Oleh :
Afrilia Fransisca
1926001
i
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh :
Afrilia Fransisca
1926001
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS KTI
Nim : 1926001
Mengatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tulisan dalam karya tulis ilmiah ini
merupakan hasil pemikiran saya sendiri, bukan pengutipan tulisan dari karya orang
lain yang saya akui sebagai tulisan atau hasil pemikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya tulis ilmiah ini adalah hasil kutipan
pemikiran orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas tindakan tersebut.
(Afrilia Fransisca)
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Proposal ini telah di setujui untuk dipertahankan pada seminar proposal dengan;
Mengetahui
Pembimbing I Pembimbing II
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini telah berhasil dipertahankan pada seminar uji hasil dan
diperbaiki pada :
Pada Tanggal/Bulan/Tahun :
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Skizofrenia
dengan Masalah Resiko Perilaku Kekerasan
Menggunakan Terapi Psikoreligius dan Terapi
Tertawa di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung
Nama : Afrilia Fransisca
Nim : 1926001
Mengetahui
Ketua Ketua Program Studi DIII Keperawatan
STIKes Panca Bhakti STIKes Panca Bhakti
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik, hidayahnya
di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung”. Penulis karya tulis ilmiah ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ahli Madya
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang baik ini
1. Hj. Risneni., S.SiT., M.Kes selaku Ketua Yayasan Pendidikan STIKes Panca
2. Ns. Anton Surya Prasetya, M.Kep., Sp.Kep.J selaku Ketua STIKes Panca Bhakti
Bandar Lampung.
3. Ns. Jupri Kartono, M.Kep., Sp.Kep.An selaku Wakil Ketua I Bidang Akademik
5. Ns. Fitri Nuriya Santy, M.Kep., Sp.Kep.Mat selaku Ketua Program Studi D III
semangat yang luar biasa dalam menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah ini.
vi
7. Ns. Jupri Kartono, M.Kep., Sp.Kep.A selaku Pembimbing II yang telah
8. Seluruh Dosen dan Staf STIKes Panca Bhakti Bandar Lampung yang telah
9. Teruntuk yang tercinta dan tersayang orang tua saya Bapak Kadri Rusmin dan
Ibu Susi Purwanti serta kakak saya Yuli Rikawati, Mardianto, Dovi Riyanto,
Neti Sandri Wati, Verra Arisca Damayanti, terima kasih untuk semua
ketulusan, cinta, dan kasih sayang untuk menghantarkan putri kecil ini
mewujudkan cita-cita
10. Teruntuk teman dekat yang selalu memberi warna di perjalanan perkuliahan ini
kepada Derik Aguesty, Mutiara Dwi Melwanda, Adelia, Yureni, Nazella Safitri,
Isa Anggraini, Yorenska Millenia, Kiki Rizki Sri Amelia, Elsa Elinda yang telah
Ilmiah ini.
Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak baik intuisi dan
Afrilia Fransisca
vii
DAFTAR ISI
1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 11
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 12
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................... 12
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................... 12
1.4 Manfaat ..................................................................................................... 13
2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 14
2.1 Konsep Dasar Skizofrenia .......................................................................... 14
2.1.1 Definisi Skizofrenia ........................................................................... 14
2.1.2 Etiologi............................................................................................... 16
2.1.3 Klasifikasi .......................................................................................... 18
2.1.4 Tanda dan Gejala ............................................................................... 19
2.1.5 Fase Skizofrenia ................................................................................ 21
2.1.6 Patofisiologi ...................................................................................... 22
2.1.7 Penatalaksanaan ................................................................................ 22
2.2 Konsep Risiko Perilaku Kekerasan ............................................................ 23
2.2.1 Definisi ............................................................................................... 23
2.2.2 Rentang Respon Marah ...................................................................... 24
2.2.3 Etiologi............................................................................................... 25
viii
2.2.4 Manifestasi Klinis .............................................................................. 27
2.2.5 Mekanisme Koping ........................................................................... 28
2.2.6 Penatalaksanaan ................................................................................ 30
2.2.7 Pohon Masalah .................................................................................. 31
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.3.6 Penelitian Terkait ................................................................................49
Tabel 3.4 Evaluasi Tanda dan Gejala Resiko Perilaku Kekerasan Terapi Spiritual
Dzikir .....................................................................................................................63
Tabel 3.5 Evaluasi Tanda dan Gejala Resiko Perilaku Kekerasan Terapi Tertawa
................................................................................................................................64
x
MOTTO
“Allah tidak akan membebani kewajiban kepada seseorang kecuali sesuai dengan
kesanggupannya. Hasil kerja yang baik untuknya dan yang tidak menjadi
“Fikirkan hal-hal yang paling hebat, dan engkau akan menjadi hebat. Tetapkan
akal pada hal tertinggi, dan engkau akan mencapai yang tertinggi”
xi
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Kasus wabah Covid-19 pada penghujung juli 2020, semakin melonjak sampai ke
pelosok negeri. Banyak orang yang terinfeksi Covid-19 lebih dari 100.000 kasus
kegelisahan hingga ketakutan akan virus tersebut, dan masyarakat saat itu banyak
yang mengalami stress ringan hingga stress berat karena factor penyebaran berita
peningkatan jumlah dan tingkat keparahan penyakit mental akibat pandemik Covid-
adalah persoalan kesehatan fisik. Hal ini berarti permasalahan kesehatan mental
1
2
yaitu cemas, depresi, dan trauma. Responden paling banyak adalah perempuan
(76,1%) dengan usia minimal 14 tahun dan maksimal 71 tahun. Responden paling
banyak berasal dari Jawa Barat 23,4%, DKI Jakarta 16,9%, Jawa Tengah 15,5%,
psikologis berat di alami 46% responden ,gejala stres pasca trauma psikologi
sedang di alami 33% responden, gejala stres pasca trauma psikologis ringan di
alami 2% responden, sementara 19% tidak ada gejala. Adapun gejala stres
pascatrauma yang menonjol yaitu merasa berjarak dan terpisah dari orang lain serta
responden akibat pandemi Covid-19. Gejala cemas utama adalah merasa khawatir
sesuatu yang buruk akan terjadi, khawatir berlebihan, mudah marah, dan sulit rileks.
Sementara gejala depresi utama yang muncul adalah gangguan tidur, kurang
percaya diri, lelah, tidak bertenaga, dan kehilangan minat. Lebih lanjut, sebanyak
80% responden memiliki gejala stres pascatrauma 63% responden cemas dan 66%
depresi, trauma akibat pandemi Covid-19 dirasakan secara nyata oleh masyarakat
bagi masyarakat dunia saat ini. Secara global, terdapat empat faktor risiko utama
depresi yang muncul akibat pandemi Covid-19 (Thakur dan Jain, 2020). Pertama,
faktor jarak dan isolasi sosial. Ketakutan akan Covid-19 menciptakan tekanan
emosional yang serius. Rasa keterasingan akibat adanya perintah jaga jarak telah
mereka, seperti depresi dan bunuh diri. Kedua, resesi ekonomi akibat Covid-19.
Pandemi Covid-19 telah memicu krisis ekonomi global yang kemungkinan akan
dan putus asa, yang meningkatkan angka bunuh diri. Ketiga, stres dan trauma pada
tenaga kesehatan. Penyedia layanan kesehatan berada pada risiko kesehatan mental
yang makin tinggi selama pandemi Covid-19. Sumber stres mencakup stres yang
ekstrim, takut akan penyakit, perasaan tidak berdaya, dan trauma karena
diskriminasi. Stigma Covid-19 dapat memicu kasus bunuh diri di seluruh dunia. Di
India, misalnya, seorang pria bunuh diri setelah menghadapi boikot sosial dan
pria bunuh diri setelah diisolasi oleh tetangganya karena didiagnosa terinfeksi
Covid-19.
Kesehatan jiwa menurut UU No. 18 tahun 2014 adalah kondisi dimana seseorang
individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga
mendefinisikan kesehatan sebagai “keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan
kesehatan sebagai suatu keadaan sejahtera emosional, fisik, dan sosial dapat
sehari- hari, dan puas dengan hubungan interpersonal dan diri mereka sendiri. Tidak
ada satu pun definisi universal kesehatan jiwa, tetapi kita, dapat menyimpulkan
Perilaku seseorang dapat dilihat atau ditafsirkan berbeda oleh orang lain, yang
bergantung kepada nilai dan keyakinan, maka penentuan definisi kesehatan jiwa
menjadi sulit. Orang dengan gangguan jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ
adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang
Skizofrenia merupakan suatu kondisi dimana terdapat adanya gangguan fungsi otak
yang mempengaruhi emosional dan tingkah laku dimana yang dapat mempengaruhi
fungsi kognitif (Depkes RI, 2015 dalam Dilfera, 2018). Menurut Fenomena yang
terjadi mengenai skizofrenia atau orang dengan gangguan jiwa mereka akan
perilaku manusia untuk merusak sebagai bentuk agresif fisik yang dilakukan oleh
5
seseorang terhadap orang lain dan sesuatu. Hal ini dapat ditimbulkan dari riwayat
kekerasan dalam keluarga yang kurang tepat misalnya seperti mempasung, dan
mengisolasi penderita. Gejala yang ditimbulkan secara tiba-tiba menjadi salah satu
faktor kenapa penderita di isolasi dan dipasung dari masyarakat dan keluarga.
Dengan mengisolasi dan mempasung berakibat pada penderita dimana klien akan
jarak sosial dan keluarga (Arsyad, M. 2018). Selain itu dengan mengisolasi dan
mempasung juga berdampak pada pasien baik secara fisik maupun secara psikis
trauma, rendah diri, putus asa dan dendam 2 terhadap keluarga, yang dimana
(Winohalisah 2018).
2017 berjumlah lebih dari 450 juta orang diseluruh dunia. Di Indonesia, prevelensi
penderita skizofrenia mencapai 0,3 sampai 1% dan biasanya mulai tampak pada
usia 18 sampai 45 tahun. Jika jumlah penduduk yang ada di Indonesia mencapai
200 jiwa maka dapat diperkirakan sekitar 2 juta orang menderita skizofrenia
(Sutejo, 2017). Hasil dari Riskesdas tahun 2018, gangguan jiwa mengalami
peningkat angka yang sangat signifikan dari 83.612 jiwa menjadi 85.788 jiwa dari
tahun 2013 sampai tahun 2018 sebenyak 1,7 jiwa atau 1-2 orang dari 1,000 warga
gangguan jiwa dan Provinsi Jawa Timur menunjukan angka 2,2 jiwa berdasarkan
jumlah penduduk Jawa Timur 42.030.633 jiwa, maka sekitar 85.788 jiwa yang
mengalami gangguan jiwa. Hasil dari Riskesdas pada tahun 2018 Provinsi Jawa
Pada skizofrenia tidak ditemukan banyak kasus baru, karena skizofrenia lebih
dibandingkan dengan Negara yang telah maju. Stigma terhadap gangguan jiwa
cukup tinggi hingga mencapai 20 juta orang diseluruh dunia pada tahun 2018. Hasil
jiwa berat sebesar 6,7%, tertinggi di Bali sebesar 11,1% dan terendah di Kepulauan
Riau 2,8% sedangkan di Lampung 6,0%. Menurut data badan pusat statistik
Provinsi Lampung orang dengan gangguan jiwa skizofrenia sebesar 1,8% di Way
di Mesuji 8,14%, Tulang Bawang Barat 4,5%, di Pesisir Barat 0,00%, di Kota
2018).
7
pasien yang masuk rumah sakit jiwa mengalami skizofenia (80% dengan
skizofrenia) yang memerlukan rawat inap dan jalan cukup lama. Berbagai tanda dan
gejala yang muncul pada pasien skizofrenia seperti perilaku disorganisasi bicara
kacau dan perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah, delusi, halusinasi,
diagnosis keperawatan. Berbagai gejala yang sering terjadi pada pasien skizofrenia
kekerasan merupakan salah satu gejala yang biasa terjadi sehingga keluarga baru
membawa pasien untuk berobat ke rumah sakit (Jayanti dan Antari, 2019).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku
kekerasan dapat dilakuakan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain,
dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu saat
2015). Penyebab gangguan jiwa yang dapat menimbulkan risiko perilaku kekerasan
salah satunya adalah agresi. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang
merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau marah (Yosep, 2014). Hal
ini dasari keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting
dari keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam dari
8
atau secara destruktif. Resiko perilaku kekerasan adalah perilaku yang agresif yang
disertai marah dan salah satu dorongan untuk melakukan tindakan dalam bentuk
destruktif dan masih terkontrol salah satu bentuk gangguan jiwa adalah perilaku
dokter dan perawat. Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa
terancam, baik berupa secara fisik, psikis, atau ancaman. Beberapa faktor pencetus
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut, raasa frustasi, kekerasan dalam rumah
tangga, masa lalu yang tidak menyenangkan, kehilangan orang yang berarti,
Perilaku kekerasan yang dilakukan pasien dapat menyebabkan cidera pada diri
sendiri maupun orang lain, sampai kematian. Penelitian terkait pada 61 responden
di RS. Jiwa Tampan Pekan Baru menunjukkan adanya tindakan perilaku kekerasan
pada perawat berupa ancaman fisik sebesar 79%, penghinaan sebesar 70%.
ringan sebesar 51% dan yang pernah mengalami kekerasan fisik yang menyebabkan
cedera serius sebesar 20%. Diperkirakan tidak lebih dari 10% klien skizofrenia
termasuk farmakoterapi, terapi keluarga, terapi individu, terapi perilaku dan terapi
9
kelompok dengan terapi aktivitas kelompok (TAK) (Jayanti dan Antari, 2019).
dzikir dan terapi tertawa yang dilakukan secara bertahap karena hal tersebut dapat
peredaran dua hormon dalam tubuh yaitu epinefrin dan kortisol, yang bisa
yang di maksud dalam hasil penelitian ini adalah kondisi depresi seseorang semakin
membaik, dimana dari tingkat depresi berat, sedang dan ringan menjadi depresi
perilaku kekerasan yang dilakukan observasi meliputi respon perilaku, respon fisik,
respon emosi dan respon verbal. Didalam ajaran agama manapun bahwa sesorang
yang akan melakukan Doa, Dzikir dan mengikuti ceramah agama disunahkan untuk
men- sucikan diri, khusus dalam ajaran islam (berwudhu). Menurut H.R Buchori
Muslim bahwa air wudhu dapat merangsang syaraf yang ada pada tubuh kita.
Dengan demikian aliran darah yang ada pada tubuh kita menjadi lancar, sehingga
tubuh kita akan menjadi rilek dan akan menurunkan ketegangan. Dimana kalau
merupakan salah satu tanda dari perilaku kekerasan. Hal ini juga didukung oleh
pendapat Ilham 2008, bahwa terapi psikoreligi yang meliputi doa-doa, dzikir,
ceramah keagamaan, dan lain-lain dapat meningkatkan kekebalan dan daya tahan
psikososial guna peningkatan integrasi kesehatan jiwa. Dari sudut ilmu kedokteran
10
jiwa atau keperawatan jiwa atau kesehatan jiwa, doa dan dzikir (psikoreligius
terapi) merupakan terapi psikiatrik setingkat lebih tinggi daripada psikoterapi biasa
(Ilham, 2008)
geraknya karena dia berfokus pada kegiatanya sehingga dapat mengurangi agresif
fisik klien (Videbecck, 2008). Respon fisik akan mempengaruhi respon emosi
(Boyd & Nihart, 1998). Respon fisik merupakan respon yang mengikuti perubahan
kognitif pada klien perilaku kekerasan (Boyd & Nihart, 1998). Berdasarkan model
memberikan makna dan dampak dari suatu situasi yang menekan dan ditunjukkan
dengan respon kognitif, afektif, respon fisik, respon perilaku dan social (Stuart &
(Yosep, 2009). Dengan terapi psikoreligi akan melakukan kontrol terhadap emosi
yang mempengaruhi proses fikir serta ketegangan otot (Stuart& Laraia, 2005) Hal
ini dibuktikan oleh hasil penelitian, bahwa setelah diberi terapi psikoreligi ada
Kemudian dapat disimpulkan bahwa terapi tertawa lebih efektif dalam mengontrol
marah pada pasien perilaku kekerasan dibanding dengan terapi relaksasi nafas
dalam di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gundohutomo Semarang. Hasil
11
signifikan.
Terapi tertawa dipilih sebagai salah satu terapi untuk meningkatkan kemampuan
proses relaksasi sistem pernafasan. Ketika manusia mengalami stres atau tekanan
mental proses bernafas cepat dan terburu-buru, dalam tertawa ini teknik bernafas
yang tepat dapat mengalirkan oksigen ke seluruh jaringan tubuh memberi dampak
kelompok tawa yang secara spontan saling berinteraksi dan memberi dukungan
Skizofrenia adalah kelainan jiwa ini terutama menunjukan gangguan dalam fungsi
pembentukan arus serta isi pikiran. Disamping itu, juga ditemukan gejala gangguan
persepsi, wawasan diri, perasaan, dan keinginan. Skizofrenia ditemukan 7 per 1.000
COVID-19 berupa rasa takut dan cemas mengenai kesehatan diri dan orang
terdekat, pola makan berubah, pola tidur berubah, sulit untuk berkonsentrasi,
menunjukkan 64,3% dari 1.522 responden mengalami kecemasan atau stress yang
merupakan dampak dari adanya pandemi ini. (Ananda, S & Apsari, N, 2020).
1.3 Tujuan
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa
penerapan terapi psikoreligius dzikir dan terapi tertawa terhadap pasien dengan
1.4 Manfaat
1. Bagi Peneliti
Hasil dari studi kasus ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pengetahuan
Hasil dari studi kasus ini bisa di terapkan jika berpotensi dapat mengurangi
memberikan manfaat khususnya untuk salah satu bahan acuan untuk melakukan
Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi dan informasi tambahan
4. Bagi Klien
Manfaat bagi pasien adalah mendapat asuhan keperawatan yang efektif, efisien dan
sesuai dengan standart asuhan keperawatan pada pasien Skizofrenia dengan resiko
perilaku kekerasan
14
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yaitu “Schizein” yang artinya retak atau
pecah (split), dan “phren” yang artinya pikiran, yang selalu dihubungkan dengan
seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian serta emosi
(Sianturi, 2014).
Skizofrenia merupakan suatu kondisi dimana terdapat adanya gangguan fungsi otak
yang mempengaruhi emosional dan tingkah laku dimana yang dapat mempengaruhi
Skizofrenia ialah penyakit yang berpengaruh terhadap pola fikir, tingkat emosi,
sikap, dan kehidupan sosial. Seseorang yang mengalami gagguan jiwa bisa di tandai
dengan penyimpangan realitas, penarikan diri dari interaksi sosial, persepsi serta
pikiran, dan kognitif (Stuart, 2013). Selain itu, skizofrenia juga dapat diartikan
emosional dan tingkah laku (Depkes RI, 2015). Gangguan jiwa skizofrenia sifatnya
14
15
adalah ganguan yang lebih kronis dan melemahkan dibandingkan dengan gangguan
persisten dan juga serius yang bisa mengakibatkan perilaku psikotik, kesulitan
timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu.
sebagai suatu proses penyakit yang mencakup banyak jenis dengan berbagai gejala
Menurut Nancy Andreasen (2008) dalam Broken Brain, The Biological Revolution
suatu hal yang melinbatkan banyak sekali faktor. Faktor-faktor itu meliputi
perubahan struktur fisik otak, perubahan struktur kimia otak, dan faktor genetik.
neurologis yang memengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi, dan
2.1.2 Etiologi
1. Pendekatan biologis
antara lain:
a. Teori genetic
Faktor genetik sangat berperan dalam proses terjadinya skizofrenia, apabila kedua
b. Teori biokimia
prefrontalis bias menimbulkan gejala positif (Maramis, 2006). Pada teori serotonin
c. Teori neurostruktural
1) Atrofi kortikal
Dapat terjadi karena faktor degeneratif atau progresif, kegagalan otak untuk
berkembang normal, dan bisa juga dikarenakan infeksi virus pada otak dalam
kandungan (Maramis,2009).
Pada orang dengan skizofrenia terjadi abnormalitas, besar sisi kanan dan kiri otak
2. Teori psikogenik
(Maramis, 2006).
Menyatakan orang dengan latar belakang genetik rentan terhadap skizofrenia dan
tinggal dalam lingkungan yang penuh dengan stress dapat memberikan kontribusi
2.1.3 Klasifikasi
Pembagian Skizofrenia yang dikutip dari Maramis (2005) dalam buku Prabowo
1. Skizofrenia Simplex
Sering timbul untuk pertama kali pada masa pubertas. Gejalanya seperti kadangkala
emosi dan gangguan proses berpikir, waham dan halusinasi masih jarang terjadi.
2. Skizofrenia Hebefrenik
Biasanya timbul pada masa remaja antara umur 15 - 25 tahun. Gejala yang sering
terlihat yaitu gangguan proses berfikir dan adanya depersenalisasi atau double
3. Skizofrenia Katatonia
Timbul pada umur 15-30 tahun dan kadang kala bersifat akut serta sering di dahului
4. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang paling terlihat yaitu waham primer, disertai dengan waham-waham
sekunder dan halusinasi. Mereka mudah tersinggung, suka menyendiri, agak agak
5. Skizofrenia Akut
Gejalanya muncul tiba-tiba dan pasien seperti dalam keadaan sedang bermimpi.
dunia luar serta dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu
6. Skizofrenia Residual
Gejala primernya bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan
Gejala yang paling terlihat secara bersamaan gejala depresi (skizo depresif) atau
gejala manla (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa
Gejala-gejala skizofrenia terdiri dari dua jenis yaitu gejala positif dan gejala negatif.
Gejala positif berupa delusi atau waham, halusinasi, kekecauan alam pikir, gaduh,
gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan
gembira berlebihan. Gejala negatif berupa alam perasaan (affect) “tumpul” dan
“mendatar”, menarik diri atau mengasingkan diri (with drawn) tidak mau bergaul
atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming), kontak emosional
amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam dan pola pikir stereotip (Muhyi, 2011).
Gejala kognitif yang muncul pada orang dengan skizofrenia melibatkan masalah
diamati klien.
3) Afek datar: Tidak adanya ekspresi wajah yang akan menunjukkan emosi atau
mood.
4) Afek tumpul: Rentang keadaan perasaan emosional atau mood yang terbatas.
5) Anhedonia: Merasa tidak senang atau tidak gembira dalam menjalani hidup,
periode agitasi atau gembira, klien tampak tidak bergerak, seolah-olah dalam
2011).
2. Fase prodormal biasanya timbul gejala-gejala non spesifik yang lamanya bisa
sampai beberapa bulan atau beberapa tahun sebelum diagnosis pasti skizofrenia
seperti kemunduran fungsi peran dan penarikan sosial (Muhyi, 2011). Gejala
positif seperti curiga mulai berkembang di akhir fase prodromal dan berarti
sudah mendekati fase psikotik (Muhyi, 2011). Masuk ke fase akut psikotik,
gejala positif semakin jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham,
3. Fase stabilisasi yang berlangsung setelah dilakukan terapi dan pada fase stabil
terlihat gejala negatif dan residual dari gejala positif (Muhyi, 2011).
Ketiga fase tersebut disebut dengan fase psikotik. Sebelum fase psikotik muncul,
2.1.6 Patofisiologi
termasuk substansia alba dan grisea. Dari sejumlah penelitian ini, daerah otak yang
2.1.7 Penatalaksanaan
1. Psikoterapi
a. Psikoreligius Dzikir
Allah dengan ajaran dan tuntunan yang diajarkan Agama, didalam islam Al-qur’an
adalah pedoman bagi seluruh umat manusia, menjelaskan bahwa setiap “penyakit
ada obatnya”
pentingnya dekat dengan Allah, semakin dekat dengan Allah semakin membuatnya
sadar akan kebesarannya, dan berada dalam pengawasan dan penjagaan yang tidak
pernah pupus.
b. Terapi Tertawa
kegembiraan di dalam hati yang dikeluarkan melalui mulut dan bentu suara, tawa
2.2.1 Definisi
Perilaku kekerasan terhadap orang lain adalah rentan melakukan perilaku yang
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang yang
diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan pada
diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri
dalam bentuk penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan
agresif yang ditujukan untuk melukai atau membunuh orang lain (Yusuf, 2015).
yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain,
Rentang respon kemarahan individu dimulai dari rentang respon normal (adaptif)
sampai pada respon sangat tidak normal (maladaptif). (Yosep,Edisi revisi (2011)).
Keterangan :
2. Frustasi: Pasien gagal menuju mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak
dapatmenemukan alternatif.
5. Kekerasan: Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan hilang kontrol serta
2.2.3 Etiologi
1. Faktor Predisposisi
teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh”
a. Teori biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:
1) Biokomia
agresif”.
2) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem
limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Adanya gangguan tersebut maka individu
3) Genetik
Faktor keturunan.
4) Gangguan otak
Mengalami gangguan pada otak seperti tumor otak yang menyerang system
limbik dan lobus temporal, trauma otak yang mengakibatkan ensefalitas dan
tinda kekerasan.
b. Teori psikologis
26
1) Teori psikoanalitik
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
2) Teori pembelajaran
3) Teori sosiokultural
2. Faktor Presipitasi
ekonomi.
f. Adanya riwayat perilaku anti sosial seperti penggunaan obat terlarang dan
minum-minuman beralkohol.
Yosep (2011) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut:
1. Fisik
b. Rahang mengantup.
d. Tangan mengepal.
f. Berjalan mondar-mandir.
2. Verbal
e. Ketus.
3. Perilaku
c. Merusak lingkungan.
28
d. Mengamuk / agresif.
4. Emosi
Emosi tidak terkontrol, merasa tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,
5. Intelektual
6. Spiritual
Merasa dirinya berkuasa dan benar, sering mengkritik pendapat orang lain,
7. Sosial
8. Perhatian
Pada klien dengan perilaku kekerasan perlu adanya pengkajian yang mendetail
koping yang digunakan pada klien dengan perilaku kekerasan untuk melindungi
1. Sublimasi
orang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti
29
2. Proyeksi
Adalah menyalahkan orang lain atas kesulitan yang dialami atau keinginannya yang
rekan kerjanya dan berbalik menuduh orang lain yang merayu teman kerjanya.
3. Represi
alam sadar, misalnya seorang anak membenci orang tuanya. Akan tetapi menurut
ajaran yang diterima klien membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik,
sehingga perasaan benci itu ditekannya akhirnya dan dilupakan oleh orang tersebut.
4. Reaksi formasi
rintangan, misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya dia akan
5. Deplacment
melempar barang, bahkan sampai dengan melukai diri sendiri maupun orang lain.
30
2.2.6 Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan mempunyai dosis
psikomotornya, bila tidak ada dapat di bergunakan dosis efektif rendah. Contohnya
bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya
mempunyai efek anti tegang,anti cemas,dan anti agitasi (Eko Prabowo, 2014: hal
145).
Terapi religi menjadi solusi yang cocok bagi penderita gangguan jiwa dimana
gangguan jiwa adalah gejala atau pola tingkah laku psikologi yang tampak secara
klinis yang terjadi pada seseorang dari hubungan dengan keadaan stress (gejala
yang menyakitkan) atau ketidakmampuan (gangguan pada satu area atau lebih dari
ketidakmampuan atau kehilangan kebebasan yang penting dan tidak jarang respon
3. Terapi Tertawa
Terapi tertawa bisa mengurangi peredaran dua hormon dalam tubuh yaitu efinefrin
dan kortisol yang bisa menghalangi proses penembuhan penyakit baik fisik maupun
mental.
langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
Keterangan :
: Berpengaruh
32
Terapi psikoreligius menurut Wicaksono (2008) merupakan salah satu cara dari
strategi spiritual, terapi psikoreligius yaitu suatu terapi yang dilakukan dengan cara
mendekatkan diri pasien terhadap kepercayaan yang dianutnya. Bentuk dari terapi
mendengarkan bacaan Al-Qur’an. Hal ini diperkuat dengan hasil dari jurnal
penelitian yang dilakukan oleh Teguh 3 Pribadi (2019) tentang penerapan terapi
Skizofrenia, penurunan ini meliputi penurunan pada respon fisik didalam ajaran
agama manapun bahwa sesorang yang akan melakukan Doa, Dzikir dan mengikuti
ceramah agama disunahkan untuk mensucikan diri, khusus dalam ajaran islam
(berwudhu). Menurut H.R Buchori Muslim bahwa air wudhlu dapat merangsang
syaraf yang ada pada tubuh kita. Dengan demikian aliran darah yang ada pada tubuh
kita menjadi lancar, sehingga tubuh kita akan menjadi rilek dan akan menurunkan
kemarahan. Kemarahan merupakan salah satu tanda dari perilaku kekerasan, hal ini
juga didukung oleh pendapat Ilham 2008, bahwa terapi psikoreligi yang meliputi
dan daya tahan dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan yang merupakan
33
stressor psikososial guna peningkatan integrasi kesehatan jiwa. Dari sudut ilmu
kedokteran jiwa atau keperawatan jiwa atau kesehatan jiwa, doa dan dzikir
psikoterapi biasa (Ilham, 2008) Dengan demikian orang yang mengikuti terapi
psikoreligi akan membatasi geraknya karena dia berfokus pada kegiatanya sehingga
dapat mengurangi agresif fisik klien (Videbecck, 2008), Respon fisik akan
mempengaruhi respon emosi (Boyd & Nihart, 1998), Respon fisik merupakan
respon yang mengikuti perubahan kognitif pada klien perilaku kekerasan (Boyd &
seseorang terhadap stressor memberikan makna dan dampak dari suartu situasi
yang menekan dan ditunjukkan dengan respon kognitif, afektif, respon fisik, respon
perilaku dan social (Stuart & laraia, 2005). Pendekatan keagamaan dalam praktek
kedokteran dan keperawatan dalam dunia kesehatan, bukan untuk tujuan mengubah
terhadap emosi yang mempengaruhi proses fikir serta ketegangan otot (Stuart&
(Videbecck, 2008).
34
2. Terapi Tertawa
tingkat kemarahan klien dengan resiko perilaku kekerasan menunjukkan hasil yang
signifikan. Ketika seseorang tertawa karna suatu rangsangan tertentu seperti humor
atau terapi tertawa, endhorphine akan dilepaskan oleh kelenjar HPA (Hipotalamic
relaksasi, sehingga sirkulasi darah menjadi lancar. Ketika sirkulasi darah lancar,
Terapi tertawa merupakan salah satu terapi komplementer yang bermanfaat untuk
sekresi endorphin yang menyebabkan individu menjadi lebih tenang, selain itu otot-
otot wajah dan tubuh akan berelaksasi, sehingga perasaan menjadi lebih segar dan
nyaman. Terapi tertawa bermanfaat bagi klien skizofrenia, antara lain menurunkan
1. Identitas Klien
2. Alasan Masuk
Biasanya alasan utama klien masuk ke rumah sakit yaitu pasien sering
memukul serta memecahkan perabotan rumah tangga. Pada saat berbicara wajah
pasien terlihat memerah dan tegang, pandangan mata tajam, mengatupkan rahang
3. Faktor Predisposisi
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan sebelumnya pernah dirawat dan diobati
gejala sisa timbul merupakan akibat trauma yang dialami klien berupa
4. Pemeriksaan Fisik
akan cepat ketika klien marah, mata merah dan melotot, tatapan mata tajam, suara
keras dan tinggi, nada bicara seperti mengancam dan berbicara kotor, rahang
5. Psiokososial
a. Genogram
b. Konsep diri
1) Citra tubuh
Persepsi klien terhadap tubuhnya, seperti bagian tubuh yang tidak disukai.
2) Identitas diri
Kaji status dan posisi klien sebelum klien dirawat, kepuasan klien terhadap
3) Peran diri
dalam masyarakat.
4) Ideal diri
Berisi harapan klien terhadap kedaan tubuh yang ideal, posisi, tugas, peran
5) Harga diri
kondisi, dampak pada klien berubungan dengan orang lain, fungsi peran
memiliki hubungan yang kurang baik dengan orang lain sehingga klien
6. Hubungan social
Adanya hambatan dalam behubungan dengan orang lain, minat berinteraksi dengan
7. Spiritual
Klien meyakini agama yang dianutnya dan melakukan ibadah sesuai dengan
keyakinannya.
b. Kegiatan ibadah
8. Status mental
1.) Penampilan
2.) Pembicaraan
Klien berbicara cepat dengan rasa marah, nada tinggi, dan berteriak
(menggebu- gebu).
mengepal dan graham yang mengatup, mata yang merah dan melotot.
Keadaan klien tampak merasakan sedih, putus asa, gembira yang berlebihan
38
5.) Afek
menyenangkan dan biasanya klien mudah labil dengan emosi yang cepat
berubah. klien juga akan bereaksi bila ada stimulus emosi yang kuat.
serta mudah tersinggung, kontak mata yang tajam serta pandangan melotot.
7.) Persepsi
ulang.
11.) Memori
39
a. Makan
Klien makan 3x sehari dengan porsi (daging, lauk pauk, nasi, sayur, buah).
b. BAB/BAK
membersihkannya kembali.
c. Mandi
d. Berpakaian
f. Penggunaan obat
Klien minum obat 3x sehari dengan obat oral, reaksi obat pasien dapat
g. Pemeliharaan kesehatan
membersihkanruamh.
diluar rumah.
Data yang didapat melalui wawancara pada klien /keluarga, bagaimana cara klien
a. Koping Adaptif
3) Teknik relaksasi.
4) Aktifitas konstrutif.
5) Olahraga, dll.
b. Koping Maladaptif
41
1) Minum alcohol.
2) Reaksi lambat/berlebihan.
3) Bekerja berlebihan.
4) Menghindar.
5) Mencederai diri.
lingkungannya, seperti klien yang tidak dapat berinteraksi dengan keluarga atau
masyarakat karena perilaku pasien yang membuat orang sekitarnya merasa takut.
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun
psikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya
Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga tidak maka dapat digunakan
demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anticemas dan anti agitasi.
2.3.3 Perencanaan
Menurut (Budi Anna, 2009) perencanaan terdiri dari 3 aspek yaitu tujuan umum,
1. Tujuan Umum
Klien dapat melanjutkan hubungan peran sesuai dengan tanggung jawab dan tidak
2. Tujuan Khusus
Kriteria Evaluasi
1) Salam dibalas.
Intervensi
Kriteria Evauasi
Intervensi
Kriteria Evaluasi
Intervensi
a.) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami saat marah atau jengkel.
c.) Observasi bersama klien tanda-tanda klien saat jengkel atau marah yang
dialami.
dilakukan.
Kriteria Evaluasi
c.) Dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah atau
44
tidak.
Intervensi
klien.
b.) Bantu klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
c.) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan
masalahnya selesai.
Kriteria Evaluasi
Intervensi
b.) Tanyakan pada klien apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
Kriteria Evaluasi
konstruktif.
Intervensi
Kriteria Evaluasi
Intervensi
cara tersebut.
kekerasan.
Kriteria Evaluasi
a.) Keluarga klien dapat menyebutkan cara merawat klien yang berperikalu
kekerasan.
Intervensi
a.) Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang
demonstrasi.
pengobatan).
Kriteria Evaluasi
Intervensi
b.) Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa
izin dokter.
2.3.4 Implementasi
dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
akan dapat dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk
perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan keperawatan yang
2.3.5 Evaluasi
Menurut Kusumawati dan Yudi (2011) Evaluasi dilakukan untuk mengukur tujuan
dan kriteria yang sudah tercapai dan yang belum sehingga dapat menentukan
intervensi lebih lanjut. Bentuk evaluasi yang positif adalah sebagai berikut :
2. Bagaimana keadaan pasien saat marah dan benci pada orang tersebut
dilaksanakan
implementasi keperawatan.
Dampak resiko
mencederai diri Asuhan Keperawatan pada klien
sendiri,orang skizofrenia dengan masalah Risiko
lain dan Perilaku Kekerasan
lingkungan
BAB 3
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dalam
bentuk intervensi, yaitu teknik Terapi spiritual dzikir dan Terapi tertawa pada
Menurut Endraswara (2012: 78), Studi Kasus dapat dibagi menjadi dua golongan,
yaitu Studi Kasus berupa penyimpangan dari kewajaran dan Studi Kasus ke arah
perkembangan yang positif. Studi Kasus pertama bersifat kuratif, dan disebut Studi
penyembuhan tidak harus dilakukan oleh peneliti, tetapi oleh orang lain yang
Sedangkan yang kedua disebut Studi Kasus Prospektif (Prospective Case Study).
Jenis Studi Kasus ini diperlukan untuk menemukan kecenderungan dan arah
kriteria inklusi :
52
53
Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kuesioner
respon perilaku kekerasan dalam pengumpulan data untuk mengamati dan mencatat
Teknik pengumpulan data pada peneliti ini adalah dengan pengisian lembar
yaitu salah satu prosedur berencana, meliputi melihat, mencatat jumlah dan taraf
aktivitas tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Adapun
pencatat yang digunakan adalah chek list, yaitu suatu daftar pengecek, berisi subjek
dan beberapa hal /identitas lainnya dari sasaran pengamatan. Tanda chek list pada
daftar tersebut yang menunjukkan adanya tanda dan gejala dari sasaraan
pengamatan.
responden
55
Tertawa.
8) Setelah itu Terapi Spiritual Dzikir dan Terapi Tertawa diberikan sesuai
tahap-tahap pelaksanaan.
9) Terapi Spiritual Dzikir dan Terapi Tertawa diberikan 4 kali dalam 6 hari,
Dzikir dan Terapi Tertawa pada hari pertama, klien diberi kesempatan untuk
oleh peneliti.
10) Pada hari ke dua diberikan lagi Terapi Dzikir dan Terapi Tertawa dengan
12) Setalah diberikan Terapi Spiritual Dzikir dan Terapi Tertawa, pada hari
dan Sesudah dilakukan Terapi Spiritual Dzikir dan Terapi Tertawa, terhadap 2
klien sebelum dan sesudah dilakukan Terapi Spiritual Dzikir dan Terapi Tertawa
dengan mengukur tanda dan gejala tekanan darah meningkat, mata merah,
menyerang orang lain, mengamuk, berbicara kasar, merasa diri benar, dan melihat
Untuk mengetahui presentasi responden untuk setiap kategori dalam setiap variabel
P = f x 100
Keterangan :
P = Prosentasi responden
Dalam penyajian hasil yang diperoleh baik melalui observasi wawancara maupun
kuesioner disusun dan disajikan dalam bentuk yang mudah dipahami, dalam
untuk menjadi respnden. Tujuan Informed Consent adalah agar subjek mengerti
maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya jika subjek bersedia maka
nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar
DAFTAR PUSTAKA
Covid19. Jakarta
LAMPIRAN
61
Tabel 3.4 Evaluasi Tanda dan Gejala Risiko Perilaku Kekerasan Terapi
Spiritual Dzikir
Aspek yang dinilai Subjek 1 Subjek 1
No Keterangan
Tanda dan Gejala Ya Tidak Ya Tidak
1 Respon Perilaku
1 Melempar atau memukul
2 Menyerang orang lain
3 Melukai diri sendiri
4 Merusak lingkungan
5 Amuk / Agresif
2 Respon Emosi
1 Mudah tersinggung
2 Tidak sabar
3 Frustasi
4 Ekspresi wajah tampak tegang
5 Kehilangan control
3 Respon Fisiologik
1 Tekanan darah meningkat
2 Denyut nadi
3 Pernafasan meningkat
4 Pupil dilatasi
5 BAB meningkat
4 Respon Sosial
1 Menarik diri
2 Kekerasan
3 Pengasingan
4 Penolakan
5 Sendirian
5 Respon Verbal
1 Bicara kasar
2 Suara tinggi
3 Suara keras
4 Mengancam secara verbal
5 Mengumpat
6 Respon Fisik
1 Muka merah dan tegang
2 Mata melotot
3 Tangan mengepal
4 Wajah memerah
7 Respon Spiritual
1 Merasa diri berkuasa
2 Merasa benar
3 Meyinggung perasaan orang
4 Mengkritik orang
5 Tidak peduli dan kasar
Jumlah 34
Total
Keterangan : Kategori Ringan <33%
Kategori Sedang 33-66%
Kategori Berat >66%
64
Tabel 3.5 Evaluasi Tanda dan Gejala Risiko Perilaku kekerasan Terapi
Tertawa
Aspek yang dinilai Subjek 1 Subjek 1
No Keterangan
Tanda dan Gejala Ya Tidak Ya Tidak
1 Respon Perilaku
1 Melempar atau memukul
2 Menyerang orang lain
3 Melukai diri sendiri
4 Merusak lingkungan
5 Amuk / Agresif
2 Respon Emosi
1 Mudah tersinggung
2 Tidak sabar
3 Frustasi
4 Ekspresi wajah tampak tegang
5 Kehilangan control
3 Respon Fisiologik
1 Tekanan darah meningkat
2 Denyut nadi
3 Pernafasan meningkat
4 Pupil dilatasi
5 BAB meningkat
4 Respon Sosial
1 Menarik diri
2 Kekerasan
3 Pengasingan
4 Penolakan
5 Sendirian
5 Respon Verbal
1 Bicara kasar
2 Suara tinggi
3 Suara keras
4 Mengancam secara verbal
5 Mengumpat
6 Respon Fisik
1 Muka merah dan tegang
2 Mata melotot
3 Tangan mengepal
4 Wajah memerah
7 Respon Spiritual
1 Merasa diri berkuasa
2 Merasa benar
3 Meyinggung perasaan orang
4 Mengkritik orang
5 Tidak peduli dan kasar
Jumlah 34
Total
Keterangan : Kategori Ringan <33%
Kategori Sedang 33-66%
Kategori Berat >66%
65
Keterangan Score : Ya =1
Tidak =0
Keterangan Score : Ya =1
Tidak =0