Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MATERNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS KEKERASAN TERHADAP


PEREMPUAN

KELOMPOK I:

1. Bayu Rina (202201100)


2. Christian Nataneal S (202201101)
3. Darma Andini (202201102)
4. Destaviana Yoma Haris S (202201103)
5. Dini Nuraini Wulandari (202201104)
6. Hana Afthira Risfa 202201105)
7. Riza Riswanda (202201113)
8. Shafa Tira Soulisa (202201114)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kekerasan terhadap perempuan merupakan realitas global yang tidak dapat
dipungkiri telah terjadi sepanjang sejarah peradaban manusia, khususnya yang banyak
dialami dan dirasakan oleh kaum perempuan. Berabad-abad lamanya perempuan
mengalami tindak kekerasan baik melalui perkataan ataupun penderitaan fisik yang
dilakukan oleh kaum laki-laki. Bahkan ada beberapa kasus diantaranya dilakukan
oleh kaumnya sendiri (kaum perempuan). Hingga saat ini masih banyak terjadi di
masyarakat, baik dalam ranah domestik maupun dalam ranah publik. Sejak dahulu
kala hingga saat ini jenis kelamin perempuan menjadi objek ketertindasan dibanding
dengan jenis kelamin laki-laki. Budaya membuat perempuan adalah kaum yang
tersubordinat, terinferior, budaya patriarkhi membuat faham ketidak adilan gender,
hingga sejaman melinial ini masih ada masyarakat yang melakukan tindak kekerasan
terhadap perempuan (Eka Purwati1, Herniyatun2, Diah Astutiningrum, 2015)
Pembahasan tentang kekerasan dalam rumah tangga, terutama kekerasan yang
dilakukan oleh suami terhadap isteri, merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Hal
ini disebabkan kasus kekerasan dalam rumah tangga merupakan kasus yang paling
banyak dijumpai dibandingkan dengan kasus kekerasan lainnya. Kekerasan dalam
rumah tangga juga merupakan hal yang kompleks. Tidak seperti halnya kejahatan
lainnya, dimana korban dan pelaku berada dalam hubungan personal, legal,
institusional serta berimplikasi sosial.1 Perempuan yang dipukul oleh suaminya juga
sama-sama membesarkan anak, mengerjakan pekerjaan dalam rumah, membesarkan
keluarga, menghasilkan uang serta terikat secara emosional dengan pelaku kekerasan
tersebut (Eka Purwati1, Herniyatun2, Diah Astutiningrum, 2015).
Membahas mengenai kekerasan terutama korbanya terhadap perempuan
merupakan permasalahan yang sangat luas, baik karena bentuknya (kekerasan fisik,
non fisik atau verbal dan kekerasan seksual) tempat kejadiannya (di dalam rumah
tangga dan di tempat umum), jenisnya (perkosaan, penganiayaan, pembunuhan atau
kombinasi dari ketiganya), maupun pelakunya (orangorang yang memiliki hubungan
dekat atau orang asing). Kekerasan terhadap perempuan merupakan tindak penistaan
dan pengebirian harkat manusia, dapat terjadi di semua tingkat kehidupan, baik di
tingkat pendidikan, ekonomi, budaya, agama, maupun suku bangsa. Hal ini karena
pada dasarnya kekerasan terjadi akibat paham dunia yang masih 2 didominasi oleh
laki-laki. Tindak kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu tindak pidana yang
banyak mendapat perhatian dari para ahli ilmu sosial pada tahun-tahun terakhir ini.
dari data yang terkumpul belum diketahui secara pasti berapa banyak wanita (istri)
yang menjadi tindak kekerasan mulai dari keengganan memberi nafkah kepada istri
sampai kepada kekerasan seksualitas. Maka dari itu untuk mengatasi masalah
kekerasan terhadap perempuan di lingkungan rumah tangga, perlu adanya tindakan
bersama ntar semua pihak, baik dari masyarakat sampai dengan aparat serta
perundangundangan yang berfungsi dengan baik sehingga masalah kekerasan di
Indonesia seperti masalah kekerasan dapat diatasi 3 dengan baik. Kekerasan terhadap
perempuan masih terus berlangsung. Dewasa ini ia semakin menjadi salah satu isu
krusial dalam masyarakat bukan hanya pada tingkat nasional, tetapi juga masyarakat
global (Amalia, 2011).

B. Tujuan
Dari pembahasan mengenai permasalahan kekerasan dalam rumah tangga ini
mempunyai tujuan yaitu:
1. Untuk mengetahui definisi kekerasan terhadap perempuan.
2. Untuk mengetahui bentuk kekerasan terhadap perempuan.
3. Untuk mengetahui jenis kekerasan terhadap perempuan.
4. Untuk mengetahui factor penyebab kekerasan terhadap perempuan.
5. Untuk mengetahui dampak kekerasan terhadap perempuan.
6. Untuk mengetahui upaya promotif, preventif dan penanganan
7. Untuk mengetahui peran petugas kesehatan.
8. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan pada pasien korban kekerasan.
C. Manfaat
1. Bagi penulis.

Untuk memenuhi tugas mata kuliah maternitas mengenai kekerasan

terhadap perempuan.

2. Bagi institusi pendidikan

Hasil pengelolaan makalah ini dapat dijadikan referensi bacaan bagi

mahasiswa

3. Bagi tenaga kesehatan

Menambah pengetahuan dan menerapkan teori yang didapat tentang

kekerasan terhadap perempuan.

4. Bagi pembaca

Mampu mencadikan referensi bacaan dan pengetahuan


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Kekerasan Terhadap Perempuan

Dalam “Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan (1993)”,


kekerasan terhadap perempuan didefinisikan sebagai “suatu tindakan kekerasan berbasis
gender yang mengakibatkan, atau bisa mengakibatkan, bahaya atau penderitaan fisik, seksual
atau mental perempuan, termasuk ancaman tindakan sejenis, pemaksaan atau perampasan
kebebasan secara sewenang-wenang, baik terjadi di ranah publik maupun kehidupan
pribadi.”

Kekerasan adalah sebuah tindakan tidak menyenangkan yang bisa melibatkan fisik
maupun kejiwaan atau psikis yang dilakukan suatu pihak kepada pihak lainnya. Menurut
KBBI kekerasan adalah perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera
atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan
terhadap perempuan adalah kekerasan yang terjadi yang dirasakan oleh perempuan, dimana
perempuan adalah objek kekerasan yang dilakukan oleh seseorang. Terdapat beberapa jenis
kekerasan yang bisa dikaji, seperti kekerasan berdasarkan bentuknya, berdasarkan situs
terjadinya, kekerasan seksual dan non seksual yang dibagi lagi menjadi kekerasan seksual
berdasarkan intentensitasnya (Wahyuni & Lestari, 2018).

B. Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan


Berikut bentuk-bentuk kekerasan pada perempuan diantaranya yaitu (Kemenpppa, 2018) :
a) Kekerasan fisik seperti memukul, menampar, menendang, mendorong, mencekram
dengan keras pada tubuh pasangan dan serangkaian tindakan fisik yang lain.
b) Kekerasan emosional atau psikologis seperti mengancam, memanggil dengan sebutan
yang mempermalukan pasangan menjelek-jelekan dan lainnya.
c) Kekerasan ekonomi seperti meminta pasangan untuk mencukupi segala keperluan
hidupnya seperti memanfaatkan atau menguras harta pasangan.
d) Kekerasan seksual seperti memeluk, mencium, meraba hingga memaksa untuk
melakukan hubungan seksual dibawah ancaman.
e) Kekerasan pembatasan aktivitas oleh pasangan banyak menghantui perempuan dalam
berpacaran, seperti pasangan terlalu posesif, terlalu mengekang, sering menaruh curiga,
selalu mengatur apapun yang dilakukan, hingga mudah marah dan suka mengancam.
Banyak perempuan yang tidak menyadari bahwa dirinya sedang terjerat dalam bentuk
kekerasan pembatasan aktivitas, karena dianggap sebagai hal yang wajar sekaligus
bentuk rasa peduli dan rasa sayang dari pasangan.

C. Jenis-Jenis Kekerasan Terhadap Perempuan


Kekerasan terhadap perempuan sekarang diakui sebagai masalah kesehatan publik dan
pelanggaran hak asasi manusia di seluruh dunia secara signifikan. Ini adalah faktor resiko
yang penting untuk kesehatan wanita, dengan konsekuensi yang dapat mencapai kesehatan
fisik dan mental mereka. Beberapa jenis kekerasan pada perempuan antara lain (Devita
Retno, 2019) :
a) Penyiksaan dan penelantaran anak
Kekerasan yang bisa terjadi pada anak perempuan dan gadis muda adalah
penyiksaan dan penelantaran anak. Sebagian anak mengalami penyiksaan dan
penelantaran oleh orang tua mereka dan pengasuh lainnya di seluruh negara di dunia.
Macam kekerasan pada anak termasuk kekerasan fisik, seksual dan psikologis dan juga
pengabaian. Hasilnya bisa menjadi fatal dengan penyebab kematian paling umum adalah
cedera kepala, cedera abdominal, dan mati lemas karena dicekik. Akibat yang tidak fatal
berupa berbagai bentuk akan penyiksaan dan pengabaian yang memerlukan pengobatan
medis dan campur tangan dinas sosial. Ketahui juga dampak kekerasan pada anak,
dampak psikologis anak yang mengalami kekerasan, dan cara menghindari anak dari cara
menghindari anak dari kekerasan verbal.
b) Penyiksaan berdasarkan budaya
Pada beberapa negara di dunia ada preferensi sosial untuk anak – anak lelaki yang
mengabaikan para anak perempuan, sebagai respons dari tradisi dan budaya yang
mengedepankan laki – laki. Hal ini mengarah kepada contohnya, aborsi janin berjenis
kelamin perempuan ketika sudah dapat diidentifikasi melalui USG, sengaja membuat
anak perempuan kekurangan gizi, atau bahkan membunuh anak perempuan yang lahir.
Pada negara dimana praktik ini menjadi sesuatu yang umum yaitu China, Taiwan, Korea
Selatan, India, Pakistan dan beberapa negara sub Sahara Afrika, rasio perempuan dan laki
– laki lebih rendah dari yang diharapkan. Untungnya kejadian ini hanya terjadi di masa
lampau, dan tidak dipraktekkan lagi di masa sekarang.
c) Female Genital Mutilation
Jenis kekerasan pada perempuan ini didefinisikan oleh WHO sebagai
penghilangan sebagian atau total dari alat kelamin luar perempuan atau perlukaan lain
kepada alat kelamin wanita apakah itu untuk keperluan budaya, religi atau alasan non
terapeutik lainnya. Istilah sunat wanita juga sering digunakan untuk menggambarkan
prosedur ini dan dilakukan pada anak – anak perempuan pada waktu yang berbeda dalam
hidup mereka tergantung kepada latar belakangnya.
d) Penyiksaan Oleh Pasangan
Salah satu jenis kekerasan pada perempuan yang paling umum yang terjadi pada
semua lapisan masyarakat adalah kekerasan oleh partner laki – laki atau mantan partner.
Istilah kekerasan dari partner atau pasangan mengacu pada penyiksaan yang biasanya
terjadi antara suami dan istri atau antara mantan pasangan. Penyiksaan ini bisa terjadi
secara fisik, seksual, kekerasan psikologis atau kombinasi dari semuanya. Simak juga
dampak psikologi kekerasan dalam pacaran.
e) Pemerkosaan
Ada banyak mitos mengenai pemerkosaan sebagai jenis kekerasan pada
perempuan yang berarti mengadakan hubungan seks diluar persetujuan wanita tersebut.
Mitos – mitos tersebut didasarkan pada stereotipe mengenai apa yang menjadi perilaku
seksual yang layak untuk pria dan wanita. Contohnya kebanyakan orang menghubungkan
pemerkosaan dengan serangan kejam oleh orang asing, tetapi pemerkosaan kerap
dilakukan oleh seseorang yang mengenal korbannya. Juga ada asumsi bahwa
pemerkosaan meninggalkan tanda – tanda cedera yang jelas, namun seringkali bukan itu
kasusnya. Hanya sekitar satu pertiga dari korban perkosaan mengalami cedera fisik.
f) Pembunuhan Atas Nama Kehormatan
Ini adalah pembunuhan seorang wanita, biasanya dilakukan oleh saudara, ayah
atau anggota keluarga pria lainnya karena dia telah membawa nama buruk kepada
keluarga. Fenomena ini berakar kepada gagasan akan harga diri pria dan kesucian wanita
yang ada di berbagai negara di Mediterania Timur. Artinya kehormatan seorang pria
terikat dengan kesucian seorang wanita secara seksual di dalam keluarganya. Kehilangan
kesucian karena sebab apapun dianggap sebagai penodaan terhadap kehormatan keluarga,
dan cara satu – satunya untuk mengembalikan kehormatan itu adalah dengan
membunuhnya.
g) Penyiksaan Orang Lanjut Usia
Kesalahan perlakuan kepada orang lanjut usia di rumah atau di lembaga panti
jompo dirujuk sebagai penyiksaan kepada lansia dan didefinisikan sebagai ‘aksi tunggal
atau berulang yang muncul dalam hubungan apapun dimana diharapkan ada kepercayaan,
yang menyebabkan cedera atau kesulitan pada lansia’. Kekerasan ini kerap terjadi di
negara berkembang secara fisik, psikologis, atau seksual, dan keuangan atau kekerasan
material, atau pengabaian sepenuhnya, kegagalan untuk memenuhi kewajiban perawatan
lansia.
h) Dating Violence
Dating violence atau kekerasan saat berkencan adalah serangan secara fisik ,
seksual, emosional atau verbal dari seorang pasangan romantis atau seksual. Ini terjadi
pada semua wanita pada semua ras dan etnis, pekerjaan dan tingkat pendidikan. Hal ini
juga terjadi di seluruh rentang usia. Kekerasan bisa berupa pemaksaan untuk hamil,
pemerkosaan, bullying, pemukulan, memisahkan dan melarang bertemu dengan keluarga
serta teman dan kerabat, dan masih banyak lagi.
i) Kekerasan Keuangan
Kekerasan keuangan terjadi ketika penyiksa mengambil kontrol keuangan untuk
mencegah pihak lainnya agar tidak pergi dan mempertahankan kekuasaan dalam suatu
hubungan. Seorang penyiksa dapat mengambil alih kontrol semua keuangan,
menahannya dan menyembunyikan informasi keuangan dari korban. Kekerasan finansial
juga bisa terjadi pada lansia.
j) Human Trafficking / Perdagangan Manusia
Ini adalah jenis kekerasan pada perempuan yang berbentuk perbudakan. Terjadi
ketika seseorang wanita dipaksa atau ditipu untuk bekerja dalam kondisi yang berbahaya
dan ilegal atau mengalami kontak seksual dengan yang lain diluar kemauannya.
Seseorang yang mengalami diperdagangkan bisa saja dibius, diikat, dipukuli, dibuat
kelaparan atau dibuat bekerja selama berjam – jam dalam sehari. Gadis – gadis dan
wanita adalah korban yang paling umum akan perdagangan seks, satu jenis dalam
perdagangan manusia.
k) Kekerasan Emosional Dan Verbal
Mungkin seorang wanita tidak berpikir mengenai mengalami jenis kekerasan pada
perempuan jika tidak mengalami luka fisik. Akan tetapi kekerasan emosional dan verbal
bisa memiliki efek jangka pendek dan jangka panjang yang sama seriusnya dengan luka
fisik. Kekerasan emosional dan verbal termasuk hinaan, percobaan untuk menakuti,
mengisolasi, atau mengontrol seorang wanita. Ini juga merupakan tanda bahwa kekerasan
fisik akan mengikuti berikutnya. Ketahuilah bagaimana cara mengatasi kekerasan psikis
dan macam – macam trauma psikologis.
l) Pelecehan
Jenis kekerasan pada perempuan ini adalah perilaku apapun yang tidak dapat
diterima atau komentar yang dibuat oleh seorang kepada orang lainnya. Pelecehan
seksual adalah istilah yang biasanya digunakan untuk menggambarkan kontak atau
perilaku seksual yang tidak diinginkan yang terjadi lebih dari sekali di tempat kerja,
rumah atau sekolah. Hal ini termasuk adanya keuntungan secara seksual atau permintaan
bantuan seksual yang dapat mempengaruhi pekerjaan seseorang, pekerjaan sekolah atau
di rumah. Pelecehan jalanan adalah perilaku atau komentar yang bisa menjadi seksual
dan mungkin menargetkan jenis kelamin, ras, usia, agama, kebangsaan, etnis atau
orientasi seksual.
m) Kekerasan Keluarga
Istilah ini melus kepada kekerasan antara anggota keluarga yang melibatkan
perilaku yang sama seperti kekerasan domestik. Istilah ini digunakan untuk merujuk
kepada pengalaman yang dialami di dalam keluarga, untuk mengidentifikasi cakupan
yang lebih luas dari suatu perkawinan dan hubungan kekeluargaan luas dimana
kemungkinan atau jenis kekerasan pada perempuan dapat terjadi. Simak juga mengenai
jenis trauma psikologis dan macam – macam gangguan jiwa karena cinta.
n) Kekerasan Digital
Arti dari jenis kekerasan pada perempuan ini adalah kekerasan yang dilakukan
menggunakan teknologi, khususnya pada media sosial atau pesan teks. Kekerasan digital
lebih umum terjadi di kalangan dewasa muda, tetapi juga dapat terjadi pada siapa saja
yang menggunakan teknologi seperti smartphone atau komputer dan internet. Kekerasan
ini termasuk telepon atau pesan teks berulang yang tidak diinginkan, pelecehan di media
sosial, tekanan untuk mengirimkan foto pribadi (sexting), menghina, menuntut balasan
sesegera mungkin di email, media sosial dan pesan teks.

Jenis kekerasan pada perempuan adalah pelanggaran serius akan hak asasi wanita
dan merupakan kepedulian langsung dalam sektor kesehatan publik karena berkontribusi
secara signifikan apabila para petugas kesehatan masyarakat dilatih mengenainya dengan
benar. Mereka adalah petugas yang paling dekat dengan korban, dan kemungkinan
dikenal dengan dekat oleh korban, masyarakat dan komunitas. Pelayanan kesehatan lokal
dan komunitas juga memegang peranan penting dalam meningkatkan kepedulian diantara
publik untuk mencegah kekerasan ini. Masih ada perdebatan mengenai pendekatan apa
yang paling efektif untuk mencegah kekerasan berbasis gender, namun dokumentasi dan
evaluasi adalah elemen kunci dalam membangun pengetahuan akan kekerasan ini.

D. Faktor Penyebab Kekerasan Terhadap Perempuan


Kekerasan terhadap perempuan yang terjadi pada masyarakat modern dewasa ini berupa
kekerasan seksual yang dikenal dengan pelecehan seksual, menurut kriminolog, pada
umumnya terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah :
a) Pengaruh perkembangan budaya yang semakin tidak menghargai etika berpakaian yang
menutup aurat, yang dapat merangsang pihak lain untuk berbuat tidak senonoh dan jahat.
b) Gaya hidup dan pergaulan di antara laki-laki dan perempuan yang semakin bebas, tidak
atau kurang bisa lagi membedakan antara yang seharusnya boleh dikerjakan dengan yang
dilarang dalam hubungannya dengan kaidah akhlak mengenai hubungan laki laki dengan
perempuan sehingga sering terjadi seduktif rape.
c) Rendahnya pengamalan dan penghayatan terhadap normanorma keagamaan yang terjadi
di tengah masyarakat. Nilai-nilai keagamaan yang semakin terkikis di masyarakat atau
pola relasi horisontal yang cenderung semakin meniadakan peran agama adalah sangat
potensial untuk mendorong seseorang berbuat jahat dan merugikan orang lain.
d) Tingkat kontrol masyarakat (social control) yang rendah, artinya berbagai perilaku
diduga sebagai penyimpangan, melanggar hukum dan norma keagamaan kurang m e n d
a p a t k a n r e s p o n d a n pengawasan dari unsur-unsur masyarakat.
e) Putusan hakim yang cenderung tidak adil, misalnya putusan yang cukup ringan
dijatuhkan pada pelaku. Hal ini dimungkinkan dapat mendorong anggota masyarakat
lainnya untuk berbuat keji dan jahat. Artinya mereka yang hendak berbuat jahat tidak
merasa takut lagi dengan sanksi hukum yang akan diterimanya.
f) Ketidakmampuan pelaku untuk mengendalikan emosi dan nafsu seksualnya. Nafsu
seksualnya dibiarkan mengembara dan menuntutnya untuk dicarikan kompensasi
pemuasnya.
g) Keinginan pelaku untuk melakukan (melampiaskan) balas dendam terhadap sikap,
ucapan dan perilaku korban yang dianggap menyakiti dan merugikan sehingga
menimbulkan Anga Rape.

E. Dampak Kekerasan Terhadap Perempuan


Berikut merupakan dampak kekerasan terhadap perempuan yaitu (Pawitri, 2019) :
a) Reaksi emosi
Baik kekerasan yang berlangsung bertahun-tahun maupun yang baru akan terjadi akan
berdampak besar bagi sisi emosi seorang perempuan. Di satu sisi, penyintas bisa merasa
menyalahkan diri sendiri atau sebaliknya, begitu marah pada situasi.Biasanya, emosi-
emosi negatif ini juga disertai rasa takut, tidak mudah percaya, sedih, rapuh, dan malu.
Sangat mungkin orang yang pernah mengalami kekerasan terhadap perempuan akan
merasa dirinya tak lagi berharga.Pada akhirnya, segala jenis reaksi emosi akibat
kekerasan terhadap perempuan ini membuat seseorang bisa menutup diri dari sekitar.
Mulai dari keluarga, sahabat, pasangan, bahkan dunia.
b) Dampak psikologis
Tak hanya emosi, sisi psikologis penyintas kekerasan terhadap perempuan juga akan
terpengaruh. Bahkan, meskipun kekerasan yang dialaminya telah cukup lama berlalu.
Jenis-jenis dampaknya bisa berupa mimpi buruk yang berhubungan dengan kekerasan,
flashback, sulit berkonsentrasi, depresi, hingga post-traumatic stress disorder.Apabila
kondisi ini menjadi semakin parah, sebaiknya tidak didiamkan begitu saja. Salah jika
menganggap dampak psikologis pada korban kekerasan terhadap perempuan akan hilang
seiring dengan berjalannya waktu. Seiring dengan kehidupan, akan ada pemantik-
pemantik yang membuat memori buruknya muncul kembali. Lebih baik jika penyintas
diberikan jenis terapi psikologi sesuai dengan kondisi yang dialaminya.
c) Reaksi fisik
Tentu kondisi fisik tak bisa berbohong jika seorang perempuan pernah mengalami
kekerasan. Baik itu kekerasan hanya terjadi satu kali maupun terus menerus – seperti
kasus KDRT – akan ada dampaknya secara fisik. Luka fisik akibat kekerasan terhadap
perempuan mungkin bisa mereda setelah beberapa waktu.Meski demikian, tubuh dan
reaksi fisik tidak bisa berbohong. Akan ada perubahan mulai dari siklus tidur, pola
makan, hingga respons terhadap ancaman. Sangat masuk akal apabila penyintas
kekerasan terhadap perempuan menjadi lebih sensitif terhadap bunyi atau sentuhan
tertentu yang mengingatkannya kembali pada kekerasan yang pernah dialaminya.
d) Kepercayaan diri
Masih berhubungan dengan sisi psikologis, penyintas kekerasan terhadap perempuan juga
bisa mengalami masalah dengan kepercayaan diri. Lagi-lagi, ini terjadi karena kerap
mengalami kekerasan sehingga merasa dirinya tidak berguna. Ketika kepercayaan diri ini
runtuh, maka ada kemungkinan merembet pada hal lain seperti cemas berlebih pada
situasi tertentu, menghindari tempat atau orang tertentu, terus menerus merasa sedih,
bahkan bisa muncul suicidal thoughts atau keinginan untuk mengakhiri hidup.

F. Upaya preventif, promotif dan penanganan


Kegiatan ini merupakan kegiatan yang bersifat pembinaan yang ditujukan kepada pemerintah
daerah dan masyarakat. Pembinaan terhadap pemerintah daerah ditujukan agar pemerintah
daerah melakukan upaya-upaya pencegahan berupa pembuatan kebijakan dan promosi
pencegahan kekerasan terhadap perempuan. Pembinaan juga ditujukan kepada masyarakat
agar mereka berpartisipasi dalam melakukan upaya pencegahan yang bentuknya dapat berupa
pengawasan di lingkunganya apabila terjadi tanda-tanda yang mengarah pada terjadinya
kekerasan terhadap perempuan, sosialisasi tentang perundang-undangan yang dimaksudkan
untuk melindungi perempuan dari tindak kekerasan dan diharapkan masyarakat memahami
undang-undang tersebut serta tidak melakukan kekerasan terhadap perempuan. Bentuk
kegiatan promotif ini dapat berupa pelatihan, dialog interaktif, simulasi pencegahan
kekerasan, sosialisasi, advokasi (Lampiran Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2011).
Kegiatan preventif berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2011 ditujukan
kepada masyarakat berupa :
a) Kampanye anti kekerasan terhadap perempuan
Kegiatan ini merupakan pemberian informasi kepada masyarakat tentang perlunya
masyarakat melakukan upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan. Informasi yang
diberikan pada umumnya berupa garis besar dan umum yang disampaikan oleh tokoh
masyarakat atau pejabat yang dikenal masyarakat dan tokoh agama. Kampanye anti
kekerasan terhadap perempuan ini dapat dilakukan melalui spanduk, poster, brosur dan
baliho. Misi yang disampaikan adalah pesan untuk tidak melakukan kekerasan terhadap
perempuan, tanpa penjelasan, mendalam, mudah dipahami dan diingat. Kampanye anti
kekerasan dapat pula dilakukan melalui media cetak dan media elektronik.
b) Penyuluhan tentang pencegahan kekerasan terhadap perempuan
Berbeda dengan kampanye yang bersifat monolog, penyuluhan bersifat dialog dengan
tanya jawab. Bentuk penyuluhan dapat berupa seminar, ceramah dan lain-lain. Tujuanya
adalah untuk mendalami tentang bahayanya kekerasan terhadap perempuan, dampaknya
dan resiko melakukan kekerasan terhadap perempuan, sehingga masyarakat benar-benar
memahami tentang permasalahan terhadap perempuan. Pada penyuluhan ada dialog atau
tanya jawab tentang kekerasan terhadap perempuan lebih mendalam. Penyuluhan dapat
dilakukan melalui media elektronik (televisi, radio, dan talkshow). Materi disampaikan
oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah, tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat serta LSM
pemerhati perempuan. Penyuluhan tentang kekerasan terhadap perempuan itu ditinjau
lebih mendalam dari sisi perundang-undangan dari sisi Hak Asasi Manusia dan kewajiban
masyarakat dalam melakukan pencegahan tindak kekerasan terhadap perempuan.
c) Pendidikan dan pelatihan
Untuk dapat melaksanakan pencegahan kekerasan terhadap perempuan secara lebih
efektif didalam kelompok masyarakat tertentu dilakukan pendidikan dan pelatihan. Pada
kegiatan ini dijelaskan diantaranya mengenai bagaimana mencegah kekerasan terhadap
perempuan dengan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan
keluarga, membangun keluarga harmonis dan sejahtera dan lain-lain kegiatan yang dapat
mendukung pencegahan kekerasan terhadap perempuan. Dalam pendidikan dan pelatihan
dijelaskan tentang materi upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan lebih
mendalam lagi disertai dengan simulasi. Kegiatan pendidikan dan pelatihan ini
dilaksanakan di diklat penjenjangan dan teknis yang diikuti Pegawai Negeri Sipil.

G. Peran petugas kesehatan


1. Penelitian yang melibatkan 10 negara nemnunjuk bahwa sector kesehatan
memegang peranan penting dalam:
a. Mencegah kekerasan pada perempuan
b. Mambantu identifikasi adanya kekerasan sedini mungkin
c. Menyediakan layanan kesehatan bagi korban
d. Merujuk ke tempat layanan sesuai kebutuhan.
2. Tempat layanan kesehatan
a. Nyaman dan aman bagi korban  memperhatikan kebutuhan dan kondisi
psikologis
b. Respek terhadap korban, emaptik
c. Tisak ada stigma.
d. Dukungan yang berkualitas dengan informasi yang jelas
3. Peran pelaksana.
a. Pemeriksaan kesehatan.
b. Tindakan medis.
c. wawancara dan konseling.
d. Penyuluhan
e. Kunjungan rumah.
f. Pencatatan.
4. Pendekatan melalui sector kesehatan masyarakat.
a. merupakan alternative yang terbaik.
b. Memiliki potensi yang unik dalam penanganan kekerapasn pada
perempuan dan abak, terutapa melalui pelayanan kesprocakupan tinggi.
H. Asuhan keperawatan pada pasien korban kekerasan.
a. Pengkajian
Langkah awal yang harus dipersiapkan perawat adalah : melatih feel dan kepercayaan
perawat sendiri tentang KDRT, karena :
1. KDRT sering disembunyikan
2. Lebih sering melihat dalam film, video dan majalah
3. Kepercayaan bahwa KDRT adalah urusan pribadi
4. Akan sadar dengan sendirinya
5. Perawat harus meyakini bahwa KDRT adalah masalah kesehatan yang serius

Teknik dalam melakukan pengkajian dalam mengkaji riwayat :


1. Melakukan pendekatan dan jelaskan bahwa semua wanita dilakukan sreening terhadap
KDRT
2. Jika wanita menarik diri, dan hanya menjawab “ya/tidak” ; berikan pilihan jawaban
3. Jangan paksakan untuk menjawab pertanyaan, tapi arahkan untuk terbina trust
b. Diagnosa keperawatan
a. Resiko injury berhubungan dengan kekerasan fisik
b. Kurang informasi berhubungan dengan pilihan tempat perlindungan
c. Tidak efektifnya coping individu berhubungan dengan kekerasan fisik
c. Intervensi
a) Intervensi primer : siapkan tempat yang nyaman, tenang dan privacy terjaga, kaji dengan
spesifik namun tidak menghakimi, gunakan format screening yang ada, beri dukungan
dengan verbal, lakukan validasi dengan apa yang dikatakan ibu
b) Intervensi sekunder : intervensi ini bertujuan untuk mendampingi perempuan dalam
memilih yang terbaik dari beberapa opsi yang ada
c) Crucial intervensi : identifikasi teman atau saudara yang dapat menolong dengan cepat,
rujuk ke shelter perlindungan perempuan, lakukan pencatatan terhadap semua kekerasan
yang dialami
d) Tertier intevensi : bertujuan untuk membantu perempuan membuat tujuan jangka panjang
:

1. Melakukan support terus menerus, dengan advocacy ke shelter atau tempat lain
yang lebih baik
2. Saat perempuan siap meninggalkan pasangan / rumah : telp shelter, rencanakan
untuk segera melarikan diri, siapkan tas, pakaian dan perlengkapan lain
3. Pada perempuan yang telah berulangkali mengalami KDRT, perawat dapat
menadvocacy ke individu ataupun group conseling, ajarkan berbagai koping yang
positif
4. Penting dipastikan bahwa perempuan yang mengalami KDRT secara kontinue
memeriksakan atau mendatangi health care
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan bahwa Kekerasan terhadap perempuan tindakan
kekerasan berbasis gender yang mengakibatkan, atau mungkin mengakibatkan, bahaya
seksual dan mental fisik atau penderitaan perempuan, termasuk ancaman tindakan seperti
itu, pemaksaan atau perampasan sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau
dalam kehidupan pribadi. Yang meliputi kekerasan pasangan intim, Kekerasan seksual,
Pemerkosaan, kekerasan pasangan intim, Kekerasan fisik, kekerasan seksual yang
menimbulkan risiko pada perempuan antara lain penyakit HIV dan penyakit kelamin
lainya, BBLR, Abortus, Penggunaan alkohol dan obat terlarang, stres sampai bunuh diri
karena hal tersebut perlu adanya pencegahan kekerasan terhadap perempuan yang
melibatkan masyarakat, sekolah dan pasangan masing-masing.
Peran pelaksana: Pemeriksaan kesehatan,Tindakan medis, wawancara dan
konseling, Penyuluhan, Kunjungan rumah, Pencatatan.

B. Saran
Menurut kami kekerasan terhadap perempuan di Indonesia harus di tindak lanjuti
harus kita perhatikan jangan di abaikan,jangan rendahkan perempuan di Indonesia, hidup
perempuann Indonesia. Sebagai tenaga kesehatan adalah kewajiban kita menolong
korban kasusu kekerasan terhadap perempuan, baik secara promotif, prefentif, kuratif
maupun rehabilitative.
DAFTAR PUSTAKA

Nurdiati, detty S. 2015. Peran petugas kesehatan dalam skrining dan identifikasi kekerasan
terha Perempuan . https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://obgin-
ugm.com/wp-content/uploads/2015/06/3.-dr.Detty-Peran-Petugas-Kesehatan-dalam-
Skrining-dan-Identifikasi-
tPA.pdf&ved=2ahUKEwiTj5iuhuPsAhUKbn0KHQTOBJ0QFjAAegQIBBAB&usg=AOv
Vaw1jLxWweGdhZb2a2d2xy2N2. Diakses pada 2 november 2020 pukul 11.54

Lampiran Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak


Republik Indonesia Nomor 18. (2011). Pedoman Pengintegrasian Materi Anti
Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Pendidikan dan Pelatihan Penjenjangan dan
Teknis. Diakses dari ditjenpp.kemenkumham.go.id pada 02 November 2020.

Anda mungkin juga menyukai