Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH KEPERAWATAN MENJELANG AJAL

DAN PALIATIF PADA HIV/AIDS

Disusuh Oleh :

Kelompok 6

1. Adelia Intan Kencana (21119046)


2. Anisha Ramalia (21119049)
3. Aurellia Zafirah Abeer Jacinda (21119050)
4. Ayu Enjellya Priscilya (21119052)
5. Eka Saptirianingsih (21119056)
6. Fitria Paradila (21119059)
7. Siti Hasanah (21119083)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH


PALEMBANG

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah HIV AIDS ini.Terselesaikan nya
tugas ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihal, oleh kerena itu pada kesempatan ini kami ingin
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu mnyelesaikan makalah
ini.

Dalam menyelesaikan tugas ini kami telah berusaha untuk encapai hasil yang
maksimum.Tetapi dengan keterbatasan wawasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan
yang kami miliki, kami menyedari bahwa tugas ini masih perlu penyempurnaan, oleh karena itu
kami pengharapkan kritik dan saran dei perbaikan dan sempurnanya tugas ini sehingga dapat
bermanfaat bagi para pembaca.

Palembang, 29 Oktober 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................iii
BAB I......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................................1
B. Rumusan masalah........................................................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................................................3
A. Patofisiologi HIV AIDS...............................................................................................................3
B. Pengkajian Psikologis..................................................................................................................4
C. Pengkajian spiritual.....................................................................................................................6
D. Pengkajian budaya.......................................................................................................................7
E. Pengkajian prognosis...................................................................................................................7
F. Konsep Asuhan keperawatan pasien dengan HIV/AIDS (paliatif care).......................................8
G. Terapi Komplementer................................................................................................................23
BAB III..................................................................................................................................................30
PENUTUP.............................................................................................................................................30
A. Kesimpulan................................................................................................................................30
B. Saran..........................................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................31

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit HIV (human immunodeficiency virus) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus HIV dan menyerang system kekebalan tubuh manusia. AIDS (acquired immune deficiency
syndrome) adalah sindrom atau kumpulan gejala yang timbul karena sangat turunnya kekebalan
tubuh penderita HIV dan merupakan stadium akhir dari HIV.

Menurut WHO, total penderita HIV lebih dari 35 juta jiwa. Pada tahun 2017, 940.000
orang meninggal karena penyebab HIV. Ada sekitar 36,9 juta orang yang hidup dengan HIV
pada akhir tahun 2017 engan 1,8 juta orang terinfeksi baru pada tahun 2017. Pada tahun 2017
diperkirakan 47% infeksi baru terjadi diantara populasi kunci dan pasangannya.

Berdasarkan profil lesehatan Indonesia tahun 2017 terdapat 33.660 kasus baru HIV di
Indonesia. Di Indonesia jumblah kumulatif AIDS dari tahun 1987-2017 terdapat 1.403 kasus,
dan pada tahun 2017 terdapat 42 kasus baru AIDS.Faktor resiko HIV AIDS yang paling banyak
ditemukan adalah heteroseksual (51%). Hanya sebagian kecil HIV AIDS yang disebabkan oleh
transfuse darah dan biseksual (1%). Selain itu, masih banyak kasus HIV AIDS yang belum
diketahui penyebab pastinya (25%). Jumblah kasus HIV AIDS tertinggi di DIY terdapat
dikabupaten slean yaitu pada tahun 2015 bejumblah 1.038 kasus dan pada tahun 2016
berjumblah 1.220 kasus.

Virus HIV menghancurkan dan merusak fungsi sel kekebalan, sehingga individu yang
terinfeksi secara bertahap menjadi imunodefisiensi.Imunodefisiensi menghasilkan peningkan
kerentanan terhadap berbagai macam infeksi, kanker dan penyakit lain dengan system kekebalan
yang sehat dapat melawan. Tahap paling lanjut dari infeksi HIV dan AIDS yang dapat
berlangsung dari 2 hingga 15 tahun untuk berkembang tergantung pada individu. AIDS
didevinisikan oleh perkembangan kanker tertentu, infeksi, dan manifestasi klinis berat
lainnya.Penyakit HIV adalah virus yang menyerang sel darah putih didalam tubuh (limfsit) yang
mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia dan membuatnya lebih rentan terhadap

1
berbagai penyakit, sulit sembuh dari berbagai penyakit infeksi oportunistik dan bisa
menyebabkan kematian.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud HIV/AIDS?
2. Bagaimana ASKEP dari HIV/AIDS?
3. Bagaimana terapi komplementer pada penderita HIV/AIDS?

C. Tujuan
Penulisan pada makalah ini bertujuan agar mahasiswa mampu memahami serta mengetahui
tentang penyakit HIV/AIDS.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Patofisiologi HIV AIDS

Dasar utama terinfeksi HIV adalah berkurang jenis limfosit T helper yang mengandung
maker CD4 (Sel T4) limfosit T4 adalah pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung
maupun tidak langsung dalam mengidukasi fungsi imunologik.Menurun dan menghilangnya
system imun seluler, terjadi karena virus HIV menginfeksi sel yang berperan membentuk
antibody pada system kekebelan tersebut, yaitu sel limfosit T4. Setelah virus HIV mengikatkan
diri pada molekul CD4, virus masuk ke dalam target dan melepaskan bungkusnya kemudia
dengan enzim reverse transcriptase virus tersebut merubah bentuk RNA agar dapat bergabung
dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengundang bahan genetic
virus. Infeksi HIV dengan demikian menjadi irreversible dan berlangsung seumur hidup.

Pada awal infeksi, virus hiv tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang
diinfeksinya, tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi sehingga ada kesempatan untuk
berkembang dalam tubuh penderita tersebut dan lambat laun akan merusak limfosit T4 sampai
pada jumblah tertentu. Masa ini disebut dengan masa inkubasi. Masa inkubasi adalah waktu yang
diperlukan sejak seorang terpapar virus HIV sampai menunjukkan gejala AIDS. Pada masa
inkubasi, virus HIV tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3
bulan sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan nama “window periode”. Setelah beberapa
bulan sampai beberapa tahun akan terliht gejala klinis pada penderita sebagai dampak dari
infeksi HIV tersebut. Pada sebagaian penderita memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi
HIV akut, 3-6 minggu setelah terinfeksi.Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri nelan,
pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk.Setelah infeksi akut, dimulailah
infeksi HIV asimptomik (tanpa gejala).Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10
tahun, tetapi ada sekelompok kecil penderita yang memiliki perjalanan penyakit amat cepat
hanya sekitar 2 tahun da nada juga yang sangat lambat. Secara bertahap system kekebalan tubuh
yang terinfksi oleh virus HIV akan menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak. Kekebalan

3
tubuh yang rusak akan mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang bahkan hilang, sehingga
penderita akan menampakkan gejala-gejala akibat oportunistik.

B. Pengkajian Psikologis

Reaksi proses psikologis hal-hal yang bisa dijumpai

1. Shock, merasa bersalah, marah, tidak berdaya rasa takut, hilang akal, frustasi, rasa sedih,
susah, acting out.
2. Mengucilkan diri, merasa cacat dan tidak berguna, menutup diri, khawatir menginfeksi
orang lain, murung
3. Membuka status secara terbatas, ingin tahu reaksi orang lain, pengalihan stress, ingin
dicintai penolakan, stress, konfronsi
4. Mencari orang lain yang HIV positif berbagai rasa, pengenalan, kepercayaan, penguatan,
dukungan social ketergantungan, campur tangan, tidak percaya pada pemegang rahasia
dirinya
5. Status khusus perubahan ketersaingan menjadi manfaat khusus, perbedaan menjadi hal
yang istimewa, dibutuhkan oleh yang lainnya ketergantungan, dikotomi kita dan mereka
over identification.
6. Perilaku mementingkan orang lain komitmen dan kesatuan kelompok, kepuasan memberi
dan berbagi, perasaan sebagai kelompok pemadaman, reaksi dan kompensasi yang
berlebihan.
7. Penerimaan integrasi status positif HIV dengan identitas diri, keseimbangan anatara
kepentingan orang lain dengan diri sendiri, bisa menyebutkan kondisi seseorang yang
berlebihan

Respon psikologis terhadap penyakit kubler ross (1974) menguraikan lima tahap reaksi emosi
seseorang terhadap penyakit, yaitu.

1. Pengingkaran, pada tahap pertama pasien menunjukkan karakteristik perilaku


pengingkaran, mereka gagal memahami dan mengalami makna rasional dan dampak
emosional dari diagnose. Pengingkara ini dapat disebabkan karena ketidatahuan pasien

4
terhadap sakitnya atau sudah mengetahui dan mengancam dirinya. Pengingkara dapat
dinilai dari ucapan pasien “saya di sini istirahat” oengingkaran dapat berlalu sesuai
dengan kemungkinan memproyeksikan pada apa yang diterima sebagai alat yang
berfungsi sakit, kesalahan laporan laboratorium, atau lebih mungkin perkiraan dokter atau
perawat yang tidak kompeten. Pengingkaran ini merupakan buffer untuk menerima
kenyataan yang sebenarnya. Pengingkarn dalam menghadapi kenyataan (achir yani 1999)
2. Kemarahan (anger) apabila pengingkaran tidak dapat dipertahankan lagi, maka fase
pertama berubah mejadi kemarahan. Perilaku pasien secara karakteristik dihubungkan
dengan marah dan rasa bersalah. Pasien akan mengalihkan kemarahan pada segala
sesuatu yang ada disekitarya. Biasanya kemarahan diarahkan pada dirinya sendiri dan
timbul penyesalan. Yang menjadi sasaran utama atas kemarahan adalah perawat, semua
tindakan perawat serba salah, pasien banyak menuntut, cerewet, cemberut, tidak
bersahabat, kasar, menantang, tidak mau berkerja sama, sangat marah, mudah
tersinggung, minta banyak perhatian dan iri hati. Jika keluarga mengunjungi maka
menunjukkan sikap menolak, yang mengakibatkan keluarga segan datang, hal ini kan
menyebabkan bentuk keagresifan (hundak & gallo 1996).
3. Sikap tawar menawar (bargaining) setelah marah-marah berlalu, pasien akan berfikir dan
merasa bahwa protesnya tidak ada artinya. Mulai timbul rasa bersalahnya dan mulai
membina hbungan dengan tuhan, meminta dan brjanji merupakan ciri yang jelas yaitu
pasien menyanggupi akan menjadi lebih baik jika dia dapat sembuh (achir yani 1999)
4. Depresi selama fase ini pasien sedih/berkabung mengesampingkan marah dan
pertahananya serta mulai mengatasi kehilangan secara konstruktif. Pasien mencoba
perilaku baru yang konsistem denga keterbatasan baru. Tingkat emosional adalah
kesedihan, tidak berdaya, tidak da harapan, bersalahpenyesalan yang dlaam, kesepian dan
waktu untuk menangis berguna pada saat ini. Perilaku fase ini termasuk mengatakan
ketakjtan akan masa depan, bertanya peran baru dalam keluarga intensitas depresi
tergantung pada makna dan bertanya ( netty,1999)
5. Penerimaan dan partisipasi sesuai dengan berlalunta waku pasien beradaptasi, kepedihan
dari kesabaran yang menyakitkan berkurang dan bergerak menuju indentifikasi sebagai
seseorang yang keterbatasan karena penyakitnya sebagai seorang cacat. Pasien mampu
bergantung pada orang lain jika perlu dan tidak membutuhkan dorongan melebihi daya

5
tahanya atau terlalu memaksakan keterbatasan atau ketidakadekuratan (hudak & gello
1996). Proses ingatan jangka panjang yang terjadi pada keadaan stress yang kronis akan
menimbulkan perubahan adaptasi dari jaringan atau sel. Adaptasi dari jaringan atau sel
imun yang memiliki hormone kortisol dapat terbentuk bila dalam waktu lain menderita
stress, dalam teoeri adaptasi dari roy dikenal dengan mekanisme regulator.

C. Pengkajian spiritual

Respons adaptasi spiritual dikembangkan dari konsep Ronaldson (2000) dan kauman & nipan
(2003). Respons adaptasi spiritual, meliputi:

1. Menguatkan harapan yang realitis kepada pasien terhadap kesembuhan harapan


merupakan salah satu unsur yang penting dalam dukungan social. Orang bijak
mengatakan “hidup tanpa harapan, akan membuat orang putus asa dan bunuh diri”.
Perawat harus meyakinkan kepada pasien bahwa sekecil apapun kesembuhan, miasalnya
akan memberikan ketenangan dan keyakinan pasien untuk berobat.
2. Pandai mengambil hikmah, peran perawatan dalam hal ini adalah mengingatkan dan
mengajarkan kepada pasien untuk selalu berfikir positif terhadap semua cobaan yang
dialaminya. Dibalik semua cobaan yang dialami pasien, pasti ada maksud dari sang
pencipta. Pasien harus difasilitasi unutk lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta
dengan jalan melakukan ibahdah secara terus menerus. Sehingga pasien diharapkan
memperoleh suati ketenangan selama sakit.
3. Ketabahan hati, karakteristik seseorang didasarkan pada keteguhan dan ketabahan hati
dalam menghadapi cobaan. Individu yang mempunyai kepribadian yang kuat, akan tabah
dalam menghadapi setiap cobaan. Individu tersebut biasanya mempunyai keteguhan hati
dalam menentukan kehidupannya. Ketabahan hati sangat dianjurkan kepada PHIV.
Perawat dapat menguatkan diri pasien dengan memberi contoh nyata dan atau mengutip
kitab suci atau pendapat orang bijak; bahwa tuhan tidak akan memberi cobaa pada
umatnya melebihi kemampuan umatnya (Al-baqarah, 286). Pasien ahrus diyakinkan
bahwa semua cobaan yang diberikan pasti mengandung hikmah, yang sangat penting
dalam kehidupannya.

6
D. Pengkajian budaya

Factor budaya berkaitan dengan fenomena yang muncul dewasa ini dimana banyak ibu
rumah tangga yang bak-baik tertular virus HIV/AIDS dari suaminya yang sering melakukan
hubungan seksual selain dengan istrinya. Hal ini disebabkan oleh budaya permisif yang sangat
berat dan perempuan tidak berdaya serta tidak mempunyai bargaining position terhadap
suaminya serta sebagian besar perempuan tidak memiliki pengetahuan akan bahaya yang
mengancamnya.

Kebijakan yag dilaksanakan oleh pemerintah untuk menggulangi masalah HIV/AIDS


salaam ini adalah melaksanakan bimbingan social pencegahan HIV/AIDS, pemberian konseling
dan pelayanan social bagi penderita HI/AIDS yang tidak mampu. Selain itu adanya pemberian
pelayanan kesehatan sebagai langkah antisipasi agar kematian dapat di hindari, harapan hidup
dapat ditingkatkan dan penderita HIV/AIDS dapat berperan social dengan baik dalam
kehidupannya.

E. Pengkajian prognosis

7
F. Konsep Asuhan keperawatan pasien dengan HIV/AIDS (paliatif care)

Asuhan keperawatan bagi penderita penyakit AIDS merupakan tantangan yang besar
bagi perawat karena setiap sistem organ berpotensi untuk menjadi sasaran infeksi ataupun
kanker. Disamping itu, penyakit ini akan dipersulit oleh komplikasi masalah emosional, sosial
dan etika. Rencana keperawatan bagi penderita AIDS harus disusun secara individual untuk
memenuhi kebutuhan masing-masing pasien (Burnner & Suddarth, 2013).

Pengkajian pada pasien HIV AIDS meliputi :

1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR
b. Keluhan utama
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui keluhan
utama sesak nafas. Keluhan utama lainnya ditemui pada pasien HIV AIDS yaitu,
demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare kronis lebih dari satu bulan
berulang maupun terus menerus, penurunan berat badan lebih dari 10%, batuk kronis
lebih dari 1 bulan, infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur
Candida Albicans,pembengkakan kelenjer getah bening diseluruh tubuh, munculnya
Harpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Dapat ditemukan keluhan yang biasanya disampaikan pasienHIV AIDS
adalah : pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang
memiliki manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyeri dada dan demam,
pasien akan mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan
drastis.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya
riwayat penggunaan narkotika suntik, hubungan seks bebas atau

8
berhubungan seks dengan penderita HIV/AIDS, terkena cairan tubuh
penderita HIV/AIDS.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita
penyakit HIV/AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang
terinfeksi HIV. Pengkajian lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat
pekerjaan keluarga, adanya keluarga bekerja di tempat hiburan malam,
bekerja sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial).

2. Pola aktivitas sehari-hari (ADL)


a. Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan menglami perubahan atau
gangguan pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti
pakaian, BAB dan BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien kesulitan
melakukan kegiatan tersebut dan pasien biasanya cenderung
dibantu oleh keluarga atau perawat.
b. Pola Nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS mengalami penurunan nafsu makan,
mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan mengalami penurunan
BB yang cukup drastis dalam waktu singkat (terkadang lebih dari 10%
BB).
d. Pola Eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, fases encer, disertai mucus berdarah.
c. Pola Istirahat dan tidur
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS pola istirahat dan tidur mengalami
gangguan karena adanya gejala seperi demam dan keringat pada malam
hari yang berulang. Selain itu juga didukung oleh perasaan cemas dan
depresi pasien terhadap penyakitnya.
f. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pada pasien HIV/AIDS aktivitas dan latihan mengalami
perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya

9
seperti bekerja. Hal ini disebabkan mereka yang menarik diri dari
lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja, karena depresi terkait
penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh yang lemah.
g. Pola presepsi dan konsep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah, cemas,
depresi, dan stres.
h. Pola sensori kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan pengecapan, dan
gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami penurunan daya
ingat, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam respon verbal. Gangguan
kognitif lain yang terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi.
i. Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang dapat
mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien merasa malu atau harga
diri rendah.
j. Pola penanggulangan stres
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas, gelisah
dan depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu perawatan,
perjalanan penyakit, yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa
marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang kontruksif
dan adaptif.
k. Pola reproduksi seksual
Pada pasaaien HIV AIDS pola reproduksi seksualitas nya terganggu
karena penyebab utama penularan penyakit adalah melalui hubungan
seksual.
l. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awal nya akan
berubah, karena mereka menggap hal menimpa mereka sebagai balasan
akan perbuatan mereka. Adanya perubahan status kesehatan dan

10
penurunan fungsi tubuh mempengaruhi nilai dan kepercayaan pasien
dalam kehidupan pasien, dan agama merupakan hal penting dalam hidup
pasien.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum : ditemukan pasien tampak lemah.
b. Kesadaran pasien : Compos mentis cooperatif, sampai terjadi penurunan
tingkat kesadaran, apatis, samnolen, stupor bahkan coma.
c. Vital sign :
TD : Biasanya ditemukan dalam batas normal
Nadi : Terkadang ditemukan frekuensi nadi meningkat
Pernafasan :Biasanya ditemukan frekuensi pernafasan
meningkat
Suhu :Biasanya ditemukan Suhu tubuh menigkat karena
demam.
d. BB : Biasanya mengalami penurunan (bahkan hingga 10% BB)
TB : Biasanya tidak mengalami peningkatan (tinggi badan tetap)
e. Kepala : Biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis
seboreika
f. Mata : Biasanya ditemukan konjungtiva anemis, sclera tidak ikhterik,
pupil isokor, reflek pupil terganggu,
g. Hidung : Biasanya ditemukan adanya pernafasan cuping hidung.
h. Gigi dan Mulut: Biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak-bercak
putih seperti krim yang menunjukkan kandidiasi.
i. Leher : kaku kuduk ( penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur
Cryptococcus neoformans), biasanya ada pembesaran kelenjer getah
bening,
j. Jantung : Biasanya tidak ditemukan kelainan
k. Paru-paru : Biasanya terdapat yeri dada, terdapat retraksi dinding dada

11
pada pasien AIDS yang disertai dengan TB, Napas pendek (cusmaul),
sesak nafas (dipsnea).
l. Abdomen : Biasanya terdengar bising usus yang Hiperaktif
m. Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda-tanda
lesi (lesi sarkoma kaposi).
n. Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun, akral
dingin.

2. Diagnosis Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penyakit paru obstruksi
kronis
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan neorologis, ansietas,
nyeri, keletihan
c. Diare berhubungan dengan infeksi
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
aktif, kehilangan berlebihan melalui diare, berat badan ekstrem, faktor yang
mempengaruhi kebutuhan status cairan: hipermetabolik,
(Nanda Internasional, 2014)

3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan atau intervensi yang di temukan pada pasien dengan HIV
AIDS sebagai berikut :

Diagnosa dan Intervensi Pada Pasien dengan HIV AIDS

No Diagnosa Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)


Keperawatan
1. Ketidakefektifanbersihanjalan Setelah dilakukan Menajemen jalan nafas
nafas tindakan keperawatan
Definisi : ketidakmampuanuntuk diharapkan status 1) Posisikan pasien untuk
membersihkansekresiatauobstruksi pernafasan tidak memaksimalkan
dari saluran nafas untuk ventilasi
terganggu dengan kriteria

12
mempertahankan bersihanjalan hasil :
nafas Batasan 2) Buang secret dengan
karakteristik : 1) Deviasi ringan dari memotivasi pasien
kisaran normal untuk melakukan
1) Suara nafas tambahan frekuensi batuk atau menyedot
pernafasan lendir
2) Perubahan frekuensi nafasan
2) Deviasi ringan dari 3) Motifasi pasien untuk
3) Perubahan iraman nafas kisaran normal bernafas pelan, dalam,
Irama pernafasan berputar dan batuk
4) Penurunan bunyi nafas
3) Deviasi ringan dari 4) Instruksikan
5) Sputum dalam jumlah kisaran normal bagaimana agar bisa
berlebihan suara auskultasi melakukan batuk
nafas efektif
6) Batuk tidak efektif
4) Deviasi ringan dari 5) Auskultasi suara nafas,
kisaran normal catat area yang
kepatenan jalan ventilasinya menurun
nafas atautidak dan adanya
suara nafas tambahan
5) Deviasi ringan dari
kisaran normal 6) Monitor status
saturasi oksigen pernafasan dan
oksigenisasi
6) Tidak ada retraksi sebagaimana mestinya
dinding dada
Fisioterapi dada

1) Jelaskan tujuan dan


prosedur fisioterapi
dada kepada pasien
2) Monitor status respirasi
dan kardioloogi
(misalnya, denyut dan
suara irama nadi, suara
dan kedalaman nafas
3) Monitor jumlah dan
karakteristik sputum
4) Instruksikan pasien
untuk mengeluarkan
nafas dengan teknik
nafas dalam

Terapi Oksigen

13
1) Bersihkan mulut,
hidung dan sekresi
trakea dengan tepat

2) Siapkan peralatan
oksigen dan berikan
melalui sistem
hemodifier

3) Monitor aliran oksigen

4) Monitor efektifitas
terapi oksigen

5) Pastikan penggantian
masker oksigen/ kanul
nasal setiap kali
pernagkat diganti

Monitor Pernafasan

1) Monitor pola nafas


(misalnya, bradipneu)

2) Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru

3) Auskultasi suara nafas

4) Kaji perlunya
penyedotan pada jalan
nafas dengan
auskultasi suara nafas
ronci di paru

5) Auskultasi suara nafas


setelah tindakan, untuk
dicatat

6) Monitor kemampuan
batuk efektif pasien

2. Ketidakefektifan Pola Nafas Setelah dilakukan asuhan Menajemen Jalan Nafas :


keperawatan diharapkan
Definisi : Inspirasi dan atau status pernafasan tidak 1) Posisikan pasien untuk

14
terganggu dengan kriteria
ekspirasi yangtidak hasil : memaksimalkan
memberiventilasiadekuat ventilasi
1) Frekuensi
Faktor Resiko : pernafasan Tidak 2) Lakukan fisioterapi
ada deviasi dari dada sebagimana
1) Perubahan kedalamam kisaran normal semestinya
pernafasan
2) Irama pernafasan 3) Buang secret dengan
2) Bradipneu Tidak ada deviasi memotivasi klien
dari kisaran normal untuk melakukan
3) Dipsnea batuk atau menyedot
3) Suara Auskultasi lendir
4) Pernafasan cuping hidung nafas Tidak ada
deviasi dari kisaran 4) Motivasi pasien untuk
5) Takipnea normal bernafas pelan, dalam,
berputar dan batuk.
Faktor yang berhubungan : 4) Saturasi oksigen
Tidak ada deviasi 5) Auskutasi suara nafas,
1) KerusakanNeurologis dari kisaran normal catat area yang
ventilasinya menurun
2) ImunitasNeurologis 5) Tidak ada retraksi atau tidak ada dan
dinding dada adanya suara nafas
tambahan
6) Tidak ada suara
nafas tambahan 6) Kelola nebulizer
ultrasonik, sebgaimana
7) Tidak ada mestinya
pernafasan cuping
hidung 7) Posisikan untuk
meringankan sesak
nafas

8) Monito status
pernafasan dan
oksigen, sebagaimana
mestinya

Pemberian Obat :

1) Pertahankan aturan
dan prosedur yang
sesuai dengan
keakuratan dan
keamanan pemberian
obat-obatan

15
2) Ikuti prosedur
limabenar dalam
pemberian obat

3) Beritahu klien
mengenai jenis obat,
alasan pemberian obat,
hasil yang diharapkan,
dan efek lanjutan yang
akan terjadi sebelum
pemberian obat.

4) Bantu klien dalam


pemberian obat

Terapi Oksigen :

1) Bersihkan mulut,
hidung, dan sekresi
trakea dengan tepat

2) Berikan oksigen
tambahan seperti yang
diperintahkan

3) Monitor aliran oksigen

4) Periksa perangkat
(alat) pemberian
oksigen secara berkala
untuk mmastikan
bahwa konsentrasi
(yang telah) ditentukan
sedang diberikan

Monitor Pernafasan :

1) Monitor kecepatan,
irama, kedalaman dan
kesulitan bernafas

2) Catat pergerakan dada,


catat
ketidaksimetrisan,
penggunaan otot-otot

16
bantu nafas

3) Palpasi kesimetrisan
ekstensi paru

4) Auskultasi suara nafas,


catat area dimana
terjadinya penurunan
atau tidak adanya
ventilasi dan
keberadaan suara nafas
tambahan

5) Auskultasi suara nafas


setelah tindakan untuk
dicatat

6) Monitor sekresi
pernafasan pasien

7) Berikan bantuan terapi


nafas jika diperlukan
(misalnya nebulizer)

Monitor tanda-tanda vital :

1) Monitor tekanan
darah, Nadi, Suhu, dan
status pernafasan
dengan tepat

2) Monitor suara paru-


paru

3) Monitor warna kulit,


suhu dan kelembaban

Pemberian Obat :

1) Pertahankan aturan
dan prosedur yang
sesuai dengan
keakuratan dan
keamanan pemberian
obat-obatan

17
2) Ikuti prosedur
limabenar dalam
pemberian obat

3) Beritahu klien
mengenai jenis obat,
alasan pemberian obat,
hasil yang diharapkan,
dan efek lanjutan yang
akan terjadi sebelum
pemberian obat.

4) Bantu klien dalam


pemberian obat

Terapi Oksigen :

1) Bersihkan mulut,
hidung, dan sekresi
trakea dengan tepat

2) Berikan oksigen
tambahan seperti yang
diperintahkan

3) Monitor aliran oksigen

4) Periksa perangkat
(alat) pemberian
oksigen secara berkala
untuk mmastikan
bahwa konsentrasi
(yang telah) ditentukan
sedang diberikan

Monitor Pernafasan :

1) Monitor kecepatan,
irama, kedalaman dan
kesulitan bernafas

2) Catat pergerakan dada,


catat
ketidaksimetrisan,
penggunaan otot-otot

18
bantu nafas

3) Palpasi kesimetrisan
ekstensi paru

4) Auskultasi suara nafas,


catat area dimana
terjadinya penurunan
atau tidak adanya
ventilasi dan
keberadaan suara nafas
tambahan

5) Auskultasi suara nafas


setelah tindakan untuk
dicatat

6) Monitor sekresi
pernafasan pasien

7) Berikan bantuan terapi


nafas jika diperlukan
(misalnya nebulizer)

Monitor tanda-tanda vital :

1) Monitor tekanan
darah, Nadi, Suhu, dan
status pernafasan
dengan tepat

2) Monitor suara paru-


paru

3) Monitor warna kulit,


suhu dan kelembaban

3. Diare Setelah dilakukan Menajemen Saluran Cerna


Definisi : Pasase fases yang lunak tindakan keperawatan
dan tidak berbentuk. diharapkan eliminasi usus 1) Monitor buang air
tidak terganggu dengan besar termasuk
Batasan Karakteristik :
frekuensi, konsistensi,
1) Nyeri abdomen kriteria hasil :
bentuk, volume dan
2) Sedikitnya tiga kali warna, dengan cara
defekasi perhari 1) Pola eliminasi tidak yang tepat
terganggu
19
3) Bising usus hiperaktif
2) Suara bising usus 2) Ambil tinja untuk
Situasional : tidak terganggu pemeriksaan kultur
dan sensitifitas bila
1) Penyalahgunaan alkohol 3) Diare tidak ada diare berlanjut

Fisiologis Setelah dilakukan 3) Instruksikan pasien


tindakan atau anggota keluarga
1) Proses Infeksi keperawatandiharapkan utuk mencatat warna,
tidak terjadi keparahan volume, frekuensi, dan
konsistensi tinja
infeksi dengan kriteria
hasil : Menajemen Diare

1) Malaise tidak ada 1) Tentukan riwayat diare

2) Nyeri tidak ada 2) Ambil tinja untuk


pemeriksaan kultur
3) Depresi jumlah sel dan sensitifitas bila
darh putih diare berlanjut

3) Instruksikan pasien
atau anggota keluarga
utuk mencatat warna,
volume, frekuensi, dan
konsistensi tinja
Identivikasi faktor
yang bisa
menyebabkan diare
(misalnya medikasi,
bakteri, dan pemberian
makan lewat selang)

4) Amati turgor kulit


secara berkala

5) Monitor kulit
perineum terhadap
adanya iritasi dan
ulserasi

6) Konsultasikan dengan
dokter jika tanda dan
gejala diare menetap

20
Pemasangan Infus

1) Verivikasi instruksi
untuk terapi IV

2) Beritau pasien
mengenai prosedur

3) Pertahankan teknik
aseptik secara seksama

4) Pilih vena yang sesuai


dengan penusukan
vena, pertimbangkan
prevelansi pasien,
pengalaman masa lalu
dengan infus, dan
tangan non dominan

5) Berikan label pada


pembalut IV dengan
tanggal, ukuran, dan
inisiasi sesuai protokol
lembaga

Terapi Intravena (IV)

1) Verivikasi perintah
untuk terapi intravena

2) Instruksikan pasien
tentang prosedur

3) Periksa tipe cairan,


jumlah, kadaluarsa,
karakterisktik dari
cairan dan tingkat
merusak pada
kontainer

4) Laukuan (prinsip) lima


benar sebelum
memulai infus atau
pemberian pengobatan
(misalnya, benar obat,

21
dosis, pasien, cara, dan
frekuensi)

5) Monitor kecepatan IV,


seblum memberikan
pengobatan IV

6) Monitor tanda vital

7) Dokumentasikan terapi
yang diberikan, sesuai
protokol dan institusi

4. Kekurangan Volume Cairan Setelah dilakukan Menajemen Cairan :


Definisi:peurunan cairan tindakan keperawatan
diharapkan 1) Timbang berat badan
intravaskuler, interstisial, dan/atau keseimbangan cairan setiap hari dan monitor
status pasien
intraseluler. Ini tidak terganggu dengan
mengacu pada dehidrasi, kriteria hasil : 2) Jaga Intake/ asupan
yang akurat dan catat
kehilangan cairan saja tanpa 1) Tekanan darah tidak output pasien
perubahan pada natrium terganggu
3) Monitor status hidrasi
2) Keseimbangan (misalmya, membran
Batasan Karakteristik : intake dan output mukosa lembab,
1) Penurunan tekanan darah dalam 24 jam tidak denyut nadi adekuat,
2) Penurunan tekanan nadi terganggu dan tekanan darah
3) Penurunan turgor kulit ortostatik)
4) Kulit kering 3) Berat badan stabil
5) Penurunan frekuensi nadi tidak terganggu 4) Monitor hasil
6) Penurnan berat badan tiba- laboratorium yang
tiba 4) Turgor kulit tidak relevan dengan retensi
7) Kelemahan terganggu cairan (misalnya,
peningkatan berat
Faktor yang berhubungan : Setelah dilakukan jenis, peningkatan
1)Kehilangan cairan aktif tindakan keperawatan BUN, penurunan
diharapkan hidrasi tidak hematokrit, dan
terganggu dengan kriteria peningkatan kadar
hasil : osmolitas urin)

1) Turgor kulit tidak 5) Monitor status


terganggu hemodinamika CVP,
MAP, PAP, dan

22
2) Membran mukosa PCWP, jika ada)
lembab tidak
terganggu 6) Monitor tanda-tanda
vital
3) Intake cairan tidak
terganggu 7) Beri terapi IV, seperti
yang ditentukan
4) Output cairan tidak
terganggu 8) Berikan cairan dengan
tepat
5) Perfusi Jaringan
tidak terganggu 9) Berikan diuretik yang
diresepkan
6) Tidak ada nadi
cepat dan lemah 10) Distribusi asupan
cairan selama 24 jam
7) Tidak ada
kehilangan berat Monitor Cairan :
badan
1) Tentukan jumlah dan
jenis Intake/asupan
cairan serta kebiasaan
eliminasi

2) Tentukan faktor-faktor
yang menyebabkan
ketidakseimbangan
cairan

3) Periksa isi kulang


kapiler

4) Periksa turgor kulit

5) Monitor berat badan

6) Monitor nilai kadar


serum dan elektrolit
urin

7) Monitor kadar serum


albumin dan protein
total

8) Monitor tekanan

23
darah, denyut jantung,
dan status pernafasan

9) Monitor membran
mukosa, turgor kulit,
dan respon haus

5. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan Menajemen Nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh tindakan keperawatan
Definisi: asuhan kebutuhan tubuh diharapkan status nutrisi 1) Identifikasi adanya alergi
tidak cukup untuk memenuhi dapat ditingkatkan atau intolerasi akanan yang
kebutuhan metabolik-metebolik dimiliki pasien
dengan kriteria hasil:
batasan karakteristik :
Terapi nutrisi
1) Nyeri abdomen 1) Asupan Nutrisi
tidak menyimpang 1) Kaji kebutahan nutrisi
2) Menghindari makan dari rentang normal parenteral

3) Berat badan 20% atau 2) Asupan makanan 2) Berikan nutrisi enteral,


lebih dibawah berat baadan tidak menyimpang sesuai kebutuhan
ideal dari rentang normal
3) Berikan nutrisi enteral
4) Diare Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 4) Hentikan pemberian
5) Bising usus hiperaktif diharapkan Status nutrisi makanan melalui
: Asupan nutrisi dapat selang makan begitu
6) Penurunan berat badan ditingkatkan dengan pasien mampu
dengan asupan yang kriteria hasil : mentoleransi asupan
adekuat (makanan) melalui
1) Asupan kalori oral
7) Membran mukosa pucat sebagian besar
adekuat 5) Berikan nutrisi yang
8) Tidakmampuan memakan dibutuhkan sesuai
makanan 2) Asupan protein batas diet yang
sebagian besar dianjurkan
9) Tonus otot menurun adekuat
Pemberian Nutrisi Total
10) Sariawan rongga mulut 3) Asupan lemak Parenteral (TPN)
sebagian besar
11) Kelemahan otot untuk adekuat 1) Pastikan isersi
menelan intravena cukup paten
4) Asupan karbohidrat untuk pemberian
Faktor Berhubungan : sebagian besar nutrisi intravena
adekuat
1) Faktor biologis 2) Pertahankan kecepatan

24
2) Ketidakmampuan untuk 5) Asupan vitamin aliran yang konstan
mengabsorbsi nutrien sebagian besar
adekuat 3) Monitor kebocoran,
3) Ketidakmampuan untuk infeksi dan komplikasi
mencerna makanan 6) Asupan mineral metabolik
sebagian besar
4) Ketidakmampuan menelan adekuat 4) Monitor masukan dan
makan output cairan
Setelah dialkukan
tindakan keperawatan 5) Monitor kadar
diharapkan terjadi albumin, protein total,
peningkatan nafsu makan elektrolit, profil lipid,
dengan kriteria hasil : glukosa darah dan
kimia darah
1. Intake makanan
tidak terganggu 6) Monitor tanda-tanda
vital
2. Intake nutrisi tidak
terganggu

3. Intake cairan tidak


terganggu

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan terjadi
peningkatan

status nutrisi : asupan


makanan dan cairan
dengan kriteri hasil :

1) Asuhan makanan
secara oral sebagian
besar adekuat

2) Asupan cairan
intravena
sepenuhnyaa kuat

3) Asupan nutrisi
parenteral
sepenuhnya kuat

25
G. Terapi Komplementer

Potensi Teh Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) Sebagai Terapi

Komplementer Untuk Menurunkan Infeksi Opurtunistik Pada Penderita HIV/AIDS

Potensi Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus). Penderita HIV sangat rentan
mengalami infeksi oportunistik. Ada beberapa infeksi oportunistik yang paling umum, yaitu
kandidiasis (thrush), virus sitomegalia (CMV), virus herpes simpleks, malaria, Mycobacterium
avium complex (MAC atau MAI), Pneumonia Pneumocystis (PCP), Toksoplasmosis (tokso), dan
Tuberkulosis (TB). Resiko infeksi oportunistik pada penderita HIV dapat dikurangi dengan
menggunakan obat untuk mencegah pengembangan penyakit aktif yang disebut terapi
profilaksis. Terapi ini menggunakan ARV (Antiretroviral) yang berfungsi untuk memulihkan
sistem imunitas tubuh sehingga dapat melawan pathogen dari infeksi oportunistik. Selain itu,
pencegahan juga dapat dilakukan dengan tetap menjaga kebersihan dan menghindari sumber
patogen yang diketahui menyebabkan IO.

Allah telah menurunkan buah-buahan di muka bumi sebagai obat, seperti firmanNya dalam
Surat An-Nahl ayat 69, “Dan makanlah oleh kamu bermacam- macam sari buah-buahan, serta
tempuhlah jalan-jalan yang telah dimudahkan oleh Tuhanmu. Dari perut lebah itu keluar
minuman madu yang bermacam-macam jenisnya yang dapat dijadikan obat untuk manusia.
Didalamnya terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah swt bagi orang-orang yang memikirkan”.
Hylocereus spp atau kulit buah naga dalam pengolahannya biasanya hanya dibuang dan tidak
dimanfaatkan, padahal di dalam ayat Al-Quran disebutkan:“Dan Kami tidak menciptakan langit
dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya tanpa hikmah”.(Shad: 27)

Dari ayat di atas sungguh sangat jelas bahwa segala sesuatu yang ada di muka bumi ini dan
yang ada di langit serta apa yang ada di antara keduanya tidak ada yang sia-sia, termasuk kulit
buah naga yang biasanya hanya dibuang dan menjadi limbah yang tidak digunakan. Padahal,
kulit buah naga mengandung fraksi polyphenolic yang menunjukkan spectrum antimicrobial
yang luas melalui penghambatan pertumbuhan beberapa pathogen. Berdasarkan penelitian
Nurmahani, International Food Research Journal 19(1): 77-84 (2012), aktivitas antibacterial dari

26
ethanol, chloroform dan hexane extracts dari kulit Hylocereus polyrhizus (red flesh pitaya) dan
Hylocereus undatus (white flesh pitaya) dapat melawan sembilan pathogens yang dievaluasi
melalui disc diffusion method dan broth microdilution method.

Hasil dari disc diffusion method menunjukkan bahwa chloroform extracts dari kulit H.
polyrhizus and H. undatus memiliki aktivitas antibacterial yang baik dimana hampir semua
pathogen yang diuji berhasil dihambat. Patogen tersebut antara lain, Bacillus cereus,
Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes, Enterococcus faecalis, Salmonella
typhimurium, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Yersiniaent erocolitica dan
Campylobacter jejuni.

Tabel 5. Aktivitas Antibacterial Buah Naga Merah (H.Polyrhizus) dengan Buah


Naga Putih (H. Undatus)

27
Aktivitas antibacterial dari kulit buah naga yang mempunyai spectrum luas
yang dapat menghambat pathogenesis bakteri gram positif dan gram negatif
diharapkan dapat menjadi terapi komplementer pendamping ARV dalam mencegah
terjadinya infeksi oportunistik pada penderita HIV AIDS.

Pembuatan Teh dari Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus)

Kulit buah naga yang akan dijadikan teh harus melalui proses pengeringan
terlebih dahulu. Pengeringan merupakan salah satu cara untuk memperpanjang masa
simpan akibat pengurangan kadar air. Pengeringandapat dilakukan dengan bantuan
sinar matahari dan alat pengering. Pengeringan menggunakan sinar matahari lebih
memerlukan waktu yang lama dan suhu tidak dapat diatur, sedangkan pengeringan
menggunakan alat pengering lama waktu pengeringandapat dipersingkat dan suhu
dapat diatur.31 Suhu pengeringan herbal yang baik adalah berkisar antara 300C-
900C tetapi suhu terbaik untuk pengeringan sebaiknya tidak melebihi 600C. Setelah
pengeringan selesai, ekstrak dapat diseduh seperti teh biasa untuk kemudian
dikonsumsi.

28
Berdasarkan sumber di atas, dapat diketahui bahwa pemanfaatan kulit buah
naga menjadi teh dapat lebih diterima penderita, dikarenakan sediaan olahannya
lebih mudah dikonsumsi dan juga dengan efek samping minimal karena
menggunakan bahan herbal.Mekanisme Teh Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus
Polyrhizus) Sebagai Agen Terapi Oportunistik Pada Penderita HIVTeh kulit buah
naga merah yang masukke dalam tubuh tidak akan mengalami fase mekanik dan
langsung mengarah ke lambung melalui kerongkongan. Lambung merupakan organ
berukuran sekepal tangan dan terletak di dalam rongga perut sebelah kiri, di bawah
sekat rongga badan. Dinding lambung sifatnya lentur, dapat mengembang apabila
berisi makanan dan mengempis apabila kosong. Muatan di dalam lambung dapat
menampung hingga 1,5 litermakanan.

Waktu mencerna berbeda-beda untuk setiap makanan atau minuman. Makanan


yang padat akan membutuhkan waktu yang lebih lama daripada zat cair (minuman)
sehingga menurut ilmu kesehatan dianjurkan mengunyah makanan 32 kali agar
makanan menjadi lebih lembut, sehingga akan meringankan beban lambung untuk
melumatkan makanan tersebut.34 Di sinilah kelebihan pengolahan kulit buah naga
merah menjadi teh dibandingkan dengan sediaan yang lain, karena semakin lumat
makanan yang masuk lambung, maka makin cepat melintasi lambung. Lambung
merupakan tempat berkumpulnya semua makanan yang selanjutnya akan mengalami
serangkaian proses kimiawi oleh getah lambung, sekitar 1 – 2 liter yang dihasilkan
oleh 35 juta kelenjar, antara lain HCl, enzim pepsin, enzim renin, lipase, mukus
(lendir), dan faktor intrinsik.

Demikian pula yang terjadi pada minuman di dalam lambung, tetapi jenis
minuman akan lebih mudah diserap mineralnya tanpa harus diproses secara kimiawi
terlebih dahulu, salah satunya adalah flavonoid yang ada di dalam teh kulit buah naga
merah.Flavonoid adalah senyawa yang memiliki aktifitas antioksidan yang dapat
mempengaruhi beberapa reaksi yang tidak diinginkan dalam tubuh, misalnya dapat
menghambat reaksi oksidasi, sebagai pereduksi radikal hidroksil dan superoksid serta
radikal peroksil.35Di samping lain, salah satu penyebab infeksi oprtunistik yang
paling banyak adalah karena infeksi jamur. Pada sel jamur, dinding sel memiliki

29
peranan penting dalam kelangsungan hidup dan patogenisitas jamur. Selain menjadi
pelindung dan pemberi bentuk atau morfologi sel, dinding sel jamur merupakan
tempat penting untuk pertukaran dan filtrasi ion serta protein, sebagaimana
metabolisme dan katabolisme nutrisi kompleks.

Komposisi primer dinding sel Candida albicans adalah 30% mannoprotein


permukaan yang merupakan penentu utama spesifik serologik dan berperan dalam
perlekatan sel jamur pada permukaan sel hospes. Selain itu menurut struktur protein
di dinding sel jamur mengandung enzim-enzim seperti manan sintase, kitin sintase
yang berperan dalam transpor energi untuk pertumbuhan dan kolonisasi jamur.
Mekanisme kerja flavonoid dalam menghambat pertumbuhan jamur yakni dengan
menyebabkan gangguan permeabilitas membran sel jamur. Gugus hidroksil yang
terdapat pada senyawa flavonoid menyebabkan perubahan komponen organik dan
transport nutrisi yang akhirnya akan mengakibatkan timbulnya efek toksik terhadap
jamur.

Selain itu, sebagai antibakteri, senyawa flavonoid yang terkandung di dalam


teh kulit buah naga merah merupakan bagian yang bersifat polar dan akan sangat
mudah menembus lapisan peptidoglikan yang bersifat polar daripada lapisan lipid
yang non polar, sehingga menyebabkan aktivitas penghambatan pada bakteri gram
positif lebih besar daripada bakteri gram negatif. Aktivitas penghambatan dari
kandungan buah kaktus pir berduri pada bakteri gram positif menyebabkan
terganggunya fungsi dinding sel sebagai pemberi bentuk sel dan melindungi sel dari
lisis osmotik dengan terganggunya sel akan menyebabkan lisis pada sel

30
31
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit HIV (human immunodeficiency virus) adalah penyakit yang disebabkan


oleh virus HIV dan menyerang system kekebalan tubuh manusia. AIDS (acquired
immune deficiency syndrome) adalah sindrom atau kumpulan gejala yang timbul karena
sangat turunnya kekebalan tubuh penderita HIV dan merupakan stadium akhir dari HI.

Menurut WHO, total penderita HIV lebih dari 35 juta jiwa. Pada tahun 2017,
940.000 orang meninggal karena penyebab HIV. Ada sekitar 36,9 juta orang yang hidup
dengan HIV pada akhir tahun 2017 engan 1,8 juta orang terinfeksi baru pada tahun 2017.
Pada tahun 2017 diperkirakan 47% infeksi baru terjadi diantara populasi kunci dan
pasangannya.

B. Saran

1. Memberikan support kepada penderita HIV agar tidak putus asa dalam menjalani
hidup.

2. Mencegah penyebaran HIV dengan pemeriksakan kesehatan anda dan anak secara
rutin.

3. Dan kita sebagai perawat terus memberikan asuhan keperawatan kepada penderita
agar cepat sembuh dalam pengobatan

32
DAFTAR PUSTAKA

Arifaini, F. N., Herlina, H., & Pratama, R. D. (2020). Pengkajian Bio , Psiko , Sosial , Spiritual
Dan Kultural Pada Pasien Hiv / Aids.
Fitriani, A., Purworejo, A., Hospital, G., Indriawati, R., Yogyakarta, U. M., Mutmainnah, I. H.,
& Yogyakarta, U. M. (2014). Potensi Teh Kulit Buah Naga Merah ( Hylocereus
Polyrhizus ) Sebagai Terapi Komplementer Untuk Menurunkan Infeksi Opurtunistik Pada
Penderita HIV- Potensi Teh Kulit Buah Naga Merah ( Hylocereus Polyrhizus ) Sebagai
Terapi Komplementer Untuk Menurunkan Infe. October 2019, 0–6.
https://doi.org/10.13140/RG.2.2.23363.76321/1
Iswandi, F. (2017). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan HIV AIDS Di IRNA non Bedah
Penyakit dalam RSUP DR. M. Djamal Padang. Pustaka.Poltekkes-Pdg.Ac.Id, 15–192.
NANANG, B., & SITI, M. (2019). Modul Pembelajaran Keperawatan Hiv/Aids.
http://repository.stikeshusadajbg.ac.id/72/1/MODUL PEMBELAJARAN HIV AIDS ...pdf
UMMU MUNTAMAH, S.Kp.,Ns., M. K. (2019). Pedoman Perawatan Paliatif pada orang
dengan Hiv/Aids (ODHA) (Vol. 53, Issue 9).
http://repository.itspku.ac.id/226/1/PERAWATAN PALIATIF HIV AIDS Cetak.pdf

33
34

Anda mungkin juga menyukai