dengan obat-obatan mempertahankan
kehamilan. Pada tanggal 17 April 2018 pasien datang kembali dengan keluhan
perdarahan vagina yang banyak melebihi darah menstruasi. Petugas kesehatan
curiga adanya kanker kemudian pasien dilakukan pemeriksaan biopsi dan
pemeriksaan hispatologi dan didapatkan hasil serviks bentuk abnormal dan berisi
massa seperti cauliflower dengan diameter 10 cm. pemeriksaan rektal
menunjukkan bahwa massa telah menyerang rongga panggul kiri. Dan pasien
didagnosis Ca serviks stadium IIIB. Pasien dan keluarga meminta untuk
mempertahankan kehamilan dan kanker nya di angkat.

A. Klarifikasi Istilah
1. Abdominalgia (Indriana Eka Yulianti)
Jawaban :
Sakit perut (Ifrohati Fitri)
2. Pemeriksaan hispatologi (Jumisi)
Jawaban :
Pemeriksaan histopatologi adalah pemeriksaan dari jaringan tubuh
manusia, di mana jaringan itu dilakukan pemeriksaan dan pemotongan
makroskopis, diproses sampai siap menjadi slide atau preparat yang
kemudian dilakukaan pembacaan secara mikroskopis untuk penentuan
diagnosis (Kiki Rizki Amelia)
3. Pemeriksaan biopsi (Eva Cica Susanti)
Jawaban :
Biopsi prosedur yang dilakukan dengan mengambil sedikit jaringan dari
bagian tubuh. Sampel ini kemudian diperiksa dengan lebih teliti di bawah
mikroskop (Hayati Oktaviani)
4. Pemeriksaan rektal (Febiola)
Jawaban :
Pemeriksaan colok dubur adalah suatu pemeriksaan dengan memasukkan
jari telunjuk yang sudah diberi pelicin ke dalam lubang dubur. Untuk
melihat atau memeriksa apakah ada penyakit atau kelainan (Mei Aggraeni)
5. Cauliflower (Kiki Meilinda Sari)
Jawaban :
Maksud dari cauliflower adalah massanya berbentuk seperti kembang kol
(Khotibul Umam)

B. Identifikasi permasalahan (membuat pertanyaan)


1. Mengapa tanpa pemeriksaan ginekologi pasien bisa di diagnosa abortus
yang mengancam ? (Indriana Eka Yulianti)
2. Apa saja obat-obatan yang bisa mempertahankan kemahilan ? (Kiki
Meilinda Sari)
3. Apa yang menyebabkan pasien mengalami perdarahan di vagina ? (Eva
Cica Susanti)
4. Apakah dari diagnosis tersebut mempengaruhi kesehatan kehamilan pasien
? (Fernika Restiani)
5. Bagaimana cara pencegahan pendarahan pada pasien Ca serviks IIIB ?
(Lusiana Sari)
6. Apakah hasil dari pemeriksaan biopsi dan pemeriksaan hispatologi ?
(Febiola)
7. Pada kasus diagnosa Ca Serviks stadium IIIB intervensi keperawatan apa
yang harus diberikan ? (Meilinda Aristiani)
8. Pada kasus diatas jika kanker nya diangkat,apakah kehamilan nya tidak
terganggu ? (Jumisi)
9. Dari kasus atau diagnosa yang diderita klien apakah bayi masih bisa di
pertahankan ? (Khotibul Umam)
C. Menjawab pertanyaan/ brainstorming
1. Mengapa tanpa pemeriksaan ginekologi pasien bisa di diagnosa abortus
yang mengancam ? (Indriana Eka Yulianti)
Jawaban :
Karena pengertian pemeriksaan ginekologi adalah suatu prosedur klinik
yang dilakukan secara bimanual untuk menentukan atau mengetahui
kondisi organ genitalia wanita, berkaitan dengan upaya pengenalan atau
penentuan ada tidaknya kelainan pada bagian tersebut, dan Pemeriksaan
ini merupakan rangkaian dari suatu prosedur pemeriksaan yang lengkap
sehingga hasil pemeriksaan ini terfokus pada tampilan genitalia eksterna
dan upaya untuk mengetahui arah, besar, konsistensi uterus dan serviks,
kondisi adneksa, parametrium dan organ-organ disekitar genitalia interna
(rongga pelvik). Dan di kasus mengatakan bahwa perdarahan sudah terjadi
selama 1 bulan secara terus menerus dan terjadi secara abnormal dan
keluhan tersebut menunjukkan bahwa pendarahan yang abnormal dan
yang terus menerus dapat menimbulkan bahaya bagi pasien dan kondisi
janin pasien. (Meilinda Aristiani)
Pendapat lain
maksud dari "tanpa pemeriksaan Genekologi pada pasien di diagnosa
abortus yang mengancam" Jadi sebelumnya pasien sudah pernah
melakukan kunjungan ke poliklinik pada usia kehamilan yang belum
memasuki usia kehamilan sekarang tetapi pada saat itu tidak dilakukannya
pemeriksaan Genekologi sedangkan apabila pasien saat itu melakukan
pemeriksaan ginekologi bisa saja pasien akan di diagnosa abortus yang
mengancam atau abortus imminens dan saat itu pasien diberikan obat-
obatan untuk mempertahankan kehamilannya. Nah makannya pada tanggal
17 April pasien kembali melakukan pemeriksaan (Mei Anggraeni)
2. Apa saja obat-obatan yang bisa mempertahankan kemahilan ? (Kiki
Meilinda Sari)
Jawaban :
Obat mempertahankan kehamilan (Kiki Mei) = 1. Duphaston, 2.
Premaston, 3. Utrogestan, 4. Minyak ikan salmon, 5. Vitamin sayur, 6.
Madu murni, 7. Suplemen royal jelly, 8. Sari kurma, 9. Suplemen asam
folat, 10. Yogurt (Kiki Rizki Amelia)
3. Apa yang menyebabkan pasien mengalami perdarahan di vagina ? (Eva
Cica Susanti)
Jawaban :
Kondisi prakanker sampai karsinoma in situ (stadium 0) sering tidak
menunjukan gejala karena proses penyakitnya berada di dalam lapisan
epitel dan belum menimbulkan perubahan yang nyata dari mulut rahim.
Pada akhirnya gejala yang ditimbulkan adalah keputihan, perdarahan pasca
senggama dan pengeluaran cairan dari vagina. (Lusiana Sari)
4. Apakah dari diagnosis tersebut mempengaruhi kesehatan kehamilan pasien
? (Fernika Restiani)
Jawaban :
Dari diagnosa tersebut mempengaruhi kesehatan kehamilan pasien
mengapa demikian penyebabnya yaitu virus HPV, Ada pula pilihan
pengobatan lain yaitu dengan radioterapi dan kemoterapi untuk mematikan
sel-sel kanker. Sayangnya, radioterapi yang dilakukan fokus pada daerah
panggul diketahui berpotensi merusak sel telur dan ovarium. Untuk
mengantisipasi kerusakan ovarium, dokter mungkin akan memindahkan
ovarium dari sekitar area yang harus dilakukan radiasi untuk
sementara.Kerusakan pada sel telur dan ovarium bisa berangsur-angsur
membaik setelah perawatan kanker dihentikan, tetapi mungkin juga
bersifat permanen atau menetap. Jika kerusakan terjadi secara permanen,
seorang wanita tidak lagi dapat mengandung.Yang perlu diperhatikan,
yaitu rahim wanita yang sebelumnya terpapar sinar radiasi saat hamil lebih
tinggi risiko mengalami kelahiran prematur. Risiko lain adalah keguguran
akibat bekas luka dan berkurangnya aliran darah ke rahim. Sementara itu,
obat kemoterapi juga berpotensi merusak sel-sel telur di dalam ovarium
sehingga risiko keguguran pun lebih tinggi. (Indriana Eka Yulianti)
Pendapat lain
pada diagnosa saya serviks stadium 3B itu berarti tumor sudah meluas ke
dinding panggul dan atau menimbulkan hidronefrosis atau fungsi ginjal
atau gangguan fungsi ginjal menurut saya sudah pasti mengganggu karena
seperti apa yang sudah terjadi bahwasanya pasien ini sudah mengalami
pendarahan terus-menerus selama 1 bulan yang lalu maka dia akan
berpengaruh pada nutrisi yang akan berhubungan dengan janinnya selain
itu juga akan mengganggu fungsi kerja ginjal atau disebut dengan
hidronefrosis (Mei Anggraeni)
5. Bagaimana cara pencegahan pendarahan pada pasien Ca serviks IIIB ?
(Lusiana Sari)
Jawaban :
Perdarahan merupakan salah satu gejala dan bahkan bisa menjadi salah
satu komplikasi dari kanker serviks. Maka dari itu penanganan untuk
Perdarahan pada pasien kanker servik adalah dengan mengobati kanker
serviks sesuai anjuran dokter. Beberapa metode yang dianggap aman dan
berhasil mengurangi perdarahan pada pasien dengan kanker servik antara
lain adalah dengan :
a. Obat asam traneksamat.
b. Radioterapi.
c. Operasi. (Kiki Meilinda Sari)
6. Apakah hasil dari pemeriksaan biopsi dan pemeriksaan hispatologi ?
(Febiola)
Jawaban :
Dilakukan pemeriksaan biopsi dan pemeriksaan hispatologi dan
didapatkan hasil serviks bentuk abnormal dan berisi massa seperti
cauliflower dengan diameter 10 cm. (Eva Cica Susanti)
7. Pada kasus diagnosa Ca Serviks stadium IIIB intervensi keperawatan apa
yang harus diberikan ? (Meilinda Aristiani)
Jawaban :
Seperti yang tertera pada kasus bawasannya seorang perempuan yang
berusia 25 tahun ini datang ke poliklinik dengan keluhan perdarahan
vagina yang abnormal dan telah berlangsung selama 1 bulan yang lalu
maka masalah keperawatan yang bisa diambil dari keluhan klien ini adalah
ketidakefektifan cairan b/d perdarahan maka intervensi yang tepat untuk
saat in yang bisa diambil ialah pengurangan pendarahan dengan tindakan
a. Monitor jumlah dan sifat kehilangan darah
b. Monitor ukuran dan karakter hematoma
c. Monitor status cairan (intake dan output)
d. Instruksikan pasien agar mengurangi atau membatasi aktifitasnya
Intervensi ini burtujuan untuk melakukan keseimbangan cairan dengan
melihat intake dan output selama 24 jam. (Mei Anggraeni)
8. Pada kasus diatas jika kanker nya diangkat,apakah kehamilan nya tidak
terganggu ? (Jumisi)
Jawaban :
Jika kankernya diangkat apakah kehamilanya tidak terganggu ? Menurut
saya jika CA servikny terdeteksi lebih awal akan bisa di atasi dan mungkin
kehamilanya tidak terganggu tetapi pada kasus ini si klien sudah
memasuki stadium IIIB dan kehamilanya sudah memasuki minggu ke
32/33 dan kemungkinan akan dilakukan SC agar kehamilanya selamat
(Khotibul Umam)
9. Dari kasus atau diagnosa yang diderita klien apakah bayi masih bisa di
pertahankan ? (Khotibul Umam)
Jawaban :
Menurut Konsultan Hemato Onkologi Medik Rumah Sakit EMC
Tangerang, Maringan DL Tobing, kondisi tersebut sesunguhnya
tergantung dari temuan kanker itu sendiri. Contohnya adalah kanker
serviks. Apabila kanker tersebut bisa dideteksi di awal, penyakit itu masih
bisa diatasi. Tetapi kalau stadiumnya sudah lanjut, bisa kita lahirkan
bayinya, tapi semoga bisa terselamatkan. Sementara pada bayi, bahaya
kanker serviks saat kehamilan sesungguhnya tidak terlalu signifikan.
"Banyak kasus-kasus dilahirkan, bayinya tidak masalah. Setelah
terdiagnosis kanker serviks, diskusikan dengan dokter kandungan Anda
mengenai metode persalinan yang harus dijalani. Umumnya, dokter akan
menganjurkan persalinan dilakukan melalui operasi sectio caesaria saat
usia kehamilan sudah cukup bulan, yaitu sekitar 37 atau 38 Minggu.
(Hayati Oktaviani)

D. Mekanisme/ Pathway

Virus HIV

Adanya massa
Ca Serviks berdiameter 10cm

Resiko Infeksi
Perdarahan
Mediator
abnormal selama
pertumbuhan
1 bulan
mikroorganisme

Kehilangan cairan aktif

Hipovelemia

E. Menentukan learning objective (tujuan pembelajaran)


1. Mahasiswa mampu memahami cara pengobatan kanker serviks? (Kiki
Rizki Amelia)
2. Mahasiswa mampu mengetahui penyebab kanker serviks? (Kiki Meilinda
Sari)
3. Mahasiswa mampu mengetahui epidiemologi kanker serviks? (Eva Cica
Susanti)
4. Mahasiswa mampu mengetahui Definisi kanker serviks? (Febiola)
5. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi Ca Servik? (Khotibul
Umam)
6. Mahasiswa mampu mengetahui patogenesis kanker serviks? (Hayati
Oktafiani)
7. Mahasiswa mampu mengetahui metode-metode dalam deteksi dini pada
kanker serviks? (Meilinda Aristiani)
8. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan untuk Ca Servik
IIIB? (Mei Anggraeni)
9. Mahasiswa mampu mengetahui faktor resiko Ca Serviks? (Jumisi)
10. Mahasiswa mampu mengetahui terapi Ca Servik? (Lusiana Sari)
11. Mahasiswa mampu mengetahui perkembangan CA Serviks? (Indriana Eka
Yulianti)
12. Mahasiswa mampu mengetahui cara pencegahan kanker serviks? ( Fernika
Restiani)
13. Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala kanker serviks? (Ifrohati
Fitri)

F. Belajar mandiri

G. Menjawab pertanyaan berdasarkan literature/informasi baru


1. Mahasiswa mampu memahami cara pengobatan kanker serviks? (Kiki
Rizki Amelia)
Jawaban :
(1) Tindakan bedah
Selain tumor di serviks, rahim, bagian dari vagina, jaringan di
sekitar rahim, dan jaringan limfatik akan diangkat. Usia pasien akan
dipertimbangkan untuk menentukan apakah pengangkatan indung telur
diperlukan atau tidak.

(2) Radioterapi
Ada dua jenis radioterapi, radioterapi eksternal dan radioterapi internal.
Biasanya kedua metode ini digunakan secara bersamaan untuk
mendapatkan hasil pengobatan terbaik.
• Radioterapi eksternal – menggunakan akselerator linier untuk
mengirimkan sinar radiasi berenergi tinggi ke tempat tumor dan rongga
panggul untuk membasmi tumor.
• Radioterapi internal – prosedur ini dilakukan di ruang operasi saat pasien
berada di bawah pengaruh anestesi umum. Dokter akan memasukkan alat
kecil ke dalam vagina pasien dan leher rahim untuk memancarkan radiasi
yang diperlukan untuk pengobatan. Pasien biasanya perlu menjalani 3
hingga 4 sesi pengobatan dengan durasi 10 hingga beberapa menit di
setiap sesinya. Potensi efek samping dari radioterapi:
• Diare dan dan rasa lelah
• Pendarahan kandung kemih atau rektum
• Penyempitan vagina

(3) Kemoterapi
Kemoterapi membantu mengecilkan ukuran tumor dan melengkapi
tindakan radioterapi untuk meningkatkan efek pengobatannya.
Kemoterapi intravena biasanya digunakan dengan menyuntikkan obat
melalui pembuluh darah. Jumlah hitungan darah pasien akan menurun jika
kemoterapi dilakukan secara bersamaan dengan radioterapi, yang bisa
menyebabkan rasa lelah dan rentan terhadap infeksi. Pasien mungkin
perlu mengonsumsi obat antibiotik dan pasien yang menderita anemia
mungkin perlu melakukan transfusi darah. Pengobatan dengan tindakan
bedah dan radioterapi memiliki efek penyembuhan yang sama pada
kanker serviks Stadium I dan II. Namun bagi pasien yang berusia lebih
muda dan dalam kondisi kesehatan yang lebih baik, tindakan bedah lebih
dipilih untuk menyelamatkan ovarium demi keperluan hormon
reproduksi. Tindakan ini juga bisa menurunkan aktivitas kehidupan
seksual yang terkait dengan penyempitan dan pengerasan vagina sebagai
akibat dari radioterapi. Efek jangka panjang dari tindakan operasi
biasanya lebih sedikit daripada radioterapi. Untuk kanker serviks stadium
lanjut, radioterapi dan kemoterapi adjuvan menjadi tindakan pengobatan
utama. (Lantika, Yuniar F. O, dkk. 2017.)

2. Mahasiswa mampu mengetahui penyebab kanker serviks? (Kiki Meilinda


Sari)
Jawaban :

Penyakit kanker serviks ini belum diketahui penyebabnya secara pasti,


sehingga sulit untuk dilakukan pencegahan primer. Penyebabnya diduga
antara lain melakukan hubungan seksual pertama kali di bawah umur 20
tahun, pasangan seksual dua orang atau lebih, cerai atau pisah dengan
hubungan seksual yang tidak stabil, merokok, higiene perorangan yang
rendah, kemiskinan, melahirkan anak pada usia muda, rangsangan terus-
menerus pada leher rahim misalnya pada frekuensi koitus yang tinggi,
peradangan, paritas lebih dari tiga dan adanya bahan-bahan mutagen yang
diduga dapat merubah sel-sel di jaringan rahim secara genetik misalnya
sperma yang mengandung bahan rokok, penggunaan kontrasepsi
hormonal, komplemen histon, mikoplasma, klamidia, virus herpes
simpleks (HSV 2), human papiloma virus tipe 16,18,31 (HPV 16,18, 31),
trikomonas vaginalis (Rauf, 2006)

3. Mahasiswa mampu mengetahui epidiemologi kanker serviks? (Eva Cica)


Jawaban :
Untuk wilayah ASEAN, insidens kanker serviks di Singapore
sebesar 25,0 pada ras Cina; 17,8 pada ras Melayu; dan Thailand sebesar
23,7 per 100.000 penduduk. Insidens dan angka kematian kanker serviks
menurun selama beberapa dekade terakhir di AS. Hal ini karena skrining
Pap menjadi lebih populer dan lesi serviks pre-invasif lebih sering
dideteksi daripada kanker invasif. Diperkirakan terdapat 3.700 kematian
akibat kanker serviks pada 2006.
Di Indonesia diperkirakan ditemukan 40 ribu kasus baru kanker
mulut rahim setiap tahunnya. Menurut data kanker berbasis patologi di 13
pusat laboratorium patologi, kanker serviks merupakan penyakit kanker
yang memiliki jumlah penderita terbanyak di Indonesia, yaitu lebih kurang
36%. Dari data 17 rumah sakit di Jakarta 1977, kanker serviks menduduki
urutan pertama, yaitu 432 kasus di antara 918 kanker pada perempuan.

Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, frekuensi kanker


serviks sebesar 76,2% di antara kanker ginekologi. Terbanyak pasien
datang pada stadium lanjut, yaitu stadium IIB-IVB, sebanyak 66,4%.
Kasus dengan stadium IIIB, yaitu stadium dengan gangguan fungsi ginjal,
sebanyak 37,3% atau lebih dari sepertiga kasus. Relative survival pada
wanita dengan lesi pre-invasif hampir 100%. Relative 1 dan 5 years
survival masingmasing sebesar 88% dan 73%. Apabila dideteksi pada
stadium awal, kanker serviks invasif merupakan kanker yang paling
berhasil diterapi, dengan 5 YSR sebesar 92% untuk kanker lokal.
Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah,
status sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan
saranatidak tepat dapat pula meningkatkan risiko (Rasjidi I.2009)

4. Mahasiswa mampu mengetahui Definisi kanker serviks? (Febiola)


Jawaban :
Kanker Serviks merupakan suatu bentuk keganasan yang terjadi
pada leher rahim (serviks) yang disebabkan oleh adanya pertumbuhan
yang abnormal dari jaringan epitel serviks. Epitel serviks memiliki tiga
zona, zona pertama (ektoserviks) terdiri dari sel epitel pipih berlapis, zona
kedua (endoserviks) terdiri dari sel epitel kolumnar selapis, dan zona
ketiga adalah zona peralihan dari sel epitel pipih menjadi sel epitel
kolumnar (transformation zone). Jaringan epitel serviks memiliki beberapa
lapisan yakni lapisan basal (stratum basal), tengah (stratum spinosum dan
stratum granulosum), dan bagian suprabasal (stratum korneum). Pada
tahap awal kanker serviks, ditemukan lesi abnormal sel-sel epitel serviks
yang bersifat noninvasif namun dapat berkembang menjadi kanker serviks
diberi nama Cervical Intraepitelial Neoplasia (CIN). (Evriarti, P. R., &
Yasmon, A. 2019)
5. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi Ca Servik? (Khotibul
Umam)
Jawaban :
HPV merupakan faktor inisiator kanker serviks yang menyebabkan
gangguan sel serviks. Onkoprotein E6 dan E7 berasal dari HPV
merupakan penyebab degenerasi keganasan. Integrasi DNA virus dengan
genom sel tubuh merupakan awal proses yang mengarah transformasi.
Integrasi DNA virus dimulai pada daerah E1-E2, menyebabkan E2 tidak
berfungsi, menimbulkan rangsangan terhadap E6 dan E7 yang akan
menghambat p53 dan pRb. E6 akan mengikat p53, sehingga tumor
suppressor gene (TSG) p53 akan kehilangan fungsinya, yaitu untuk
menghentikan siklus sel pada fase G1. Sedangkan onkoprotein E7 akan
mengikat TSG Rb, menyebabkan terlepasnya E2F, yang merupakan faktor
transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa kontrol. Hambatan kedua
TSG menyebabkan siklus sel tidak terkontrol, perbaikan DNA tidak
terjadi, dan apoptosis tidak terjadi. (Puteri, 2020)

6. Mahasiswa mampu mengetahui patogenesis kanker serviks? (Hayati


Oktafiani)
Jawaban :
Kanker Serviks yang disebabkan Infeksi HPV, HPV merupakan
penyebab utama terjadinya kanker serviks.1 HPV dapat menyebabkan
infeksi pada sel-sel epitel serviks dikarenakan adanya abrasi atau luka
pada jaringan epitel.12 Abrasi ini menjadi titik masuk HPV ke dalam sel
epitel bagian basal. Sel-sel epitel pada bagian basal merupakan sel-sel
epitel yang belum matang dan masih terus berproliferasi. Ekspresi gen
HPV semakin lengkap seiring peningkatan maturasi dari sel pejamu. Saat
menginfeksi sel basal, HPV kurang reproduktif (replikasi virus terjadi
lambat). Replikasi virus terjadi sangat lamban namun konstan. Pada fase
ini, belum muncul perubahan yang abnormal pada sel. Saat sel epitel
pejamu matang dan tidak lagi berdiferensiasi, replikasi genom HPV
meningkat dan gen E6 dan E7 yang mengkode oncoprotein dan gen L1
dan L2 yang mengkode protein struktural mulai diekspresi. Pada tahap ini
mulai terjadi perubahan yang abnormal pada sel (immortal sel) dan
terbentuk virion baru dalam jumlah besar yang akan menginfeksi sel
epitel lainnya yang masih normal. Akan tetapi, perubahan yang terjadi
masih dalam skala yang sangat kecil (CIN tahap I) dan respon imun
sebenarnya masih dapat mengeliminasi infeksi pada tahap ini. Namun bila
terjadi toleransi, infeksi HPV akan menjadi persisten. Infeksi HPV yang
persisten akan menyebabkan lesi makin meluas dan makin invasif (CIN
tahap II dan CIN tahap III). Pada CIN tahap I, genom HPV belum
terintegrasi secara sempurna pada sel pejamu bahkan sebagian ada yang
tidak terintegrasi dalam genom sel pejamu. Namun, pada CIN tingkat
tinggi, DNA HPV sudah terintegrasi sempurna ke dalam genom sel
pejamu. Integrasi ini menyebabkan terganggunya atau terhapusnya gen
pengkode potein E2. Sebagai akibatnya, fungsi protein E2 sebagai
regulator transkripsi protein E6 dan E7 terganggu. (Evriarti, P. R., &
Yasmon, A. 2019)

7. Mahasiswa mampu mengetahui metode-metode dalam deteksi dini pada


kanker serviks? (Meilinda Aristiani)
Jawaban :

Ada pun cara metode-metode dalam deteksi dini pada Kanker serviks antara
lain yaitu:
1) Pap smear
merupakan salah satu cara deteksi dini Kanker serviks, test ini
mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal,
yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada leher rahim dengan
spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop. Pap smear
hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika
ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan
standar berupa kolposkopi. Kolposkopi merupakan pemeriksaan dengan
pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk mengamati secara
langsung permukaan Kanker serviks dan bagian Kanker serviks yang
abnormal. Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaan
leher rahim, kemudian dilakukan biopsy pada lesilesi tersebut
2) Biopsi
Ini dilakukan untuk melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa
dilakukan adalah punch biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan teknik
cone biopsy yang menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan untuk
mengetahui kelainan yang ada pada kanker serviks. Jaringan yang diambil
dari daerah bawah kanal servikal. Hasil biopsi akan memperjelas apakah
yang terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor saja (Prayetni, 2007)
3) Inspeksi Visual
Asam Asetat (IVA) tes merupakan alternatif skrining untuk kanker
serviks. Tes sangat mudah dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga
kesehatan non dokter ginekologi, bidan praktek dan lain-lain. Prosedur
pemeriksaannya sangat sederhana skrining untuk kanker serviks. Tes sangat
mudah dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter
ginekologi, bidan praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat
sederhana, permukaan leher rahim diolesi dengan asam asetat, akan tampak
bercak-bercak putih pada permukaan Kanker serviks yang tidak normal
(Darmawati, D. (2010).

8. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan untuk Ca Servik


IIIB? (Mei Anggraeni)
Jawaban :

9. Mahasiswa mampu mengetahui faktor resiko Ca Serviks? (jumisi)


Jawaban :
Faktor risiko yang paling dominan adalah usia pertama kali berhubungan
seksual <20 tahun (p=0,008; OR: 6,092). jumlah paritas, menggunakan
pembersih vagina dan lama menggunakan kontrasepsi hormonal
berhubungan dengan kejadian lesi prakanker serviks. Beberapa penelitian
telah banyak dilakukan untuk menggali keterkaitan faktor risiko yang
berhubngan dengan kejadian lesi pra kanker serviks yang merupakan awal
perubahan menuju kanker serviks. Penelitian di Afrika selatan oleh
Makuza et almenyimpulkan faktor risiko yang menyebabkan kanker
serviks adalah aktivitas seksual pada umur kurang dari 20 tahun
(OR=3,29) dan paritas (OR = 0,42).10 Sedangkan di Eropa oleh
disimpulkan bahwa merokok, usia <20 tahun saat hubungan seksual
pertama, jumlah partner seksual, riwayat keluarga dan pemakaian
kontrasepsi hormonal dalam jangka waktu yang lama. (Chairani R. 2018)

10. Mahasiswa mampu mengetahui terapi Ca Servik? (Lusiana Sari)


Jawaban :
a. The Set-up. Responden dibimbing untuk mengucapkan kalimat “Ya
Allah/Tuhan meskipun saya …….. (keluhan atau perasaan negatif
pasien), saya ikhlas menerima perasaan saya ini, saya pasrahkan
padaMu ketenangan batin saya” dengan penuh khusuk, ikhlas dan
pasrah sebanyak 3 kali, sambil menekan dada kiri (titik yang dirasa
nyeri) atau daerah “sore spot” atau dapat dilakukan dengan mengetuk
ringan dengan dua jari pada bagian “karate chop”. The Set Up
bertujuan untuk memastikan aliran energi tubuh terarah dengan tepat
dan untuk menetralisir emosi negatif yang timbul karena menderita
kanker serviks.
b. The Tune-in. Responden diarahkan memikirkan sesuatu atau peristiwa
spesifi k yang dapat membangkitkan emosi negatif (gejala stres) yang
ingin dihilangkan, bersamaan dengan ini hati dan mulut mengatakan
“Yaa Allaah/ ya Tuhan… saya ikhlas… saya pasrah”. Bersamaan
dengan tune-in responden diminta melakukan langkah ketiga, the
tapping, yaitu mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada titik-titik
energi meridian tubuh sambil terus tune-in yang diakhiri dengan
relaksasi pernafasan yaitu “tarik nafas panjang lewat
hidunghembuskan lewat mulut sambil mengucap rasa syukur beberapa
kali. Semua langkah di atas dilakukan sebanyak 3 kali putaran selama
30 menit. Setelah selesai, responden diminta mengemukakan perasaan
yang dirasakan saat melakukan SEFT serta kendala yang dihadapi.
Selain itu, dikaji pula perasaan responden setelah dilakukan SEFT
(dalam skala 1-10), dan diakhiri dengan post test.

11. Mahasiswa mampu mengetahui perkembangan CA Serviks? (Indriana Eka


Yulianti)
Jawaban :

yaitu berdasarkan biopsi yang dilakukan secara berurutan diketahui bahwa


proses perubahan dari displasia ringan ke karsinoma in situ, sampai
karsinom invasif berjalam lambat, dimana memerlukan waktu sampai
beberapa tahun yaitu 10 sampai 15 tahun (Prawirohardjo,2001). Perubahan
pada sel-sel bisa dibedakan menjadi dua, yakni lesi tingkat rendah dan lesi
tingkat tinggi:
1. Lesi Tingkat Rendah
Lesi tingkat rendah merupakan perubahan dini pada ukuran,
bentuk, dan jumlah sel yang membentuk permukaan serviks. Beberapa lesi
tingkat rendah menghilang dengan sendirinya, tetapi lesi tingkat rendah
lainnya tumbuh menjadi lebih besar dan abnormal, serta membentuk lesi
tingkat tinggi. Lesi tingkat rendah juga disebut displasia ringan atau
neoplasia intraepitel servikal 1 (NIS 1). Lesi tingkat rendah sring
ditemukan pada wanita yang berusia 25-35 tahun. Namun, lesi jenis itu
juga bisa dialami oleh semua kelompok umur.

2. Lesi Tingkat Tinggi


Pada lesi tingkat tinggi, ditemukan sejumlah besar sel prakanker
yang tampak sangat berbeda ketimbang sel yang normal. Perubahan
prakanker ini hanya terjadi pada sel di permukaan serviks. Selama
berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, sel-sel tersebut tidak akan menjadi
ganas dan tidak menyusup ke lapisan serviks yang lebih dalam. Lesi
tingkat tinggi juga disebut displasia menengah atau displasia berat, NIS 2
atau 3, maupun Karsinoma in situ . Lesi tingkat tinggi sering kali
ditemukan pada wanita yang berusia 30-40 tahun. Jika sel-sel abnormal
menyebar lebih jauh ke dalam serviks, jaringan, maupun organ lainnya,
maka kondisinya disebut kanker serviks atau kanker serviks invasif .

12. Mahasiswa mampu mengetahui cara pencegahan kanker serviks? ( Fernika


Restiani)
Jawaban :
Pencegahan kanker serviks dapat dilakukan dengan melalukan
pemeriksaan kesehatan serviks secara dini (skrining) karena gejala kanker
serviks tidak terlihat sampai stadium yang lebih parah. Pemeriksaan
dengan menggunakan metode IVA merupakan pemeriksaan untuk
mencegah kanker serviks yang cukup efisien dan efektif karena dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan seperti perawat, bidan dan dokter umum
serta biaya lebih murah.
Pentingnya melakukan upaya pencegahan kanker serviks untuk
menurunkan angka kematian perempuan di Indonesia memerlukan
kerjasama dan dukungan yang baik dari semua pihak. Cara melakukan
pemeriksaan serviks dengan menggunakan metode IVA sangat mudah dan
murah, sehingga setiap tenaga kesehatan di lini pertama seperti bidan
delima dan puskesmas dapat menyediakan fasilitas pemeriksaan ini.
Diharapkan agar pemerintah atau institusi pendidikan dapat
menyelenggarakan pelatihan pemeriksaan serviks dengan metode IVA ini
pada lebih banyak tenaga kesehatan sehinggan harapan keberhasilan dalam
pencegahan kanker serviks dapat menjadi lebih baik. (Juanda, D., &
Kesuma, H. 2015)

13. Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala kanker serviks? (Ifrohati
Fitri)
Jawaban :
Tanda gejala kanker serviks :,
1. Adanya pertumbuhan sel - sel pada leher rahim
2. Keputihan (flour albus)
3. Ketidakteraturannya siklus haid
4. Amenorhea
5. Hipermenorhea
6. Perdarahan intermenstrual
7. Nyeri yang menjalar sampai kaki
8. Hematuria
9. Gagal ginjal
10. Perdarahan rektum. (Darmawati, D. (2010).
14. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan untuk Ca Servik
IIIB? (Mei Anggraeni)
ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS TUTORIAL 2

Pada tanggal 19 Maret 2018 seorang perempuan berusia 25 tahun


hamil 32 minggu datang ke poliklinik dengan keluhan perdarahan vagina
yang abnormal dan terjadi terus menerus selama 1 bulan yang lalu. Pasien
dirawat di ruang kebidanan RS A. Saat ini pasien mengeluh sedikit
perdarahan dari vagina dan tidak ada abdominalgia. Tanpa pemeriksaan
ginekologi pasien didiagnosis abortus yang mengancam dan pasien
dipulangkan dengan obat-obatan mempertahankan kehamilan. Pada
tanggal 17 April 2018 pasien datang kembali dengan keluhan perdarahan
vagina yang banyak melebihi darah menstruasi. Petugas kesehatan curiga
adanya kanker kemudian pasien dilakukan pemeriksaan biopsi dan
pemeriksaan hispatologi dan didapatkan hasil serviks bentuk abnormal
dan berisi massa seperti cauliflower dengan diameter 10 cm. pemeriksaan
rektal menunjukkan bahwa massa telah menyerang rongga panggul kiri.
Dan pasien didagnosis Ca serviks stadium IIIB. Pasien dan keluarga
meminta untuk mempertahankan kehamilan dan kanker nya di angkat.
A. Analisa Data

Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
1. DS: Virus HIV Hipovelimia
1. Tanggal 19 Maret
pasien mengeluh CA Serviks
perdarahan vagina
yang abnormal dan Adanya massa
terjadi terus- berdiameter
menerus selama 1 10cm
bulan
2. Tanggal 17 April Kehilangan
pasien datang cairan aktif
kembali dengan
keluhan perdarahan Hipovelimia
vagina yang banyak
melebih darah
menstruasi
DO:
1. Pemeriksaan biopsi
dan pemeriksaan
hematologi
didapatkan hasil
serviks bentuk
abnormal dan berisi
masa seperti
cauliflower dengan
diameter 10cm
2. Pemeriksaan biopsi
dan pemeriksaan
hematologi
didapatkan hasil
serviks bentuk
abnormal dan berisi
masa seperti
cauliflower dengan
diameter 10cm

2. DS: Virus HIV Resiko infesi


1. Tanggal 19 Maret
pasien mengeluh CA Serviks
perdarahan vagina
yang abnormal dan Adanya massa
terjadi terus- berdiameter
menerus selama 1 10cm
bulan
2. Tanggal 17 April Perdarahan
pasien datang abnormal
kembali dengan
keluhan perdarahan Mediator
vagina yang banyak pertumbuhan
melebih darah mikroorganisme
menstruasi
DO: Resiko infeksi
1. Pemeriksaan
biopsi dan
pemeriksaan
hematologi
didapatkan hasil
serviks bentuk
abnormal dan
berisi masa
seperti
cauliflower
dengan
diameter 10cm
2. Pemeriksaan
biopsi dan
pemeriksaan
hematologi
didapatkan hasil
serviks bentuk
abnormal dan
berisi masa
seperti
cauliflower
dengan
diameter 10cm

B. Diagnosa Keperawatan

1. Hipovelimia b/d Kehilangn Cairan Aktif

2. Resiko Infeksi b/d Penyakit Kronis

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi
No Data Tujuan Keperawatan
Keperawatan

1. DS: Setelah dilakukan tindakan Manajeman


1. Tanggal keperawatan 2x24 jam klien dapat Hipovelemia
19 Maret Status Cairan dengan indicator: 1. Monitor
pasien Intake dan
No Indicator Awal Akhir
mengelu Output
h 1. Intake cairan
perdarah 2 5 2. Hitung
Cairan
an vagina Kebutuhan
yang Keterangan: Cairan
abnormal 1. Memburuk 3. Anjurkan
dan 2. Cukup Memburuk asupan
terjadi 3. Sedang cairan oral
terus- 4. Cukup membaik 4. Kolaborasi
menerus 5. Membaik Pemberian
selama 1 Cairan IV
bulan Isotonis
2. Tanggal
17 April
pasien
datang
kembali
dengan
keluhan
perdarah
an vagina
yang
banyak
melebih
darah
menstrua
si
DO:
1. Pemeriks
aan
biopsi
dan
pemeriks
aan
hematolo
gi
didapatka
n hasil
serviks
bentuk
abnormal
dan berisi
masa
seperti
cauliflow
er dengan
diameter
10cm
2. Pemeriks
aan
biopsi
dan
pemeriks
aan
hematolo
gi
didapatka
n hasil
serviks
bentuk
abnormal
dan berisi
masa
seperti
cauliflow
er dengan
diameter
10cm

2. DS: Setelah dilakukan tindakan


1. Tanggal keperawatan 2x24 jam klien dapat
19 Maret Keparahan Infeksi dengan indicator:
pasien
No Indicator Awal Akhir
mengelu
h
perdarah
an vagina 1. Demam 3 5

yang
2. Nyeri 3 5
abnormal
dan 3. Ketidakstab
3 5
terjadi ilan suhu
terus-
menerus 4. Hilang

selama 1 nafsu 3 5

bulan makan

2. Tanggal
Keterangan:
17 April
1. Berat
pasien
2. Cukup Berat
datang
3. Sedang
kembali
4. Ringan
dengan
5. Tidak ada
keluhan
perdarah
an vagina
yang
banyak
melebih
darah
menstrua
si
DO:
1. Pemeriks
aan
biopsi
dan
pemeriks
aan
hematolo
gi
didapatka
n hasil
serviks
bentuk
abnormal
dan berisi
masa
seperti
cauliflow
er dengan
diameter
10cm
2. Pemeriks
aan
biopsi
dan
pemeriks
aan
hematolo
gi
didapatka
n hasil
serviks
bentuk
abnormal
dan berisi
masa
seperti
cauliflow
er dengan
diameter
10cm

DAFTAR PUSTAKA
Juanda, D., & Kesuma, H. (2015). Pemeriksaan metode IVA ( Inspeksi Visual
Asam asetat ) untuk pencegahan kanker serviks. Jurnal Kedokteran
Dan Kesehatan, 2(2), 169–174. Retrieved from
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jkk/article/view/2549

Lantika, Yuniar Firsty Oktavia, dkk. 2017. Kajian Pola Pengobatan Penderita
Kanker Serviks Pada Pasien Rawat Inap di Instalasi RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Periode 2014-2015.
Evriarti, P. R., & Yasmon, A. (2019). Patogenesis Human Papillomavirus (HPV)
pada Kanker Serviks. Jurnal Biotek Medisiana Indonesia, 8.1, 23–32.

Darmawati, D. (2010). Kanker Serviks Wanita Usia Subur. Idea Nursing Journal,
1(1), 09–13.

Rauf, Syarul, 2006. Penanggulangan Kanker Leher Rahim. WIDI Cabang


Makassar. Edisi 4: 14-17.

Chairani R. 2018. Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian kanker serviks pada
wanita di Rumah Sakit Umum daerah dr. Pirngadi kota Medan (tesis).
Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara;
Puteri, A. P. (2020). Karsinoma Serviks : Gambaran Radiologi dan Terapi
Radiasi. 47(4), 277–286.
Rasjidi Imam. 2009 Epidemiologi Kanker Serviks. Indonesian Journal of Cancer
Vol. III, No. 3

Destiana, F., 2012. Hubungan Mekanisme Koping dengan Tingkat Stres Pasien
Kanker Serviks di Ruang Obgyn Gedung Kemuning Lantai III RS
Hasan Sadikin Bandung, Karya Tulis Ilmiah, tidak dipublikasikan.
Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung.

Colegrave S, Holcombe C, & Salmon P. 2001. ‘Psychological Characteristics of


Women Presenting with Breast Pain’. Journal of Psychosomatic
Research, 50, 303–7.

Anda mungkin juga menyukai