KELOMPOK IV
A. Latar Belakang
B. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini untuk :
1. Pemenuhan tugas mata kuliah sistem persarafan
2. Mengetahui mengenai patofisiologi dan gangguan sistem persarafan
3. Pembelajaran asuhan keperawatan yang akan diberikan pada pasien
dengan gangguan persarafan.
C. Manfaat
1. Mampu menggunakan proses keperawatan dalam menangani pasien
dengan gangguan persarafan.
2. Mendalami pemahaman mengenai patofisiologi dan gangguan sistem
persarafan
3. Mendalami pemahaman mengenai asuhan keperawatan yang akan
diberikan pada pasien dengan gangguan persarafan.
4. Mampu mengkolaborasikan pelayanan keperawatan pada pasien dengan
gangguan persarafan.
BAB II
1. Identitas Klien
Identitas klien meliputi : nama, usia (pada masalah disfungsi neurologis kebanyakan
terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, MRS, nomer rekam medis, dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Keluhan utama klien biasanya akan segera terlihat bila sudah terjadi disfungsi
neurologis. Keluhan yang sering muncul adalah : kelemahan ekstremitas sebelah
badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, kejang (konvusi), sakit kepala hebat,
nyeri otot, kaku kuduk, sakit punggung, tingkat kesadaran menurun (GCS kurang dari
15) akral dingin, dan ekspresi takut.
6.Pengkajian Psikososial
Pengkajian ini meliputi : status emosi, kognitif, dan perilaku klien.
8.Pengkajian Sosioekonomispiritual
Kaji status ekonomi karena klien rawat inap atau pengobatan jalan yang mahal.
Lakukan fungsi advokasi bila ada permasalahan. Perspektif keperawatan mengkaji
dua hal, keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neurologis dalam hubungan
dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi
pada gangguan neurologis di dalam sistem dukungan individu.
Secara umum, pemeriksaan fisik pada sistem persarafan ditujukan terhadap area
fungsi utama, sebagai berikut :
1. Pengkajian Tingkat Kesadaran
2. Pengkajian Fungsi Serebral
3. Pengkajian Saraf Kranial
4. Pengkajian Sistem Motorik
5. Pengkajian respon reflek
6. Pengkajian Sistem Sensorik
Kewaspadaan adalah kesadaran yang sehat dan adekuat, yaitu aksi dan reaksi
terhadap apa yang diserap (dilihat, dicium, didengar, dihidu, dikecap, dll)
bersifat sesuai dan tepat.
Koma adalah keadaan saat suatu aksi sama sekali tidak dibalas dengan reaksi.
Pemeriksaan fungsi serebral secara ringkas terdiri dari pemeriksaan status mental,
fungsi intelek tual, daya pikir, status emosional, dan kemampuan bahasa.
Status Mental
Yang dilakukan adalah
1. Observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, dengan melihat cara berpakaian
klien, kerapian, dan kebersihan diri
2. Observasi postur, sikap, gerak-gerakan tubuh, ekspresi wajah, dan aktivitas
motorik
3. Observasi gaya bicara klien dan tingkat kesadaran
4. Apakah gaya bicara klien jelas atau masuk akal?
5. Apakah klien sadar dan berespon atau mengantuk dan stupor?
Fungsi Intelektual
Pengkajian ini mencakup kemampuan untuk berpikir secara abstrak dan
mamanfaatkan pengalaman. Lesi serebral yang bersifat bilateral dan difusi sangat
menentukan pelaksanaan intelektual umum. Sedangkan Lesi yang bersifat lokal dapat
menimbulkan aktivitas intelektual yang khusus. Klien yang mengalami kerusakan
otak tidak mampu untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang kecil
(rumit/kompleks) dan mengalami kesulitan menangkap makna suatu stimulus.
Pengkajian yang dilakukan adalah
1. Mengingat atau memori
2. Pengetahuan umum
3. Menghitung atau kalkulasi
4. Mengenal persamaan dan perbedaan
5. Mempertimbangkan
Daya Pikir
Priguna Sudharta (1985) dalam Muttqin (2008) menjelaskan alam pikiran atau jalan
pikiran hanya dapat dinilai dari ucapan-ucapannya. Pengkajiannya adalah
Apakah klien bersifat spontan, alamiah, jernih, relevan, dan masuk akal?
Apakah klien mempunyai kesulitan berpikir, khayalan, dan keasyikan sendiri?
Apa yang menjadi pikiran klien?
Status Emosional
Kemampuan Bahasa
Pada pengkajian ini mungkin perawat menemukan
1. Disfasia/afasia
Yaitu defisiensi fungsi bahasa akibat lesi atau kelainan korteks serebri.
macam-macam
Disfasia reseptif (posterior) : klien tidak bisa memahami bahasa lisan /
tertulis. Bila klien tidak dapat memahami setiap perintah atau pertanyaan yang
diajukan. Biasanya lancar tapi tidak teratur. Terjadi karena adanya lesi (infark,
pendarahan, tumor) pada hemisfer yang dominan pada bagian posterior girus
temporalis superior.
Disfasia Ekspresif (anterior) : klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat. Bicaranya tidak lancar. Dikarenakan karena ada lesi
pada bagian posterior girus frontalis inferior.
Disfasia nominal : klien tidak mampu menyebutkan benda tetapi aspek-aspek
lain dari fungsi bicara klien normal. Disebabkan oleh lesi pada daerah
temporoparietal posterior kiri.
Disfasia konduktif : Klien tidak dapat mengulangi kalimat-kalimat dan sulit
menyebutkan nama benda, tetapi dapat mengiuti perintah. disebabkan oleh
lesi pada fasikulus arkuatus.
2. Disartia yaitu kesulitan artikulasi. Penyebab tersering adalah intoksikasi
alkohol, penyekit serebelum kehilangan koordinasi (bicara pelo)
3. Disfonia yaitu kualitas suara berubah (parau) dengan volume kecil akibat
penyakit pada pita suara.
Penatalaksanaan Medis
a) Kraneotomi Prosedur ini dilakukan untuk menghilangkan tumor,
mengurangi TIK, mengevakuasi bekuan darah dan mengontrol
hemoragi
b) Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/
ruptur.
c) Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya
ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia
Attack) atau serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan
cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik
subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total
meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses
inflamasi.
d) Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
e) EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
f) Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah
yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna
terdapat pada thrombosis serebral.
g) MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang
mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena
h) CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan
adanya infark
Penatalaksanaan Farmakologi
DISATRIA
disatria
Anosmia
trauma
Gangguan penciuman
Hemaparesis
TIK
Hemiksi
Hemiparesis
Monoparesis
Lesi
Gangguan C1-C4
Monoparesis
PUSING
Hipoglikemi RR
Otak kecil Otak tengah sesak
PAPIL EDEMA
Edema edema
Gangguan penglihatan
AFASIA
Gangguan cerebral
frontal
area brocca
sensorik motorik
Penyumbatan
Kelemahan otot-otot
Epiglottis terganggu
Disfagia
ATAKSIA
a. Ataksia akut
Intoksitasi obat (narkotika )
Masuk ke otak
Ataksia akut
b. Ataksia kronik
tumor
terjadi penekanan
ataksia kronik
MUNTAH PROYEKTIL
Cidera kepala
TIK
Peristaltic retrograde
muntah
PARAPLEGIA
Jatuh tumor
paraplegia
TETRAPLEGIA
Cidera virus
lesi
PARESTESIA FACIAL
Tindakan detoktomi
Hipertensi tak
Emboli PD diotak
terkontrol
PD terganggu
Suplai darah keotak Hemifer kiri
berkurang
anosmia
Parastesia
disfagi
facial
a
fraktur tengkorak
TIK meningkat
muntah
Meningitis
Transudasi cairan
Merangsang kerja Sepsis
berlebihan dari PG Edema serebri
E2 di Hipotalamus
Refluk
Kejang TIK
Suhu tubuh sistemik
Malas minum
Penurunan kapasitas
Hipertermi
adaptif intrakranial
a Mual, muntah
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
PATHWAY KASUS 4
Pada masa kehamilan
Resiko infeksi
Gangguan ektremitas
bawah
Obrtuksi aliran CSS
Hambatan mobilitas
fisik hidrosefalus
PATHWAY PARKINSON
Imobilisasi
Risiko Disfungsi
Neurovaskular
Perifer
PATHWAY KASUS 6
POSISI TERDUDUK
KONSTIPASI
TERABA DISTENSI PADA
KANDUNG KEMIH
BAB III
ASKEP
KASUS 1
A. Pengkajian
Unit :
Kamar/ruang :
Tgl/waktu masuk RS :
Tgl/waktu pengkajian :
Cara pengkajian :
I. Identitas Pasien
Umur : 43th
TTL :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Status Perkawinan :
Agama :
Suku :
Alamat :
Nama :
Alamat :
Hub.dengan pasien :
• Riwayat imunisasi
• Kebiasaan buruk
• Riwayat alergi
1. Alasan masuk RS
• Pre :
• Post :
• Keluhan Penyerta :
V. Kebutuhan
a. Oksigen
sebelum sakit :
sesudah sakit :
b. Cairan
sebelum sakit :
sesudah sakit :
c. Nutrisi
sebelum sakit :
sesudah sakit :
d. Eliminasi Fekal
sebelum sakit :
sesudah sakit :
e. Eliminasi urine
sebelum sakit :
sesudah sakit :
f. Aktifitas
sebelum sakit :
sesudah sakit :
g. Tidur
sebelum sakit :
sesudah sakit :
h. Seksualitas
sebelum sakit :
sesudah sakit :
sebelum sakit :
sesudah sakit :
sebelum sakit :
sesudah sakit :
k. Promosi kesehatan
sebelum sakit :
sesudah sakit :
• TTV
- TD :
- SUHU :-
- RR :
- HR :
- SATURASI :
• Head To Toe
a) Kepala :
• Inspeksi :
- Kepala :
- Rambut :
- Kulit kepala :
b) Wajah
• Inspeksi :
• Palpasi :
c) Mata
• Inspeksi :
• Palpasi :
d) Hidung
• Ispeksi :
• Palpasi :
e) Mulut
f) Telinga
• Inspeksi :
g) Leher
• Inspeksi :
• Palpasi :
h) Dada
• Inspeksi :
• Palpasi :
i) Paru-paru
• Palpasi :
• Perkusi :
• Auskultasi :
j) Jantung
• Inspeksi :
• Palpasi :
• Perkusi :
k) Abdomen
• Inspeksi :
• Auskultasi :
• Palpasi :
• Perkusi :
- Foto thorak
- EEG ( Elektro Encephalografi)
- Myelografi
- Lumbal Pungsi
- CT Scan
- MRI ( Magnetic Resonance Imaging)
VIII. Terapi
- Infuse
- obat
Kasus 1
Tn. Fauzi (43 th) dirawat di RS karena mengalami stroke in ivolution, kesadaran
somnolen, mata membuka jika dipanggil dan langsung tidur kembali ,mulut tidak
simetris miring kearah kiri, afasia motorik,mengalami hemiparase sinistra.
Mengalami anosmia, disfagia, parastesia facial. Klien lupa alamat rumahnya. Klien
memiliki hipertensi tak terkontrol, senang mengkonsumsi alcohol dan mudah stress.
Klien direncanakan untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit. Saat ini posisi
pasien adalah head up 30o ,babinski positif pada kaki kanan ,kekuatan otot ektremitas
atas dan bawah kiri 3.wkstremitas bawah kanan 5. Hasil CT scan terdapat
iskemik/infrak hemisfer kanan.
INTERVENSI
PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Penatalaksaan Umum
a. Pada fase akut
- Pertahankan jalan nafas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator.
- Monitor peningkatan tekanan intrakranial
- Monitor fungsi pernafasan: Analisa Gas Darah
- Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG.
- Evaluasi status cairan dan elektrolit
- Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikolvusan, dan cegah resiko
injuri
- Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi lambung dan
pemberian makanan
- Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
- Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil,
fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial dan refleks
2. Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume
lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-
peritoneal bila ada hidrosefalus obstruktif akut.
3. Terapi obat-obatan
a. Stroke Iskemika
- Pemberian trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue-plasminogen)
- Pemberian obat-obatan jantung seperti digoksin pada aritmia jantung atau
alfa beta, kapatopril, antagonis kalsium pada pasien dengan hipertensi.
KASUS 2
I. Identitas Klien
Nama : Ny. Kayla
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur :35 th
Tempat/tgl lahir :-
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Status Perkawinan :-
Agama :-
Suku :-
Alamat :-
Dx : Epidural Hematoma
V. Kebutuhan
a. Oksigen
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : terpasang oksigen 2 L/nasal kanul
b. Cairan
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : cairan dalam tubuh kurang karena klien
mengalami muntah
c. Nutrisi
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : nutrisi kurang, karena pasien muntah
d. Eliminasi Fekal
Sebelum Sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : tidak terkaji
e. Eliminasi Urin
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat sakit : tidak terkaji
f. Aktivitas
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : aktivitas terganggu
g. Tidur
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : tidak terkaji
h. Sexualitas
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat sakit : tidak terkaji
k. Promosi Kesehatan
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : tidak terkaji
VIII. Terapi
( tidak terkaji)
PENGKAJIAN UNTUK PASIEN EPIDURAL HEMATOMA
1. Data biografi
identitas pasien seperti nama, umur , jenis kelamin, alamat, agama,
penanggung jawab, status perkawinan.
2. Riwayat Keperawatan
- Riwayat medis dan kejadian yang lalu
- riwayat kejadian cedera kepala
- penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang
3. Pemeriksaan Fisik
- frakur tengkorang : jenis fraktur, luka terbuka, pendarahan konjungtiva,
rihinorrea, otorhea, ekhimosis periorbital, gangguan pendengaran
- tingkat kesadaran : adanya perubahan mental seperti lebih sensitif, gelisah,
stupor, koma
- saraf kranial : adanya anosmia, agnosia, kelemahan gerakan otot mata,
vertigo
- kognitif : amnesia postrauma, disorientasi, amnesia retrograt, gangguan
bahasa dan kemampuan matematika
- rangsangan meningeal : kaku kuduk, kernig, brudzinskhi
- jantung : disritmia jantung
- respirasi : roles, rhonki, nafas cepat dan pendek, takhipnea, gangguan pola
nafas.
- fungsi sensori : lapang pandang, dipiopia, gangguan persepsi, gangguan
pendengaran, gangguan sensasi raba.
4. Test Diagnostik
- Radiologi : CT scan, MRI ditemukan adanya edema serebri, hematoma
serebral, herniasi otak.
- Pemeriksaan darah : Hb, Ht, trombosit dan elektrolit
- Pemeriksaan urine : Penggunaan obat-obatan .
kasus 2
Ny. Kayla (35 tahun) mengalami kecelakaan saat mengendarai mobil. kepala pasien
membentur setir dan mengalami cedera kepala. pada saat datang kesadaran klien
menurun, muntah dan mengalami insomnia, ketika diberi rangsangan nyeri klien
menggumam , mata terbuka dan tangan klien berusaha untuk menepis tangan
pemeriksa. Hasil CT scan klien mengalami epidural hematoma. Pasien saat ini post
kraniotomi hari 1, GCS = 9, klien terpasang NGT , kateter , oksigen 2 liter / nasal
kanul, klien berusaha melepaskan selang NGT.
Analisa data 1 :
Diagnosa keperawatan:
Intervensi 1:
- lakukan aktivitas
- Dengan
keperawatan dan
mengurangi
aktivitas pasien
aktivitas perawat
seminimal
atau pasien dapat
mungkin
mengurangi
stimulus yang
akan menurunkan
TIK
- kolaborasi dengan - dengan diberikan
dokter untuk obat manitol akan
pemberian obat menurunkan TIK
manitol dan memperbaiki
sirkulasi darah ke
otak.
- kolaborasi dengan - dengan diberikan
dokter untuk cairan kristaloid
pemberian cairan dapat
kristaloid mempertahankan
tekanan darah
sistolik tidak
kurang dari 90
mmHg
Analisa Data 2 :
Diagnosa Keperawatan :
Resiko Infeksi b.d Kerusakan integritas kulit (pemasangan kateter), Trauma Jaringan
Intervensi 2 :
- karena pasien
- lakukan rawat
menjalani post
luka bersih
kraniotomi hari
dengan teknik
pertama maka
septik dan
perlu dilakukan
antiseptik sesuai
rawat luka supaya
dengan program
mengurangi
resiko infeksi
- karena pasien
- lakukan rawat
terpasang kateter
kateter dengan
maka perlu
teknik septik dan
dilakukan rawat
antiseptik sesuai
keteter untuk
dengan program
mengurangi
resiko infeksi
- pasien post
- lakukan
kraniotomi hari 1
perawatan post op
masih beresiko
kraniotomi
terkena infeksi
pada lukanya
karna luka masih
belum menutup
sempurna
sehingga perlu
dirawat
- kolaborasi dengan
- dengan
dokter pemberian
memberikan
obat antibiotik
antibiotik dapat
mencegah
terjadinya infeksi
- protein yang
- kolaborasi dengan
tinggi dapat
ahli gizi
membantu
pemberiam
mempercepat
makanan TKTP
proses
penyembuhan
luka
- dengan
- berikan Penkes
memberikan
tentang cara
penkes tentang
perawatan cidera
cara
keapala saat
penyembuhan
dirumah
luka kepada
pasien dapat
membantu
mengurangi
resiko infeksi
2. farmakologi
Gunakan Etonamid sebagai sedasi untuk induksi cepat, untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik, dan menurunkan tekanan
intrakranial dan metabolisme otak. Pemakaian tiophental tidak dianjurkan,
karena dapat menurunkan tekanan darah sistolik. Manitol dapat digunakan
untuk mengurangi tekanan intrakranial dan memperbaiki sirkulasi darah.
Phenitoin digunakan sebagai obat propilaksis untuk kejang – kejang pada
awal post trauma. Pada beberapa pasien diperlukan terapi cairan yang cukup
adekuat yaitu pada keadaan tekanan vena sentral (CVP) > 6 cmH2O, dapat
digunakan norephinephrin untuk mempertahankan tekanan darah sistoliknya
diatas 90 mmHg. Berikut adalah obat – obatan yang digunakan untuk terapi
pada epidural hematom:
a. Diuretik Osmotik
Fungsi :
Untuk mengurangi edema pada otak, peningkatan tekanan intrakranial, dan
mengurangi viskositas darah, memperbaiki sirkulasi darah otak dan kebutuhan
oksigen.
b. Antiepilepsi
Misalnya Phenitoin : Dosis 17 mg/ kgBB iv, tetesan tidak boleh lebihn
dari 50 (Dilantin) mg/menit.
Kontraindikasi:
pada penderita hipersensitiv, pada penyakit dengan blok sinoatrial,
sinus bradikardi, dan sindrom Adam-Stokes.
Fungsi :
Untuk mencegah terjadinya kejang pada awal post trauma.
Kasus 3
Unit :-
Kamar/ ruang :-
I. Identitas Klien
Nama : An. C
Umur : 5 bulan
Tempat/tgl lahir :-
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Status Perkawinan : -
Agama :-
Suku :-
Alamat :-
Alamat :-
IV. Alasan masuk rumah sakit : Kejang dan sudah 5 hari panas tinggi di rumah.
VI. Kebutuhan
a. Oksigen
Sebelum sakit :
Saat sakit :
b. Cairan
Sebelum sakit :
c. Nutrisi
Sebelum sakit :
d. Eliminasi Fekal
Sebelum Sakit :
Saat sakit :
e. Eliminasi Urin
Sebelum sakit :
Saat sakit :
f. Aktivitas
Sebelum sakit :
Saat sakit :
g. Tidur
Sebelum sakit :
Saat sakit :
h. Seksualitas
Sebelum sakit :
Saat sakit :
Sebelum sakit :
Saat sakit :
Sebelum sakit :
Saat sakit :
k. Promosi Kesehatan
Sebelum sakit :
Saat sakit :
ASUHAN KEPERAWATAN
Analisa Data 1
6. Tindakan yang
terus menerus
dapat
meningkatkan
TIK oleh reflek
rangsangan
humulatif.
7. Diodetik
digunakan pada
fase akut untuk
mengalirkan air
dari kerusakan sel
dan mengurangi
edema serebri dan
TIK.
8. Keluarga dapat
melakukan
perawatan
mandiri kepada
anak yang baik
dan benar yang
mengalami
meningitis
hidrosefalus.
Analisa Data 2
Perencanaan Keperawatan 2
6. Keluarga dapat
membantu pasien
mengalihkan rasa
mual.
7. Lingkungan yang
nyaman dapat
meningkatkan rasa
nyaman si pasien
dan dapat
mengalihkan rasa
mual.
8. Meningkatkan
pengetahuan pada
ibu tentang
pemberian ASI
untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi
pada anak.
Penatalaksanaan medik
1. Isolasi :
Anak ditempatkan dalam ruang isolasi sedikitnya selama 24-48 jam setelah
mendapatkan antibiotik IV yang sensitif terhadap organisme penyebab.
2. Terapi antimikroba
Terapi anti mikroba pada meningitis bakteri terdiri dari ampisilin dan sefotaksim
atau ampisilin dan gentamisin. antibiotik yang diberikan didasarkan pada hasil
kultur dan diberikan dengan dosis tinggi.
3. Mempertahankan hidrasi optimum
Mengatasi kekurangan cairan dan mencegah kelebihan cairan yang dapat
menyebabkan edema serebral (pembengkakan otak). Pemberian plasma perinfus
mungkin diperlukan untuk rejatan dan untuk memperbaiki hidrasinya (short,J
Rendle,1994)
4. Mencegah dan mengobati komplikasi.
Aspirasi efusi subdural dan terapi heparin
5. Mengontrol kejang
Pemberian anti epilepsy atau anti konvulsan untuk anak yang kejang-kejang.
Diazepam = 0,5 mg/kg BB/ iv
Fenobarbital = 5-6 mg/kg BB/hari secara oral
Difenilhidantoin = 5-9 mg/kgBB/hari secara oral
Penatalaksanaan Farmakologis:
Obat ini untuk menghambat enzim yang ditemukan dalam banyak jaringan tubuh
yang mengkatalisis reaksi reversibel di mana karbon dioksida menjadi terhidrasi dan
asam karbonat dehidrasi. Perubahan ini dapat mengakibatkan penurunan produksi
CSF oleh koroid pleksus.
Diuretik loop
Obat ini untuk meningkatkan ekskresi air dengan mengganggu sistem cotransport
klorida-mengikat, yang hasil dari penghambatan reabsorpsi natrium dan klorida di
ascending loop dari Henle tubulus ginjal dan distal.
Penatalaksanaan Gizi :
Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa pada dasarnya tidak ada diet khusus
untuk pasien meningitis namun umumnya diit TKTP untuk memenuhi kebuthan
kalori dan protein untuk meningkatkan daya tahan tubuh merupakan diit yang tepat
terutama pada kasus- kasus penyakit infeksi akut termasuk meningitis. Nutrisi
parentral merupakan alternatif terakhir bila dinilai dari makanan cair tidak mampu
kebutuhan nutrisi enteral pasien.
Sari buah dari jeruk, tomat, pepaya, sirsak, apel, sari sayur dari
Sumber Zat
bayam, labu kuning, dan wortel.
Pengatur
Cara memesan makanan : Makanan cair (MC) dengan atau tanpa susu
Tabel 2.10 Bahan Makanan yang Diberikan Sehari : Makanan Cair Tanpa Susu
Kkal 1000 2000
Bahan makanan
urt g urt g
Nilai Gizi
Protein (g) 32 63
Lemak (g) 18 37
Besi (mg) 9 19
Vitamin C (mg) 34 67
anak angel satu bulan dirawat dengan alasan masuk sejak lahir didapatkan tulang
bagian belakang terbuka pada pemeriksaan fisik lokasi meningocoel di lumbal 4 dan
5 tampak kulit tipis dan mengkilat pada meningocoel. Hasil lab didapatkan AFP
15g/dl saat ini anak angel didiagnosa spina bifida.
Unit :-
Kamar/ ruang :-
Cara pengkajian :-
X. Identitas Klien
Nama : An. A
Umur : 1 bulan
Tempat/tgl lahir :-
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Status Perkawinan :-
Agama :-
Suku :-
Alamat :-
Nama :-
Alamat :-
Hubungan dengan klien : -
XIII. Alasan masuk rumah sakit : Sejak lahir didapatkan tulang bagian belakang
terbuka.
XV. Kebutuhan
a. Oksigen
Sebelum sakit :-
Saat sakit :-
l. Cairan
Sebelum sakit :-
Saatsakit :-
m. Nutrisi
Sebelum sakit :-
Saat sakit :-
n. Eliminasi Fekal
Sebelum Sakit :-
Saat sakit :-
o. Eliminasi Urin
Sebelum sakit :-
Saat sakit :-
p. Aktivitas
Sebelum sakit :-
Saat sakit :-
q. Tidur
Sebelum sakit : -
Saat sakit : -
r. Seksualitas
Sebelum sakit :-
Saat sakit :-
Sebelum sakit :-
Saat sakit :-
Sebelum sakit :-
Saat sakit :-
u. Promosi Kesehatan
Sebelum sakit :-
Saat sakit :-
Lokasi meningocel pada lumbal 4 dan lumbal 5, tampak kulit tipis dan
mengkilat
XVIII. Terapi : -
PENGKAJIAN SPINA BIFIDA
A. Pengkajian
1. Anamnesa
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, asuransi
kesehatan, diagnosa medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah adanya gejala dan tanda serupa dengan tumor medulla spinalis dan
defisit neurologis. Keluhan adanya lipoma pada lumbosakral merupakan tanda
penting dari spina bifida.
4. Pengkajian psikososial
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan keluarga (orang tua) untuk
menilai respons terhadap penyakit yang diderita dan perubahan peran dalam keluarga
dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada
klien dan orang tua yaitu timbul ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.
5. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien pemeriksaan fisik
sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan secara per system (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan dari klien.
a. Keadaan umum
Pada keadaan spina bifida umumnya mengalami penurunan kesadaran (GCS < 15)
terutama jika sudah terjadi defisit neurologis luas dan terjadi perubahan pada tanda-
tanda vital.
b. B1 (Breathing)
Perubahan pada system pernafasan berhubungan dengan inaktivitas yang berat. Pada
beberapa keadaan, hasil dari pemeriksaan fisik ini didapatkan tidak ada kelainan.
c. B 2 (Blood)
Nadi bradikardia merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit
kelihatan pucat menandakan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah.
Hipotensi menunjukan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari
suatu syok.
d. B3 (Brain)
e. B4 (Bladder)
Pada spina bifida tahap lanjut, klien mungkin mengalami inkontinensia urine karena
konfusi dan ketidakmampuan untuk menggunakan system perkemihan karena
kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfringter urinarius eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan katerisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukan kerusakann neurologis
luas.
f. B5 (Bowel)
g. B6 (Bone)
Adanya deformitas pada kaki merupkan salah satu tanda penting spina bifida.
Disfungsi motor paling umum adalah kelemahan ekstremitas bawah. Integritas kulit
untuk menilai adanya lesi dan dekubitus. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralisis spastis dan mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat
6. Pemeriksaan diagnostik
Rontgen tulang belakang untuk mengidentifikasi adanya defek pada tulang belakang,
biasanya terjadi pada arkus posterior vertebra pada garis tengah tulang yang besarnya
bervariasi. Adanya spinal dyspropism atau pelebaran tulang belakang merupakan
tanda khas radiologi pada lumbal (perkin, 1999).
Penatalaksanaan Medis
Urologi
Dalam bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder dimulai saat periode neonatal
sampai sepanjang hidup. Tujuan utamanya adalah :
Mengontrol inkotinensia
Mencegah dan mengontrol infeksi
Mempertahankan fungsi ginjal
Intermiten kateterisasi dapat dimulai pada residual urin > 20 cc dan
kebanyakan anak umur 5 – 6 tahun dapat melakukan clean intermittent
catheterization (CIC) dengan mandiri. Bila terapi konservatif gagal
mengontrol inkontinensia, prosedur bedah dapat dipertimbangkan. Untuk
mencegah refluk dapat dilakukan ureteral reimplantasi, bladder augmentation,
atau suprapubic vesicostomy.
Orthopedi
Tujuan terapi ortopedi adalah memelihara stabilitas spine dengan koreksi yang
terbaik dan mencapai anatomi alignment yang baik pada sendi ekstremitas
bawah. Dislokasi hip dan pelvic obliquity sering bersama-sama dengan
skoliosis paralitik. Terapi skoliosis dapat dengan pemberian ortesa body
jacket atau Milwaukee brace. Fusi spinal dan fiksasi internal juga dapat
dilakukan untuk memperbaiki deformitas tulang belakang. Imbalans gaya
mekanik antara hip fleksi dan adduksi dengan kelemahan abduktor dan fungsi
ekstensor menghasilkan fetal coxa valga dan acetabulum yang displastik,
dangkal dan parsial. Hip abduction splint atau Pavlik harness digunakan 2
tahun pertama untuk counter gaya mekaniknya.
Pemanjangan tendon Achilles untuk deformitas equinus, flexor tenodesis atau
transfer dan plantar fasciotomi untuk deformitas claw toe dan pes cavus yang
berat. Subtalar fusion, epiphysiodesis, triple arthrodesis atau talectomi
dilakukan bila operasi pada jaringan lunak tidak memberikan hasil yang
memuaskan.
2. Penataaksanaan Farmakologi
3.penataaksanaan Gizi
Diet tinggi serat dan cairan yang cukup membantu feses lebih lunak dan
berbentuk sehingga mudah dikeluarkan. Pengeluaran feses dilakukan 30 menit
setelah makan dengan menggunakan reflek gastrokolik. Crede manuver
dilakukan saat anak duduk di toilet untuk menambah kekuatan mengeluarkan
dan mengosongkan feses Stimulasi digital atau supositoria rektal digunakan
untuk merangsang kontraksi rektal sigmoid. Fekal softener digunakan bila
stimulasi digital tidak berhasil.
kasus 4
anak angel satu bulan dirawat dengan alasan masuk sejak lahir didapatkan tulang
bagian belakang terbuka pada pemeriksaan fisik lokasi meningocoel di lumbal 4 dan
5 tampak kulit tipis dan mengkilat pada meningocoel. Hasil lab didapatkan AFP
15g/dl saat ini anak angel didiagnosa spina bifida.
Analisa data
DO :
hasil pemeriksaan
fisik lokasi
meningocel di
lumbal 4 dan 5
tampak kulit tipis
dan mengkilat
pada meningocel
terdapat tulang
bagian belakang
terbuka sejak lahir
hasil lab
hasil AFP 15ng/dl
Intervensi
Tn. Boy (66 tahun) dirawat di rumah sakit dengan diagnosa medis Parkinson.
Dari hasil pengkajian didapatkan data Tn. Boy sering kaku otot dan gemetar
pada wajah, ekstermitas, sulit menelan, keluar air liur pada mulut,
keseimbangan tubuh berkurang, bisa bangun tapi sempoyongan. Tn. Boy
mengeluh mual, sulit makan, sudah 3 hari belum BAB, mulutnya tampak
kering. TTV: T 370 C, N 82 x/menit, TD 120/80 mmHg, RR 16 x/menit. Tn.
Boy mendapat terapi levodopa, benztropin, dulcolac supp, diit lunak.
Nuliti
I. Identitas Klien
Nama : Tn. B
Jenis Kelamin :L
Umur : 66th
a. kebutuhan Oksigen
b. kebutuhan Cairan
c. kebutuhan Nutrisi
Sebelum sakit : ABCD tidak terkaji
B : tidak terkaji
D : diit lunak
f. Aktivitas
g. kebutuhan Tidur
h. kebutuhan Sexualitas
k. Promosi Kesehatan
V. Pemeriksaan Fisik
Analisa Data
Do: - pasien
mengalami
kesulitan
menelan
- keluar air liur
pada mulut
Diagnosa Kperawatan
6. Lakukan 6. Terapi
terapi madalitas
modalitas adalah
8. Lanjutkan 8. Terapi
terapi levodopa dan
levodopa, benztropin
benztropin dapat
5. Kolaborasi 5. Karena
dengan pasien
dokter untuk mengalami
pemasangan kesulitan
NGT menelan,
sehingga
perlu
dipasang
NGT agar
nutrisi tetap
bias masuk
ke tubuh
pasien
6. Hitung BC 6. Dengan
pasien menghitung
BC pasien,
kita dapat
mngetahui
apakah cairan
dan nutrisi
pasien sudah
normal atau
belum
7. Lakukan 7. Perawatan
perawatan NGT dapat
NGT menghindari
pasien dari
infeksi pada
lambung
6. Kolborasi 6. Makanan
dengan ahli tiinggi serat
gizi untuk dapat
pemberian menambah
diit tinggi cairan pada
serat colon sehingga
feeses dapat
menjadi lunak.
DBS kini menawarkan harapan baru bagi hidup yang lebih baik
dengan kemajuan pembedahan terkini kepada para pasien dengan penyakit
parkinson. DBS direkomendasikan bagi pasien dengan penyakit parkinson
tahap lanjut (stadium 3 atau 4) yang masih memberikan respon terhadap
levodopa.
Pengendalian parkinson dengan terapi DBS menunjukkan
keberhasilan 90%. Berdasarkan penelitian, sebanyak 8 atau 9 dari 10 orang
yang menggunakan terapi DBS mencapai peningkatan kemampuan untuk
melakukan akltivitas normal sehari-hari.
2. Terapi Fisik
Latihan fisik yang teratur, termasuk yoga, taichi, ataupun tari dapat
bermanfaat dalam menjaga dan meningkatkan mobilitas, fleksibilitas,
keseimbangan, dan range of motion. Latihan dasar selalu dianjurkan, seperti
membawa tas, memakai dasi, mengunyah keras, dan memindahkan makanan
di dalam mulut.
kasus 6
Tn. Michael (68 tahun) dirawat di Rumah sakit dengan diagnosa medis Cidera
Medula Spinalis. Dari hasil pengkajian di dapatkan data bahwa Tn.Michael riwayat
jatuh dari kamar mandi dan terduduk di kamar mandi. Saat ini klien di rencanakan
untuk melakukan foto rontgen. Klien mengeluh nyeri dengan skala 6 menjalar sampai
kedua lengan teraba distensi pada kandung kencing. TD 120/80mmHg, nadi
84x/mmenit, RR 12x/menit, sPo2 96%.
Pengkajian
I. Identitas Klien
Nama : Tn. Michael
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 68 tahun
Tempat/tgl lahir :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Status Perkawinan :
Agama :
Suku :
Alamat :
V. Kebutuhan
a. Oksigen
Sebelum sakit :
Saat Sakit :
b. Cairan
Sebelum sakit :
Saat Sakit :
c. Nutrisi
Sebelum sakit :
Saat Sakit :
d. Eliminasi Fekal
Sebelum Sakit :
Saat Sakit :
e. Eliminasi Urin
Sebelum sakit : pola berkemih
Saat sakit : pola berkemih?
f. Aktivitas
Sebelum sakit :
Saat Sakit :
g. Tidur
Sebelum sakit :
Saat Sakit :
h. Sexualitas
Sebelum sakit :
Saat sakit :
Analisa Data
DO : -
Perencanaan Keperawatan
KESIMPULAN
SARAN
Untuk dapat memahami sistem saraf, selain membaca dan memahami materi-materi
dari sumber keilmuan yang ada (buku, internet, dan lain-lain) kita harus dapat
mengkaitkan materi-materi tersebut dengan kehidupan kita sehari-hari, agar lebih
mudah untuk paham dan akan selalu diingat.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.scribd.com/doc/75989112/Susunan-Saraf-Tepi
http://kamuskesehatan.com/arti/sistem-saraf-perifer/
http://www.scribd.com/doc/6578595/Sistem-Saraf
http://www.slideshare.net/irwanto/sistem-sara1-f-presentation