“KORBAN PEMERKOSAAN”
Disusun Oleh :
Kelompok 2 :
A. Latar Belakang
Salah satu tanda dan gejala gangguan jiwa adalah ungkapan marah yang mal
adaptif yang dilakukan seseorang karena gagal dalam beradaptasi dan tidak punya
mekanisme penanganan yang adekuat. Ungkapan marah yang mal adaptif, salah
satunya adalah agresif, yang akan membahyakan karena dapat tibul dorongan untuk
bertindak baik secara konstruktif maupun destruktif dan masih terkontrol. Pasien
dengan marah agresif akan bersifat menentang, suka membantah, bersikap kasar,
kecenderungan menuntut secara terus-menerus, bertingkah laku kasar disertai
kekerasan (Stuart and Sunen,1991).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
2. Tujuan Khusus
- Untuk mengetahui konsep dasar mengenai perilaku kekerasan dalam rumah
tangga
- Untuk mengetahui mengenai Asuhan keperawatan klien perilaku kekerasan
dalam rumah tang
BAB II
KONSEP TEORI
A. Pengertian
Perilaku kekerasan dalam keluarga adalah suatu keadaan dimana sesorang
melakukan tindakan yang dapat menyebabkan perasaan kesal atau marah yang tidak
konstruktif.
Undang-undang PKDRT ini menyebutkan bahwa Kekerasan dalam Rumah
Tangga adalah setiap perbuatan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk anacman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga (Pasal 1 ayat 1).
Kekerasan dalam keluarga mencakup penganiayaan fisik, emosional dan
seksual pada anak-anak pengabaian anak, pemukulan pasangan, pemerkosaan
terhadap suami atau istri dan penganiayaan lansia. Perilaku penganiayaan dan
perilaku kekerasan yang tidak akan dapat diterima bila dilakukan orang yang tidak
dikenal sering kali di toleransi selama bertahun-tahun dalam keluarga. Dalam
kekerasan keluarga, keluarga yang normalnya merupakan tempat yang aman dan
anggotanya merasa dicintai dan terlindungi, dapat menjadi tempat paling berbahaya
bagi korban.
B. Karakteristik Kekerasan Dalam Keluarga
1. Isolasi sosial
Anggota keluarga merahasiakan kekerasan dan sering kali tidak mengundang
orang lain datang ke rumah mereka atau tidak mengatakan kepada orang lain apa
yang terjadi. Anak dan wanita yang mengalami penganiayaan sering kali diancam
oleh penganiaya bahwa mereka akan lebih disakiti jika mengungkapkan rahasia
tersebut. Anak-anak mungkin diancam bahwa ibu, saudara kandung atau hewan
peliharaan mereka akan dibunuh jika orang diluar keluarga mengetahui
penganiayaan tersebut. Mereka ditakuti agar mereka menyimpan rahasia atau
mencegah orang lain mencampuri “urusan keluarga yang pribadi”.
2. Kekerasan dan control
Anggota keluarga yang mengalami penganiayaan hampir selalu berada dalam
posisi berkuasa dan memiliki kendali terhadap korban, baik korban adalah anak,
pasangan, atau lansia. Penganiaya bukan hanya menggunakan kekuatan fisik
terhadap korban, tetapi juga kontrol ekonomi dan sosial. Penganiaya sering kali
adalah satu-satunya anggota keluarga yang membuat keputusan, mengeluarkan
uang, atau diijinkan untuk meluangkan waktu diluar rumah dengan orang lain.
Penganiaya melakukan penganiayaan emosional dengan meremehkan atau
menyalahkan korban dan sering mengancam korban. Setiap indikasi kemandirian
atau ketidakpatuhan anggota keluarga, baik yang nyata atau dibayangkan,
biasnaya menyebabkan peningkatan perilaku kekerasaan (Singet at al, 1995).
3. Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan yang lain
Ada hubungan antara penyalahgunaan zat, alkohol, dengan kekerasan dalam
keluarga. Hal ini tidak menunjukkan sebab dan akibat-akibat tidak menyebabkan
individu menjadi penganiaya sebalik, penganiaya juga cenderung menggunakan
alcohol atau obat-obatan lain. 50-90% pria yang memukul pasangannya dalam
rumah tangga juga memiliki riwayat penyalahgunaan zat. Jumlah wanita yang
mengalami penganiayaan dan mencari pelarian dengan menggunakan alkohol
mencapai 50%.
4. Proses transmisi antargenerasi
Berarti bahwa pola perilaku kekerasan diteruskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya melalui model peran dan pembelajaran sosial. Transmisi
antargenerasi menunjukkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan
suatu pola yang dipelajari. Misalnya, anak-anak yang menyaksikan kekerasan
dalam keluarga akan belajar dari melihat orang tua mereka bahwa kekerasan ialah
cara menyelesaikan konflik dan bagian integral dalam suatu hubungan dekat.
Akan tetapi tidak semua orang menyaksikan kekerasan dalam keluarga menjadi
penganiaya tau pelaku kekerasan ketika dewasa sehingga faktor tunggal ini saja
tidak menjelaskan perilaku kekerasan yang terus ada.
C. Faktor Presdiposisi
Faktor Psikologis
Psychoanalytical Theory : Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia
di pengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang dapat di ekspresikan
dengan seksualitas; dan kedua, insting kematian yang diekspesikan dengan
agresivitas.
Frustration aggression theory : teori yang dikembangkan oleh Freud ini
berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan makan akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan
memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang lain atau objek yang
menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang melakukan tindakan agresif
mempunyai perilaku agresif.
Faktor presipitasi
Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya
terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih dikenal
dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika seseorang merasa
ternacam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber
kemarahannya. Oleh karena itu baik perawat maupun klien harus bersama-sama
mengidentifikasikannya.
D. Etiologi
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak
enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan
akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.
Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan /
keinginan yng diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam
dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa
mengendalikan orang lain dan keadaan sekiatrnya misalnya dengan kekerasan.
Hilangnya harga diri : pada dasarnya manusia itu mempeunyai kebutuhan
yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu
tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung,
lekas marah, dan sebagainya.
Kebutuhan akan status dan prestise : manusia pada umumnya mempunyai
keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.
Beberapa faktor penyebab lain terjadi kekerasan dalam rumah tangga, yaitu
faktor individu (seperti korban penelantaran anak, penyimpngan psikologis,
penyalahgunan alkohol, dan riwayat kekerasan di masa lalu), faktor keluarga (seperti
pola pengasuhan yang buruk, konflik dalam pernikahan, kekerasan oleh pasangan,
rendahnya status sosial ekonomi, keterlibatan orang lain dalam masalah kekerasan),
faktor komunitas (seperti kemiskinan, angka kriminalitas tinggi, mobilitas penduduk
tinggi, banyaknya pengangguran perdagangan obat terlarang lemahnya kebijakan
intsitusi, kurangnya sarana pelayanan korban, faktor situasional), dan faktor
lingkungan sosial (seperti perubahan lingkungan sosial yang cepat, kesenjangan
ekonomi, kesenjangan gender, kemiskinan, lemahnya jejaring ekonomi, lemahnya
penegakan hukum, budaya yang mendukung kekerasan, tingginya penggunaan senjata
api illegal, massa konflik atau pasca konfik)
E. Tanda dan Gejala
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan
pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa. Gejala-gejala atau
perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya
adalah :
1. Perubahan fisiologis
Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, pupil
dilatasi, tonus otot meningkat.
2. Perubahan emosional
Muah tersinggung, tidak sabra, frustasi, ekspresi wajah tampak tegang, bila
mengamuk kehilangan control diri.
3. Perubahan perilaku
Agresif pasif, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk. Nada suara keras dan
kasar.
4. Menyerang atau menghindar
5. Menyatakan secara asertif
6. Memberontak
7. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.
F. Bentuk-Bentuk KDRT
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau
luka berat.
2. Kekerasan psikis
Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa
percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau
penderitaan psikis berat pada seseorang.
3. Kekerasan seksual
Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan
seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak
disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial
dan/atau tujuan tertentu.
4. Penelantaran Rumah Tangga
Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam
lingkup rumah tangganya, padahal menurut hokum yang berlaku baginya atau
karena persetujuan atau perjamjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan,
atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu penelantaran juga berlaku
bagi setiap orang yang mengakibatkan kergantungan ekonomi dengan cara
membatasi atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah
tangga sehingga korban berada di bawah kebdali orang tersebut.
G. Strategi pencegahan kekerasan dalam rumah tangga
1. Pendidik
Instansi pendidikan dari jenjang SD sampai SMA memiliki andil yang
penting dalam usaha pencegahan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
2. Penegak hukum dan keamanan
Pemerintah bersama penegak hukum juga memiliki peran yang lebih
kuat melalui UU No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, BAB II Pasal 2
yang menyatakan “anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan yang
dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan
secara wajar”. Selain itu, UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga. Oleh karenanya, tidak ada alas an bagi
siapapun untuk boleh melakukan kekerasan dalam rumah tangga.
3. Media massa
Media massa sebaiknya menampilkan berita kekerasan yang diimbangi
dengan artikel pencegahan dan penanggulangan dampak kekerasan yang
diterima korban jangka panjang atau pendek, sehingga masyarkat tidak
menjadikan berita kekerasan sebagai inspirasi untuk melakukan kekerasan.
4. Pelayanan kesehatan
a. Prevensi primer, yaitu promosi orang tua dan keluarga sejahtera
b. Prevensi sekunder, yaitu diagnosis dan tindakan bagi keluarga yang stress
c. Prevensi tersier, yaitu edukasi ulang dan rehabilitasi keluarga
BAB III
A. Pengkajian
1. Pengumpulan data
a. Aspek biologis
Respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem syaraf otonom bereaksi
terhadap sekresi epinepria sehingga tekanan darah meningkat, takikardia, muka
merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala kecemasan yang
sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti
rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan reflex cepat. Hal ini disebabkan oleh
energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
b. Aspek emosional
salah satu anggota yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya,
jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul anggota yang lain, mengamuk, bermusuhan
dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
c. Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses
intelektual, peran panca indera sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan
yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat
perlu megkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana
informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.
d. Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konseprasa percayadan ketergantugan. Emosi
marah sering merangsang kemarahan anggota keluarga yang lain-lain. Individu
seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain
sehingga anggota keluarga yang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata
kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan
individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
e. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal ini yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan moral dan rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara
komprehensif meliputiaspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara
singkat dapat dilukiskan sebagai berikut : aspek fisik, terdiri dari muka merah,
pandangan tajam, nafas pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan
zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam,
jengkel, aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme,berdebat, meremehakn.
Aspek sosial : menarik diri, penolakan kekerasan, ejekan, humor.
2. Klasifikasi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam
yaitu ata subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan
secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancaraperawat
dengan klien dan keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata.
Data ini didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
3. Analisa data
Dengan melihat data obyektif dan subyektif dapat menentukan masalah yang
dihadapi keluarga dan dengan memperlihatkan pohon masalah dapat diketahui
penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat
ditentukan diagnosa keperawatan.
4. Aspek fisik
Aspek fisik terdiri dari : muka merah,pandangan tajam, nafas pendek dan cepat,
berkeringat sakit fisik, penalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi:
tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel. Aspek intelektual : mendominasi, bawel,
sarkasme, berdebat, meremehkan. Aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan,
ejekan, humor.
B. Pohon Masalah
resiko mencederai diri sendiri, o
Efek lain dan lingkungan : resiko per
kekerasan
Causa HDR
C. Diagnosa keperawatan
1. Risiko perilaku kekerasan
D. Intervensi keperawatan
BAB IV
STRATEGI PELAKSANAAN
Harga diri rendah Pasien : Keluarga :
Sp I P SP I K
Mengidentifikasi penyebab PK Mendiskusikan masalah yang
Mengidentifikasi tanda dan gejala PK dorasakan keluarga dalam
Mengidentifikasi PK yang dilakukan merawat pasien
Mengidentifikasi akibat PK Menjelaskan pengertian PK,
Menyebutkan cara mengontrol PK tandagejala, serta proses
Membantu pasien mempraktekkan terjadinya PK
latihan cara mengontrol fisik I Menjelaskan cara merawat pasien
Meganjurkan pasien memasukkan dengan PK
dalam kegiatan harian
SP II K
Sp II P Melatih keluarga mempraktekkan
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian cara merawat pasien dengan PK
pasien Melatih keluarga melakukan cara
Melatih pasien mwngontrol PK merawat langsung kepada pasien
dengan cara fisik II PK
Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian SP III K
Membantu keluarga membuat
SP III P jadwal aktivitas di ruma termasuk
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian minum obat (discharge planning)
pasien Menjelaskan follow u pasien
Melatih pasien mengontrol PK dengan setelah pulang.
cara verbal
Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP IV P
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
Melatih pasien mengontrol PK dengan
cara spiritual
Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jaddwal kegiatan harian
SP V P
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
Menjelaskan cara mengontrol PK
dengan minum obat
Menganjurkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan harian
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Perilaku kekerasan dalam keluarga adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secra fisik baik terhadap perempuan
maupun anak. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau
marah yang tidak konstruktif.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kita dapat mengerti, mengetahui
tentang asuhan keperawatan kekerasan dalam rumah tangga, serta tindakan-tindakan
yang akan diambil dalam membuat Asuhan Keperawatan yang bermutu dan
bermanfaat bagi pasien. Serta dituntut untuk bisa membandingkan antara teori dan
kasus yang terjadi di lapangan atau lahan praktik yang terkadang terjadi
ketidaksinkronan dan kesinkronan yang wajar. Semoga bermanfaat bagi semua dan
membantu dalam pembuatan Asuhan Keperawatan kelak.
DAFTAR PUSTAKA
Mery Ramadani, dkk. 2015. Jurnal Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) Sebagai Salah
Satu Isu Kesehatan Masyarakat Secara Global. Padang : Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Andalas.
Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : Rsud Dr. Amino
Gonohutomo,