Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Narapidana adalah orang orang sedang menjalani sanksi kurungan atau sanksi
lainnya, menurut perundang-undangan. Pengertian narapidana menurut KBBI adalah
orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karna tindak pidana) atau
terhukum.
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan
dilembaga pemasyarakatan, yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum (UU no.12 Tahun 1995).
Narapidana yang diterima atau masuk ke dalam lembaga pemasyarakatan maupun
rumah tahanan negara wajib dilapor yang proses nya meliputi : pencatatan putusan
pengadilan, jati diri, barang dan uang yang dibawa, pemeriksaan kesehatan, pembuatan
pas poto, pengambilan sidik jari dan pembuatan berita acara serah terima terpidana.
Setiap narapidana mempunyai hak dan kewajiban yang sudah diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah. Narapidana yang ditahan di rutan dengan cara tertentu menurut
undang-undang No.8 Tahun 1981 Tentang hukum acara pidana (KUHP ) Pasal 1
dilakukan selama proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan untuk disidangkan di
pengadilan. Pihak pihak yang menahan adalah penyidik, penuntut umum, hakim dan
mahkamah agung. Pada pasal 21 KUHP penahanan hanya dapat dilakukan terhadap
tersangka yang melakukan tindak pidana termasuk pencurian. Batas waktu penahanan
bervariasi sejak ditahan sampai dengan 110 hari sesuai kasus dan ketentuan yang
berlaku.

B. ETIOLOGI
Faktor-faktor penyebab kejahatan sehingga seseorang menjadi narapidana adalah :
1. Faktor Ekonomi
a) Sistem ekonomi
Sistem ekonomi baru dengan produksi besar besaran, persaingan bebas,
menghidupkan konsumsi dengan jalan periklanan, cara penjualan modern dan
lain-lain, yaitu menimbulkan keinginan untuk memiliki barang dan sekaligus
mempersiapkan suatu dasar untuk kesempatan melakukan penipuan penipuan.
b) Pendapatan
Dalam keadaan krisis dengan banyak pengangguran dan gangguan ekonomi
nasional, upah para pekerja bukan lagi merupakan indeks keadaan ekonomi
pada umumnya. Maka dari itu perubahan perubahan harga pasar ( market
fluctuatios) harus diperlihatkan.
c) Pengangguran
Di antara faktor-faktor baik secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi terjadinya kriminalitas, terutama dalam waktu waktu krisis,
pengangguran dianggap paling penting.
2. Faktor Pribadi
a) Umur
Kecenderungan untuk berbuat antisocial bertambah selama masih sekolah dan
memuncak antara umur 20 dan 25, menurun perlahan – lahan sampai umur 40,
lalu meluncur dengan cepat untuk berhenti sama sekali pada hari tua.
Kurve/garisnya tidak berbeda pada garis aktivitas lain yang teergantung irama
kehidupan manusia.
b) Alkohol
Dianggap paling penting dalam mengakibatkan kriminalitas, seperti
pelanggaran lalu lintas, kejahatan dilakukan dengan kekerasan, pengemisan,
kejahatan seksual, penimbulan kebakaran, dll.
c) Perang
Kesimpulannya sesudah perang, ada krisis-krisis, perpindahan masyarakat ke
lingkungan lain, terjadi infalasi dan revolusi ekonomi.

C. HAK DAN KEWAJIBAN NARAPIDANA


Narapidana bagian dari sebagai masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian agar
para Narapidana itu dapat menikmati hidup bermasyarakat yang tenteram. Peran
Lembaga Pemasyarakatan sebagai pembina Narapidana mempunyai tugas memberi
pengertian kepada Narapidana tersebut mengenai norma-norma kehidupan dan
melibatkan mereka dalam kegiatan-kegiatan sosial yang dapat menumbuhkan rasa
percaya diri dalam kehidupan bermasyarakat. Peraturan pemerintah republik indonesia
nomor 32 tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan
pemasyarakatan presiden republik indonesia. Dalam rangka melaksanakan Undang-
undang Nomor 12 Tahun 1995 Pasal 14 ayat (2), Pasal 22 ayat (2), Pasal 29 ayat (2),
dan Pasal 36 ayat (2) tentang Pemasyarakatan. Peraturan pemerintah tentang syarat dan
tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan :
1. Warga binaan pemasyarakatan, terpidana, narapidana, anak didik pemasyarakatan,
klien pemasyarakatan, lapas dan bapas adalah warga binaan pemasyarakatan,
terpidana, narapidana, anak didik pemasyarakatan, klien pemasyarakatan lapas dan
bapas sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan.
2. Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa , intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani
dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan.
3. Pendidikan dan pengajaran adalah usaha sadar untuk menyiapkan warga binaan
pemasyarakatan melalui kegiatan bimbingan atau latihan bagi peranannya di masa
yang akan datang.
4. Pelayanan kesehatan adalah upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif di
bidang kesehatan bagi narapidana dan anak didik pemasyarakatan di lapas.
5. Pembimbingan adalah pemberian tuntunan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional,
kesehatan jasmani dan rohani Klien Pemasyarakatan.
6. Remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada
Narapidana dan Anak Pidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam
peraturan perundangundangan.
7. Pembebasan bersyarat adalah proses pembinaan di luar lapas setelah menjalani
sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) masa pidananya minimal 9 (sembilan)
bulan.
8. Lapas terbuka adalah lembaga pemasyarakatan tempat membina narapidana dan
anak didik pemasyarakatan dalam keadaan terbuka tanpa dikelilingi atau dipagari
oleh tembok.
9. Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
bidang pemasyarakatan.

Pembinaan narapidana menurut konsep sistem pemasyaratakan terdiri dari dua


bagian, yaitu Pembinaan di dalam Lembaga dan Pembinaan di luar Lembaga.
pembinaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan itu meliputi hal-hal sebagai
berikut:
1. Pendidikan Agama
2. Pendidikan Umum
3. Kursus-kursus Ketrampilan
4. Kepramukaan
5. Latihan Kerja
6. Olah Raga
7. Kesenian
8. Asimilasi
9. Rekreasi
Sedangkan pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan meliputi:
1. Penelitian kemasyarakatan.
2. Bimbingan selama terpidana mendapat pidana bersyarat (pidana dengan
perjanjian); Bimbingan terhadap anak negara dan anak sipil yang
diputuskan/ditetapkan oleh Hakim yang ditempatkan di luar Lembaga
Pemasyarakatan dalam rangka asimilasi atau integrasi dengan.
3. masyarakat luar.
4. Bimbingan terhadap narapidana/anak didik yang berada diluar Lembaga
Pemasyarakatan dalam rangka asimilasi atau integrasi dengan masyarakat luar;
5. Bimbingan terhadap narapidana/anak didik yang mendapat lepas bersyarat
(pelepasan dengan per-janjian).
6. Bimbingan kepada bekas narapidana/anak didik yang memerlukan (after care)
Di dalam perkembangan terakhir rancangan undang-undang tentang
permasyarakatan, tahun 1991 dijelaskan beberapa masalah mendasar tentang proses
pemasyarakatan dan sistem pemasyarakatan beserta pembinaan narapidana. Di
dalam pasal 1, dijelaskan pengertian dari Pemasyarakatan: sistem pemasyarakatan,
terpidana, narapidana dan lembaga pemasyarakatan, serta beberapa pengertian lain
yang penting. Pada Pasal 14 dan 15. dijelaskan secara tegas Hak dan Kewajiban
narapidana. Kalau diperinci adalah sebagai berikut :
Pasal 14 (1) Narapidana mempunyai hak:
1. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaan.
2. Menyampaikan keluhan.
3. Membaca bahan bacaan dan atau mengikuti siaran media massa lainnya yang
diizinkan.
4. Mendapatkan pelayanan kesehatan.
5. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan.
6. Mengadakan hubungan dengan pihak luar.
7. Memperoleh pengurangan masa pidana (remisi).
8. Memperoleh bebas bersyarat.
Pasal 15 Narapidana mempunyai kewajiban :
1. Mematuhi peraturan yang berlaku.
2. Mengikuti program pembinaan.
3. Memakai pakaian seragam yang ditentukan. Mengenai pembinaan terhadap
narapidana dewasa ini diatur dalam pasal 20 dan 21. Lebih lanjut kedua pasal itu
berbunyi sebagai berikut:
a) Pasal 20 (1) Pembinaan narapidana dewasa dilaksanakan secara bertahap.
b) Penetapan pembinaan narapidana dewasa sebagaimana dalam ayat (1) diatur
oleh menteri.
c) Pasal 21(1) Sebelum dilaksanakan pembinaan dilakukan kegiatan:
1) Pendidikan agama/kerohanian.
2) Pendidikan olah raga/rekreasi.
3) Pengamatan dan penelitian.
4) Pemeriksaan Kesehatan.
5) Pengenalan lingkungan.
6) Pendidikan kejuruan.
7) Pemberian pekerjaan.
8) Upaya pembaharuan.
9) Pendidikan disiplin
10) Pendidikan umum.

D. KLASIFIKASI NARAPIDANA
Dalam PP 58 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata cara Pelaksanaan Wewenang
Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan pengklasifikasian tahanan disebutkan
dalam hal penempatan tahanan (pasal 7). Dengan menggolongkan berdasarkan:
1. Umur
Penggolongan berdasarkan umur, terdiri atas:
a. Tahanan Anak (12 sd 18 th)
b. Tahanan Dewasa (diatas 18 th)
2. Jenis kelamin
Penggolongan berdasarkan Jenis Kelamin, terdiri atas :
a. Tahanan Pria
b. Tahanan Wanita
3. Jenis tindak Pidana
Penggolongan berdasarkan tindak pidana, terdiri atas :
a. Tahanan tindak pidana umum
b. Tahanan tindak pidana khusus
4. Tingkat pemeriksaan perkara, atau
Penggolongan berdasarkan tingkat pemeriksaan perkara, terdiri atas :
a. Tahanan penyidik (Register A.I)
b. Tahanan penuntut umum (Register A.II)
c. Tahanan hakim pengadilan negari (Register A.III)
d. Tahanan hakim pengadilan tinggi (Register A.IV)
e. Tahanan hakim mahkamah agung (Register. A.V)
5. Untuk kepentingan tertentu yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan.

E. MASALAH KESEHATAN NARAPIDANA


1. Kesehatan mental
Menurut data dari bureau of justice, 1999 kira-kira 285.000 tahanan dilembaga
pemasyarakatan mengalami gangguan jiwa. Penyakit jiwa yang sering dijumpai
adalah skizofrenia, bipolar affective disorder dan personality disorder. Karena
banyak yang mengalami gangguan kesehatan jiwa maka pemerintah harus
menyediakan pelayanan kesehatan mental.
2. Kesehatan fisik
Perawatan kesehatan yang paling penting adalah penyakit kronis dan penyakit
menular seperti HIV, Hepatitis dan Tuberculosis.
a) HIV
Angka kejadian HIV diantara para narapidana diperkirakan 6 kali lebih tinggi
daripada populasi umum. Tingginya angka infeksi HIV ini berkaitan dengan
perilaku yang berisiko tinggi seperti penggunaan obat-obatan, sexual
intercourse yang tidak aman dan pemakaian tato. Pendekatan yang dilakukan
untuk menekan angka kejadian yaitu dilakukannya penegakan dan program
pendidikan kesehatan mengenai HIV dan AIDS.
b) Hepatitis
Hepatitis B dan C meningkat lebih tinggi daripada populasi umum walaupun
data yang ada belum lengkap. Hal ini berkitan dengan penggunaan obat-obat
lewat suntikan, tato, imigran dari daerah dengn insiden hepatitis B dan C
tinggi. National Commision on Correctional Healt Care (NCCHC)
menyarankan agar dilakukan skrining pada semua tahanan dan jika
diindikasikan maka harus segera diberikan pengobatan. NCCHC juga
direkomendasikan pendidikan bagi semua staf dan tahanan mengenai cara
penyebaran, pencegahan, pengobatan dan kemajuan penyakit.
c) Tuberculosis
Angka TB tiga kali lebih besar di LP disbanding populasi umum. Hal ini
terkait dengan kepadatan penjara dan ventilasi yang buruk, yang mempengarui
penyebaran penyakit. Pda tahun 1996, lembaga yang menangani tuberculosis
yaitu CC merekomendasikan pencegahan dan pengontrolan TB dilembaga
pemasyarakatan yaiu:
1) Diadakannya skrining TB bagi semua staf dan tahanan
2) Dilakukan pencegahan transmisi penyakit dan diberikan pengobatan yang
sesuai
3) Monitoring dan evaluasi skrining.

F. FAKTOR YANG MEPENGARUHI KESEHATAN MENTAL NARAPIDANA


1. Demografi
Narapidana yang hidup dalam kamar hunian dalam waktu yang cukup lama,
bisa beberapa tahun, kadang-kadang sampai puluhan tahun bahkan seumur hidup.
Di dalam lembaga pemasyarakatan seorang narapidana akan mengalami berbagai
persoalan dan penderitaan. Dalam kondisi yang demikian, narapidana
membutuhkan dukungan sosial. Dukungan sosial merupakan hubungan membantu,
bermanfaat, dan diperoleh dari orang-orang terdekat, salah satunya adalah dari
keluarga (Bukhori, 2012).
2. Lingkungan
Undang-undang Nomor 12 tahun1995 juga mengatur mengenai hakhak
narapidana, terutama yang tercantum pada Pasal 14 ayat (1) butir b dan d yang
mengatur ketentuan bahwa narapidana berhak mendapat perawatan baik perawatan
rohani maupun perawatan jasmani, narapidana berhak mendapatkan pelayanan
kesehatan dan makanan yang layak. Begitu pula yang diatur dalam Keputusan
Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M. 02- PK.04. 10 tahun 1990
tentang Pola Pembinaan Narapidana yang menyatakan bahwa perawatan warga
binaan pemasyarakatan berfungsi untuk menjaga agar mereka selalu dalam
keadaan sehat jasmaniah maupun rohaniah, oleh karena itu selalu diusahakan agar
mereka tetap memperoleh 6 kebutuhan-kebuhan dasar yang cukup (misalnya
makanan, air bersih untuk minum, mandi, dan keperluan lainnya).
Kebutuhan makanan dan air bersih memang merupakan kebutuhan utama
untuk narapidana, sehingga para petugas memiliki kewajiban untuk menyediakan
kebutuhan tersebut. Pada kenyataanya masih banyak narapidana yang
kebutuhannya belum terpenuhi secara adil dan merata. Buruknya manajemen
Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia sudah bukan rahasia lagi. Berbagai masalah
terus berlangsung tanpa pernah ditemukan solusi yang tepat meskipun pada saat
bersamaan selalu mendapatkan kritikan dari berbagai elemen masyaraka (Khaerani
et al., 2016).
3. Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertumbuhan dan perkembangan seseorang,
kebutuhan-kebutuhan fisik dan psikis mula-mula terpenuhi dari lingkungan
keluarga. Sehingga keluarga termasuk kelompok yang terdekat dengan individu.
Individu sebagai anggota keluarga akan menjadikan keluarga sebagai tumpuan
harapan, tempat bercerita, tempat bertanya, dan tempat mengeluarkan
keluhankeluhan bilamana individu sedang menghadapi permasalahan. Kondisi ini
mengisyaratkan bahwa keluarga dapat menjadi sumber dukungan sosial bagi
anggota yang tengah menghadapi persoalan-persoalan (Bukhori, 2012).
Dukungan sosial keluarga bagi narapidana merupakan hal yang amat penting,
hal tersebut sejalan dengan kodratnya sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai
makhluk sosial, keberadaannya selalu membutuhkan dan dibutuhkan orang lain.
Interaksi timbal balik ini pada akhirnya akan menciptakan hubungan
ketergantungan satu sama lain. Diharapkan, kebersamaan bersama sesama ini
menjadi jalur buat pelepasan emosi sehingga keteganganketegangan yang ada bisa
mengendor dan tidak mengganggu kehidupan kejiwaan seseorang.
Dukungan sosial pada narapidana dapat mengurangi dampak psikologis dari
proses penahanan, misalnya mengurangi dampak stres dan kesepian, serta
menghindarkan dari tindakan menyakiti diri atau bunuh diri. Dukungan sosial yang
18 didapatkan narapidana dapat berasal dari keluarga, teman, pasangan, petugas
lapas, psikolog, pemuka agama, dan sesama narapidana (Bull, 2006) dalam (Raisa
& Ediati, 2017).
4. Religiusitas
Menurut Jalaluddin (2013) religiusitas dapat didefinisikan sebagai suatu
keadaan yang ada dalam diri individu yang mendorongnya untuk bertingkah laku
sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agamaKetidaksehatan mental seseorang
akan semakin sulit dlhindari bila seseorang tidak memiliki daya tahan mental dan
spiritual yang tangguh. Salah satu hal yang dapat meningkatkan daya tahan
seseorang dari ketidaksehatan mental adalah agama. Agama mempunyai peranan
panting dalam pembinaan moral karena nilai-nilai moral yang datang dari agama
bersifat tetap dan universal. Apabila seseorang dihadapkan pada suatu dilema, ia
akan menggunakan pertimbangan·pertimbangan berdasarkan nilai-nilal moral yang
datang dari agama.

G. PENATALAKSANAAN
1. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mndorong penderita bergaul dngan orang lain,
penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri
lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.
Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.
2. Terapi kerja
a. Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan
partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang tekah ditetapkan.
terapi ini berfokus pada peengenalan kemampuan yang masih ada pada
seseorang, pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk membentuk
sesoranng agar mandiri, tidak tergantung ada pertoongan orang lain (Riyadi
dan Purwanto, 2012).
b. Terapi Aktivitas kelompok dibagi menjadi 4 yaitu terapi aktivitas kelompok
stimulasi kognitif, stimulasi sensori, stimulasi realita dan terapi aktivitas
kelompok sosialisasi. Terapi Aktivitas Kelompo (TAK) stimulasi persepsi
adalah terapi menggunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan
pengalaman atau kehidupan untuk diduiskusikan dalam kelompok, hasil
diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan peersepsi atau alternatif
penyelesaian masalah.
c. Terapi Mindfulness for Prisoners (Mindfulners) Salah satu bentuk
pengembangan mindfulness dengan menggunakan pendekatan kognitif-
perilaku adalah Mindfulness Based Cognitive Therapy (MBCT), yang
dikembangkan oleh Teasdale pada tahun 2000. Terapi MindFulners bertujuan
untuk membantu narapidana yang mengalami depresi. Mindfulners merupakan
pengembangan dari Mindfulness Based Cognitive Therapy (MBCT), yang
sejauh ini sudah banyak diteliti dan terbukti mampu menurunkan depresi.
Pemberian terapi Mindfulners secara kelompok dilakukan guna memberi
manfaat yang lebih besar. Melalui terapi kelompok diharapkan terbentuk
sistim dukungan sosial yang positif, serta adanya proses saling belajar antar
anggota kelompok, yang hal tersebut tidak ditemukan pada terapi individual
(Corey, Corey, & Corey, 2014).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien
a) Nama
b) Umur
c) Jenis kelamin
d) Tanggal dirawat
e) Tanggal pengkajian
f) Nomor rekam medis
2. Faktor predisposisi
a) Genetik
b) Neurobiologis : penurunan volume otak dan perubahan sistem neurotransmiter
c) Teori virus dan infeksi
3. Faktor presipitasi
a) Biologis
b) Sosial kutural
c) Psikologis
4. Penilaian terhadap stress
5. Sumber koping
a) Disonasi kognitif ( gangguan jiwa aktif )
b) Pencapaian wawasan
c) Kognitif yang konstan
d) Bergerak menuju prestasi kerja
6. Mekanisme koping
a) Regresi( berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan
pengeluaran sejumlah besar tenaga dalam upaya mengelola anxietas)
b) Proyeksi (upaya untuk menjelaskan presepsi yang membingungkan dengan
menetapkan tanggung jawab kepada orang lain)
c) Menarik diri
d) Pengingkaran
B. Diagnosa keperawatan
1. Harga Diri RendaH
Harga Diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. (Gail. W. Stuart,
2007). Tanda dan gejala dari HDR meliputi DS dan DO yaitu :

Data Subjective Data Objective

1. Mengejek dan mengkritik 1. Mengalami gejala fisik, misal:


2. Merasa bersalah dan khawatir, tekanan darah tinggi, gangguan
menghukum atau menolak diri sendiri penggunaan zat
3. Menunda keputusan 2. Kurang memperhatikan perawatan diri
4. Merusak diri: harga diri rendah 3. Berpakaian tidak rapih
menyokong klien untuk mengakhiri hidup 4. Berkurang selera makan
5. Perasaan tidak mampu 5. Tidak berani menatap lawan bicara
6. Pandagan hidup yang pesimitis 6. Lebih banyak menunduk
7. Tidak menerima pujian 7. Bicara lambat dengan nada suara
8. Penurunan produktivitas lemah
9. Penolakan terhadap kemampuan diri 8. Merusak atau melukai orang lain
9. Sulit bergaul
10. Menghindari kesenangan yang dapat
memberi rasa puas
11. Menarik diri dari realitas, cemas,
panic, cemburu, curiga dan halusinasi

Dalam HDR juga terdapat faktor predisposisi yaitu:

1) Faktor yang mempengaruhi harga diri

2) Faktor yang mempengaruhi peran

3) Faktor yang mempengaruhi identitas diri

4) Faktor biologis

Faktor presipitasi dalam HDR yang mana stressor pencetus dapat berasal dari
internal dan eksternal, yaitu:
1) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
peristiwa yang mengancam kehidupan

2) Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dan
individu mengalaminya sebagai frustasi.

Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladatif

Aktuakisasi diri Konsep diri positif Harga diri rendah Kerancuan identitas depolarisasi

Pohon masalah yang muncul menurut Fajariyah (2012)

Resiko Tinggi Perilaku kekerasan

Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial : Menarik Diri

Harga Diri Rendah

Koping Individu tidak Efektif

C. Intervensi keperawatan
Diagnosa Harga Diri Rendah
Tujuan umum: klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial, bisa berhubungan
dengan orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
b) Jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
c) Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
d) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
e) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
f) Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
c) Utamakan memberi pujian yang realistis
d) Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
4) Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki
Tindakan :
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan Tindakan :
a) Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b) Beri pujian atas keberhasilan klien
c) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
b) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
Implementasi

1.  Bina hubungan saling percaya dengan :


a. Menyapa klien dengan ramah

b. Memperkenalkan diri dengan sopan

c. Menanyakan nama lengkap serta alamat klien

d. Menunjukan sikap empati, jujur dan menempati janji

e. Menanyakan masalah yang dihadapi

 Bina hubungan terapeutik dengan perawat dengan :

1. Pendekatan dengan baik ,menerima klien apa adanya


2. Mengidentifikasi perasaan dan reaksi perawatan diri sendiri
3. Menyediakan waktu untuk bina hubungan yang sopan
4.Menberikan kesempatan untuk merespon

 Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki dengan :

1. Membantu mengidentifikasi dengan aspek yang positif

2. Mendorong agar berpenilaian positif

3. Membantu mengungkapkan perasaannya


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Anak Jalanan


Anak jalanan, anak gelandangan, atau disebut juga secara eufimistis sebagai anak
mandiri adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah
atau berkeliaran di jalanan atau tempat umum lainnya. Anak jalanan dalam konteks ini
adalah anak yang berusia antara enam sampai dengan delapan belas tahun. Sosok anak
jalanan bermunculan dikota-kota, baik itu di emper-emper toko, di stasiun, terminal,
pasar, tempat wisata bahkan ada yang dimakam-makam, anak-anak jalanan menjadikan
tempat mangkalnya sebagai tempat berteduh, berlindung, sekaligus mencari sumber
kehidupan, meskipun ada juga yang masih tinggal dengan keluarga.
Anak jalanan pada hakikatnya adalah korban dari fenomena yang timbul sebagai
efek samping dari kekeliruan atau ketidaktepatan pemilihan model pembangunan yang
selama ini terlalu menekankan pada aspek pertumbuhan dan pembangunan wilayah yang
terlalu memusat di berbagai kota besar. Memperlakukan anak jalanan sebagai bagian dari
kehidupan dunia kriminal kota dan orang-orang yang berperilaku menyimpang akibat
ketidakmampuan mereka merespon perkembangan kota yang terlalu cepat.
Anak jalanan adalah anak yang tersisih, marginal, dan teralienasi dari perlakuan
kasih sayang. Di berbagai sudut kota, sering terjadi anak jalanan harus bertahan hidup
dengan cara-cara yang secara sosial kurang atau bahkan tidak dapat diterima masyarakat
umum. Marginal, rentan, dan eksploitatif adalah istilah-istilah untuk menggambarkan
kondisi dan kehidupan anak jalanan. Marginal karena mereka melakukan jenis pekerjaan
yang tidak jelas jenjang kariernya, kurang dihargai, dan umumnya juga tidak
menjanjikan prospek apapun di masa depan. Rentan karena resiko yang harus ditanggung
akibat jam kerja yang sangat panjang, dari segi kesehatan maupun sosial. Adapun disebut
eksploitatif karena mereka biasanya memiliki posisi tawar menawar (bargaining
position) yang sangat lemah, tersubordinasi, dan cenderung menjadi objek perlakuan
yang sewenang-wenang dari keluarga, ulah preman atau oknum aparat yang tidak
bertanggung jawab.

B. Tanda-Tanda Anak Jalanan


Anak jalanan pada dasarnya adalah anak-anak marginal di perkotaan yang
mengalami proses dehumanisasi. Mereka bukan saja harus mampu bertahan hidup dalam
suasana kehidupan kota yang keras, tidak bersahabat dan tidak kondusif bagi proses
tumbuh kembang anak. Tetapi, lebih dari itu mereka juga cenderung dikucilkan
masyarakat menjadi objek pemerasan, sasaran eksploitasi, korban pemerkosaan dan
segala bentuk penindasan lainnya. Hal inilah yang membuat anak jalanan memiliki ciri
dan karakteristik khusus, yang membedakan anak jalanan dengan masyarakat pada
umumnya. Anak jalanan memiliki ciri khas baik secara psikologisnya maupun
kreativitasnya, sebagai berikut :
a. Mudah tersinggung perasaannya,
b. Mudah putus asa dan cepat murung,
c. Nekat tanpa dapat dipengaruhi secara mudah oleh orang lain yang ingin
membantunya,
d. Tidak berbeda dengan anak-anak yang lainnya yang selalu menginginkan kasih
sayang,
e. Tidak mau bertatap muka dalam arti bila mereka diajak bicara, mereka tidak mau
melihat orang lain secara terbuka,
f. Sesuai dengan taraf perkembangannya yang masih kanak-kanak, mereka sangatlah
labil,
g. Mereka memiliki suatu keterampilan, namun keterampilan ini tidak selalu sesuai bila
diukur dengan ukuran normatif masyarakat umumnya.

Ada beberapa ciri secara umum anak jalanan antara lain :


a. Berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, tempat-tempat hiburan) selama
24 jam.
b. Berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah, serta sedikit sekali yang lulus
SD).
c. Berasal dari keluarga-keluarga tidak mampu (kebanyakan kaum urban dan beberapa
diantaranya tidak jelas keluarganya).
d. Melakukan aktifitas ekonomi (melakukan pekerjaan pada sektor informal).

Keterlibatan anak jalanan dalam kegiatan ekonomi akan berdampak kurang baik
bagi perkembangan dan masa depan anak, kondisi ini jelas tidak menguntungkan bahkan
cenderung membutakan terhadap masa depan mereka, mengingat anak adalah aset masa
depan bangsa.

C. Karakteristik Anak Jalanan


Anak jalanan merupakan sebuah fenomena sosial yang banyak terdapat di kota-kota
besar. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya mereka yang sering berkeliaran di jalan-jalan
maupun di tempat-tempat umum, pada dasarnya yang dinamakan anak jalanan adalah
a. Mereka anak-anak yang berusia antara 6-18 tahun
b. Waktu yang dihabiskan di jalanan lebih dari 4 jam setiap harinya.
c. Anak jalanan biasanya mempunyai ciri-ciri fisik seperti warna kulit kusam, pakaian
tidak terurus, rambut kusam dan kondisi badan tidak terurus.
d. Ciri-ciri psikisnya : acuh tak acuh, mobilitas tinggi, penuh curiga, sensitif, kreatif,
semangat hidup tinggi, berwatak keras, berani menanggung resiko dan mandiri.
e. Intensitas hubungan dengan keluarga: masih berhubungan secara teratur minimal
bertemu sekali setiap hari, frekuensi berkomunikasi dengan keluarga sangat kurang,
misalnya hanya seminggu sekali ; sama sekali tidak ada komunikasi dengan
keluarga.
f. Tempat tinggal bersama orang tua, tinggal berkelompok dengan teman-temannya,
tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap.
g. Tempat tinggal anak jalanan sering dijumpai di : pasar, terminal bis, stasiun kereta
api, taman-taman kota, daerah lokalisasi WTS, perempatan jalan atau di jalan raya,
pusat perbelanjaan/ mall, kendaraan umum, tempat pembuangan sampah.
h. Aktivitas anak jalanan : Penyemir sepatu, pengasong, calo, menjaja koran/majalah,
pengelap mobil, pemulung

D. Jenis-Jenis Anak Jalanan


Secara garis besar anak jalanan terbagi atas tiga kategori, yaitu:
1. Children on the street, yaitu anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di
jalanan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga. Sebagian penghasilan
mereka di jalan diberikan kepada orang tuanya. Fungsi anak jalanan pada kategori
ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena
beban atau tekanan kemiskinan yang harus ditanggung dan tidak dapat diselesaikan
sendiri oleh kedua orang tuanya. Ada dua kelompok anak jalanan dalam kategori ini,
yaitu anak-anak jalanan yang masih tinggal bersama orangtuanya dan senantiasa
pulang ke rumah setiap hari, anak-anak yang tinggal di jalanan namun masih
mempertahankan hubungan dengan keluarga dengan cara pulang baik berkala
ataupun dengan jadwal yang tidak rutin.
2. Children of the street, yaitu anak-anak yang menghabiskan seluruh atau sebagian
besar waktunya di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi dan ia memutuskan
hubungan dengan orangtua atau keluarganya. Ada beberapa di antara mereka masih
mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka
tidak menentu. Banyak di antara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab,
biasanya kekerasan, sehingga lari atau pergi dari rumah. Anak-anak pada kategori
ini sangat rawan terhadap perlakuan salah, baik secara sosialemosional, fisik
maupun seks.
3. Children from families of the street yaitu anak yang keluarganya memang di jalanan
yangmenghabiskan seluruh waktunya di jalanan yang berasal dari keluarga yang
hidup atau tinggalnya juga di jalanan.

E. Faktor Penyebab Anak Jalanan


Penyebab meningkatnya anak jalanan dipicu oleh krisis ekonomi yang terjadi pada
tahun 1998. Pada era tersebut selain masyarakat mengalami perubahan secara ekonomi,
juga menjadi masa transisi pemerintahan yang menyebabkan begitu banyak
permasalahan sosial muncul. Secara langsung dampak krisis ekonomi memang terkait
erat dengan terjadinya peningkatan jumlah anak jalanan di beberapa kota besar di
Indonesia. Hal ini akhirnya memberikan ide-ide menyimpang pada lingkungan sosial
anak untuk mengeskploitasi mereka secara ekonomi, salah satunya dengan melakukan
aktivitas di jalanan :
1. Orang tua mendorong anak bekerja dengan alasan untuk membantu ekonomi
keluarga;
2. Kasus kekerasan dan perlakuan salah terhadap anak oleh orang tua semakin
meningkat sehingga anak lari ke jalanan;
3. Anak terancam putus sekolah karena orang tua tidak mampu membayar uang
sekolah;
4. Makin banyak anak yang hidup di jalanan karena biaya kontrak rumah
mahal/meningkat;
5. Timbulnya persaingan dengan pekerja dewasa di jalanan, sehingga anak terpuruk
melakukan pekerjaan berisiko tinggi terhadap keselamatannya dan eksploitasi anak
oleh orang dewasa di jalanan;
6. Anak menjadi lebih lama di jalanan sehingga timbul masalah baru; atau
7. Anak jalanan jadi korban pemerasan, dan eksploitasi seksual terhadap anak jalanan
perempuan.

Dengan situasi tersebut semestinya keluarga menjadi benteng utama untuk


melindungi anak-anak mereka dari eksploitasi ekonomi. Namun faktanya berbeda, justru
anak-anak dijadikan ”alat” bagi keluarganya untuk membantu mencari makan. Orang tua
sengaja membiarkan anakanaknya mengemis, mengamen, berjualan, dan melakukan
aktivitas lainnya di jalanan. Pembiaran ini dilakukan agar mereka memeroleh
keuntungan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kondisi
keluarga yang tergolong miskin, membuat dan memaksa anak jalanan untuk tetap
“survive” dengan hidup di jalanan. Dapat dikatakan bahwa keberadaan mereka di jalanan
adalah bukan kehendak mereka, tetapi keadaan dan faktor lingkungan luar termasuk
keluarga yang mendominasi seorang anak menjadi anak jalanan.

Beberapa ahli telah menyebutkan faktor-faktor yang kuat mendorong anak untuk
turun ke jalanan. Bahkan selain faktor internal, faktor eksternal pun diduga kuat menjadi
penyebab muncul dan berkembangnya fenomena tersebut. Terdapat tiga tingkat faktor
yang sangat kuat mendorong anak untuk turun ke jalanan, yaitu:

1. Tingkat Mikro (Immediate Causes).


Faktor yang berhubungan dengan anak dan keluarga. Sebab-sebab yang bisa
diidentifikasi dari anak jalanan lari dari rumah (sebagai contoh, anak yang selalu
hidup dengan orang tua yang terbiasa dengan menggunakan kekerasan: sering
memukul, menampar, menganiaya karena kesalahan kecil), jika sudah melampaui
batas toleransi anak, maka anak cenderung keluar dari rumah dan memilih hidup di
jalanan, disuruh bekerja dengan kondisi masih sekolah, dalam rangka bertualang,
bermain-main dan diajak teman. Sebab-sebab yang berasal dari keluarga adalah:
terlantar, ketidakmampuan orangtua menyediakan kebutuhan dasar, kondisi
psikologis karena ditolak orangtua, salah perawatan dari orangtua sehingga
mengalami kekerasan di rumah (child abuse).
2. Tingkat Meso (Underlying cause).
Yaitu faktor agama berhubungan dengan faktor masyarakat. Sebab-sebab yang
dapat diidentifikasi, yaitu: pada komunitas masyarakat miskin, anak-anak adalah
aset untuk meningkatkan ekonomi keluarga. Oleh karena itu, anak-anak diajarkan
untuk bekerja. Pada masyarakat lain, pergi ke kota untuk bekerja.
3. Tingkat Makro (Basic Cause).
Yaitu faktor yang berhubungan dengan struktur masyarakat. Struktur ini
dianggap memiliki status sebab akibat yang sangat menentukan. Dalam hal ini :
a. Sebab : banyak waktu di jalanan
b. Akibatnya : akan banyak uang

F. Layanan Yang Dibutuhkan Anak Jalanan


Pelayanan-pelayanan sosial adalah pelayanan yang digunakan untuk semua
(communal services) yang berkepentingan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial
dan mengurangi jenis-jenis masalah sosial tertentu, khususnya, kebutuhan-kebutuhan dan
masalah- masalah yang memerlukan penerimaan publik secara umum atau tanggung
jawab sosial dan yang tergantung pada pengorganisasian hubungan-hubungan sosial
untuk pemecahannya.
Fungsi-fungsi pelayanan sosial, antara lain adalah:
1. Perbaikan secara terus-menerus kondisi-kondisi kehidupan orang.
2. Pengembangan sumber-sumber manusiawi.
3. Peningkatan orientasi orang terhadap perubahan sosial dan penyesuaian diri.
4. Pemanfaatan dan penciptaan sumber-sumber kemasyarakatan untuk tujuan-tujuan
pembangunan.
5. Penyediaan struktur-struktur kelembagaan bagi berfungsinya pelayanan-pelayanan
yang
6. terorganisasi lainnya.

Fungsi-fungsi pelayanan sosial ditinjau dari segi pandangan masyarakat, yaitu :

1. Pelayanan atau bentuan dalam bentuk uang atau barang yang dimaksudkan untuk
menambah kesejahteraan perorangan, keluarga, atau kelompok, baik untuk jangka
pendek maupun jangka panjang (program penitipan anak/bayi secara harian).
2. Pelayanan atau bantuan dalam bentuk uang atau barang yang dimaksudkan untuk
melindungi masyarakat (hukuman bersyarat dengan bimbingan).
3. Pelayanan atau bantuan dalam bentuk uang atau barang yang dimaksudkan sebagai
suatu investasi di dalam diri orang yang penting artinya guna perwujudan tujuan-
tujuan sosial (program ketenagakerjaan).
4. Pelayanan atau bantuan dalam bentuk uang atau barang yang dimaksudkan sebagai
kompensasi terjadinya gangguan sosial yang diakibatkan oleh kesalahan pelayanan
sedangkan tanggung jawab bagi terjadinya kesalahan ini tidak dapat ditentukan
(kompensasi kecelakaan industri, kompensasi bagi korban diskriminasi rasial).

Berbagai upaya untuk menangani keberadaan anak jalanan telah dilakukan


pemerintah. Salah satunya dengan mengeluarkan kebijakan terkait perlindungan dan hak
anak. Ditetapkan sebuah Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) sebagai program
prioritas nasional, yang didalamnya termasuk Program Kesejahteraan Sosial Anak
Jalanan (PKS-Anjal) dengan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) sebagai
wadah yang melaksanakan Program Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan. Dibutuhkan
penyelesaian yang tepat untuk diberikan kepada anak jalanan, upaya yang dapat
dilakukan adalah mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak dengan memenuhi
hak- haknya telah dirumuskan di dalam UU No. 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan
anak dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak jalanan. Dalam menangani
keberadaan anak jalanan, salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), menganggap
perlu adanya suatu pelayanan bagi anak jalanan. Banyak LSM yang melakukan
pelayanan terhadap anak jalanan tetapi hasilnya kurang maksimal.

Realisasi dari peraturan negara ini salah satunya bisa terwujud dengan
dilaksanakannya rumah singgah, rumah perlindungan anak atau rumah perlindungan
sosial anak, mobil sahabat anak, panti persinggahan dan program-program lainnya untuk
anak jalanan yang mana pasal didalamnya menjelaskan bahwa usaha kesejahteraan anak
terdiri atas usaha pembinaan, pengembangan, pencegahan dan rehabilitasi yang
dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat sebagai dasar dari hak anak untuk
tumbuh dan berkembang.

G. Permasalahan Yang dihadapi Anak Jalanan


Masalah yang dialami oleh anak jalanan adalah tekanan secara fisik seperti
pemerkosaan, pemukulan, intimidasi. Hal tersebut membuat anak jalanan mengalami
ganguan psikologis seperti stress dan ganguan mental yang umumnya mereka perlihatkan
melalui kekhawatiran yang berlebihan namun tidak dapat menentukan hal apa yang
sebenarnya mereka khawatirkan sehingga NAPZA dijadikan sebagai pelarian. NAPZA
yang biasa mereka kosumsi adalah jenis depresan yaitu alkohol
dan stimulan seperti methamphetamine serta zat lainnya seperti inhalan yaitu lem.
Masalah seperti pemerkosaan dan penggunaan NAPZA, menempatkan anak jalanan
pada populasi yang rentan terinfeksi HIV. Anak jalanan merupakan salah satu kelompok
remaja yang rentan terhadap perilaku berisiko penularan HIV dan AIDS.  Anak jalanan
rentan dengan berbagai permasalahan terutama dalam hal kesehatan reproduksi, hal ini
terjadi karena semakin banyak anak yang turun ke jalan dan berisiko menjadi korban
perilaku seksual menyimpang atau menggunakan jarum suntik.
Masalah lain yang dialami oleh anak jalanan adalah, tidak memiliki hubungan yang
erat dalam keluarga, sebagian besar dari mereka mengalami putus sekolah karena waktu
yang mereka miliki tersita dijalanan, mereka juga tidak memiliki tempat tinggal yang
layak, dalam kehidupan sehari-harinya mereka makan dengan seadanya dikarenakan
tidak memiliki pekerjaan yang tetap, dan terkadang mereka mengalami resiko kerja yang
cukup tinggi seperti tertabrak dan penculikan.

H. Penatalaksanaan Anak Jalanan


Dalam mengatasi masalah anak jalanan dan penanggulangan anak jalanan
berkewajiban untuk melakukan penanganan masalah anak jalanan sesuai dengan amanat
UUD 1945 supaya mereka bisa memperoleh haknya dan bener-bener di lindungi oleh
negara. Program yang berhubungan dengan dengan permasalahan anak jalanan yang
ditangani yaitu pembangunan sarana dan prasarana tempat penampungan anak terlantar,
pelatihan keterampilan dan praktek belajar kerja bagi anak terlantar, pengembangan
bakat dan keterampilan anak terlantar.
I. Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan Effect

Defisit Perawatan Diri Core Problem

Isolasi social : Menarik Diri Causa


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Faktor Predisposisi
a. Genetik
b. Neurobiologis : penurunan volume otak dan perubahan sistem neurotransmitter
c. Teori virus dan infeksi

2. Faktor Prespitasi
a. Biologis
b. Sosial kutural
c. Psikologis

3. Penilaian Terhadap Stressor

Respon Adaptif Respon Maladaptif


- Berfikir logis - Pemikiran sesekali - Gangguan Pemikiran
- Persepsi akurat - Terdistorsi - Waham/halausinasi
- Emosi konsisten dengan - Ilusi - Kesulitan Pengolahan
pengalaman - Reaksi emosi berlebih dan - Emosi
- Perilaku sesuai tidak bereaksi - Perilaku kacau dan isolasi
- Berhubungan sosial - Perilaku aneh sosial
- Penarikan tidak bias
berhubungan sosial

4. Sumber Koping
a. Disonasi kognitif ( gangguan jiwa aktif )
b. Kognitif yang konstan
c. Bergerak menuju prestasi kerja
5. Mekanisme Koping
a. Regresi ( berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan pengeluaran
sejumlah besar tenaga dalam upaya mengelola ansietas )
b. Proyeksi ( upaya untuk menjelaskan presepsi yang membingungkan dengan
menetapkan tanggung jawab kepada orang lain )
c. Menarik diri
d. Pengingkaran

B. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi Sosial : Menarik Diri
2. Defisit Perawatan Diri
3. Resiko Perilaku Kekerasan

C. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa 1 : Isolasi Sosial
Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
Tujuan Khusus : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai
4) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
5) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
b. Jelaskan penyebab menarik diri Tindakan:
1) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
2) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau mau bergaul
3) Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
4) Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
c. Jelaskan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
d. Lakukan kegiatan hubungan sosial
1) Kaji kemampuan membina hubungan dengan orang lain
2) Dorong dan bantu untuk berhubungan dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai

2. Diagnosa 2: Defisit Perawatan Diri


Tujuan Umum :
Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri kebersihan diri, berdandan, makan,
BAB/BAK.
Tujuan Khusus :
a. Klien melakukan kebersihan diri
b. Klien melakukan berhias/berdandan secara baik
Intervensi:
a. Jelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b. Jelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c. Jelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri

3. Diagnosa 3: Risiko Perilaku Kekerasan


Tujuan Umum : Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya
b. Identifikasi penyebab perilaku kekerasan
c. Identifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
d. Identifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
e. Identifikasi akibat perilaku kekerasan
f. Identifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
g. Identifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
D. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

No. Diagnosa Implementasi Evaluasi


1. Isolasi Sosial a. Membina hubungan saling percaya a. Klien mau memperkenalkan diri
dengan menggunakan prinsip kepada lawan bicara
komunikasi terapeutik dengan cara :
1. Menyapa klien dengan ramah
baik verbal maupun non verbal
2. Memperkenalkan diri dengan
sopan
3. Menanyakan nama lengkap dan
nama panggilan yang disukai
4. Menunjukkan sikap empati dan
menerima klien apa adanya
5. Memberikan perhatian kepada
klien dan perhatian kebutuhan
dasar klien

b. Menjelaskan penyebab menarik diri b. Klien mau ngungkapkan alasan


Tindakan: menarik diri
1. Mengkaji pengetahuan klien
tentang perilaku menarik diri dan
tanda-tandanya.
2. Memberi kesempatan kepada
klien untuk mengungkapkan
perasaan penyebab menarik diri
atau mau bergaul
3. Mendiskusikan bersama klien
tentang perilaku menarik diri,
tanda-tanda serta penyebab yang
muncul
4. Memberikan pujian terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan perasaannya

c. Menjelaskan keuntungan c. Klien mengetahui apa saja


berhubungan dengan orang lain dan keuntungan dari berhubungan dan
kerugian tidak berhubungan dengan kerugian tidak berhubungan
orang lain dengan orang lain

d. Melakukan kegiatan hubungan sosial


d. Klien mampu berhubungan
1. Mengkaji kemampuan membina
dengan orang lain
hubungan dengan orang lain
2. Mendorong dan bantu untuk
berhubungan dengan orang lain
3. Memberikan reinforcement
positif terhadap keberhasilan
yang telah dicapai

2. Defisit a. Menjelasan pentingnya menjaga a. Klien mengerti tentang


Perawatan Diri kebersihan diri. pentingnya menjaga kebersihan
b. Menjelaskan alat-alat untuk menjaga diri
kebersihan diri b. Klien dapat menyebutkan alat-
c. Menjelaskan cara-cara melakukan alat menjaga kebersihan diri
kebersihan diri c. Klien dapat menjelaskan cara-
cara melakukan kebersihan diri

3. Risiko Perilaku a. Mengidentifikasi penyebab perilaku a. Klien dapat mengidentifikasi


Kekerasan kekerasan penyebab perilaku kekerasan
b. Mengidentifikasi tanda-tanda b. Klien dapat mengidentifikasi
perilaku kekerasan tanda-tanda perilaku kekerasan
c. Mengidentifikasi perilaku kekerasan c. Klien dapat mengidentifikasi
yang biasa dilakukan perilaku kekerasan yang biasa
d. Mengidentifikasi akibat perilaku dilakukan
kekerasan d. Klien dapat mengidentifikasi
e. Mengidentifikasi cara konstruktif akibat perilaku kekerasan
dalam berespon terhadap kemarahan e. Klien dapat mengidentifikasi cara
f. Mengidentifikasi cara mengontrol konstruktif dalam berespon
perilaku kekerasan terhadap kemarahan
f. Klien dapat mengidentifikasi cara
mengontrol perilaku kekerasan.

Anda mungkin juga menyukai