Anda di halaman 1dari 17

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Kesehatan Jiwa Dr. Diana Elfida, S.Psi., M.Si

LAPORAN PSIKOEDUKASI

DISUSUN OLEH:

Asha Musyarafah (12060122689)

Almaratish Sholeha (12060122954)

Maria Ulfah (12060120602)

KELAS 5E

FAKULTAS PSIKOLOGI

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM

2021/2022

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

KATA PENGANTAR.............................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................1

1. Latar Belakang Masalah..............................................................................................1

2. Tujuan Program Psikoedukasi....................................................................................3

BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................................4

1. Stress...............................................................................................................................4

2. Coping Stress..................................................................................................................6

3. Self-Talk.........................................................................................................................7

BAB III PROGRAM PSIKOEDUKASI..............................................................................12

1. Nama Program............................................................................................................12

2. Target Program...........................................................................................................12

3. Sasaran Program.........................................................................................................12

4. Media Psikoedukasi....................................................................................................12

5. Prosedur Pelaksanaan Program................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
psikoedukasi ini guna memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Jiwa.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pemahaman dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun
dari berbagai pihak. Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini dapat memberikan
manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan dan penelitian.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pekanbaru, 18 Desember 2022

Kelompok 4

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Stres merupakan masalah umum yang terjadi dalam kehidupan umat manusia.
Kupriyanov dan Zhdanov (dalam Nasib, 2016) menyatakan bahwa stres yang ada saat ini
merupakan sebuah atribut kehidupan modern. Hal ini dikarenakan stres sudah menjadi
bagian hidup yang tidak bisa terelakkan. Baik di lingkungan sekolah, kerja, keluarga, atau
dimanapun, stres bisa dialami oleh seseorang. Stres juga bisa menimpa siapapun termasuk
anak-anak, remaja, dewasa, atau yang sudah lanjut usia. Dengan kata lain, stres pasti
terjadi pada siapapun dan dimanapun. Hal yang menjadi masalah adalah apabila jumlah
stres itu begitu banyak dialami seseorang. Dampaknya adalah stres itu membahayakan
kondisi fisik dan mentalnya. 
Perubahan psikososial dapat merupakan tekanan mental (stressor psikososial)
sehingga bagi sebagian individu dapat menimbulkan perubahan dalam kehidupan dan
berusaha beradaptasi untuk menanggulanginya. Stresor psikososial, seperti perceraian
dalam rumah tangga, masalah orang tua dengan banyaknya kenakalan remaja, hubungan
interpersonal yang tidak baik dengan teman dan sebagainya. Namun, tidak semua orang
dapat beradaptasi dan mengatasi stressor akibat perubahan tersebut sehingga ada yang
mengalami stres, gangguan penyesuaian diri, maupun sakit (Maramis dalam Musradinur,
2016).
Penelitian menunjukkan bahwa stres memberi kontribusi 50 sampai 70 persen
terhadap timbulnya sebagian besar penyakit seperti penyakit kardiovaskuler, hipertensi,
kanker, penyakit kulit, infeksi, penyakit metabolik dan hormon, serta lain sebagainya.
Ketika seseorang mengalami stres yang berat, akan memperlihatkan tanda-tanda mudah
lelah, sakit kepala, hilang nafsu, mudah lupa, bingung, gugup, kehilangan gairah seksual,
kelainan pencernaan dan tekanan darah tinggi. Manusia tidak mungkin terhindar dari
stress, untuk itu kita harus dapat menyikapi dan mengelola stres dengan baik sehingga
kualitas hidup kita menjadi lebih baik (Musradinur, 2016).
Stress merupakan fenomena yang pasti dialami oleh semua manusia. Dalam ilmu
psikologi, stress adalah perasaan tertekan dan ketegangan mental. Tingkat stress yang
rendah mungkin diinginkan, bermanfaat, dan bahkan sehat. Stress dapat menimbulkan
dampak positif, yaitu dapat meningkatkan fasilitasi kinerja. Stress yang positif dianggap
sebagai faktor penting untuk motivasi, adaptasi, dan melakukan reaksi terhadap

1
lingkungan sekitar. Namun, apabila tingkat stresnya tinggi dapat mengakibatkan masalah
biologis, psikologis, dan sosial dan bahkan bahaya serius bagi seseorang. Stress dapat
berasal dari faktor eksternal yang bersumber pada lingkungan, atau disebabkan oleh
persepsi internal individu ( Lina, 2021).
Istilah stress diperkenalkan oleh Selye pada tahun 1930 dalam bidang psikologi
dan kedokteran. Ia mendefinisikan stress sebagai reaksi dari organisme terhadap situasi
yang membebani atau mengancam jiwanya. “Hubungan khusus seseorang dengan
lingkungannya yang dianggap melampaui kemampuannya dan membahayakan
kesejahteraannya”, Lazarus & Folkman (1984).
Menurut Alazayyat dan Algamal (dalam Nia, 2019) bahwa stres dapat memicu
seseorang untuk berperilaku negatif dan berperilaku positif. Dalam hal ini penilaian
seseorang terhadap stressor akan menentukan upaya dalam menghadapi stressor. Menurut
Stuart dan Sundeen (2016), bahwa semua upaya yang diarahkan untuk mengelola stres
baik itu yang konstruktif maupun yang destruktif disebut dengan koping. Ada dua strategi
koping yang biasanya digunakan oleh individu dalam menghadapi stres, yaitu: problem
solving focused coping yaitu individu bertindak aktif melakukan alternatif penyelesaian
masalah yaitu dengan menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres dan
emotion focused coping yaitu individu berupaya untuk mengatur emosinya untuk
menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh kondisi atau situasi yang
penuh tekanan. 
Salah satu bentuk emotion focused coping adalah dengan melakukan self talk.
Menurut Jim (dalam Rahmadaningtyas, 2020) self talk memiliki dua bentuk yaitu self-talk
positive dan self-talk negative. Self-talk positif yaitu adanya pernyataan positif yang dapat
mendorong seseorang dan membantu dalam mengatasi kesulitan yang mereka hadapi
karena memberikan efek positif berupa emosi-emosi positif. Sedangkan self-talk negative
adalah kebalikan dari self-talk positif, yaitu pernyataan negatif yang mampu menyebabkan
seseorang mengalami emosi negatif seperti marah, kecemasan, ketakutan, serta kesedihan.
Self-talk merupakan terapi berbicara dengan dirinya sendiri dengan melakukan self talk
akan mendorong untuk merubah pikiran negatif menjadi positif serta memiliki kesadaran
terhadap stres yang dirasakannya, situasi, serta pikiran-pikiran yang menyebabkan
munculnya stres.
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis tertarik untuk membuat program
psikoedukasi  tentang bagaimana strategi coping stress melalui emotion focused coping
dengan self-talk positif  sebagai media yang digunakan.
2
2. Tujuan Program Psikoedukasi

Berdasarkan penjelasan di atas penulis merasa diperlukannya psikoedukasi  yang


baik tentang bagaimana menerapkan strategi koping dalam mengatasi stress. Dalam
program ini, penulis merancang psikoedukasi dengan nama kegiatan yaitu “ Be nice to
yourself today and everyday”. Program psikoedukasi mengenai stress dan coping stress ini
dimaksudkan sebagai bentuk pemberian informasi untuk membantu mengurangi dan
menangani stress yang sedang dirasakan. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan
psikoedukasi kepada remaja pada secara online dan offline. Sehingga menambah wawasan
bagi masyarakat dengan tampilan dan desain konten yang menarik dan mudah untuk
dipahami.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Stress

a. Definisi Stress

Hardjana (dalam Aditama, 2017) menyebutkan bahwa stres merupakan


ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi mental, fisik, emosional, dan
spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia
tersebut. Stres pada dasarnya merupakan reaksi normal pada setiap individu, stres
adalah reaksi alami tubuh terhadap ketegangan, tekanan serta perubahan dalam
kehidupan. Sarafino (dalam Aditama, 2017) menyatakan bahwa stres adalah kondisi
yang disebabkan oleh interaksi antara individu dengan lingkungan, menimbulkan
persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan, berasal dari situasi yang bersumber pada sistem
biologis, psikologis dan sosial dari seseorang.

b. Jenis-Jenis Stress

Selye (dalam Rice, 1992) menggolongkan stres menjadi dua golongan.


Penggolongan ini didasarkan atas persepsi individu terhadap stres yang dialaminya :

1) Distress (stres negatif): merupakan stres yang merusak atau bersifat tidak
menyenangkan. Stres dirasakan sebagai suatu kondisi dimana individu
mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir, atau gelisah. Sehingga individu
mengalami keadaaan psikologis yang negatif, menyakitkan, dan timbul
keinginan untuk menghindarinya.
2) Eustress (stres positif): bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman
yang memuaskan. Hanson (dalam Rice, 1992) mengemukakan frase joy of
stress untuk mengungkapkan hal-hal yang bersifat positif yang timbul dari
adanya stres. Eustress dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan,
kognisi, dan performansi individu. Eustress juga dapat meningkatkan motivasi
individu untuk menciptakan sesuatu, misalnya menciptakan karya seni.

c. Aspek Stress

Menurut Bressert (dalam Musabiq & Karimah, 2018), terdapat empat aspek stress,
yaitu fisik, kognitif, emosi, dan perilaku. 

4
1) Fisik: beberapa tanda bahwa stress telah berdampak pada fisik diantaranya
adalah adanya gangguan tidur, peningkatan detak jantung, ketegangan otot,
pusing dan demam, kelelahan, dan kekurangan energi.
2) Kognitif: adanya dampak pada aspek kognitif ditandai dengan adanya
kebingungan, sering lupa, kekhawatiran, dan kepanikan.
3) Emosi: Pada aspek emosi, dampak dari stress diantaranya adalah mudah
sensitif dan mudah marah, frustrasi, dan merasa tidak berdaya.
4) Perilaku: Pada aspek perilaku, stress berdampak pada hilangnya keinginan
untuk bersosialisasi, kecenderungan untuk ingin menyendiri, keinginan untuk
menghindari orang lain, dan timbulnya rasa malas

d. Faktor Stress
Menurut Sukadiyanto (dalam Aditama, 2017) terdapat beberapa hal yang
menjadi penyebab timbulnya stress, yaitu:

1) Perasaan cemas mengenai hasil yang dicapai


2) Aktivitas yang tidak seimbang ketidakseimbangan aktivitas akan
menimbulkan stres terutama aktivitas yang berlebihan sehingga individu tidak
memiliki waktu yang cukup untuk merecovery dirinya 
3) Tekanan dari diri sendiri, bagi individu yang selalu ingin tampil sempurna
(perfectionist). Segala sesuatu yang tidak sesuai keinginan akan mendorong
individu itu untuk menyempurnakannya sementara pekerjaan yang
diembannya cukup banyak sehingga menyita waktu yang banyak pula.
4) Suatu kondisi ketidakpastian, hal ini akan menimbulkan stres karena
ketidakpastian membuat individu tidak menentu.
5) Perasaan cemas, perasaan cemas adalah kondisi yang khawatir terhadap suatu
masalah yang tidak jelas penyebabnya.
6) Perasaan bersalah, individu yang selalu merasa bersalah akan dapat
mengakibatkan munculnya stres karena apa saja yang dikerjakannya tidak
pernah benar 
7) Jiwa yang dahaga secara emosional, kebutuhan akan cinta kasih sayang,
dihormati, dihargai dan lain sebagainya oleh orang lain, adapun jiwa yang
dahaga secara spiritual juga dapat menyebabkan stres karena individu yang
tidak mengenal dan tidak dekat dengan Tuhan maka pendiriannya labil dan
mudah goyah. Individu yang menyalahkan tuhan merupakan indikasi tidak
5
dekatnya dengan Tuhan Berdasarkan dari beberapa sumber di atas maka dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi stres adalah faktor
internal dari individu yang berupa koping stres, kecemasan yang berlebih,
serta perasaan bersalah, karakteristik kepribadian individu, faktor sosial-
kognitif, sosial kultural, dan faktor spiritual.

2. Coping Stress

a. Definisi Coping Stress

Coping adalah upaya kognitif dan perilaku untuk mengelola tuntutan eksternal
atau internal yang spesifik (dan konflik antara) yang dianggap membebani atau
melebihi kemampuan individu (Lazarus & Folkman, 1987). Coping stress merupakan
strategi yang digunakan oleh individu dalam mengatasi stress. Coping stress yaitu suatu
proses pemulihan kembali dari pengaruh pengalaman stres atau reaksi fisik dan psikis
yang berupa perasaan tidak enak, tidak nyaman atau tertekan yang sedang dihadapi
individu yang meliputi strategi kognitif dan perilaku yang digunakan untuk mengelola
situasi penuh stres dan emosi negatif yang merugikan.

b. Bentuk-bentuk Coping 

Lazarus dan Folkman (dalam Sarafino ; 1997) secara umum membedakan


bentuk dan fungsi coping dalam dua klasifikasi yaitu sebagai berikut:

1) Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping)


Strategi untuk penanganan stress atau coping yang berpusat pada
sumber masalah, individu berusaha langsung menghadapi sumber masalah,
mencari sumber masalah, mengubah lingkungan yang menyebabkan stress dan
berusaha menyelesaikannya sehingga pada akhirnya stress berkurang atau
hilang. Untuk mengurangi stressor individu akan mengatasi dengan
mempelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan yang baru. Individu
akan cenderung menggunakan strategi ini bila dirinya yakin akan dapat
mengubah situasi karena individu secara aktif mencari penyelesaian dari
masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stress.
Strategi ini akan cenderung digunakan seseorang jika dia merasa dalam
menghadapi masalah dia mampu mengontrol permasalahan itu.

2) Coping yang berfokus pada emosi (emotion-focused coping)

6
Strategi penanganan stress dimana individu memberi respon terhadap
situasi stress dengan cara emosional. Digunakan untuk mengatur respon
emosional terhadap stress. Pengaturan ini melalui perilaku individu bagaimana
meniadakan fakta- fakta yang tidak menyenangkan. Bila individu tidak
mampu mengubah kondisi yang menekan individu akan cenderung untuk
mengatur emosinya dalam rangka penyesuaian diri dengan dampak yang akan
ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan. Individu akan
cenderung menggunakan strategi ini jika dia merasa tidak bisa mengontrol
masalah yang ada.

3. Self-Talk

a. Definisi Self-Talk
Menurut Burnett (1996) self-talk merupakan pembicaraan internal yang
terstruktur dan berasal dari dan untuk diri sendiri sebagai bentuk gambaran pemikiran
mengenai diri sendiri dan dunia (dalam Marhani, Sahrani, & Monika, 2018). Hardy &
Jones menyatakan bahwa self-talk adalah salah satu teknik keterampilan mental dasar
dalam latihan keterampilan mental (Komarudin, 2015). Penjelasan ditambahkan
Komarudin (2015) bahwa terdapat dua aspek penting dalam self-talk, yaitu: 

1) Self-talk dapat dikatakan dengan spontan sehingga terdengar oleh orang lain
maupun dalam diri sendiri tidak didengar oleh orang lain; 
2) Biasanya pernyataan self-talk ditujukan untuk diri sendiri bukan kepada orang
lain. 

Seligman dan Reichenberg mendeskripsikan Positive self-talk sebagai sebuah


pep talk (pembicaraan yang dimaksudkan untuk membangkitkan keberanian atau
antusiasme) positif yang diberikan seseorang kepada dirinya sendiri setiap hari. Ketika
menggunakan positive self- talk, seseorang berulang-ulang menyebutkan sebuah frasa
suportif yang sangat membantu ketika dihadapkan pada suatu masalah. Menurut
Hackfod and Scwenkmezger, self-talk merupakan dialog yang mana individu
menafsirkan perasaan dan persepsi, mengatur dan mengubah peristiwa yang sudah
terjadi sesuai rencana atau keyakinan, serta memberikan instruksi dan penguatan
kepada diri sendiri.

7
Dari pemaparan para ahli tersebut dapat disimpulkan self-talk merupakan
pembicaraan internal yang berasal dari diri sendiri dan untuk diri sendiri guna
membangkitkan keberanian dan sebagai bentuk penguatan diri.

b. Bentuk-Bentuk Self-Talk

Adapun bentuk Self-Talk terbagi menjadi dua, yaitu self-talk positif dan self-talk
negatif 

1) Self-talk positif atau rasional

Self-talk ini akan memunculkan emosi yang positif dengan cara


memerintahkan dirinya sendiri untuk bersikap konstruktif. Dengan bersikap
positif, individu bisa membangun semangatnya sendiri untuk mencapai
perubahan yang diinginkan. Menurut Davis (dalam Kesuma & Jannah,
2015) apabila self-talk dilakukan secara akurat atau rasional dan
berhubungan dengan realitas, maka individu tersebut juga akan berfungsi
dengan baik.

2) Self-talk negatif  atau irasional

Self-talk ini merupakan pernyataan irasional individu yang menyebabkan


emosinya terganggu. Pernyataan tersebut akan memunculkan rasa depresi,
rendah diri, menyalahkan diri sendiri dan khawatir berlebihan. (Davis dalam
Wulandari, 2017: 21). 

c. Faktor-Faktor Self-Talk

Menurut Wulandari (2017), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi


self -talk, yaitu:

1) Tempat pertama individu terbentuk.


Menurut Vygotsky, seorang anak mulai dapat berkomunikasi dengan
dirinya sendiri saat memasuki usia enam atau tujuh tahun (Ricard, 2012.
Pada masa-masa ini individu mulai mengenali hal-hal yang baik atau buruk.
Pada usia ini anak masih melatih diri mengenai bahasa. Oleh karenanya,
pembelajaran dan komunikasi yang positif dari lingkungan dapat
mempengaruhi pola pemikiran anak.

8
2) Belajar
Belajar Belajar merupakan suatu kegiatan yang ditujukan untuk dapat
mengetahui atau mendapatkan pengalaman guna melakukan perubahan.
Adapun perubahan tersebut dapat berarti relatif, maksudnya dapat bersifat
positif maupun negatif. Sehingga hal ini dapat mempengaruhi self-talk.
Mengingat alur self-talk yang tidak lepas dari proses mental di dalam diri
manusia. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Rogers, bahwa salah
satu sifat self dapat berubah dengan adanya proses belajar (Suryabrata,
2013:260).

3) Kematangan psikologis
Kematangan psikologis menurut Shanahan dkk., Kematangan
psikologis yang dimaksud adalah bagaimana individu mulai mampu
bersikap, bukan ditandai dengan hal-hal yang tampak dari luar, misal sudah
mampu bekerja. Melainkan kematangan disini adalah bersifat intrinsik yaitu
masalah pengendalian diri (Papalia dan Fielmand, 2014:82). Adanya
kematangan psikologis inilah yang akan mengaktifkan self-talk dalam
menghadapi segala kemungkinan peristiwa yang akan terjadi.

d. Langkah-Langkah Self-Talk

Self-talk merupakan terapi berbicara dengan dirinya sendiri dengan melakukan


self-talk akan mendorong remaja untuk merubah pikiran negatif menjadi positif serta
memiliki kesadaran terhadap stres yang dirasakannya, situasi, serta pikiran-pikiran yang
menyebabkan munculnya stres. Self-talk terdiri dari 5 sesi yaitu : 
1) Cari posisi nyaman
2) Teknik relaksasi
3) Pikirkan pikiran negatif yang sedang menjadi masalah
4) Ubah pikiran negatif menjadi positif
5) Ucapkan kalimat – kalimat positif, dan ulangi sampai melekat pada pikiran

Gantika, Eka, & Karsih (2011) telah merancang beberapa tahapan dalam melakukan
teknik positive Self talk, rancangan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Klien diarahkan untuk memperlihatkan mengenai pemikiran yang tidak logis. Hal
ini dapat membantu klien untuk memahami bagaimana klien dapat memunculkan

9
pikiran irasional. Tahapan ini bertujuan agar klien dapat memunculkan pemikiran
bahwa mereka memiliki potensi untuk mengubah dirinya menjadi lebih baik.
2) Tahap kedua mengarahkan klien untuk menghadapi diri dalam mengubah pikiran
irasionalnya. Hal ini dilakukan bersama klien dengan mengeksplorasi ide dan
tujuan yang rasional.
3) Pemikiran rasional klien akan terus diperkuat dengan kalimat motivasi yang
bersifat positif.
4) Tahapan demi tahapan tersebut dilakukan dengan sedikit demi sedikit pengarahan
pemikiran irasional menuju pikiran yang rasional dengan bantuan dialog positif
pada diri terkait hal-hal yang bersangkutan dengan lingkungan sekitar dan diri
sendiri.

e. Manfaat Self-Talk

Self-talk juga bisa menentukan diri seseorang, jika pikiran seseorang berpikiran
optimis maka pikiran pun menghasilkan hal-hal yang penuh positif, sebaliknya jika
seseorang tersebut selalu berpikiran pesimis, maka dalam pikiran akan berisikan oleh
hal-hal negatif. Adapun dampak jika melakukan self-talk negatif:  

1) Perfeksionis. Seseorang melakukan sesuatu dengan kesempurnaan dan hal


ini biasanya sedikit memaksa. 
2) Pemikiran terbatas. Biasanya seseorang akan berpikiran tidak bisa
melakukan sesuatu, hal itu akan ada dipikiran tersebut dan menjadikan hal
tersebut benar.  
3) Perasaan depresi. Dengan tidak dicegah maka self-talk negatif bisa membuat
seseorang merasakan depresi.  
4) Muncul tantangan dalam berhubungan dengan orang lain. Dengan
melakukan self-talk negatif muncul lah kebiasaan yang bisa mengganggu
orang lain. Misalnya menjadikan kurang percaya diri dan juga minder. 

Manfaat lainnya dari self-talk yang positif, yaitu:  

1) Memfokuskan diri.  
2) Meningkatkan sistem kekebalan tubuh.  
3) Menjadikan seseorang semangat.  
4) Mengurangi stres.  
5) Selalu berpikiran positif. 

10
Wulaningsih (2016), menyebutkan terdapat beberapa manfaat dari positive
Self talk adalah:

1) Positive Self talk mampu memperbaiki suasana hati karena dialog positif yang
dilakukan mampu menuntun alam bawah sadar seseorang sehingga dialog
positif yang diucapkannya menjadi bentuk nyata dari perilaku seseorang.
2) Mengarahkan diri dan merangsang untuk mengevaluasi tindakan yang telah
dilakukan adalah salah satu dari manfaat positive self talk. Hal ini terjadi
karena apabila hal-hal positif diungkapkan maka akan memunculkan tindakan
pada hal-hal yang positif dalam mencapai tujuan seperti memberikan motivasi,
menambah percaya diri, memperjelas tujuan, meningkatkan semangat dan
menjadikan seseorang tidak mudah putus asa.
3) Positive Self talk membantu untuk mengubah suasana hati yang menjadi lebih
baik saat individu menghadapi masalah dengan mengungkapkan perkataan
positif dalam pikiran.

11
BAB III

PROGRAM PSIKOEDUKASI

1. Nama Program
Adapun nama dari program yang kelompok penulis rancang yaitu “Be nice to
yourself today and everyday”.

2. Target Program
Tujuan dari pemberian psikoedukasi self talk adalah untuk memberikan informasi
kepada individu mengenai positive self talk yang dapat membantu individu untuk
memahami dirinya. Dengan adanya self talk maka individu dapat mengetahui dengan
sadar sifat masalah yang sedang dihadapi sehingga masalah dapat terselesaikan dengan
pemahaman yang baru, serta individu juga mampu mengendalikan pikirannya sesuai apa
yang diinginkan agar mampu mengambil keputusan secara mandiri. Dengan melakukan
pengulangan-pengulangan kata-kata positif dalam latihan self-talk positif maka dapat
menjadi kebiasaan baik yang akan menghasilkan hal-hal baik pula.

3. Sasaran Program
Sasaran program ditujukan pada remaja dengan rentang usia 12-22 tahun. Remaja
yang sedang stres seringkali tidak disadari. Padahal, hal ini penting diketahui orang tua
agar keadaannya tidak semakin memburuk. Menurut survei yang dilakukan oleh
Psychological Association (APA) pada tahun 2014, menyebutkan remaja dinilai lebih
mudah mengalami stres ketimbang orang dewasa. self-talk ini adalah salah satu cara yang
bisa dilakukan untuk mengurangi rasa stress yang dialami oleh para remaja. Self-talk
bukan mencoba untuk memaksakan atau merubah perilaku/pikiran yang ada dalam
individu, namun membuat diri mereka menjadi lebih tenang (Martin & Pear, 2015).
Teknik ini menjadikan pikiran lebih rasional/ positif yang membantu menurunkan rasa
stress pada remaja.

4. Media Psikoedukasi
Dalam program psikoedukasi ini media yang akan digunakan berupa leaflet,
quotes yang berisi kalimat positive self-talk/kalimat yang menyentuh hati dan partisipan
juga dipersilahkan untuk menulis notes satu kalimat yang dapat melepaskan perasaan
negatif yang dirasakan.

12
5. Prosedur Pelaksanaan Program

a. Tahapan
1) Tahap Persiapan
Sebelum melakukan program dilakukan beberapa persiapan. Langkah pertama
yaitu persiapan materi-materi yang ada dalam program kegiatan, penentuan lokasi
dan waktu pelaksanaan. Kedua, mempersiapkan leaflet, notes yang nantinya akan
dibagikan kepada partisipan dalam kegiatan. Ketiga, persiapan quotes yang akan
dibagikan kepada partisipan. Quotes tersebut akan berisi kalimat-kalimat positive
self-talk yang dapat dibawa oleh partisipan.
2) Tahap Pelaksanaan
a) Penyebaran leaflet & penjelasan singkat mengenai positive Self talk kepada
para partisipan yang ada di lokasi jumlah yang akan dicapai adalah (±) 50 pcs
b) Tiap partisipan akan diberikan notes yang akan mereka isi dengan kalimat
positive self-talk
c) Pemberian quotes kepada partisipan
3) Tahap Evaluasi Kegiatan
Tahap ini dilakukan pada akhir kegiatan untuk mengevaluasi apakah capaian
kegiatan ini terpenuhi. Evaluasi dilakukan dengan pengumpulan informasi tentang
kegiatan dan hasil program.
b. Cakupan Materi Psikoedukasi
1) Definisi Self-Talk
2) Alasan kenapa Self-Talk itu penting
3) Manfaat Positive Self-Talk
4) Faktor-Faktor yang mempengaruhi Self-Talk
5) Contoh kata-kata Positive Self-Talk
c. Durasi waktu Pelaksanaan: -+ 30 menit
d. Lokasi: Car Free Day (CFD), Jl. Sudirman
e. Pihak yang terlibat: seluruh anggota kelompok dan remaja yang melaksanakan CFD
saat itu

13
DAFTAR PUSTAKA

Aditama, D. (2017). Hubungan Antara Spiritualitas dan Stres pada Mahasiswa yang
Mengerjakan Skripsi. Jurnal EL-Tarbawi, 10(2), 39–62.

Hidayatullah. R.M. & Al Aluf F.N.(2021) Efektivitas Self-Talk Terhadap Pengelolaan


Kesehatan Mental di Tengah Pandemi COVID-19. Psychomedia: Jurnal Penelitian
Psikologi. Volume 1, No.1.

Kesuma, F. F. W., & Jannah, M. (2015). Pengaruh Self Talk Terhadap Kecemasan Atlet
Senam Ritmik. Character, 03(2), 1–5.

Lazarus, Richard S. 1991. Emotion and Adaptation. Oxford University Press: New York
Oxford

Lina.(2021). Tinjauan Literatur Mengenai Stres Dalam Organisasi. Jurnal Ilmu


Manajemen;Vol. 18

Musabiq, S. A., & Karimah, I. (2018). Gambaran Stress dan Dampaknya Pada Mahasiswa.
Insight: Jurnal Ilmiah Psikologi, 20(2), 75–83.

Musradinur.(2016). Stres Dan Cara Mengatasinya Dalam Perspektif Psikologi.Jurnal


Edukasi;Vol.2

Nia.(2019). Gambaran Stres Akademik dan Strategi Koping pada Mahasiswa Keperawatan.
Jurnal Ners dan Kebidanan.

Putri .M. & Bachri.Y. (2022). Efektivitas Penerapan Terapi Self Talk Dan Manajemen Stres
Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Remaja. Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ):
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Vol 10.No 1. Hal 23 - 28.

14

Anda mungkin juga menyukai