Anda di halaman 1dari 20

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) HIV/AIDS PADA

ANAK

Kelompok 2
OLEH:

1.Erlina enung nim 112019030461

2. Liawati nim 112019030458

3. Ariningtyas nim 112019030468

4. Anik yuniarti 112019030469

5. Ratna widyastuti 112019030470

6. Puji Astuti 112019030472

Universitas Muhammadyah Kudus Fakultas Kesehatan

Kelas Permata Bunda Purwodadi Grobogan

2019-2020
PROGRAM PENYULUHAN
HIV/AIDS PADA ANAK

Pokok Bahasan : HIV/AIDS pada Anak


Subpokok bahasan :-
Tempat : Ruang tunggu Poliklinik Anak RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
Waktu : 30 menit (07.30 – 08.00 WIB)
Hari/Tanggal : Kamis , 16 Juni 2020
Penyuluh : S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kudus

A. Latar Belakang
Infeksi HIV/AIDS ( Human immuno Deficiency Virus / Acquired Immune
Deficiency Syndrom ) pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1981 pada orang
dewasa homoseksual, sedangkan pada anak tahun 1983. enam tahun kemudian ( 1989 ),
AIDS sudah termasuk penyakit yang mengancam anak di amerika. Di seluruh dunia,
AIDS menyebabkan kematian pada lebih dari 8000 orang setiap hari saat ini, yang berarti
1 orang setiap 10 detik, karena itu infeksi HIV dianggap sebagai penyebab kematian
tertinggi akibat satu jenis agen infeksius.
AIDS pada anak pertama kali dilaporkan oleh Oleske, Rubbinstein dan Amman
pada tahun 1983 di Amerika serikat. Sejak itu laporan jumlah AIDS pada anak di
Amerika makin lama makin meningkat. Pada bulan Desember di Amerika dilaporkan
1995 maupun pada anak yang berumur kurang dari 13 tahun menderita HIV dan pada
bulan Maret 1993 terdapat 4480 kasus. Jumlah ini merupakan 1,5 % dan seluruh jumlah
kasus AIDS yang dilaporkan di Amerika. Di Eropa sampai tahun 1988 terdapat 356 anak
dengan AIDS. Kasus infeksi HIV terbanyak pada orang dewasa maupun pada anak –
anak tertinggi didunia adalah di Afrika.
Sejak dimulainya epidemi HIV/ AIDS, telah mematikan lebih dan 25 juta orang,
lebih dan 14 juta anak kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya karena AIDS.
Setiap tahun juga diperkirakan 3 juta orang meninggal karena AIDS, 500 000 diantaranya
adalah anak usia dibawah 15 tahun. Setiap tahun pula terjadi infeksi baru pada 5 juta
orang terutama di negara terbelakang atau berkembang, dengan angka transmisi sebesar
ini maka dari 37,8 juta orang pengidap infeksi HIV/AIDS pada tahun 2005, terdapat 2,1
juta anak- anak dibawah 15 tahun (WHO 2009).

B. Tujuan Intruksional
1. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 1x30 menit orang tua mampu mengerti dan
memahami tentang masalah HIV/AIDS pada anak.
2. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 1x30 menit orang tua dapat:
a. Menjelaskan pengertian HIV/AIDS pada anak dengan benar.
b. Menjelaskan cara penularan HIV/AIDS pada anak.
c. Menyebutkan faktor-faktor yang dapat menyebabkan HIV/AIDS pada anak.
d. Meyebutkan tanda gejala HIV/AIDS pada anak.
e. Menjelaskan contoh pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan.
f. Menjelaskan pengobatan yang dapat dilakukan untuk membantu memperlambat
perjalanan penyakit HIV/AIDS pada anak.
C. Media
1. Leaflet
2. Laptop
3. LCD
D. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi / Tanya Jawab

E. Kegiatan Penyuluhan
1. Persiapan
a. Berpakaian seragam Profesi Ners UMM
b. Mempersiapkan alat-alat dan bahan untuk penyuluhan, yaitu: kursi
c. Mempersiapkan media untuk penyuluhan, yaitu: Leaflet, Power point, dan LCD
2. Pelaksanaan
Kegiatan
Waktu Tahap Kegiatan
Penyuluh Sasaran
5 menit Pembukaan a. Membuka acara dengan a. Menjawab salam
mengucapkan salam kepada b. Mendengarkan
sasaran penyuluh
b. Menyampaikan topik dan menyampaikan topik
tujuan penyuluhan kepada dan tujuan
sasaran c. Menyetujui
c. Kontrak waktu untuk kesepakatan waktu
kesepakatan pelaksanaan pelaksanaan
penyuluhan dengan sasaran penyuluhan
d. Menggali kemampuan sasaran d. Menyampaikan
tentang HIV/AIDS pada anak pendapatnya tentang
e. Memberikan apresiasi atas HIV/AIDS pada anak
semua jawaban sasaran
10 menit Kegiatan Inti a. Menjelaskan materi a. Mendengarkan
HIV/AIDS pada anak kepada penyuluh
sasaran dimulai dari menyampaikan materi
pengertian, penyebab, b. Menanyakan hal-hal
macam-macam, pemeriksaan yang tidak dimengerti
penunjang, pengobatan, dan dari materi penyuluhan
pencegahan penularan
HIV/AIDS pada anak
b. Memberikan kesempatan
kepada sasaran untuk
menanyakan hal-hal yang
belum di mengerti dari materi
yang dijelaskan penyuluh
10 menit MTE a. Memberikan kesempatan a. Mendengarkan dengan
KARU dan CI institusi untuk seksama dan bertanya
memberikan masukan atau jika ada hal yang ingin
tambahan yang perlu ditanyakan
ditambahkan
5 menit Evaluasi/Penutup a. Memberikan pertanyaan a. Menjawab pertanyaan
kepada sasaran tentang yang diajukan
materi yang sudah penyuluh
disampaikan penyuluh b. Mendengarkan
b. Menyimpulkan materi kesimpulan
penyuluhan yang telah c. Menerima leaflet
disampaikan kepada sasaran d. Mendengarkan
c. Membagikan leaflet penyuluh menutup
d. Menutup acara dan acara dan menjawab
mengucapkan salam serta salam
terima kasih kepada sasaran

F. Evaluasi
1. Evaluasi Stuktur
a. Orang tua hadir di tempat penyuluhan
b. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan oleh mahasiswa Profesi Ners Keperawatan
UMM bersama dengan pembimbing yang mendampingi di rumah sakit
c. Pengorganisasian dilakukan sebelum pelaksanaan penyuluhan
2. Evaluasi Proses
a. Sasaran antusias terhadap materi penyuluhan yang disampaikan oleh penyuluh
b. Sasaran tidak meninggalkan tempat sebelum kegiatan penyuluhan selesai
c. Sasaran terlibat aktif dalam kegiatan penyuluhan
3. Evaluasi Hasil
a. Sasaran mampu menyebutkan pengertian HIV/AIDS pada anak, menjelaskan faktor-
faktor yang dapat menyebabkan HIV/AIDS pada anak.
b. Ada umpan balik positif dari peserta seperti dapat menjawab pertanyaan yang
diajukan penyuluh.
MATERI PENYULUHAN HIV/AIDS PADA ANAK

Sasaran
Langsung : Orang tua yang mempunyai anak dengan masalah HIV/AIDS.
Tidak Langsung : Semua pengunjung/orang tua yang berada di Poliklinik Anak RSUD Dr.
Saiful Anwar Malang

A. Pengertian
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyebabkan AIDS (sindrom
defisiensi imun akuisita). Virus merusak atau menghancurkan sel kekebalan tubuh, sehingga
sel kekebalan tubuh tidak mampu berperang melawan infeksi atau kanker. Sekitar 3,2 juta
anak-anak di bawah 15 tahun hidup dengan AIDS pada akhir tahun 2013, menurut data
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Acquired immunodeficiency syndrom (AIDS) suatu gejala penyakit yang menunjukkan
kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh atau gejala penyakit infeksi tertentu / keganasan
tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya daya tahan tubuh (kekebalan) oleh virus
yang disebut dengan HIV. Sedang Human Imuno Deficiency Virus merupakan virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang kemudian mengakibatkan AIDS. HIV
sistem kerjanya menyerang sel darah putih yang menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut
termasuk dalam limfosit yang disebut dengan T4 atau sel T penolong. ( T helper ), atau juga
sel CD 4. HIV tergolong dalam kelompok retrovirus sub kelompok lentivirus. Juga dapat
dikatakan mempunyai kemampuan mengopi cetak materi genetika sendiri didalam materi
genetik sel - sel yang ditumpanginya dan melalui proses ini HIV dapat mematikan sel - sel
T4 (Centre for Disease Control and Prevention).
B. Etiologi
Kebanyakan infeksi HIV pada anak adalah diturunkan melalui ibu ke anak selama
kehamilan, persalinan, dan menyusui. Namun, terimakasih kepada rejimen pengobatan
pencegahan, sehingga insidensi penularan ibu-ke-anak untuk HIV menurun. Sejak
pertengahan tahun 1990, tes HIV dan rejimen obat pencegahan memberikan hasil 90%
penurunan jumlah anak yang terinfeksi HIV di Amerika Serikat. Kebanyakan kasus anak
HIV/AIDS terkonsentrasi di kawasan Afriksa Sub-Sahara.

Penyebab lain HIV meliputi:

a. Transfusi darah. Transfusi darah menggunakan darah yang terinfeksi atau suntikan
dengan jarum suntik yang tidak steril mampu menyebabkan infeksi HIV dan AIDS
pada anak. Di Amerika Serikat dan negara maju lainnya, masalah ini telah
sepenuhnya terelminasi, namun pada negara miskin hal ini masih terjadi.
b. Penggunaan obat terlarang dengan cara suntikan. Pada area Eropa Timur dan
Tengah, penggunaan obat suntik akan melanjutkan penyebaran HIV di antara orang-
orang muda yang hidup di jalanan. Penelitian di Ukraina, prilaku berisiko tinggi
seperti penggunaan jarum suntik bergantian, juga terjadi pada anak di bawah usia 10
tahun.
c. Transmisi seksual. Meksipun pada anak penularan dengan hubungan seks bukan
merupakan penyebab utama HIV/AIDS di antara anak-anak, hal ini terjadi ketika
anak-anak menjadi aktif secara seksual di usia awal-awalnya. Anak juga mampu
terinfeksi melalui tindakan kekerasan seksual atau pemerkosaan.
Resiko HIV utama pada anak-anak yaitu:
 Air susu ibu yang merupakan sarana transmisi
Menyusui pada ibu pengidap HIV merupakan masalah penting dan selalu menjadi
perdebatan. Hal ini dikarenakan efek ganda dari pemberian ASI, yaitu sebagai
sumber nutrisi utama pada bayi dalam 6 bulan pertama kehidupannya; di sisi lain
juga sarana penularan HIV. Sejak ilmu pengetahuan mampu membuktikan bahwa
salah satu tahap penularan vertikal HIV pada anak adalah melalui air susu ibu,
berbagai langkah pencegahan kemudian diteliti dan dibakukan agar bayi yang
lahir dari ibu HIV ini mendapatkan yang terbaik.
Selama 16 tahun terakhir para ahli di dunia telah membuat berbagai kesepakatan
penting mengenai rekomendasi pemberian makan pada bayi yang terpapar infeksi
HIV dari ibunya. Awalnya dengan berusaha meniadakan paparan melalui laktasi
yang dilakukan di negara maju. Beberapa tahun kemudian pemberian ASI
diijinkan asal dalam waktu yang singkat dan dengan penghentian cepat.
Rekomendasi terakhir adalah mengijinkan pemberian ASI asalkan diberikan
secara eksklusif selama 6 bulan pertama dan boleh dilanjutkan hingga usia anak 2
tahun.
Panduan nasional maupun rekomendasi internasional dibuat umum, karenanya
tidak serta merta tepat atau relevan dengan situasi yang dihadapi suatu
masyarakat, kecuali bila sudah diadaptasikan menurut konteks budaya dan sosial
dimana perempuan dapat mengambil keputusan sendiri dalam hal pengasuhan
anaknya. Untuk mengetahui permasalahan kontroversi dalam pemberian ASI pada
bayi yang lahir dari ibu HIV akan dibahas mengenai risiko dalam ASI, berbagai
data penelitian penting dan simulasi penghitungan untung-rugi pemilihan laktasi
atau tidak.
 Pemakaian obat oleh ibunya
 Pasangan sexual dari ibunya yang memakai obat intravena
 Daerah asal ibunya yang tingkat infeksi HIV nya tinggi. 

C. PATOFISIOLOGI
Virus AIDS menyerang sel darah putih ( limfosit T4 ) yang merupakan sumber kekebalan
tubuh untuk menangkal berbagai penyakit infeksi. Dengan memasuki sel T4 , virus
memaksa limfosit T4 untuk memperbanyak dirinya sehingga akhirnya menurun, sehingga
menyebabkan tubuh mudah terserang infeksi dari luar (baik virus lain, bakteri, jamur atau
parasit). Hal ini menyebabkan kematian pada orang yang terjangkit HIV / AIDS. Selain
menyerang limfosit T4, virus AIDS juga memasuki sel tubuh yang lain, organ yang sering
terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya. AIDS diliputi oleh selaput pembungkus yang
sifatnya toksik ( racun ) terhadap sel, khususnya sel otak dan susunan saraf pusat dan tepi
lainnya yang dapat menyebabkan kematian sel otak. Masa inkubasi dan virus ini berkisar
antara 6 bulan sampai dengan 5 tahun, ada yang mencapai 11 tahun, tetapi yang terbanyak
kurang dari 11 tahun.
D. Manifestasi klinik
Banyak bayi dan anak hidup dengan HIV karena ibunya terinfeksi. Namun, infeksi tidak
mampu ditegakkan sampai bayi lahir. Gejala infeksi HIV bervariasi berdasarkan umur dan
inidividu masing-masing, namun berikut ini adalah gejala yang sering terjadi:
1. Gagal bertumbuh sesuai chart standar untuk pertumbuhan
2. Kegagalan mencapai perkembangan sesuai milestone
3. Masalah otak dan sistem saraf, seperti kejang, susah jalan, nilai sekolah yang buruk
4. Sering mengalami sakit, seperti infeksi telinga, flu, perut sakit, dan diare.
Karena HIV akan semakin parah, anak akan mengalami infeksi oportunistik. Hal ini
adalah infeksi yang jarang terkait kesehatan namun dapat mematikan pada pasien HIV
karena sistem kekebalan tubuhnya tidak bekerja secara layak. Infeksi oportunistik yang
seirng terjadi terkait HIV meliputi:
1. Pneumosistis pneumonia – infeksi jamur di paru-paru
2. Infeksi serius terkait sitomegalovirus (CMV)
3. Kondisi jaringan parut pada paru-paru yang disebut dengan limfositik interstitial
pneumonitis (LIP)
4. Oral trush (jamur pada mulut) atau iritasi popok (diaper rash) yang berat karena infeksi
jamur Candida
E. Penularan HIV dari ibu ke anak
Sebanyak 90% penularan pada anak berumur < 13 tahun terjadi pada saat perinatal,
artinya terjadi selama dalam kandungan, selama proses kelahiran dan sesudah kelahiran.
Pembuktian menunjukkan penularan dapat terjadi melalui plasenta, meskipun plasenta
tidak dapat ditembus oleh sel-sel ibu yang terinfeksi HIV, akan tetapi virus HIV yang
bebas masih dapat menembus pertahanan plasenta. Proses kelahiran merupakan porsi
terbesar terjadinya penularan karena selama proses tersebut ada kemungkinan bayi
menelan cairan yang terdapat di jalan lahir; perlukaan akibat gesekan sehingga
memungkinkan terdapatnya luka terbuka di kulit kepala bayi dan meningkatkan risiko
bersinggungan dengan cairan tubuh ibu. Sedangkan penularan pasca lahir yang paling
mungkin adalah melalui pemberian ASI mengingat di ASI dapat ditemukan virus bebas,
atau sel limfosit CD4 yang sudah terinfeksi oleh virus HIV.
Bila tidak dilakukan upaya pencegahan apapun, besarnya risiko penularan dari ibu ke
bayi sebesar 40%. Bila tidak dilakukan sesuatu maka dalam waktu singkat akan terdapat
banyak anak hidup yang tertular HIV dan akan menyebabkan beban kesehatan yang nyata
di seluruh dunia. Oleh karena itu dilakukan berbagai cara untuk mengurangi besarnya
transmisi perinatal ini dan WHO menjadikannya sebagai unsur dasar gerakan mengontrol
penyebaran infeksi HIV di dunia.
Sejak tahun 1996 ketika program pencegahan lengkap mulai dipublikasikan, angka
transmisi ini dapat diturunkan lebih dari 50%nya. Yang dikatakan pencegahan penularan
lengkap adalah mengobati ibu saat kehamilan dengan pemberian anti retroviral (ARV),
menghindari jalan lahir normal dengan melakukan operasi Caesar elektif dan tidak
memberikan ASI. Gerakan pencegahan ini kemudian dilakukan di seluruh dunia.
Akan tetapi langkah lengkap ini tidak mudah diterjemahkan dan diterapkan pada
berbagai kondisi sosial masyarakat. Di Afrika sudah sejak awal tidak lengkap karena
bedah Caesar adalah kemewahan, meskipun pemberian ARV saja yang sangat sederhana
terbukti mampu menurunkan angka penularan HIV. Namun demikian memilih cara
pemberian nutrisi pada bayi tidak sesederhana yang diperkirakan. Oleh karena itu sekitar
tahun 2000 WHO bersamasama UNICEF membuat panduan untuk pemberian laktasi
yang meliputi ASI eksklusif selama beberapa bulan pertama, dan pindah ke penggantinya
bila sudah memungkinkan dalam waktu yang singkat pula.
Kemudian muncul banyak laporan, juga dari Afrika, yang menyatakan bahwa bayi
yang mendapat ASI dalam waktu lebih singkat lebih mudah sakit dibandingkan dengan
bayi yang mendapat ASI lebih lama meskipun risiko tertular HIVnya lebih tinggi.
Penyetopan ASI dalam waktu 1 - 3 hari juga menyebabkan timbul beberapa masalah baik
pada ibu maupun pada bayi.
Setelah panduan pencegahan dan pemberian ASI dengan cara di atas memiliki
banyak efek buruk untuk populasi Afrika, dibuat rekomendasi baru pada tahun 2010 yang
menyatakan bahwa ibu-ibu yang mengikuti program pencegahan penularan HIV
diperbolehkan memberikan ASI kepada bayi yang dilahirkannya dengan cara
pemberiannya secara eksklusif dan dilindungi dengan pemberian ARV selama jangka
waktu menyusui.
Dampak dari rekomendasi ini tidak ada untuk masyarakat yang memilih untuk
memberikan susu formula sebagai bagian program pencegahan transmisi HIV. Untuk
masyarakat yang tidak dapat memilih pemberian susu formula maka kehadiran
rekomendasi ini berdampak pada lama pemberian ARV, penyediaannya dan konsekuensi
terhadap program perawatan, pengobatan dan dukungan terhadap orang dengan HIV
secara global. Negara maju menelaah rekomendasi ini dan dampaknya terhadap praktik
pencegahan transmisi HIV dari ibu ke anak yang selama ini mereka lakukan. Untuk
Inggris, pada pertemuan terakhir bulan April 2010, BHIVA (British HIV Association)
sedang membuat panduan seandainya ada ibu HIV positif yang berencana memberi ASI
pada bayinya. Masalah penting yang harus diawasi untuk keselamatan bayinya adalah
dengan melakukan pemberian ARV pada ibu selama periode menyusui, pengawasan
lebih ketat untuk pemberian ASI eksklusif dan efek samping obat dan diusahakan
sesingkat mungkin serta pemeriksaan kadar virus setiap bulan. Oleh karena itu syarat
tambahan untuk ibu yang diijinkan memberikan ASI adalah kepatuhan mengikuti
program yang diberikan oleh dokter.
Cara apapun yang dipilih selalu ada konsekuensinya. Memberi ASI artinya tetap
memaparkan bayi pada kemungkinan tertular infeksi HIV. Tidak memberi ASI
menyebabkan tujuan menurunkan angka mortalitas tidak tercapai karena anak-anak yang
lahir dari program pencegahan justru meninggal karena berbagai sebab akibat tidak
memperoleh ASI.

F. Pemcegahan\
Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang mengidap
HIV(+) dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan dan
masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan, kemungkinan bahwa
bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua
pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat–
obatan tersebut adalah:
1. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–28 minggu
selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan angka penularan
mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36
minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan
sekitas 38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam
kombinasi dengan Lamivudine (3TC)
2. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan satu
dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari. Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat
menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan
membawa satu tablet kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus
diberikan satu dosis dalam 3 hari.
G. Klasifikasi
Secara umum kronologis perjalanan infeksi HIV dan AIDS terbagi menjadi 4 stadium :
1.   Stadium HIV
Dimulai dengan masuknya HIV yang diikuti terjadinya perubahan serologik ketika
antibodi terhadap virus tersebut dan negatif menjadi positif. Waktu masuknya HIV
kedalam tubuh hingga HIV positif selama 1-3 bulan atau bisa sampai 6 bulan ( window
period )
2.   Stadium Asimptomatis ( tanpa gejala )
Menunjukkan didalam organ tubuh terdapat HIV tetapi belum menunjukan gejala dan
adaptasi berlangsung 5 - 10 tahun.
3.   Stadium Pembesaran Kelenjar Limfe
Menunjukan adanya pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata ( persistent
generalized lymphadenophaty ) dan berlangsung kurang lebih 1 bulan
4.     Stadium AIDS
Merupakan tahap akhir infeksi HIV. Keadaan ini disertai bermacam - macam penyakit
infeksi sekunder
H. Pengobatan
Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS
tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang
kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara medis
direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orang yang mengidap HIV/AIDS adalah
200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih
ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi Antiretroviral yang sangat
aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini dapat mengunakan:
1. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'), mentargetkan
pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan dari viral
RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC).
2. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat
reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim viral
yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan materi
turunan kedalam sel–sel. Obat–obatan NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine
(Rescripta), efavirenza (Sustiva).
3. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya
sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan dilepaskan.
I. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik atau laboratorium didapatkan adanya anemia,
leukositopenia, trombositopenia, jumlah sel T4 menurun bila T4 dibawah 200, fase
AIDS normal 1000-2000 permikrositer., tes anti body anti-HIV ( tes Ellisa ) menunjukan
terinfeksi HIV atau tidak, atau dengan menguji antibodi anti HIV. Tes ini meliputi tes
Elisa, Lateks, Agglutination,dan western blot. Penilaian elisa dan latex menunjukan
orang terinfeksi HIV atau tidak, apabila dikatakan positif harus dibuktikan dengan tes
western blot.
Tes lain adalah dengan menguji antigen HIV yaitu tes antigen P24 (dengan
polymerase chain reaction - PCR). Kulit dideteksi dengan tes antibody ( biasanya
digunakan pada bayi lahir dengan ibu terjangkit HIV).

J. Konsep keperawatan
a. Pengkajian
Pada pengkajian anak HIV positif atau AIDS pada anak rata-rata dimasa perinatal sekitar
usia 9 –17 tahun.
1. Keluhan utama dapat berupa :
 Demam dan diare yang berkepanjangan
 Tachipnae
 Batuk
 Sesak nafas
 Hipoksia
2. Kemudian diikuti dengan adanya perubahan :
 Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik
 Diare lebih dan satu bulan
 Demam lebih dan satu bulan
 Mulut dan faring dijumpai bercak putih
 Limfadenopati yang menyeluruh
 Infeksi yang berulang (otitis media, faringitis )
 Batuk yang menetap ( > 1 bulan )
 Dermatitis yang menyeluruh
3. Pada riwayat penyakit dahulu adanya riwayat transfusi darah ( dari orang yang
terinfeksi HIV / AIDS ). Pada ibu atau hubungan seksual. Kemudian pada riwayat
penyakit keluarga dapat dimungkinkan :
 Adanya orang tua yang terinfeksi HIV / AIDS atau penyalahgunaan obat
 Adanya riwayat ibu selama hamil terinfeksi HIV ( 50 % TERTULAR )
 Adanya penularan terjadi pada minggu ke 9 hingga minggu ke 20 dari kehamilan
 Adanya penularan pada proses melahirkan
 Terjadinya kontak darah dan bayi.
 Adanya penularan setelah lahir dapat terjadi melalui ASI
 Adanya kejanggalan pertumbuhan (failure to thrife )
4. Pada pengkajian faktor resiko anak dan bayi tertular HIV diantaranya :
 Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual
 Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan yang berganti-ganti
 Bayi yang lahir dan ibu dengan penyalahgunaan obat melalui vena
 Bayi atau anak yang mendapat tranfusi darah atau produk darah yang berulang
 Bayi atau anak yang terpapar dengan alat suntik atau tusuk bekas yang tidak
steril
 Anak remaja yang berhubungan seksual yang berganti-ganti pasangan
5. Gambaran klinis pada anak nonspesifik seperti :
 Gagal tumbuh
 Berat badan menurun
 Anemia
 Panas berulang
 Limpadenopati
 Adanya infeksi oportunitis yang merupakan infeksi oleh kuman, parasit, jamur
atau protozoa yang menurunkan fungsi immun pada immunitas selular seperti
adanya kandidiasis pada mulut yang dapat menyebar ke esofagus, adanya
keradangan paru, encelofati dll.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Mata
 Adanya cotton wool spot ( bercak katun wol ) pada retina
 Retinitis sitomegalovirus
 Khoroiditis toksoplasma
 Infeksi pada tepi kelopak mata.
 Mata merah, perih, gatal, berair, banyak sekret, serta berkerak
 Lesi pada retina dengan gambaran bercak / eksudat kekuningan, tunggal /
multiple

2. Pemeriksaan Mulut
 Adanya stomatitis gangrenosa
 Peridontitis
 Sarkoma kaposi pada mulut dimulai sebagai bercak merah datar kemudian
menjadi biru dan sering pada platum
3. Pemeriksaan Telinga
 Adanya otitis media
 Adanya nyeri
 Kehilangan pendengaran
4. Sistem pernafasan
 Adanya batuk yang lama dengan atau tanpa sputum
 Sesak nafas
 Tachipnea
 Hipoksia
 Nyeri dada
 Nafas pendek waktu istirahat
 Gagal nafas
5. Pemeriksaan Sistem Pencernaan
 Berat badan menurun
 Anoreksia
 Nyeri pada saat menelan
 Kesulitan menelan
 Bercak putih kekuningan pada mukosa mulut
 Faringitis
 Kandidiasis esophagus
 Kandidiasis mulut
 Selaput lendir kering
 Hepatomegali
 Mual dan muntah
 Pembesaran limfa
6. Pemeriksaan Sistem Kardiovaskular
 Suhu tubuh meningkat
 Nadi cepat, tekanan darah meningkat
 Gejala gagal jantung kongestiv sekuder akibat kardiomiopatikarena HIV
7. Pemeriksaan Sistem Integumen
 Adanya varicela ( lesi yang sangat luas vesikel yang besar )
 Haemorargie
 Herpes zoster
 Nyeri panas serta malaise
8. Pemeriksaan sistem perkemihan
 Didapatkan air seni yang berkurang
 Annuria
 Proteinuria
 Adanya pembesaran kelenjar parotis
 Limfadenopati
9. Pemeriksaan Sistem Neurologi
 Adanya sakit kepala
 Somnolen
 Sukar berkonsentrasi
 Perubahan perilaku
 Nyeri otot
 Kejang-kejang
 Encelopati
 Gangguan psikomotor
 Penururnan kesadaran
 Delirium
 Meningitis
 Keterlambatan perkembangan
10. Pemeriksaan Sistem Muskuluskeletal
 Nyeri persendian
 Letih, gangguan gerak
 Nyeri otot
c. Pemeriksaan laboratorium
Kemudian pada pemeriksaan diagnostik atau laboratorium didapatkan adanya anemia,
leukositopenia, trombositopenia, jumlah sel T4 menurun bila T4 dibawah 200, fase
AIDS normal 1000-2000 permikrositer., tes anti body anti-HIV ( tes Ellisa ) menunjukan
terinfeksi HIV atau tidak, atau dengan menguji antibodi anti HIV. Tes ini meliputi tes
Elisa, Lateks, Agglutination,dan western blot. Penilaian elisa dan latex menunjukan
orang terinfeksi HIV atau tidak, apabila dikatakan positif harus dibuktikan dengan tes
western blot.
Tes lain adalah dengan menguji antigen HIV yaitu tes antigen P24 (dengan polymerase
chain reaction - PCR). Kulit dideteksi dengan tes antibody ( biasanya digunakan pada
bayi lahir dengan ibu terjangkit HIV).
d. Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan HIV / AIDS antara
lain :
1.      Resiko infeksi
2.      Kurang nutrisi
3.      Kurangnya volume cairan
4.      Gangguan intregitas kulit
DAFTAR PUSTAKA

Administrator. 2010. Pencegahan dan Penatalaksanaan Infeksi HIV (AIDS) pada kehamilan dan
penularan pada anak. http://www.mkb-online.org/. Lamongan, 10 Desember 2010. 13.30
WIB (access online)
Doengoes, Marilynn, dkk, 2009, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made
S, EGC, Jakarta
Hotimah. 2010. Knowlegde, attitude, and practices of parents with children of HIV/AIDS.
Pediatric Indonesia, 48(4): 193-198.
Ikawati Z. 2011. Farmakoterapi Penyakit Sistem Immunologi. Jogjakarta : Bursa Ilmu.
Kuswayan. 2009. Apa itu HIV/AIDS?. http://www.kswann.com/WhatisHIVAIDS.pdf.
Lamongan, 10 Desember 2010. 13.00 WIB (access online)
Nurarif A.H., dan Kusuma H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Bedasarkan Diagnosa
Medis & NANDA. Jogjakarta : Mediaction Publishing.
Paramita. 2011. Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta Barat: PT Indeks.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai