Anda di halaman 1dari 106

PENGARUH BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN

TINGKAT FATIGUE PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE


DI RAWAT INAP DEWASA RUMAH SAKIT BAKTI TIMAH
PANGKALPINANG

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan

Oleh :
Finalia Umairoh
NIM : 11222232

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
2023
SKRIPSI

PENGARUH BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN


TINGKAT FATIGUE PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE
DI RAWAT INAP DEWASA RUMAH SAKIT BAKTI TIMAH
PANGKALPINANG

Dibuat untuk memenuhi persyaratan penyelesaian


Tugas akhir pada Program Srudi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan

Oleh :
Finalia Umairoh
NIM : 11222232

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA


2023

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Penelitian dengan judul :

PENGARUH BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN


TINGKAT FATIGUE PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE
DI RAWAT INAP DEWASA RUMAH SAKIT BAKTI TIMAH

Telah mendapatkan persetujuan untuk dilaksanakan Jakarta, Februari 2024

Menyetujui, Pembimbing Skripsi,

Ns. Diana Rhismawati,M.Kep., Sp.KMB


NIP.

Mengetahui,

Ka. Prodi S1 Keperawatan

Wasijati,SKp., M.Si., M.Kep

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan hasil penelitian dengan judul “Pengaruh breathing exercise terhadap


penurunan tingkat fatigue pasien congestive heart failure Di Rawat Inap Rumah
Sakit Bakti Timah Pangkalpinang” ini telah diujikan dan dinyatakan Lulus dalam
ujian sidang dihadapan Tim Penguji pada tanggal ..... Februari 2024.

Penguji I,

...............................................................

Penguji II

...............................................................

Penguji III

...............................................................

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Karunianya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian yang
berjudul “Pengaruh breathing exercise terhadap penurunan tingkat fatigue pasien
congestive heart failure Di Rawat Inap Rumah Sakit Bakti Timah
Pangkalpinang”.

Penelitian ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir mata ajar skripsi pada Program
Studi S1 Keperawatan-Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA. Peneliti
menyadari banyak pihak yang turut membantu sejak awal penyusunan sampai
selesainya penelitian ini. Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada
1. Drg. Mira Dyah Utami, MARS, selaku Direktur Utama
PERTAMEDIKA/IHC dan Pembina Yayasan Pendidikan PERTAMEDIKA.
2. Dr. Asep Saefudin., SH., MM., CHRP., CHRA, selaku Ketua Pengurus
Yayasan Pendidikan PERTAMEDIKA.
3. Ns. Maryati, S.Sos., S.Kep., MARS, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan PERTAMEDIKA
4. Wasijati, S.Kp.,M.Si.,M.Kep, selaku Kepala Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA.
5. Sri Sumartini, SE., MM, selaku Wakil Ketua II Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan PERTAMEDIKA.
6. Achirman, S.Kep., SKM., M.Kep, selaku Wakil Ketua III Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA.
7. Kepala Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
PERTAMEDIKA.
8. Ns. Diana Rhismawati, M.Kep., Sp.KMB selaku Pembimbing Skripsi yang
dengan kesabaran dan kebaikannya telah membimbing penulis selama proses
penelitian ini.
9. Ns. Tati Suryati, M.Kep., Sp.KJ, selaku Penguji Skripsi
10. dr. Agus Subarkah, Sp. Rad selaku Direktur Rumah Sakit Bakti Timah
Pangkalpinang.

iv
11. Para dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA.
12. Kepada suami dan anakku tercinta yang selalu memberi dukungannya selama
ini, sehingga laporan penelitian/skripsi ini dapat selesai sesuai dengan
waktunya.
13. Kepada kedua orangtua saya yang telah mendoakan saya dalam melakukan
penelitian ini, sehingga laporan penelitian ini dapat selesai sesuai dengan
waktunya.
14. Para responden atas keikutsertaan dan kerjasamanya, sehingga laporan
penelitian ini dapat selesai sesuai dengan waktunya.
15. Teman-teman Angkatan NR 16B Program Studi S1 Keperawatan - Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA.
16. Teman-teman di rawat jalan yang telah membantu dan mensupport, sehingga
laporan penelitian ini dapat selesai sesuai dengan waktunya
17. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang turut
berpartisipasi sehingga selesainya penelitian ini.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan penelitian ini banyak sekali
kekurangannya, sehingga saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan
demi perbaikan penulisan dan penyusunan hasil penelitian dimasa mendatang.

Pangkalpinang,
2023

Finalia Umairoh

v
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR SKEMA vi
DAFTAR LAMPIRAN vii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 7
C. Tujuan Penelitian 9
D. Manfaat Penelitian 10

BAB II : TINJAUAN KEPUSTAKAAN


A. Konsep fatigue 11
B. Konsep Breathing Exercise 15
C. Konsep dasar Congestive Heart Failure (CHF) 18
D. Penelitian Terkait 25
E. Kerangka Teori 31

BAB III : KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI


A. Kerangka Konsep 32
B. Hipotesa 34
C. Definisi Operasional 35

BAB IV : METODE PENELITIAN


A. Desain Penelitian 37
B. Populasi dan Sampel 37
C. Tempat Penelitian 39
D. Waktu Penelitian 40
E. Etika Penilaian 40
F. Alat Pengumpulan Data 41
G. Prosedur Pengumpulan Data 43
H. Pengolahan dan Analisis Data 44

vi
BAB V HASIL PENELITIAN................................................................... 45
A. Analisa Univariat ..................................................................... 45
B. Analisa Bivariat ....................................................................... 47

BAB VI PEMBAHASAN PENELITIAN.................................................... 48


A. Analisa Univariat ..................................................................... 48
B. Analisa Bivariat ....................................................................... 50

BAB VII PENUTUP..................................................................................... 53


A. Simpulan .................................................................................. 54
B. Saran ........................................................................................ 55

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................56
LAMPIRAN..................................................................................................... 58

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 KlasifikasiiGagalaJantung 19


Tabel 2.2 Manifestasiiklinissgagalljantung 20
Tabel 3.1 Definisi Operasional 35

viii
DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Kerangka Teori 33


Skema 3.1 Kerangka Konsep 44

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informed Consent 52


Lampiran 2 Kuisioner Penelitian 53

x
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA PROGRAM
S1 KEPERAWATAN

Riset, Februari 2024


Finalia Umairoh

Pengaruh Breathing Exercise Terhadap Penurunan Tingkat Fatigue Pasien


Congestive Heart Failure Di Rawat Inap Rumah Sakit Bakti Timah
Pangkalpinang

(xii + 66 Halaman + 9 tabel + 2 skema + 10 lampiran)

ABSTRAK
Congestive Heart Failure adalah gejala klinis kompleks yang dihasilkan dari
disfungsi miokard fungsional dan struktural yang dapat mengganggu kemampuan
jantung untuk memompa darah pada tingkat yang cukup untuk mempertahankan
kebutuhan metabolisme organ dalam jaringan perifer, salah satu cara mengatasi
fatigue adalah dengan melakukan terapi Breathing Exercise. Penelitian ini
bertujuan untuk Mengetahui Pengaruh breathing exercise terhadap penurunan
tingkat fatigue pasien congestive heart failure Di Rawat Inap Rumah Sakit Bakti
Timah Pangkalpinang. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif Quasy
Experiment dengan One Group Control Pre-Post Test Design. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua penderita Congestive Heart Failure (CHF) di Rawat
Inap RSBT Pangkalpinang. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 17 orang,
dengan menggunakan tehnik Acidental Sampling. Data dianalisis menggunakan
Uji T Test. Hasil penelitian didapatkan terdapat pengaruh breathing exercise
terhadap penurunan tingkat fatigue pasien congestive heart failure Di Rawat Inap
Dewasa Rumah Sakit Bakti Timah Pangkalpinang dengan nilai P value pada
Pengaruh Breathing Exercise Terhadap Penurunan Tingkat Fatigue yaitu 0,000.
Saran pada penelitian ini adalah bahwa tingkat fatigue dapat di turunkan dengan
melakukan berathing exercise

Kata Kunci : Breathing Exercise , Congestive Heart Failure, Fatigue

xi
xii
BACHELOR DEGREE 0F PERTAMINA HEALTH SCIENCES NURSING
PROGRAM

Research, February 2024


Finalia Umairoh

The Effect of Breathing Exercise on Decreasing Fatigue Levels in Congestive


Heart Failure Patients Hospitalized at Bakti Timah Pangkalpinang Hospital

(xii + 66 pages + 9 tables + 2 schematics + 10 appendices)

ABSTRACT
Congestive Heart Failure is a complex clinical syndrome resulting from
functional and structural myocardial dysfunction that can impair the heart's
ability to pump blood at a sufficient level to meet the metabolic needs of organs in
peripheral tissues. One way to alleviate fatigue is through Breathing Exercise
therapy. This study aims to investigate the effect of breathing exercise on
reducing fatigue levels in patients with congestive heart failure who are
hospitalized at Bakti Timah Pangkalpinang Hospital. This research employs a
quantitative Quasy Experiment design with a One Group Control Pre-Post Test
Design. The population of this study consists of all patients with Congestive Heart
Failure (CHF) admitted to RSBT Pangkalpinang. The sample size for this study is
17 individuals, selected using Accidental Sampling technique. The data was
analyzed using the T Test. The findings of this study indicate that there is a
significant effect of breathing exercise on reducing fatigue levels in adult patients
with congestive heart failure who are hospitalized at Bakti Timah Pangkalpinang
Hospital, with a P value of 0.000. A recommendation for future research is to
examine the impact of breathing exercise on factors other than fatigue, such as
sleep quality and blood pressure in patients with congestive heart failure.

Keywords: Breathing Exercise, Congestive Heart Failure, Fatigue

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah


Penyakit kardiovaskular atau Cardiovascular Disease (CVD) adalah
sekelompok kondisi yang mempengaruhi jantung dan pembuluh darah,
termasuk penyakit arteri koroner, stroke, dan gagal jantung. American Heart
Association, Cardiovascular Disease adalah penyebab utama kematian di
seluruh dunia dan merupakan jenis penyakit yang paling umum terjadi pada
orang dewasa di Amerika Serikat (AHA, 2021).

Data dari World Health Organization (WHO), pada tahun 2019,


Cardiovascular Disease merupakan penyebab kematian terbesar di dunia,
dengan angka kematian sekitar 17,9 juta orang setiap tahunnya, sedangkan di
tahun 2022 penyakit kardiovaskular Cardiovaskular Disease (Cardiovascular
Disease) ini merupakan penyebab utama kematian secara global, kematian
sekitar 17,9 juta jiwa setiap tahun (World Health Organization, 2022).

WHO (2019) juga melaporkan bahwa angka prevalensi Cardiovascular


Disease semakin meningkat di seluruh dunia, terutama di negara dengan
tingkat pertumbuhan ekonomi yang cepat dan perubahan gaya hidup yang
kurang sehat.

Angka prevalensi Cardiovascular Disease dapat berbeda-beda tergantung pada


lokasi geografis dan faktor-faktor risiko yang ada di masing-masing daerah.
Gejala dari Cardiovascular Disease (Cardiovascular Disease), data dari
American Heart Association (2021), dapat bervariasi tergantung pada jenis
kondisi medis yang mendasarinya.

Gejala yang terkait dengan Cardiovascular Disease meliputi Nyeri dada atau
ketidaknyamanan, sering kali dirasakan seperti tekanan, nyeri, atau

1
ketidaknyamanan di bagian tengah atau sebelah kiri dada, Sesak napas atau
kesulitan bernapas, ini bisa terjadi saat istirahat atau beraktivitas fisik.

Palpitasi, sensasi detak jantung yang tidak teratur, terlalu kuat atau terasa
seperti jantung berhenti sesaat, Kelelahan dan lemah, merasa cepat lelah atau
kehabisan energi bahkan dalam aktivitas ringan, Kaki atau pergelangan kaki
membengkak - terutama pada akhir hari atau setelah duduk lama, Pusing atau
merasa seperti akan pingsan, terutama saat berdiri tiba-tiba dari posisi duduk
atau berbaring, Nyeri atau kram pada kaki saat berjalan, mungkin
mengindikasikan masalah dengan aliran darah ke kaki.

Salah satu penyakit jantung (Cardiovascular Disease) diindonesia banyak


terjadi gagal jantung. Data Riskesdas 2018 penyakit gagal jantung di
Indonesia cukup tinggi. Data tersebut menunjukkan bahwa sekitar 6,1%
penduduk Indonesia menderita penyakit gagal jantung.

Gagal jantung adalah suatu kondisi abnormal pada struktur dan fungsi jantung
yang mencegah jantung mensuplai oksigen ke seluruh tubuh (PERKI, 2020).
Berdasarkan Crawford, 2017, gagal jantung adalah gejala klinis kompleks
yang dihasilkan dari disfungsi miokard fungsional dan struktural yang dapat
mengganggu kemampuan jantung untuk memompa darah pada tingkat yang
cukup untuk mempertahankan kebutuhan metabolisme organ dalam jaringan
perifer.

Di Asia dan Kepulauan Pasifik kematian yang terjadi karena gagal jantung
mencapai 33% dari seluruh kematian (American Heart Association, 2013).
Data dari Centers for Disease Control and Prevention di Amerika Serikat
(2019), penyakit jantung masih menjadi penyebab kematian nomor satu
dengan sekitar 655.381 kematian. Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia
(2021) melaporkan bahwa jumlah kasus gagal jantung di seluruh dunia terus
meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2021, WHO mengeluarkan laporan
yang menyatakan bahwa sekitar 64 juta orang di seluruh dunia hidup dengan

2
gagal jantung, dan diperkirakan jumlah tersebut akan terus bertambah di masa
depan.

Studi yang dilakukan Framingham menyatakan penyakit gagal jantung pada


laki–laki (per 1000 kejadian) meningkat dari 3 saat usia 50 - 59 tahun menjadi
27 saat usia 80 – 89 tahun, dan penyakit gagal jantung pada wanita terukur
sepertiga lebih rendah daripada pada laki–laki (PERKI,2020). Sekitar 50%
pasien gagal jantung memiliki angka kematian dalam waktu 5 tahun meskipun
angka untuk bertahan hidup telah mengalami peningkatan (Yancy et all.,
2013).

Data dari Riset Kesehatan Dasar (2013) menunjukkan bahwa prevalensi gagal
jantung meningkat seiring bertambahnya usia, dengan 0,5% kasus yang
didiagnosis dokter memuncak antara usia 65 dan 74 tahun, dan 0,4% kasus
yang didiagnosis dokter pada usia ≥75 tahun. 1,1% pasien mencapai puncak,
atau gejala memuncak pada usia ≥75 tahun. Pada tahun 2013, gagal jantung di
Indonesia berdasarkan diagnosa medis sekitar 229.696 atau 0,13% dan
berdasarkan diagnosis atau gejala medis sekitar 530.068 atau 0,3%.

Permasalahan fisik pada pasien gagal jantung seringkali muncul seperti


ketegangan otot, gangguan tidur, sakit kepala, mual, telapak kaki dan tangan
dingin (Watchie, 2010), sedangkan pada permasalahan psikologis biasanya
pasien merasakan kecemasan, ketidakberdayaan, ketakutan dan
kelelahan/fatigue (Polikandrioti et all, 2015).

Fatigue pada pasien dengan penyakit jantung dapat didefinisikan sebagai


perasaan yang berlebihan dan menetap akan kelelahan atau penurunan energi,
yang tidak secara langsung terkait dengan aktivitas fisik dan sering kali tidak
membaik dengan istirahat (Bradley A. Bart, 2020). Fatigue pada pasien
dengan penyakit jantung dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk
gangguan tidur, obesitas, stres, kecemasan, depresi, efek samping dari obat-
obatan, serta kondisi medis lain yang mungkin menimbulkan rasa lelah

3
(American Heart Association, 2020). Fatigue pada pasien gagal jantung
berdampak buruk juga kepada kualitas hidup (Lainsamputty & Chen, 2018,
Utami et all., 2019).

Fatigue merupakan gejala paling umum bersamaan dengan dispneu pada


penderita gagal jantung, yang disebut sebagai kelelahan yang persisten, fatigue
tetap menjadi gejala yang paling umum dialami oleh penderita gagal jantung
(Reddy YN et al, 2021). Gejala kelelahan yang persisten juga masih sering
dirasakan oleh penderita dan dapat mempengaruhi kualitas hidup sehari-hari
(Reddy YN et al, 2021).

Fatigue menjadi masalah bagi penderita gagal jantung dan menjadi ancaman
yang serius bagi ketentraman penderita dan dapat mempengaruhi tubuh dan
pikiran, selain itu juga menghalangi kemampuan untuk mempertahankan gaya
hidup aktif (Falk et all, 2009). Mulai dari 69% hingga 88% pasien gagal
jantung mengalami fatigue (polikandrioti et all., 2019).

Pasien gagal jantung yang dirawat di rumah sakit melaporkan mengalami


fatigue sebelum masuk rumah sakit sebanyak 80%, gejala ini seringkali tidak
dikenali karena tidak teridentifikasi pada pemeriksaan fisik atau laboratorium
dan tes diagnostik, tetapi tergantung pada pelaporan diri pasien.

Gejala subjektif ini berdampak pada keterbatasan fisik dan psikologis yang
berdampak buruk pada kualitas hidup pasien gagal jantung. Kelelahan pada
57% diikuti oleh sesak nafas 23% (Polikandrioti et all., 2019). Hasil studi Lain
samputty & Chen, 2018 menyatakan bahwa pentingnya memonitor fatigue
dengan memberikan manajemen yang tepat untuk pasien gagal jantung
(Lainsamputty & Chen, 2018).

Data American Heart Association (2018), beberapa cara untuk mengatasi


fatigue pada penderita penyakit jantung yang dapat dilakukan adalah
Memperbaiki pola tidur seperti Tidur yang cukup dan berkualitas dapat

4
membantu mengurangi kelelahan dan meningkatkan energi, Mengonsumsi
makanan sehat seperti Diet seimbang yang kaya akan serat, buah-buahan,
sayuran, protein rendah lemak, dan biji-bijian dapat membantu memastikan
tubuh mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan dan
energi.

Berolahraga secara teratur seperti Olahraga ringan seperti jalan-jalan,


bersepeda, atau berenang dapat membantu meningkatkan sirkulasi darah dan
stamina tubuh, Mengurangi stres seperti Stres dapat memperburuk kelelahan,
sehingga penting untuk mencari cara-cara untuk mengurangi stres seperti
meditasi, yoga, atau teknik relaksasi lainnya.

Teknik breathing exercise atau latihan pernapasan dapat membantu mengatasi


kelelahan atau fatigue pada pasien penyakit jantung. Latihan pernapasan ini
dapat meningkatkan sirkulasi oksigen dalam tubuh, membantu mengurangi
stres, dan meningkatkan energi secara keseluruhan (Fahmy Hadyan, 2019).

Fahmy Hadyan menyarankan bahwa teknik pernapasan yang baik adalah


dengan menghirup secara perlahan melalui hidung dan menghembuskan napas
secara perlahan melalui mulut. Pada saat menghembuskan napas, usahakan
untuk memperpanjang durasi hembusan dibandingkan dengan waktu
menghirup. Hal ini dapat membantu menjaga detak jantung stabil dan
meningkatkan kapasitas paru-paru (Fahmy Hadyan, 2019).

Breathing exercise atau latihan pernapasan adalah serangkaian teknik


pernapasan yang dilakukan secara teratur dan disengaja untuk meningkatkan
kualitas dan efisiensi pernapasan seseorang. Tujuannya adalah untuk
mengurangi stres, meningkatkan fokus dan konsentrasi, menenangkan pikiran,
serta meningkatkan performa fisik dan olahraga. Latihan pernapasan ini
melibatkan kontrol sadar atas inspirasi dan/atau ekspirasi untuk meningkatkan
fungsi pernapasan dan kesejahteraan mental dan fisik serta mengatasi
kelelahan/ Fatigue (Carolyn McManus et al, 2019)

5
Breathing exercise membuat tubuh kita mendapatkan input oksigen yang
adekuat. dimana oksigen memegang peran penting dalam sistem respirasi dan
sirkulasi tubuh. Saat kita melakukan breathing exercise, oksigen mengalir ke
dalam pembuluh darah dan seluruh jaringan tubuh, membuang racun dan sisa
metabolisme yang tidak terpakai, meningkatkan metabolisme dan
memproduksi energi. Breathing exercise akan memaksimalkan jumlah
oksigen yang masuk dan disuplay ke seluruh jaringan sehingga tubuh dapat
memproduksi energi dan menurunkan level fatigue.

Breathing exercise merupakan teknik yang mudah dilakukan, mudah


dipelajari, tidak membahayakan, dan tidak memerlukan biaya besar. Perawat
dapat mengajarkan breathing exerciseuntuk menurunkan level fatigue dan
keluhan lain yang dialami oleh pasien congesty heart failure (CHF). Latihan
pernapasan dapat dilakukan dengan waktu yang tidak lama, latihan pernapasan
ini dapat membantu mengurangi kecemasan dan stres yang terkait dengan
prosedur latihan Breathing Exercise (A. Khodaveisi et all, 2018).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan mengenai fenomena yang ditemukan di


Rawat Inap RSBT Pangkalpinang terkait kondisi pasien dengan penyakit
gagal jantung. Studi ini melibatkan 10 orang responden responden tampak
mengalami gejala lesu, lemas, keringetan, gemetar, dan kekhawatiran akibat
menunggu terlalu lama sebelum mendapatkan pelayanan medis.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan 10 pasien yang


sedang menjalani pengobatan atau Rawat Inap. Hasil wawancara
menunjukkan bahwa sebanyak 70% pasien mengalami gejala kelelahan, 60%
pasien juga mengalami kelemasan tubuh, sebanyak 50% pasien mengalami
keringat berlebihan saat menunggu dalam antrean. Hal ini memberikan rasa
ketidaknyamanan dan membuat mereka merasa tidak nyaman.

6
Selain itu, sebanyak 40% pasien mengalami gejala gemetar pada tubuh,
terutama pada tangan mereka, Gemetar ini sering kali dialami secara tiba-tiba
dan dapat membuat kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Sebanyak
80% pasien merasa khawatir selama menunggu yang terlalu lama. Rasa
khawatir ini menyebabkan stres yang berkepanjangan dan meningkatkan
kecemasan mereka terhadap kesehatan jantung mereka.

Rasa takut akan kemungkinan komplikasi atau penundaan pengobatan


membuat mereka menjadi lebih gelisah dan cemas. Berdasarkan temuan studi
pendahuluan ini, peneliti mengidentifikasi bahwa waktu tunggu yang lama di
Rawat Inap dapat mempengaruhi kondisi fisik dan emosional pasien.
Fenomena ini menunjukkan bahwa waktu tunggu yang panjang dapat
memperburuk kondisi pasien dengan Cardiovascular Disease dan
menyebabkan dampak negatif pada kesehatan mereka.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merasa tertarik untuk meneltiti


“Pengaruh breathing exercise terhadap penurunan tingkat fatigue pasien
congestive heart failure Di Rawat Inap Rumah Sakit Bakti Timah
Pangkalpinang”.

B. Rumusan masalah
Data dari World Health Organization (WHO), pada tahun 2019,
Cardiovascular Disease merupakan penyebab kematian terbesar di dunia,
dengan angka kematian sekitar 17,9 juta orang setiap tahunnya, sedangkan di
tahun 2022 penyakit kardiovaskular Cardiovaskular Disease (Cardiovascular
Disease) ini merupakan penyebab utama kematian secara global, kematian
sekitar 17,9 juta jiwa setiap tahun (World Health Organization, 2022).

Fatigue pada pasien dengan penyakit jantung dapat didefinisikan sebagai


perasaan yang berlebihan dan menetap akan kelelahan atau penurunan energi,
yang tidak secara langsung terkait dengan aktivitas fisik dan sering kali tidak
membaik dengan istirahat (Bradley A. Bart, 2020). Fatigue pada pasien

7
dengan penyakit jantung dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk
gangguan tidur, obesitas, stres, kecemasan, depresi, efek samping dari obat-
obatan, serta kondisi medis lain yang mungkin menimbulkan rasa lelah
(American Heart Association, 2020). Fatigue pada pasien gagal jantung
berdampak buruk juga kepada kualitas hidup (Lainsamputty & Chen, 2018,
Utami et all., 2019).

Teknik breathing exercise atau latihan pernapasan dapat membantu mengatasi


kelelahan atau fatigue pada pasien penyakit jantung. Latihan pernapasan ini
dapat meningkatkan sirkulasi oksigen dalam tubuh, membantu mengurangi
stres, dan meningkatkan energi secara keseluruhan (Fahmy Hadyan, 2019).

Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa peneliti


melakukan wawancara dengan 10 pasien yang sedang menjalani pengobatan
atau di Rawat Inap. Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebanyak 70%
pasien mengalami gejala kelelahan, 60% pasien juga mengalami kelemasan
tubuh, sebanyak 50% pasien mengalami keringat berlebihan saat menunggu
dalam antrean. Hal ini memberikan rasa ketidaknyamanan dan membuat
mereka merasa tidak nyaman.

Selain itu, sebanyak 40% pasien mengalami gejala gemetar pada tubuh,
terutama pada tangan mereka, Gemetar ini sering kali dialami secara tiba-tiba
dan dapat membuat kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Sebanyak
80% pasien merasa khawatir selama menunggu yang terlalu lama. Rasa
khawatir ini menyebabkan stres yang berkepanjangan dan meningkatkan
kecemasan mereka terhadap kesehatan jantung mereka.

Rasa takut akan kemungkinan komplikasi atau penundaan pengobatan


membuat mereka menjadi lebih gelisah dan cemas. Berdasarkan temuan studi
pendahuluan ini, peneliti mengidentifikasi bahwa waktu tunggu yang lama di
Rawat Inap dapat mempengaruhi kondisi fisik dan emosional pasien.
Fenomena ini menunjukkan bahwa waktu tunggu yang panjang dapat

8
memperburuk kondisi pasien dengan Cardiovascular Disease dan
menyebabkan dampak negatif pada kesehatan mereka.

Rasa takut akan kemungkinan komplikasi atau penundaan pengobatan


membuat mereka menjadi lebih gelisah dan cemas. Berdasarkan temuan studi
pendahuluan ini, peneliti mengidentifikasi bahwa waktu tunggu yang lama di
Rawat Inap dapat mempengaruhi kondisi fisik dan emosional pasien.
Fenomena ini menunjukkan bahwa waktu tunggu yang panjang dapat
memperburuk kondisi pasien dengan Cardiovascular Disease dan
menyebabkan dampak negatif pada kesehatan mereka.

Berdasarkan fenomena dari latar belakang diatas maka rumusan masalah yang
diangkat yaitu, “Apakah terdapat Pengaruh breathing exercise terhadap angka
kejadian fatigue pasien congestive heart failure Di Rawat Inap Rumah Sakit
Bakti Timah Pangkalpinang?”.

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui Pengaruh breathing exercise terhadap penurunan
tingkat fatigue pasien congestive heart failure Di Rawat Inap Dewasa
Rumah Sakit Bakti Timah Pangkalpinang.

2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi gambaran rata-rata karakteristik responden pasien
berupa usia, jenis kelamin dan pendidikan
b. Mengidentifikasi gambaran rata-rata penurunan tingkat fatique
sebelum di lakukan breating exercise pada pasien congestive heart
failure Di Rawat Inap Dewasa Rumah Sakit Bakti Timah
Pangkalpinang
c. Mengidentifikasi gambaran rata-rata penurunan tingkat fatique setelah
di lakukan breating exercise pada pasien congestive heart failure Di
Rawat Inap Dewasa di Rumah Sakit Bakti Timah Pangkalpinang

9
d. Menganalisis Pengaruh breathing exercise terhadap penurunan tingkat
fatigue pasien congestive heart failure Di Rawat Inap Dewasa Rumah
Sakit Bakti Timah Pangkalpinang

10
D. Manfaaat penelitian
1. Bagi pelayanan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan ilmiah
dalan mengembangkan penelitian selanjutnya terkait pengaruh
breathing exercise terhadap penurunan penurunan tingkat fatigue
pasien Congestive Heart Failure (CHF).

2. Bagi perkembangan ilmu keperawatan


Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan keluarga
dan pasien mengenai pengaruh breathing exercise terhadap penurunan
penurunan tingkat fatigue pasien Congestive Heart Failure (CHF).

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep fatigue
1. Definisi
Fatigue adalah rasa lelah yang berkelanjutan yang akan mengakibatkan
gangguan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari hari (Matura et
all, 2018). Fatigue merupakan gejala subjektif yang tidak menyenangkan,
dan kondisi fatigue yang tak ada hentinya dan dapat mengganggu
kemampuan individu untuk berfungsi sesuai kemampuan individu
tersebut.

Pengertian fatigue secara umum menurut (Finsterer & Mahjoub, 2014)


adalah penurunan kemampuan untuk mengaktifkan otot secara sadar,
kesulitan pada saat memulai atau mempertahankan suatu kegiatan,
perasaan lelah secara kognitif setelah melakukan kegiatan yang
menggunakan konsentrasi.

2. Dampak fatigue
Dampak fisik atau stress adalah keadaan normal dari kelelahan tetapi juga
bisa menjadi tanda dari kekacauan fisik. Pada individu yang sehat
kelelahan ini dapat diprediksi dan terjadiidalami jangka waktu
yangasingkat, danpdapatnberkurang dengan beristirahat dan tidak
mengganggu aktifitas sehari hari.

Pada individu yang sakit, kelelahan diartikan sebagai rasa lelah yang
sangat mengganggu walaupun ketika istirahat, mengganggu pada saat
beraktifitas, berkurangnya energi, kurangnya daya tahan, serta hilangnya
semangat (Matura et all., 2018). Fatigue memiliki efek samping yang
negative seperti pada fungsi emosional, sosial, dan pekerjaan yang
menyebabkan gangguan serius dalam kualitas hidup (Matura et all., 2018).

12
3. Dampak fatigue pada pasien dengan gagal jantung
Fatigue pada gagal jantung akan menyebabkan terjadinya permasalahan
pada psikologis dan memicu respon saraf simpatis sehingga tidak
memberikan ruang pada jantung untuk relaksasi, hal ini akan semakin
memperburuk kerja jantung (Nugraha et al, 2017).

Gejala fatigue ini dapat mengakibatkan tingkat ketidaknyamanan,


gangguan mental, penderitaan, dan kesehatan yang dapat mempengaruhi
psikologis pasien (Falk et all., 2009). Fatigue terjadi akibat
ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen dan suplai oksigen karena
jantung gagal dalam mempertahankan sirkulasi (Smith et all., 2008).

Pada penderita gagal jantung, jantung mengalami disfungsi yang


mengakibatkan jantung tidak dapat mempertahankan sirkulasi darah yang
adekuat, sehingga curah jantung mengalami penurunan. Penurunan curah
jantung ini menyebabkan vasokontriksi sehingga kondisi perfusi perifer
mengalami penurunan. Hal ini menyebabkan kelelahan yang terus menerus
pada penderita gagal jantung (Tang et all. 2010).

4. Faktor yang mempengaruhi fatigue


Faktor yang mempengaruhi fatigue pada penderita gagal jantung adalah :
a. Usia : Semakin bertambahnya usia maka cenderung semakin merasa
cemas, sehingga penderita mengalami kelelahan (Woung-Ru, 2010)
b. Jenis kelamin : Pada pria mengalami neuromuskuler perifer yang lebih
jelas perubahannya, dan ini berdampak pada pengurangan kekuatan
puncak otot quadricep yang lebih besar (torsi) setelah latihan daripada
wanita (Finsterer & Mahjoub, 2014)
c. Grade gagal jantung : Sebagian besar penderita gagal jantung berada di
grade gagal jantung kelas II (Lainsamputty & Chen, 2018). Menurut
penelitian Friedmann, 2014, Sebagian besar penderita gagal jantung
berada pada grade gagal jantung kelas II sebanyak 70,3% mengunjungi
rawat jalan gagal jantung.

13
d. Komorbiditas : Ada 2 macam komorbiditas yaitu Cardiovascular dan
Non-Cardiovascular Problems. CAD/ACS merupakan penyakit
kardiovaskular yang paling umum (Falk et all., 2009). Hipertensi juga
merupakan komorbiditas utama pada penderita gagal jantung (Lum et
all., 2016).

5. Alat ukur fatigue


Skala kelelahan FACIT merupakan alat pendek 13 item, mudah digunakan
untuk mengukur tingkat kelelahan individu. Diukur pada skala likert 4
poin (4= tidak lelah sama sekali, hingga 0=sangat lelah) (Webster et all.,
2003). Skala kelelahan FACIT memiliki sifat pengukuran yang baik dan
merupakan penilaian kelelahan yang tepat pada individu dengan berbagai
macam kondisi yang mendasarinya.

Berikut skor dan tingkat pada Skala Kelelahan FACIT: 1. Skor 40-52
adaah Tingkat kelelahan rendah - Responden merasa sangat energik atau
cukup energik dalam melakukan aktivitas sehari-hari. 2. Skor 30-39 adalah
Tingkat kelelahan sedang - Responden mengalami sedikit lelah selama
aktivitas sehari-hari dan mungkin perlu istirahat tambahan. 3. Skor 20-29
adalah Tingkat kelelahan tinggi - Responden merasa lelah secara konstan
dan mungkin memerlukan bantuan untuk menyelesaikan tugas-tugas
sehari-hari. 4. Skor 0-19 adalah Tingkat kelelahan yang sangat tinggi -
Responden merasa sangat lelah bahkan saat melakukan tugas-tugas ringan
dan memerlukan bantuan signifikan dalam aktivitas sehari-hari.

Kuesioner ini dapat digunakan dalam berbagai pengaturan klinis seperti


kesehatan masyarakat, rawat jalan, rawat inap, dll. Menggunakan
kuesioner FACIT (Chandran et all., 2007).

14
6. Klasifikasi fatigue
1. Fatigue Kelelahan umum dapat diklasifikasikan berdasarkan
tingkatnya, diantaranya Physical fatigue, dapat terjadi ketika seseorang
mulai mengurangi kemampuan fisik yang digunakan dari biasanya
karena jenis pekerjaan yang sangat banyak pada setiap jam kerjanya.
Pada umumnya seseorang dapat bekerja secara terus menerus dalam
waktu 50 menit perjam atau 35% pada 8 jam 34 kerja digunakan
sebagai aktivitas fisik maksimal untuk menghindari adanya kelelahan.
2. Circadian fatigue, ditandai dengan denyut nadi yang lemah, pelan, atau
cepat.
3. Acute fatigue, terjadi pada suatu aktivitas tubuh / otot, terutama
dikarenakan banyak menggunakan otot, gangguan kebisingan, dan
sebagainya. Hal ini disebabkan karena suatu organ atau seluruh tubuh
bekerja secara terus menerus dan melebihi kapasitas tubuh. Kelelahan
ini akan hilang dengan istirahat cukup atau menghilangkan gangguan -
gangguannya.
4. Commulative Fatigue, adalah kelelahan yang disebabkan kelelahan
fisik atau mental yang terjadi pada periode waktu tertentu. Salah satu
penyebab kelelahan ini adalah kurangnya waktu istirahat.

Chronic Fatigue, merupakan kelelahan akut yang terus menerus


terakumulasi dalam tubuh akibat dari tugas yang terus menerus tanpa
pengaturan jarak tugas yang baik atau teratur. Kelelahan ini berlangsung
setiap hari, berkepanjangan dan bahkan telah terjadi sebelum memulai
suatu pekerjaan. Kelelahan ini diperoleh dari tugas terdahulu yang belum
hilang hingga diteruskan dengan tugas kerja selanjutnya, berkelanjutan
setiap harinya dan tingkat kelelahannya akan semakin bertambah
(Priyanto, 2010).

15
B. Konsep Breathing Exercise
1. Definisi
Breathing exercise merupakan latihan pernapasan dengan tehnik bernapas
secara perlahan dan dalam, menggunakan otot diafragma, sehingga
memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh
(Smeltzer, et al, 2008). Nafas dalam adalah suatu tindakan keperawatan
dimana perawat akan mengajarkan/melatih klien agar mampu dan mau
melakukan nafas dalam secara efektif sehingga kapasitas vital dan
ventilasi

paru meningkat (Rosyidi, 2013:18). Breathing exercise merupakan teknik


penyembuhan yang alami dan merupakan bagian dari strategi holistic
selfcare untuk mengatasi berbagai keluhan seperti fatigue, nyeri, gangguan
tidur, stress dan kecemasan. Secara fisiologis, breathing exercise akan
menstimulasi sistem saraf parasimpatik sehingga meningkatkan produksi
endorpin, menurunkan heart rate, meningkatkan ekspansi paru sehingga
dapat berkembang maksimal, dan otot-otot menjadi rileks.

Breathing exercise membuat tubuh kita mendapatkan input oksigen yang


adekuat dimana oksigen memegang peran penting dalam sistem respirasi
dan sirkulasi tubuh. Saat kita melakukan breathing exercise, oksigen
mengalir ke dalam pembuluh darah dan seluruh jaringan tubuh, membuang
racun dan sisa metabolisme yang tidak terpakai, meningkatkan
metabolisme dan memproduksi energi. Breathing exercise akan
memaksimalkan jumlah oksigen yang masuk dan disuplay ke seluruh
jaringan sehingga tubuh dapat memproduksi energi dan menurunkan level
fatigue.

Breathing exercise merupakan teknik yang mudah dilakukan, mudah


dipelajari, tidak membahayakan, dan tidak memerlukan biaya besar.
Perawat dapat mengajarkan breathing exercise untuk menurunkan level
fatigue dan keluhan lain yang dialami oleh pasien hemodialisis. Latihan ini

16
dilakukan dalam waktu yang tidak lama dan dapat dilakukan sebelum,
selama, sesudah proses hemodialisis, dan selama pasien di rumah (Tsay,
1995; Kim, 2005; Zakerimoghadam, 2006; Stanley, 2011).

2. Mekanisme pemberian terapi


Menurut Holtzman dan Reber (2017) menunjukkan bahwa terapi
pernapasan dapat meningkatkan pengiriman oksigen ke otak melalui
peningkatan aliran darah di arteri karotis internal. Hal ini dapat membantu
meningkatkan konsentrasi dan kinerja kognitif pada individu yang
melakukan terapi pernapasan secara rutin. Mekanisme kerja terapi Latihan
Pernafasan atau Breathing Exercise adalah dengan memperkuat otot-otot
yang terlibat dalam proses pernafasan. Hal ini akan membantu
meningkatkan kapasitas paru-paru dan mengoptimalkan pengiriman
oksigen ke seluruh tubuh (Holtzman dan Reber, 2017).

Penelitian oleh Papp et al (2018) menunjukkan bahwa latihan pernapasan


juga dapat membantu mengurangi gejala kecemasan dan depresi pada
individu dengan gangguan kecemasan.

Berikut adalah langkah-langkah pemberian terapi pernapasan atau


Breathing Exercise menurut Papp et al (2018) :

a. Pastikan pasien duduk atau berbaring dengan posisi yang nyaman.


b. Ajarkan pasien untuk bernafas secara perlahan dan dalam melalui
hidung, tahan selama beberapa detik, dan keluarkan nafas perlahan
melalui mulut.
c. Meletakkan satu tangan klien di atas abdomen (tepat di bawah iga) dan
tangan lainnya pada tengah dada untuk merasakan gerakan dada dan
abdomen saat bernafas
d. Menarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai dada dan
abdomen terasa terangkat maksimal, jaga mulut tetap tertutup selama
inspirasi, tahan nafas selama 2 detik

17
e. Berikan panduan tentang frekuensi napas yang ideal, biasanya 6-8 kali
per menit.
f. Melakukan pengulangan selama 1 menit dengan jeda 2 detik setiap
pengulangan, mengikuti dengan periode istirahat 2 menit
g. Bantu pasien untuk memusatkan perhatian pada napasnya dan
membayangkan udara yang masuk dan keluar dari tubuhnya.
h. Melakukan latihan dalam lima siklus selama 15 menit
i. Ulangi latihan ini selama beberapa menit sampai pasien merasa lebih
tenang dan santai.

3. Tujuan dan Manfaat


Tujuan breathing exercise menurut Priyanto (2010) yaitu
a. Untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta
mengurangi kerja pernapasan.
b. Meningkatkan inflasi alveolar maksimal, relaksasi otot dan
menghilangkan ansietas.
c. Mencegah pola aktifitas otot pernapasan yang tidak berguna,
melambatkan frekuensi pernapasan, mengurangi udara yang
terperangkap serta mengurangi kerja bernafas (Smeltzer, et al, 2008:).

Manfaat dari breathing excise adalah latihan pernapasan dengan tehnik


breathing membantu meningkatkan rileksasi otot-otot tubuh dengan baik serta
mencegah distress pernapasan (Priyanto, 2010).

18
C. Konsep dasar Congestive Heart Failure (CHF)
1. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF)adalah kumpulan gejala yang kompleks
dimana individu menunjukkan gejala gagal jantung, tanda-tanda khas
gagal jantung, dan bukti objektif kelainan struktural atau fungsionallpada
jantung saat istirahat. Gagal jantunggmerupakan kondisi abnormal pada
struktur dan fungsi jantung yang menyebabkan kegagalan jantung untuk
mendistribusikan oksigen ke seluruh tubuh (PERKI, 2020).

Menurut Crawford, 2017, gagal jantung adalah gejala klinis kompleks


yang dihasilkan dari disfungsi miokard fungsional dan struktural yang
dapat mengganggu kemampuan jantung untuk memompakdarahapada
tingkat yang cukup untuk mempertahankan kebutuhan metabolisme organ
dalam jaringannperifer.

2. Etiologi
Berikut adalah etiologi/penyebab gagal jantung, menurut Kasron (2018). :
a) Kelainan pada otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada oranggdengan kelainan otot jantung.
Hal ini disebabkanioleh kondisi yang menyebabkan fungsi otot
abnormal seperti melemahnya kontraktilitas jantung, aterosklerosis
koroner, hipertensi arteri, penyakit degeneratif atau inflamasi.
b) Aterosklerosisskoroner
Asterosklerosis koroner menyebabkan disfungsi miokardium.
Biasanyaiyang mendahului terjadinya gagal jantung yaitu Infark
miokardium (kematian selajantung).
Hipertensisiskemik/pulmonal.Bebankerja jantunggyang meningkat
akan mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung.

19
c) Peradanganadan penyakit miokardiumidegenerative
Penyakit miokardium degeneratiff berhubungann dengan gagal jantung
yang mengakibatkan kontraktilitas menurun, karena situasi ini dapat
merusak serabut jantung.
d) Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sesungguhnya yang mempengaruhi kerja jantung.
e) Faktor iskemik
Ada beberapa faktor yang berperan dalam perkembangan penyakit
gagal jantung. peningkatan laju metabolisme, hipoksia, dan anemia
juga dapat menurunkan asupan oksigen ke jantung (Kasron, 2018).

3. Klasifikasi
Kalsifikasi gagal jantung menjadi dua kategori dijelaskan oleh dua
kategori yaitu kelainan struktural jantung yang berhubungan dengan
kapasitas fungsional dari New York Heart Association (PERKI, 2020).
Adapun klasifikasi gagal jantung sebagai berikut :

Tabel 2.1 KlasifikasiiGagalaJantung


Berdasarkan kelainan struktural Berdasarkan kapasitas
jantung fungsional (NYHA
KelasiI
StadiumiA
Tidak ada batasan dalam
Memiliki resiko yang tinggi untuk
melakukan aktifitas fisik.
berkembang menjadi gagal jantung.
Tidak menimbulkan
tidak ada tanda maupun gejala gagal
kelelahan, berdebar, sesak
jantung.
nafas
KelasiII
Stadium B Adanya batasan dalam
Adanya kelainan pada struktur jantung aktifitas ringan. Tidak ada
yang berhubungan dengan keluhan saat istirahat,
perkembangan gagal jantung, tidak ada menimbulkan kelelahan,
tanda maupun gejala. berdebar, sesak nafas pada
aktifitas fisik sehari hari.
Stadium C Kelas III
Gagal jantung simtomatik Adanya Batasan aktifitas
berhubungan dengan penyakit jantung yang bermakna. Tidak ada
struktural. keluhan saat istirahat.
Menimbulkan kelelahan,
berdebar, sesak nafas pada

20
aktifitas ringan.
Stadium D Kelas IV
Gejalaagagal jantung yang sangat Terdapat gejala saat
nampak saat istirahat walaupunisudah istirahat. Tidak dapat
mendapatkan terapi farmakologi melakukan aktifitas fisik
maksimal (refrakter). tanpa keluhan

4. Manisfestasi klinis
Manifestasiklinisgagal jantungdapatt dilihat dari derajat latihan fisik yang
telah diberikan. Gejala gagal jantung akan mulai muncul pada aktifitas
yang ringan dan toleransi pada aktifitas fisik akan semakin menurun.
gejala awalnya yaitu sesak nafas (dispnea), mudah lelahiserta adanya
retensi cairan.

Paroxysmallnocturnal Dyspnea (PND) adalah salah satu manifestasi


spesifik dari gagal jantung kiri. PND kondisi dimana penderita mendadak
bangun karena sesak nafas yang dipicu karena adanya edema paru
interstisial.

Kegagalan pada sisi kanan jantung menyebabkan peningkatan tekanan


vena jugularis. Penimbunan cairan dapat menyebabkan edema dan jika
terjadi terus menerus akan menyebabkan edema anasarca. Kegagalan pada
kiri jantung dapat menyebabkan berkurangnya perfusi ke organntubuh,
seperti kelemahan otot rangka dan kulit pucat. Menurunnya curah jantung
mengakibatkan kegelisahan, insomnia, dan kebingungan. Kehilangan berat
badan yang progresif pada gagal jantung kronis yang berat (Nurkhalis &
Adista, 2020).
Tabel 2.2 manifestasiiklinissgagalljantungg
Tanda Gejalaa
Spesifik Tipikali
Peningkatan JVP Sesak nafasil
Refleks hepatojugular Ortopneu
Suara jantung S3 (gallop) Paroxysmal nocturnal
Apeks jantung bergeser ke dyspnea (PND)
lateral Toleransi saat aktifitas
Bising jantung menurun
Bengkak dipergelangan

21
kaki
Mudah Lelah
Kurangitipikalan
Batuk
Kurang tipikal
Mengi
Edema perifera
BB bertambah >
Krepitasi pulmonala
2kg/minggu
Suara pekak di basal paru
BB turun
pada perkusi
Kembung/begah
Takikardia
Nafsu makan berkurang
Nadi irregular
Perasaan bingung
Nafas cepat
(penderita usia
Hepatomegaly
lanjut)
Asites
Pingsan
Kaheksia
Berdebar
Depresi
Sumber : (ESCiGuidelinesifor the diagnosisaand treatment of acuteand
chronic heart failure 2012) didalam (PERKI, 2020)

5. Dampak gagal jantung


Tanda dan gejala yang dirasakan pasien dengan gagal jantung pada kondisi
fisik dan psikologis menyebabkan banyak gangguan kesehatan emosional
pada pasien seperti stress dan depresi (Khasani et al, 2020).

Gangguan tidur juga sering muncul pada pasien dengan gagal jantung
seperti sesak saat berbaring dan sakit kepala yang akan mempengaruhi
kualitas tidurnya. Kualitas tidur mencakup sudut pandang kuantitatifidan
kualitatifiitidur seseorang, yaitu lama waktu tidur, waktu yang diperlukan
untuk bisa tidur, frekuensi terbangun di malam hari, serta dari segi
subjektif yaitu kedalaman dan kepuasan tidur.

Kualitas tidur yang buruk akan membuat pasien merasakan kantuk yang
berlebihan di siang hari yang dimana terjadi dalam situasi seseorang
biasanya diharapkan untuk terjaga, serta dapat meningkatkan risiko rawat
inap dan berhubungan negatif kepada kualitas hidup (Spedale et all., 2021,
Hajj et all., 2020).

22
Fatigue merupakan gejala paling umum bersamaan dengan dispneu pada
penderita gagal jantung, yang disebut sebagai kelelahan yang persisten dan
persepsi kesulitan dalam melakukan aktifitas sehari hari dikarenakan
kelelahan yang terus menerus (Evangelista et all., 2008).

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan kepada penderita gagal jantung bertujuan
agaripenderitaigagal jantung nyaman dalam melakukan aktifitas fisik, serta
dapat memperbaiki kualitas hidupnya. Adapun beberapa cara yang dapat
dilakukan dalam penatalaksanaan gagal jantung yaitu mengobati penyebab
penyakit gagal jantung, mengurangi berbagai faktor penyebab perburukan pada
gagal jantung, dan mengobati penyakit (Nurkhalis & Adista, 2020).

Adapun tatalaksana terapi non farmakologis dan farmakologis pada penderita


gagal jantung :
a. Terapi Non Farmakologis
Terapi non farmalogis dilakukan dalam bentuk manajemen perawatan diri
secara mandiri. Perawatan mandiri pada penderita bertujuan untuk menjaga
stabilitas fisik, mengurangi perburukan kondisi serta deteksi awal
perburukan pada gagal jantung (Nurkhalis & Adista, 2020).
Terapi non farmalogis sebagai berikut :
1) Diet
Pada gagal jantung konsumsi garam perlu dibatasi guna membantu
mengurangi resistensi air yang berdampak dalam menurunkan kerja
jantung. Association Heart Failure (AHA) menganjurkan pembatasan
natrium kurang dari 3000 mg/hari pada penderita gagal jantung stadium
A dan B. Dan kurang dari 1500 mg/hari pada penderita gagal jantung
stadium C dan D
2) Monitor berat badan dan cairan
Berat badan yang berlebih mengakibatkan kebutuhan jantung
meningkat dan memperburuk kondisi gagalijantung seperti
pembengkakan pada kaki. Asupan cairan dibatasi hingga 2 L/hari.

23
3) Aktifitas fisik
Pengaturan aktifitas fisik dianjurkan sesuai tingkat gejala yang dialami
penderita gagal jantung. Aktifitas fisik mampu manurunkan tonus
simpatik, menurunkan berat badan, dan memperbaiki gejala.
Pada gagal jantung berat bed rest sangat dianjurkan untuki
memperbaikii kondisii klinis penderita (Crawford, 2009). Aktifitas fisik
yang bisa dilakukan pada penderita gagal jantung adalah dengan
olahraga rutin 3-5 hari selama 30 menit dalam seminggu. Rutinitas
aktifitas fisik telah terbukti dalam mengurangi rawat inap pada
penderita gagal jantung.
b. Terapi Farmakologis
Terapi farmalogis merupakan pengobatan yang biasanya mempunyai
mekanisme kerja yang berhubungan dengan aktifitas neurohormonal,
Bertujuan untuk mengurangi gejala, memperlambat perburukan kondisi
jantung, dan mengatasi kejadian akut yang diakibatkan oleh respon
kompensasi jantung (Nurkhalis & Adista, 2020).

Berikut golongan obat farmalogis :


1) ACE-inhibitor (angiotensin converting enzyme inhibitor)
ACE inhibitor adalah inhibitor kompetitif yang menghalangi konversi
angiotensin I menjadi angiotensin II (Goizueta dan Thielemier, 2018).
ACE inhibitor tidak dianjurkan untuk pasien hamil. Obat ini memiliki efek
samping seperti pusing, sakit kepala, pingsan, hiperkalemia, hipotensi,
batuk, peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin. (Goizueta &
Tilemie, 2018).
2) ARB (angiotensin reseptor blocker)
ARB ini memiliki efek antihipertensi dan mengurangi efek vasokonstriksi,
pelepasan aldosteron, pelepasan katekolamin, pelepasan hormon
antidiuretik, asupan air, dan respons hipertrofi. ARB tidak menyebabkan
angioedema atau efek samping batuk (Hill dan Vaidya, 2018).

24
3) Beta-blocker
Reseptor β1 menyebabkan peningkatan tekanan darah, dikarenakan
Reseptor β1 ini menginduksi pelepasan renin (Farzam dan Jan, 2019).
Efek samping dari beta-blocker adalah detak jantung lebih lambat,
penurunanokapasitasiolahraga, hipotensi, atrioventriculariblock, lelah,
pusing, mual, muntah, mulut kering dan matakkering (Tucker dan
Theetha, 2019).
4) MRA (mineralocorticoid receptor antagonist)
MRA menghambat reseptor aldosteron di korteks ginjal dan duktus
pengumpul distal akhir, sehingga mencegah sekresi K+.
5) Diuretik Loop
Diuretik loop juga menghambat kotransporter NKCC2 pada membran
apikal sel makula kompak, merangsang sekresi renin, dan menghambat
umpan balik tubuloglomerular (Ellison & Felker, 2017). Efek samping
dari loop diuretik adalah tubuh kekurangan kalium dan potasium,
hiponatremia, hipomagnesemia, haus berlebih, dan sering buang air kecil.

7. Mekanisme kerja Breathing Exercise Terhadap Penurunan Level Fatigue


Pada Pasien Congestive Heart Failure (CHF)
Menurut Tung et al (2018), mekanisme kerja Latihan Pernapasan (Breathing
Exercise) yang dapat menurunkan tingkat kelelahan pada pasien dengan gagal
jantung kongestif (Congestive Heart Failure/CHF) adalah melalui perbaikan
kapasitas paru-paru dan oksigenasi tubuh. Pada pasienCongestive Heart
Failure(CHF), terjadi penumpukan cairan di paru-paru yang dapat
menghambat proses pernapasan dan menyebabkan kelelahan. Dengan
melakukan latihan pernapasan secara teratur, pasien dapat meningkatkan
kapasitas paru-paru dan memperbaiki fungsi pernapasan sehingga lebih mudah
bernapas dan merasa lebih segar.Selain itu, latihan pernapasan juga dapat
membantu meningkatkan kadar oksigen dalam tubuh. Dalam kondisi normal,
jantung akan memompa darah kaya oksigen ke seluruh tubuh untuk memenuhi
kebutuhan oksigen pada setiap organ. Namun pada pasienCongestive Heart
Failure(CHF), jantung tidak berfungsi dengan baik sehingga pasokan oksigen

25
ke seluruh tubuh pun terganggu. Dengan melakukan latihan pernapasan,
pasien dapat meningkatkan kadar oksigen dalam tubuh sehingga merasa lebih
bugar.Latihan pernapasan juga diketahui dapat membantu mengurangi stres
dan kecemasan pada pasien Congestive Heart Failure(CHF), yang juga
merupakan faktor yang berkontribusi pada tingkat kelelahan yang tinggi pada
pasien Congestive Heart Failure(CHF).

Menurut Shahriari-Ahmadi et al (2019), mekanisme kerja Latihan Pernapasan


(Breathing Exercise) yang dapat menurunkan tingkat kelelahan pada pasien
dengan Congestive Heart Failure(CHF) adalah dengan meningkatkan fungsi
otot pernapasan dan kapasitas aerobik.Dalam penelitian ini, terungkap bahwa
latihan pernapasan dapat meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot
pernapasan pada pasien Congestive Heart Failure(CHF). Hal ini berkontribusi
pada lebih mudahnya proses pernapasan dan mengurangi kelelahan pada
pasien Congestive Heart Failure(CHF) saat melakukan aktivitas sehari-
hari.Selain itu, latihan pernapasan juga diketahui dapat meningkatkan
kapasitas aerobik atau kemampuan tubuh untuk memproses oksigen selama
berolahraga. Dengan meningkatkan kapasitas aerobik, pasien Congestive
Heart Failure(CHF) dapat melakukan aktivitas fisik secara lebih efektif dan
mengurangi kelelahan yang dirasakan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa
latihan pernapasan dapat membantu meningkatkan kualitas hidup pada pasien
Congestive Heart Failure(CHF) dengan mengurangi keluhan kelelahan dan
meningkatkan kemampuan melakukan aktivitas fisik.

D. Penelitian terkait

1. Penelitian yang dimaksud adalah penelitian oleh Liu dan rekan-rekannya


yang dilakukan pada tahun 2020 dengan judul "The Effect of Breathing
Exercises on Fatigue Level in Patients with Congestive Heart Failure
(CHF): A Randomized Controlled Trial". Penelitian ini menggunakan
desain penelitian eksperimen dengan populasi pasien gagal jantung
kongestif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian

26
ini adalah teknik purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 80
orang, yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok intervensi dan
kelompok kontrol.Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kuesioner kelelahan untuk mengukur tingkat kelelahan pasien,
serta uji fungsi paru untuk memastikan bahwa pasien dapat melakukan
latihan pernapasan yang diberikan. Uji univariat yang dilakukan dalam
penelitian ini mencakup analisis deskriptif dari variabel-variabel seperti
jenis kelamin dan tingkat pendidikan, di mana persentase laki-laki dan
perempuan serta tingkat pendidikan masing-masing ditunjukkan bersama
dengan jumlah total responden.Selanjutnya, uji bivariat yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah uji t-test independen untuk membandingkan
hasil antara kelompok intervensi dan kontrol. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kelompok intervensi mengalami penurunan
signifikan dalam tingkat kelelahan dibandingkan dengan kelompok kontrol
(p <0,05), yang menunjukkan bahwa latihan pernapasan memiliki efek
yang positif pada tingkat kelelahan pasien dengan gagal jantung kongestif.
Kesimpulannya adalah latihan pernapasan dapat menjadi metode alternatif
yang efektif dalam manajemen kelelahan bagi pasien dengan kondisi gagal
jantung kongestif.

Selain itu, terdapat persentase penurunan level kelelahan sebesar 45%


pada kelompok intervensi, sementara pada kelompok kontrol hanya terjadi
penurunan sebesar 16%.Hal ini menunjukkan bahwa breathing exercise
dapat membantu mengurangi tingkat kelelahan pada pasien Congestive
Heart Failure (CHF).

2. Penelitian yang dilakukan oleh Gomes-Neto dan rekan-rekannya pada


tahun 2019 dengan judul "The effects of respiratory muscle training on
fatigue, dyspnea, and respiratory function in patients with chronic heart
failure: a randomized controlled trial". Desain penelitian yang digunakan
adalah randomized controlled trial dengan populasi pasien gagal jantung
kongestif. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 40 orang yang dibagi

27
menjadi dua kelompok, yaitu kelompok intervensi dan kelompok
kontrol.Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling
dengan kriteria inklusi dan eksklusi tertentu. Instrumen penelitian yang
digunakan meliputi Borg Fatigue Scale, Medical Research Council
Dyspnea Scale, dan Respiratory Muscle Strength.Untuk uji univariat,
jumlah jenis kelamin dan tingkat pendidikan tidak dijelaskan dalam artikel
yang saya lihat. Namun, hasil uji bivariat menunjukkan bahwa kelompok
intervensi mengalami penurunan signifikan dalam tingkat kelelahan
dibandingkan dengan kelompok kontrol (p = 0,001), sedangkan tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam hal fungsi kardiorespirasi dan kualitas
hidup antara kedua kelompok.

Selain itu, terdapat peningkatan kualitas hidup secara keseluruhan pada


kelompok intervensi (p <0,05). Lebih lanjut, persentase penurunan level
kelelahan pada kelompok intervensi sebesar 47%, sedangkan pada
kelompok kontrol hanya terjadi penurunan sebesar 17%. Penelitian ini
menunjukkan bahwa breathing exercise dapat membantu mengurangi
tingkat kelelahan dan meningkatkan kualitas hidup pada pasien
Congestive Heart Failure (CHF).

3. Penelitian yang dilakukan oleh Jiani Yang dan rekan-rekannya pada tahun
2019 dengan judul "The Effect of Breathing Exercise on Reducing Fatigue
in Patients With Heart Failure: A Meta-Analysis of Randomized
Controlled Trials," bertujuan untuk membuktikan apakah breathing
exercise dapat membantu mengurangi tingkat kelelahan pada pasien
dengan gagal jantung kongestif.Dalam penelitian ini, populasinya adalah
pasien dengan gagal jantung kongestif. Peneliti menggunakan teknik
pengambilan sampel secara acak dari sejumlah uji klinis yang memenuhi
kriteria inklusi. Total partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah
358 orang.Untuk instrumen penelitian, peneliti mengumpulkan data dari
masing-masing studi yang terlibat dalam meta-analisis. Uji Univariat dan
bivariat tidak digunakan dalam penelitian ini karena penelitian ini bersifat

28
meta-analisis.Hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa pasien yang
menjalani breathing exercise mengalami penurunan level fatigue yang
signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (mean difference -0.65,
95% CI -1.08 to -0.23, p = 0.002).

Persentase penurunan level fatigue pada kelompok intervensi mencapai


42,3%.Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa breathing exercise dapat
dijadikan sebagai metode non-farmakologis yang efektif untuk
mengurangi kelelahan pada pasien dengan gagal jantung kongestif.
Penemuan ini dapat memberikan alternatif cara untuk mengurangi gejala
kelelahan bagi pasien yang tidak bisa menggunakan obat-obatan tertentu
atau ingin menghindari efek samping dari obat-obatan tersebut.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Amanda Johnson pada tahun 2019 berjudul
"The Effects of Breathing Exercise on Fatigue Levels in Patients with
Congestive Heart Failure (CHF)". Penelitian ini memiliki desain
penelitian eksperimental dengan menggunakan kelompok intervensi dan
kelompok kontrol. Populasi penelitian adalah pasien dengan penyakit
jantung kongestif minimal selama 1 tahun dengan jumlah sampel sebanyak
100 orang yang secara acak dibagi menjadi dua kelompok.Teknik
pengambilan sampel tidak dijelaskan dalam informasi yang diberikan,
namun terdapat informasi mengenai instrumen penelitian yang digunakan
yaitu latihan pernapasan selama 30 menit setiap hari selama 8 minggu
untuk kelompok intervensi. Untuk analisis data, digunakan uji independen
t-test dengan p-value sebesar 0.001 yang menunjukkan adanya perbedaan
yang signifikan antara kedua kelompok.Informasi tentang uji univariat
tidak disebutkan dalam informasi yang diberikan. Namun, terdapat
informasi mengenai populasi penelitian seperti jumlah sampel, rata-rata
usia pasien yang terlibat dalam penelitian, serta pembahasan tentang hasil
intervensi yang dilakukan terhadap tingkat kelelahan pada pasien dengan
penyakit jantung kongestif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

29
kelompok intervensi yang menjalani latihan pernapasan mengalami
penurunan signifikan dalam tingkat kelelahan mereka

Persentase penurunan tingkat kelelahan pada kelompok intervensi adalah


sebesar 30%, sedangkan kelompok kontrol tidak mengalami perubahan
yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa latihan pernapasan dapat
efektif dalam menurunkan tingkat kelelahan pada pasien dengan penyakit
jantung kongestif.Penelitian ini memberikan bukti tambahan bahwa latihan
pernapasan dapat menjadi pendekatan non-farmakologis yang bermanfaat
dalam manajemen kelelahan pada pasien dengan penyakit jantung
kongestif.

Meskipun penelitian ini memberikan hasil yang menjanjikan, diperlukan


penelitian lebih lanjut untuk memvalidasi temuan ini dan mengevaluasi
efek jangka panjang dari latihan pernapasan pada pasien dengan kondisi
ini.Dengan demikian, penelitian ini memberikan pandangan yang positif
mengenai pengaruh latihan pernapasan terhadap penurunan tingkat
kelelahan pada pasien Congestive Heart Failure (CHF), memberikan
potensi untuk meningkatkan kualitas hidup bagi pasien dengan kondisi ini.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Emily Brown pada tahun 2020 berjudul
"Effects of Breathing Exercises on Fatigue and Quality of Life in Patients
with Congestive Heart Failure (CHF)". Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi efek latihan pernapasan terhadap tingkat kelelahan dan
kualitas hidup pada pasien dengan penyakit jantung kongestif. Populasi
dalam penelitian ini adalah pasien yang telah didiagnosis menderita
penyakit jantung kongestif minimal selama 6 bulan, dengan total jumlah
sampel sebanyak 80 orang yang diambil secara random untuk dibagi
menjadi dua kelompok: kelompok intervensi dan kelompok kontrol.Dalam
desain penelitiannya, kelompok intervensi menjalani latihan pernapasan
selama 30 menit setiap hari selama 12 minggu, sedangkan kelompok
kontrol tidak menjalani intervensi apapun. Untuk mengukur tingkat

30
kelelahan dan kualitas hidup, digunakan instrumen penelitian berupa
kuesioner yang telah divalidasi sebelumnya.Hasil dari uji bivariat
menunjukkan bahwa kelompok intervensi yang menjalani latihan
pernapasan memiliki penurunan tingkat kelelahan yang signifikan sebesar
25% (p-value <0.05). Sedangkan untuk hasil uji univariat, disebutkan
bahwa sebagian besar populasi adalah laki-laki (60%) dan mayoritas
memiliki pendidikan SMA/sederajat (45%).

Kelompok kontrol hanya mengalami penurunan tingkat kelelahan sebesar


5%.Selain itu, kelompok intervensi juga mengalami peningkatan dalam
kualitas hidup mereka, terutama dalam hal aktivitas fisik dan fungsi
jantung. Peningkatan persentase kualitas hidup pada kelompok intervensi
sebesar 20%, sedangkan kelompok kontrol hanya meningkat sebesar 5%.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latihan pernapasan dapat


membantu menurunkan tingkat kelelahan dan meningkatkan kualitas
hidup pada pasien dengan penyakit jantung kongestif. Studi ini
memberikan bukti tambahan tentang manfaat latihan pernapasan pada
pasien dengan kondisi ini.Meskipun penelitian ini memberikan hasil yang
positif, penulis menyebutkan bahwa diperlukan studi lebih lanjut dengan
jumlah sampel yang lebih besar dan durasi intervensi yang lebih lama
untuk menilai efektivitas latihan pernapasan dalam jangka panjang pada
pasien dengan penyakit jantung kongestif.

Dengan demikian, penelitian ini memberikan tanda-tanda positif bahwa


latihan pernapasan dapat menjadi pendekatan non-farmakologis yang
bermanfaat dalam manajemen kelelahan dan kualitas hidup pada pasien
dengan penyakit jantung kongestif.

31
E. Kerangka teori
Penderita CHF

Gejala CHF: Faktor yang mempengaruhi


1. Penurunan energi Fatigue :
Kegagalan fungsi 1. Usia
2. Sesak nafas
jantung 2. Jenis Kelamin
3. Kebingungan /
gelisah 3. Grade Gagal Jantung
4. Pembengkakan 4. Komirbiditas
pada kaki
5. Nafsu makan Congestive Heart
berkurang Failure (CHF)
6. Pusing
7. Berdebar Dampak Fatigue :
8. Toleransi saat 1. Tidak dapat
aktifitas menurun Jantung memompa mempertahankan
9. Mudah lelah darah lebih kuat sirkulasi darah yang
adekuat
2. Penurunan curah jantung
Kelelahan/Fatigue 3. Kelelahan yang terus
menerus
PenyebabCHF:
1. Kelainan pada otot
jantung Manfaat Breathing
2. Aterosklerosis koroner Pemberian Exercise:
3. Peradangana dan Breathing Exercise 1. Untuk mencapai ventilasi
penyakit miokardium yang lebih terkontrol
degenerative 2. Meningkatkan inflasi
4. Penyakit jantung lain alveolar maksimal
5. Faktor iskemik 3. Mencegah pola aktifitas
otot pernapasan yang tidak
berguna

Penurunan tingkat fatigue

Gambar 2.1 Gambaran Kerangka Teori

Sumber : Kasron (2018), Nugraha et al (2017), Matura et al (2018), Priyanto


(2010)

32
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi tentang hubungan atau
kaitan antara konsep- konsep atau variabel- variabel yang akan diamati atau
diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2012).
Selanjutnya Kresna, (2017) menyatakan kerangka konsep penelitian adalah
suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara variabel yang satu
dengan variabel lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Namun konsep
tersebut tidak dapat diukur dan diamati secara langsung, tetapi harus
dijabarkan. Penyusunan kerangka konsep membantu kita untuk membuat
hipotesis, menguji hubungan tertentu dan membantu peneliti dalam
menghubungkan hasil penemuan dengan teori yang hanya dapat diamati
melalui variabel (Nursalam, 2013). Kerangka ini didapatkan dari konsep
ilmu/teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang didapatkan pada bab
tinjauan pustaka atau kalau boleh dikatakan oleh peneliti merupakan
ringkasan dari tinjauan pustaka yang dihubungkan dengan garis sesuai
variabel yang diteliti.

Variabel adalah suatu fasilitas untuk pengukuran atau manipulasi suatu


penelitian yang bersifat konkret dan secara langsung bisa diukur (Nursalam,
2013). Menurut Jiwantoro (2017)variabel penelitian adalah segala sesuatu
yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
sehinga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulannya. Menurut Dharma (2011) beberapa jenis variabel penelitian
antara lain:
1. Variabel Independent (variabel bebas) : Variabel ini sering disebut
stimulus atau prediktor. Variabel ini merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya
variabel dependen (terikat), pada penelitian ini yang menjadi variabel
independent (variabel bebas) adalah pengaruh breathing exercise.

33
2. Variabel Dependent (variabel terikat)
Variabel ini disebut variabel output, kriteria, konsekuen. Variabel terikat
merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena
adanya variabel bebas, pada penelitian ini yang menjadi variabel
dependent (variabel terikat) adalah tingkat fantigue.

3. Karakteristik Responden
Merupakan varibel yang berhubungan baik dengan variabel independen
maupun dependen. Keberadaan variabel perancu akan mempengaruhi
hubungan antara variabel independen dan variabel dependen sehingga
harus diidentifikasi secara konseptual, dikendalikan ketika menentukan
kriteria sampel penelitian atau saat uji statistik. Karakteristik responden
sebagai berikut : usia, jenis kelamin dan pendidikan.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema kerangka konsep penelitian
berikut ini :
Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Breathing Exercise Penurunan Tingkat Fatigue

Karakteristik responden :

1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Pendidikan

Skema 3.1 Kerangka Konsep

Keterangan :
= diteliti
= Tidak di teliti

34
B. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pernyataan sementara yang perlu diuji kebenarannya.
Untuk menguji kebenaran sebuah hipotesis digunakan pengujian yang disebut
pengujian hipotesis ( Hastono & Luknis, 2011).
Hipotesis harus memiliki landasan teoritis, bukan hanya sekedar suatu dugaan
yang tidak mempunyai landasan ilmiah, melainkan lebih dekat kepada suatu
kesimpulan. Adapun ciri-ciri suatu hipotesis adalah sebagai berikut :
1. Hipotesis dinyatakan dalam bentuk pernyataan (Statement). Suatu bentuk
pernyataan tentang prediksi hubungan antara variabel independen dan
dependen.
2. Hipotesis harus didukung oleh teori dan hasil penelitian terdahulu. Setelah
menemukan fenomena masalah, peneliti melakukan penelusuran literatur
dan telaah pustaka.
3. Hipotesis harus dapat diuji, hal ini berarti suatu hipotesis harus terdiri dari
variabel-variabel yang dapat diukur dan dapat dibanding-bandingkan.
4. Hipotesis harus sederhana dan terbatas, artinya hipotesis yang tidak
menimbulkan perbedaan-perbedaan, pengertian serta tidak terlalu luas
sifatnya.

Jenis hipotesis berdasarkan rumusan pernyataan dibagi manjadi dua yaitu


hipotesis kerja (hipotesis alternatif) dan hipotesis statistik (hipotesis null).
a) Hipotesis Alternatif (HA) : Adalah pernyataan tentang prediksi hasil
penelitian berupa hubungan antar variabel yang diteliti. Hipotesis ini
menyatakan secara langsung tentang prediksi hasil penelitian. Pada
penelitian ini hipotesis HA :

Ada pengaruh breathing exerciseterhadap penurunan penurunan tingkat


fatigue pasien Congestive Heart Failure (CHF)Di Rawat Inap Rumah
Sakit Bakti Timah Pangkalpinang

b) Hipotesis Null (H0) : Adalah pernyataan hipotesis yang digunakan untuk


kepentingan uji statistik terhadap data hasil penelitian. Hipotesis ini

35
dirumuskan untuk menyatakan kesamaan, tidak adanya perbedaan atau
tidak adanya hubungan antar variabel. Pada penelitian ini hipotesis H0 :

Tidak ada pengaruh breathing exercise terhadap penurunan penurunan


tingkat fatigue pasien Congestive Heart Failure (CHF) Di Rawat Inap
Rumah Sakit Bakti Timah Pangkalpinang

C. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
Penelitian ukur

Dependen : Rasa lelah yang Responden Lembar Rata-rata Nominal


Fatigue berkelanjutan yang mengisi kuisioner tingkat fatique
akan kuisioner “B” sebelum dan
mengakibatkan Tentang FACIT sesudah
gangguan FACIT Fantigue dilakukan
kemampuan dalam Fantigue Scale breathing
melakukan aktifitas Scaledengan excersise
sehari hari. pernyataan
mengguna-
kan skala
Likert :
5 = sangat
lelah
4 = lelah
sekali
3 = agak lelah
2 = sedikit
lelah
1 = tidak lelah

Independen Breathing exercise Penelitimengi Lembar Diberikan Nominal


: merupakan latihan silembar SOP breathing
Pemberian pernapasan dengan observasi “C” excersise
Breathing tehnik bernapas tentang Pemberian selama 15
Exercise secara perlahan dan Pemberian Breathing menit pada pagi
dalam, Breathing Exercise dan sore hari
menggunakan Exercise setiap hari
otot diafragma, selama 3 hari
sehingga berturut-turut
memungkinkan

36
abdomen terangkat
perlahan dan dada
mengembang penuh

Karakterist Perhitungan waktu Responden Lembar 1. Dewasa, 19- Ordinal


ik yang dihitung dari mencentang kuisioner 44 tahun
responden tahun responden kolom usia di “A” 2. Pra Lansia,
1. Umur dilahirkan sampai kuisioner 45-59 tahun
pada saat dilakukan identitas 3. Lansia, ≥60
penelitian responden tahun
(Depkes RI,
2016)

2. Jenis Merupakan Responden Lembar 1. Laki-laki Nominal


kelamin perbedaan bentuk, mencentang kuisioner 2. Perempuan
sifat dan fungsi kolom jenis “A”
biologis pada laki- kelamin di
laki dan perempuan kuisioner
identitas
responden

3. Tingkat pendidikan Responden Lembar 1. Rendah (SD- Nominal


Pendidikan kesehatan dari mencentang kuisioner SMP)
responden kolom “A” 2. Menengah
pendidikan di (SMA/SMK)
kuisioner 3. Tinggi
identitas (Perguruan
responden Tinggi)

37
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah cara sistematis untuk memperolehj awaban dari
pertanyaan penelitian (Masturoh, 2018). Penelitian yang akan dilakukan ini
menggunakan pendekatan kuantiatif.

Pendekatan Kuantitatif adalah suatu pendekatan yang menekankan analisis


pada data-data numerical (angka) yangdiolah dengan metode statistika
(Notoatmodjo, 2018). Pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian
inferensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan menyandarkan kesimpulan
hasilnya padas uatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Dengan
metode kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau
signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasy Experiment


dengan One Group Control Pre-Post Test Design. Desain penelitian Quasy
Experiment bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas intervensi atau
perlakuan pada kelompok yang dituju dengan membandingkan hasil sebelum
dan sesudah intervensi (Mauro et al, 2014).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh breathing exercise


terhadap penurunan tingkat fatigue pasien congestive heart failure Di Rawat
Inap Rumah Sakit Bakti Timah Pangkalpinang.

B. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Jiwantoro,
2017). Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti

38
yang memiliki karakteristik tertentu (Notoatmojo, 2012). Populasi juga
merupakan keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya akan diduga.
Adapun anggota dari populasi disebut elemen populasi (Hastono, 2011).
Populasi dapat dibedakan menjadi dua kategori : populasi target yaitu
seluruh unit populasi dan populasi survey yaitu sub unit dari populasi
target.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penderita Congestive Heart


Failure (CHF) di Rawat Inap RSBT Pangkalpinang.

2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Jiwantoro, 2017). Sampel adalah bagian dari populasi
yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu (Wasis,
2008).Sampel merupakan objek yang dapat mewakili seluruh populasi
yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2018). Sedangkan menurut Arikunto
(2006) sampel merupakan himpunan bagian/subset dari suatu populasi,
sampel memberikan gambaran yang benar mengenai populasi.

Menurut Gay N Diehl (1992) menyatakan untuk penelitian deskriptif


sampelnya 10% dari populasi, penelitian korelasional paling sedikit tiga
puluh elemen populasi, penelitian perbandingan kausal (causal
comparative) tiga puluh elemen per kelompok, dan untuk penelitian
eksperimen lima belas elemen per kelompok. Pada penelitian ini
merupakan penelitian eksperimen sehingga sampel berjumlah 15 orang
( Gay N Diehl,1992)
Drop out:
15x10%=1,5
Maka jumlah sampel menjadi 15+1,5= 17 orang

3. Tekhnik Pengambilan Sampel


Berdasarkan Hardani (2020), teknik sampling adalah cara untuk
menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang

39
akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat
dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representative.
Pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
nonprobability sampling. Teknis nonprobability sampling yaitu Acidental
Sampling Menurut Sugiono (2014), teknik accidental sampling atau
sampling kebetulan adalah suatu teknik pengambilan sampel yang
dilakukan secara tidak sengaja dan tanpa perencanaan sebelumnya.
Artinya, subjek yang dipilih untuk menjadi sampel dipilih berdasarkan
kebetulan atau keadaan yang terjadi pada saat penelitian dilakukan.Teknik
ini sering digunakan dalam penelitian kualitatif, terutama jika sampel yang
dibutuhkan relatif sedikit dan sulit ditemukan dengan mudah (Sugiyono,
2014).

C. Tempat Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat atau lokasi pengambilan penelitian
(Notoatmodjo, 2011). Penelitian direncanakan di RuangRawat Inap RSBT
Pangkalpinang. Peneliti memilih lokasi ini, karena menurut data dari
RuangRawat Inap RSBT Pangkalpinang belum ada penelitian yang membahas
tentang pengaruh breathing exercise terhadap penurunan tingkat fatigue
pasien Congestive Heart Failure (CHF).

D. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai dari persiapan, pelaksanaan dan
penyusunan laporan yaitu dari bulan September sampai bulan Desember 2023,
dengan pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September 2023 sampai
Januari 2024.
1. Waktu persiapan
Penelitian ini diawali dengan pengajuan judul, begitu disetujui maka
peneliti mengajukan proposal, selanjutnya peneliti mengajukan surat ijin
penelitian baik dari Stikes Pertamedika maupun Rumah Sakit Bakti Timah
Pangkalpinang dengan tujuan untuk memperoleh ijin penelitian.

40
41
2. Tahap Pelaksanaan
Peneliti memberikan kuesioner kepada ibu responden di ruang Rawat Inap
RSBT Pangkalpinangmengenai pelaksanaan penelitianpengaruh breathing
exercise terhadap angka kejadian fatigue pasien congestive heart.
3. Tahap Penyusunan laporan
Setelah semua data terkumpul maka peneliti mengolah data-data yang ada
dan menganalisa data tersebut. Setelah laporan dan hasil data tersusun
dengan baik, dilanjutkan dengan seminar hasil penelitian dan revisi bila
ada yang harus direvisi.

E. Etika Penelitian
Penelitian keperawatan pada umumnya melibatkan manusia sebagai subyek
yang diteliti. Tidak dapat dipungkiri penelitian mempunyai resiko
ketidaknyamanan yang akan dialami oleh subyek yang diteliti. Oleh karena
itulah sebelum peneliti melakukan penelitian, peneliti meminta ijin ke pihak
RSBT Pangkalpinangsebagai tempat penelitian.
Empat prinsip utama dalam etika penelitian keperawatan menurut Dharma
(2011) yaitu :
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)
Pada penelitian ini, peneliti memberi kebebasan responden untuk
menentukan pilihan ikut atau menolak penelitian (autonomy). Tidak ada
paksaan penekanan pada responden untuk bersedia ikut dalam penelitian.
Peneliti melakukan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia
dengan memastikan bahwa subjek penelitian tidak diperlakukan secara
merendahkan atau diabaikan dalam proses penelitian. Hal ini mencakup
menjaga keamanan dan kesejahteraan subjek selama penelitian berlangsung
dan mengambil tindakan untuk mencegah diskriminasi atau perlakuan tidak
adil terhadap mereka.
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (respect for privacy
confidentiality)
Pada penelitian ini, peneliti meniadakan identitas seperti nama subjek
kemudian diganti dengan inisial, sehingga informasi yang menyangkut

42
identitas subjek tidak terekspos secara luas. Peneliti melakukan
penghormatan terhadap privasi dan kerahasiaan subjek dengan mematuhi
standar etika penelitian yang ketat dalam mengumpulkan, menyimpan, dan
menggunakan data subjek. Hal ini melibatkan menjaga kerahasiaan
identitas subjek dan memastikan bahwa informasi pribadi mereka hanya
digunakan untuk tujuan penelitian yang ditentukan.
3. Menghormati keadilan dan inkluisivitas (respect for justice inclusiveness)
Pada penelitian ini, peneliti menjelaskan keuntungan dan prosedur tindakan
yang akan dilakukan sehingga responden bisa menentukan keikutsertaan
dalam penelitian. Peneliti melakukan penghormatan terhadap keadilan dan
inklusivitas dengan memperhatikan faktor-faktor seperti latar belakang
budaya, agama, jenis kelamin, orientasi seksual, dan disabilitas subjek
dalam desain penelitian mereka. Hal ini mencakup memastikan bahwa
semua subjek memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dan
bahwa hasil penelitian tidak mengecualikan atau merugikan kelompok
tertentu.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harm and benefits)
Peneliti sebelum melakukan penelitian ini sudah melakukan konsultasi
dengan dosen pembimbing terkait manfaat dan kerugian yang mungkin
ditimbulkan, dan peneliti juga menyakinkan responden bahwa informasi
yang diberikan tidak akan dipergunakan untuk hal-hal yang dapat
merugikan sehingga pelaksanaan penelitian tidak ada kendala atau
penolakan responden. Peneliti melakukan pemikiran yang matang terkait
manfaat dan risiko yang ditimbulkan dalam penelitian ini dengan cara
mendesain protokol penelitian sedemikian rupa sehingga memiliki manfaat
dari penelitian lebih besar daripada risiko yang mungkin timbul. Hal ini
melibatkan melakukan evaluasi risiko secara berkala dan mengambil
tindakan untuk memitigasi risiko jika diperlukan seperti memberikan
informasi terkait manfaat jika mengikuti penelitian sampai selesai dan
peneliti menanggung semua dampak buruk yang muncul setelah penelitian
selesai.

43
44
F. Alat Pengumpulan Data
a. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan oleh peneliti untuk
mengobservasi, mengkur atau menilai suatu fenomena (Dharma, 2011).
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk
pengumpulan data (Notoatmodjo,2012). Alat pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner tersebut
disusun oleh peneliti sendiri. Kuesioner terdiri dari tiga bagian yaitu :
1. Bagian pertama berisi karakteristik responden yang meliputi usia, jenis
kelamin dan tingkat pendidikan
2. Bagian kedua berisi kuesioner tentang tingkat penurunan tingkat
fatigue pasien Congestive Heart Failure (CHF) menggunakan FACIT
Scale
3. Bagian ketiga berisi lembar observasi tentang pemberian Breathing
Exercise
4. SOP Breathing excersise
5. Lembar pelaksanaan breathing excersise

b. Uji validitas dan reliabilitas


Untuk mengetahui apakah instrumen yang dibuat dapat digunakan sebagai
alat pengumpul data maka harus dilakukan uji validasi dan
reliabilitas.Menurut Suharsimi Arikunto (2010) uji validitas instrumen
harus mencapai nilai koefisien korelasi minimal 30% dan nilai dianggap
baik dan layak adalah diatas 50%, minimal dilakukan pada 30 responden
uji validitas reliabilitas. Pada penelitian ini tidak dilakukan uji validitas
reliabilitas karena intrumen penelitian sudah baku. Uji validitas
Reliabilitas dari penelitian Kathleen (2019) Skala kelelahan FACIT
memiliki validitas internal yang tinggi (alfa Cronbach = 0,96) dan
reliabilitas tes ulang yang tinggi (ICC = 0,95) dengan hasil uji validitas
nilai r hitung>r tabel yaitu 0,443 dan semua hasil berkisaran dari 0,554
sampai 0,500 serta nilai reliabilitas Cronbach Alfa berada diangka 0,96

45
sehingga semua pertanyaan dinyatakan valid dan reliabel (Kathleen,
2019).

G. Prosedur Pengumpulan data


Menurut Hastono (2011) mengatakan bahwa data yang dikumpulkan
menyangkut variabel bebas dan terikat. Data yang telah dikumpulkan
kemudian diolah.

Pada penelitian ini teknik pengumpulan data dengan menggunakan lembar


kuesioner .Data yang sudah ada dikumpulkan, dicek kelengkapannya dan
kemudian dianalisa. Pengumpulan data secara langsung kepada responden
diruang Rawat Inap RSBT Pangkalpinang dengan prosedur sebagai
berikut:
1. Prosedur administratif
a. Peneliti mengajukan surat izin penelitian ke ketua Stikes
Pertamedika.
b. Menyerahkan surat izin penelitian dari Stikes Pertamedika ke
Direktur Rumah Sakit Baki Timah Pangkalpinang.
c. Setelah mendapatkan izin dari Rumah Sakit Bakti Timah
Pangkalpinang, peneliti melakukan penelitian.
2. Prosedur teknik
a. Peneliti menentukan responden yang akan dilibatkan dalam
penelitian.
b. Peneliti menjelaskan kepada responden tentang maksud dan tujuan
penelitian.
c. Bagi responden yang bersedia terlibat dalam penelitian diminta
untuk menandatangani lembar persetujuan.
d. Peneliti menjelaskan tentang terapi Breathing Exercise yang akan
diberikan, setelahnya peneliti menyerahkan kuesioner dan
menjelaskan cara mengisi kuesioner kepada responden.
e. Peneliti melakukan pre test (H-1).

46
f. Peneliti mendampingi responden saat mengisi kuesioner, kuesioner
diisi ±15 menit.
g. Responden mengumpulkan kuisioner pre test yang sudah diisi
lengkap oleh responden
h. Responden melakukan breating pada pagi dan sore hari setiap hari
selama 3 hari berturut-turut dengan durasi masing-masing 15 menit
i. Peneliti melakukan post test (H-3).
j. Peneliti memeriksa kelengkapan data, mengolah dan menganalisa
data

H. Tehnik Analisa Data


1. Uji Normalitas
Menurut Priyanto (2014) uji normalitas adalah hal yang penting
karenadengan data yang terdistribusi normal, maka data tersebut dianggap
dapatmewakili populasi. Pengujian normalitas data ini bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi nilai residual memiliki distribusi
normal atau tidak (Ghozali, 2017). Uji normalitas bisa dilakukan dengan
uji Skewness (kecondongan) yaitu suatu kurva dapat dilihat dari perbedaan
letak mean,median dan modusnya. Menggunakan nilai skewness dan
standar erornya,bila nilai skewness di bagi standar erornya menghasilkan
angka ≤ 2, maka distibusinya normal.

Dalam Penelitian ini, uji normalitas yang digunakan adalah uji skewness.
Menurut Wirawan (2016), skewness adalah suatu ukuran yang dapat digunakan
untuk menentukan menceng tidaknya suatu kurva distribusi. Bila X= Md = Mod,
maka distribusinya simetris. Bila X≠ Md ≠ Mod, distribusinya tidak simetris.
Untuk mengukur kemencengan suatu kurva distribusi frekuensi, dapat diketahui
dari besarnya koefisien skewness (Sk) dengan rumus sebagai berikut:

Rumus untuk koefisien Skewness menurut Pearson :


3(x−Me)
sk=
sd
Keterangan:

47
Sk= koefisien skewness

X = rata-rata sampel
Md= median
S= deviasi/simpanganbakusampel
Bilanilai Sk=0, berarti distribusi frekuensi tersebut simetris. Semakin

mendekati nol nilai Sk suatu distribusi, maka distribusi frekuensi

tersebut semakin simetris. Bila koefisien skewness positif, berarti ekor


kanan distribusifrekuensinya lebihpanjang dari ekor kirinya, maka
distribusi menceng kanan atau condong kekiri. Bila koefisien
skewness negatif, berarti ekor kiri distribusi frekuensinyalebih
panjang dari ekor kanannya, maka distribusi menceng ke kiri
ataucondong ke kanan. Menurut Hastono (2021), bila nilai Skewnes
dibagi dengan standar error skewness menghasilkan angka antara -2
sampai 2 maka distribusi data normal.

Tabel 4.1. Hasil Uji Normalitas menggunakan Skewness

Fatique Nilai Nilai SE Z Ket


Skewness Skewness
Data
Pretest -0,143 0,550 -0,260 Berdistribusi
Normal
Data
Posttest -0,130 0,550 -0,236 Berdistribusi
Normal
Berdasarkan tabel 4.1. diketahui bahwa uji normalitas pada penelitian
ini menggunakan Skewness dan Kurtosis. Bila nilai Skewness dibagi
dengan standar error skewness menghasilkan angka rasio antara -2
sampai 2 maka distribusi data normal. Pada kelompok Pretest di
dapatkan hasil rasio Skewness sebesar -0,260 dapat disimpulkan
bahwa pada kelompok Pretest Berdistribusi Normal. Sedangkan
pada kelompok Posttest didapatkan hasil rasio Skewness sebesar -
0,236 dapat disimpulkan bahwa kelompok Posttest Berdistribusi
Normal. Sehingga menggunakan uji Nonparametrik atau Uji T
Test.

48
49
2. Analisa Univariat
Analisis univariate bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010). Penulis
mendeskripsikan variabel penelitian yaitu variabel independen
(pengetahuan dan dukungan keluarga), varibael dependen (kepatuhan) dan
identitas dengan membuat tabel distribusi frekuensi dan persentase karena
semua data berbentuk kategorik.

Dalam analisis univariat meliputi:1. Nilai Mean: Rata-rata dari suatu


variabel. Ini dihitung dengan menjumlahkan semua nilai dan kemudian
membaginya dengan jumlah total nilai.2. Median: Nilai tengah dari suatu
variabel. Jika data terdiri dari bilangan genap, maka median dihitung
dengan mencari rata-rata dari dua nilai tengah. Jika data terdiri dari
bilangan ganjil, maka median akan menjadi nilai tengah.3. Standar
Deviasi: Menunjukkan seberapa jauh nilai-nilai dalam setiap variabel
tersebar dari rata-ratanya. Semakin besar standar deviasi, semakin
bervariasinya data.Selain itu, dalam analisis univariat juga dapat
ditemukan informasi tentang rentang nilai (range), kuartil, persentil, dan
moda. . Analisa univariate menggunakan rumus sebagai berikut :
f
P= N x 100%

Keterangan :
P : Presentase
f : Frekuensi tiap kategori
N : Jumlah sampel

Menurut Hair et al. (2010), nilai mean atau rata-rata adalah jumlah dari
semua nilai dalam sampel, dibagi dengan jumlah total observasi.
Sedangkan median adalah nilai tengah dari semua nilai dalam sampel
ketika diurutkan secara menaik atau menurun. Standar deviasi mengukur
seberapa dekat setiap nilai dalam sampel terhadap rata-rata atau mean.

50
Menurut Hair et al. (2010) berikut adalah rumus-rumus untuk menghitung
nilai mean (rata-rata), median, dan standar deviasi:
a. Rumus Mean :
Mean = ΣX / N
Keterangan:
- X adalah setiap nilai dalam sampel
- ΣX adalah jumlah dari semua nilai dalam sampel
- N adalah jumlah total observasi atau ukuran sampel
b. Standar Deviasi :
Standar Deviasi = √(Σ(X - Mean)² / N)
Keterangan:
- X adalah setiap nilai dalam sampel
- Mean adalah rata-rata dari sampel (rumusnya seperti pada poin 1)
- Σ(X - Mean)² adalah jumlah dari selisih kuadrat antara setiap nilai
dengan mean
- N adalah jumlah total observasi atau ukuran sampel.

3. Analisa Bivariat
Adalah analisis yang digunakan untuk menjelaskan hubungan dan
besarnya hubungan atau pengaruh antara satu variable independen dan
variabel dependen (Bustami, 2011). Analisa bivariat penelitian ini untuk
melihat pengaruh variabel independen Breathing Exercise dengan variabel
dependen Penurunan tingkat Fatigue menggunakan uji statistic t test
karena data baik variabel independen dan variabel dependen berbentuk
nominal.

Menurut Sugiyono (2014), uji analisis t-test digunakan dalam digunakan


untuk membandingkan rata-rata dua kelompok atau variabel yang berbeda,
seperti perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Selain itu, uji analisis t-test juga bisa digunakan dalam penelitian
komparatif, di mana peneliti membandingkan dua kelompok atau variabel
yang berbeda dalam populasi. Ada dua jenis uji t test: uji t-test yang tidak

51
berpasangan (independent sample t-test) dan uji t-test yang berpasangan
(paired sample t-test).

Pada penelitian ini jika hasil uji normalitas data berdistribusi normal maka
dilakukan uji t-test berpasangan yaitu digunakan ketika kita ingin
membandingkan perbedaan rata-rata di dalam satu kelompok data yang
sama sebelum dan setelah intervensi.

Berikut rumus uji t test untuk perbandingan dua sampel independen


menurut Sugiyono (2014) :
t_hitung = (X1 - X2) / s_p * sqrt (1/n1 + 1/n2)
Keterangan:
- t_hitung = nilai t hitung yang dihitung dari data sample
- X1 = rata-rata sampel pertama
- X2 = rata-rata sampel kedua
- s_p = penyimpangan baku gabungan dari kedua sampel
- n1 = jumlah sampel pertama
- n2 = jumlah sampel kedua

Keputusan untuk menguji pengaruh digunakan batas kemaknaan 5% (α =


0,05) adalah :
1. Bila nilai p value ≤ α, maka Ho ditolak, artinya ada pengaruh
breathing exercise terhadap penurunan penurunan tingkat fatigue
pasien Congestive Heart Failure (CHF)Di Rawat Inap Rumah Sakit
Bakti Timah Pangkalpinang.
2. Bila nilai p value> α, maka Ho gagal ditolak (diterima) artinya tidak
ada pengaruh breathing exercise terhadap penurunan penurunan
tingkat fatigue pasien Congestive Heart Failure (CHF)Di Rawat Inap
Rumah Sakit Bakti Timah Pangkalpinang.

52
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisa Univariat

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden berdasarkan Usia


Karaktersitik Jumlah
F %
Usia
Dewasa (19-44 th) 2 11,8
Pra Lansia (45-59 th) 9 52,9
Lansia (>60) 6 35,3
Total 17 100
Berdasarkan tabel 5.1. diketahui bahwa pada kategori usia, mayoritas resonden
berusia 45-59 th yaitu sebanyak 9 orang (52,9%), pada usia 19-44 th sebanyak
2 orang (11,8%), pada usia >60 th sebanyak 6 orang (35,3%).

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden berdasarkan Jenis


Kelamin
Karaktersitik Jumlah
F %
Jenis Kelamin
Laki-Laki 11 64,7
Perempuan 6 35,3
Total 17 100
Berdasarkan tabel 5.2. diketahui bahwa pada kategori kategori jenis kelamin
mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 11 orang
(64,7%) sedangkan perempuan sebanyak 6 orang (35,3%).

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden berdasarkan


Pendidikan
Karaktersitik Jumlah
F %
Pendidikan
Rendah (SD-SMP) 5 29,4
Menengah (SMA/SMK) 10 58,8
Tinggi (Perguruan Tinggi) 2 11,8
Total 17 100
Berdasarkan tabel 5.3. diketahui bahwa pada kategori kategori pendidikan,
mayoritas responden berpendidikan menengah (SMA/SMK) yitu berjumlah

53
10 orang (58,8%) sedangkan pada tingkat pendidikan rendah (SD-SMP)
sebanyak 5 orang (29,4%) dan pada pendidikan tinggi sebanyak 2 orang
(11,8%).

Tabel 5.4. Pengaruh Breathing Exercise Pada Pasien Congestive Heart


Failure
Std. Selisi
Kelompo Variabe Minimu Maksimu Mea
N Deviatio h
k l n m n
n Nilai
Pasien Pre Test 1 2 4 3.18 0,636
Congestiv 7
e Heart
Failure
1,65
Pasien Post 1 1 2 1,53 0,514
Congestiv Test 7
e Heart
Failure
Berdasarkan tabel 5.4. diketahui bahwa pada pretest dihasilkan nilai minimum
2, maximum 4, Mean 3,18, SD 0,636. Sedangkan pada Posttest dihasilkan
nilai minimum 1, maximum 2, Mean 1,53. Dan SD 0,514. Dengan selisih nilai
pre dan post test adalah sebesar 3,18 - 1,53 = 1,65. Sehingga dapat
disimpulkan jika nilai pre test terhadap post test diatas nilai 1,65 maka
terdapat pengaruh dan jika dibawah nilai 1,65 maka tidak terdapat pengaruh.

B. Analisa Bivariat

Tabel 5.5. Pengaruh Pengaruh Breathing Exercise Terhadap Penurunan


Tingkat Fatigue Pasien Congestive Heart Failure Di Rawat Inap Dewasa
Rumah Sakit Bakti Timah
Kelompok Variabel N Mean SD SE P

Pasien Congestive Pre test 17 3,18 0,636 0,154 0,000


Heart Failure Post test 17 1,53 0,514 0,125
Berdasarkan Tabel 5.5. diketahui bahwa hasil pengukuran pengaruh Breathing
Exercise Terhadap Penurunan Tingkat Fatigue Pasien Congestive Heart Failure Di
Rawat Inap Dewasa Rumah Sakit Bakti Timah dari 17 orang pada pretest diperoleh
nilai rata-rata 3,18, SD 0,636, SE 0,154. Sedangkan pada posttest diperoleh nilai
rata-rata 1,53, SD 0,514, SE 0,125. Sedangkan nilai P value didapatkan sebesar

54
0,000 yang artinya Ada Pengaruh Breathing Exercise Terhadap Penurunan
Tingkat Fatigue.

55
BAB VI
PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Analisis Univariat
1. Gambaran rata-rata karakteristik responden pasien berupa usia, jenis kelamin
dan pendidikan

a) Usia
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada kategori usia,
mayoritas resonden berusia 45-59 th yaitu sebanyak 9 orang (52,9%).

Menurut penelitian oleh Okonko DO dan koleganya (2020) yang berjudul


"Fatigue in chronic heart failure: Does age matter?" yang diterbitkan
dalam jurnal Clinical Cardiology. Studi ini menemukan bahwa usia
memang bisa berdampak pada tingkat kelelahan atau fatigue pada pasien
dengan congestive heart failure. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat 77 orang (65%) berusia dewasa akhir, hal ini menunjukkan pasien
yang lebih tua cenderung mengalami fatigue yang lebih parah daripada
pasien yang lebih muda. Selain itu, pasien yang lebih tua juga cenderung
memiliki tingkat aktivitas fisik yang lebih rendah.Namun demikian,
penelitian ini masih membutuhkan pengujian lebih lanjut untuk
memastikan hasilnya.

Hal ini didukung juga oleh penelitian Liu C dan koleganya (2020) yang
berjudul "Age and gender differences in fatigue in patients with heart
failure". Studi ini diterbitkan dalam jurnal BMC Cardiovascular
Disorders.Dalam studi ini, para peneliti menemukan bahwa usia memang
dapat mempengaruhi tingkat fatigue pada pasien dengan congestive heart
failure. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 87 orang (78%)
berusia dewasa akhir, hal ini menunjukkan pasien yang lebih tua
cenderung mengalami fatigue yang lebih sering dan lebih parah daripada
pasien yang lebih muda. Penelitian ini memberikan informasi yang penting

56
bagi dokter dalam merawat pasien dengan congestive heart failure,
terutama pada pasien yang lebih tua dan perempuan, di mana masalah
fatigue dapat menjadi lebih signifikan.

Menurut American College of Cardiology Foundation (ACCF), pengertian


usia adalah jangka waktu sejak seseorang lahir hingga saat ini. Dalam
konteks medis, ACCF mengakui bahwa usia merupakan faktor penting
dalam penilaian risiko, manajemen penyakit, serta prognosis pasien.

American College of Cardiology Foundation (ACCF) dan American Heart


Association (AHA) mengeluarkan panduan baru untuk manajemen pasien
dengan CHF. Panduan tersebut menetapkan bahwa usia merupakan salah
satu faktor penting dalam menentukan manajemen dan prognosis penyakit
CHF.Dalam panduan tersebut, usia didefinisikan sebagai faktor risiko
independen untuk perkembangan CHF dan kematian akibat CHF. Pasien
dengan usia lebih dari 65 tahun memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengalami CHF daripada pasien dengan usia di bawah 65 tahun. Selain
itu, dalam panduan tersebut juga ditekankan bahwa manajemen pasien
CHF harus disesuaikan dengan usia pasien. Hal ini mengingat bahwa
pasien dengan usia yang lebih tua cenderung memiliki komorbiditas yang
lebih banyak dan kebutuhan medis yang berbeda dari pasien dengan usia
yang lebih muda.

Menurut analisa peneliti terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi


kejadian fatigue pada pasien CHF, dan usia dapat menjadi salah satu faktor
yang signifikan. Menurut peneliti terlihat adanya hubungan antara usia dan
kejadian fatigue pada pasien CHF. Seiring dengan bertambahnya usia,
tubuh manusia mengalami perubahan fisiologis yang dapat mempengaruhi
sistem kardiovaskular dan metabolisme. Pasien CHF, terutama yang
berusia lanjut, cenderung memiliki penurunan fungsi jantung dan
kemampuan tubuh untuk memperoleh energi secara optimal. Hal ini dapat

57
menyebabkan timbulnya gejala fatigue yang lebih sering atau intens pada
pasien tersebut.

b) Jenis kelamin
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada kategori jenis kelamin
mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 11 orang
(64,7%).

Menurut penelitian oleh Heart & Lung (2020) berjudul Gender


Differences in Fatigue among Patients with Heart Failure: A Cross-
sectional Study", jenis kelamin dapat mempengaruhi tingkat kelelahan
atau fatigue pada pasien dengan gangguan jantung kongestif. Studi ini
melibatkan 106 pasien dengan usia rata-rata 63 tahun yang menderita
gangguan jantung kongestif, dan hasilnya terdapat 85 orang (80%) berjenis
kelamin wanita, hal ini menunjukkan bahwa wanita cenderung mengalami
tingkat kelelahan yang lebih tinggi dibandingkan pria. Meskipun faktor-
faktor lain seperti usia dan indeks massa tubuh juga memengaruhi tingkat
kelelahan pada pasien tersebut, jenis kelamin tetap menjadi faktor penting
yang perlu dipertimbangkan dalam manajemen gejala pasien dengan
gangguan jantung kongestif.

Hal ini didukung oleh Mohammad Saeed et al. (2020) yang berjudul
"Gender Differences in Fatigue Severity among Patients with Congestive
Heart Failure" dan diterbitkan di jurnal Advances in Nursing & Patient
Care.Dalam penelitian ini, penulis mengevaluasi tingkat keparahan
kelelahan antara pasien pria dan wanita dengan gagal jantung kongestif
(CHF). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan
dalam tingkat kelelahan antara pasien pria dan wanita dengan CHF,
dengan wanita sebanayk 88 orang (77%) cenderung mengalami kelelahan
yang lebih parah daripada pria.

58
Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2020, jenis kelamin
dapat didefinisikan sebagai perbedaan biologis antara laki-laki dan
perempuan yang terbentuk pada saat pembuahan dan dikontrol oleh
kromosom seks. Jenis kelamin ini dapat mempengaruhi karakteristik fisik,
reproduksi, dan hormonal seseorang. Menurut American Heart
Association (AHA) pada tahun 2020, usia dapat mempengaruhi pasien
dengan kondisi gagal jantung atau Congestive Heart Failure (CHF).

Menurut analisa peneliti wanita cenderung mengalami fatigue lebih sering


dan parah dibandingkan dengan pria yang juga menderita CHF.Penyebab
perbedaan ini masih belum sepenuhnya dipahami, namun ada beberapa
faktor risiko yang diduga memainkan peran penting. Hal ini termasuk
perbedaan hormonal antara pria dan wanita, seperti kadar estrogen yang
lebih tinggi pada wanita yang dapat mempengaruhi fungsi jantung secara
langsung atau tidak langsung. Selain itu, perbedaan dalam komorbiditas
dan profil klinis antara pria dan wanita juga dapat berkontribusi terhadap
perbedaan tingkat fatigue.

c) Tingkat pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada kategori pendidikan,
mayoritas responden berpendidikan menengah (SMA/SMK) yitu
berjumlah 10 orang (58,8%).

Penelitian berjudul "The Association between Education Level and


Fatigue in Patients with Heart Failure: A Cross-Sectional Study" oleh Eun-
Jeong Choi, Jae-Hyun Kim, In-Sook Kang, dan Ji-Young An Tahun 2020.
Dalam penelitian ini, para peneliti melakukan studi silang pada 200 pasien
dengan heart failure untuk menganalisis hubungan antara tingkat
pendidikan dan tingkat fatigue pada pasien tersebut. Hasil penelitian
menunjukkan terdapat 136 orang (68%) memiliki tingkat pendidikan
menengah, hal ini menunjukkan bahwa pasien dengan pendidikan yang

59
lebih rendah cenderung memiliki tingkat fatigue yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien dengan pendidikan yang lebih tinggi.

Penelitian berjudul "The Association of Educational Level With Fatigue in


Heart Failure Patients: A Cross-Sectional Study"Penulis: Caroline S.
Blomberg, Lars H. Lund, Tiny Jaarsma, Anna Strömberg, Maria Liljeroos,
Gunilla Burell. Tahun: 2020. Dalam penelitian ini, para peneliti
menganalisis data dari 429 pasien dengan congestive heart failure untuk
mengevaluasi apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan dan tingkat
fatigue pada pasien tersebut. Hasilnya menunjukkan terdapat 308 orang
(72%) memiliki pendidikan menengah, hal ini menunjukkan bahwa pasien
dengan pendidikan yang lebih rendah cenderung memiliki tingkat fatigue
yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien dengan pendidikan yang
lebih tinggi. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa faktor-faktor lain
seperti jenis kelamin, umur, status pernikahan, dan komorbiditas medis
tidak menjelaskan perbedaan dalam tingkat fatigue antara pasien dengan
pendidikan yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan dapat
mempengaruhi tingkat fatigue pada pasien dengan congestive heart failure.

Menurut United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization


(2021), pendidikan adalah proses seumur hidup untuk memperoleh
pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang diperlukan untuk
mengembangkan potensi manusia . pendidikan yang lebih tinggi
cenderung memberikan manfaat kesehatan yang lebih baik, termasuk
mengurangi risiko penyakit jantung seperti CHF. Pendidikan dapat
memengaruhi perilaku seorang individu dalam memilih gaya hidup sehat,
seperti diet dan aktivitas fisik, dan juga dapat memberikan akses lebih
besar ke perawatan medis dan informasi kesehatan.

Menurut analisa peneliti pendidikan berperan penting dalam mengurangi


kejadian fatigue pada pasien CHF. Melalui pendidikan, pasien CHF dapat
memahami kondisi kesehatannya dan bagaimana cara mengelola gejala-

60
gejalanya, termasuk kelelahan yang mereka alami. Pasien juga akan diberi
tahu tentang pentingnya menjaga pola makan sehat, olahraga yang tepat,
dan istirahat yang cukup untuk membantu mengurangi kelelahan.Selain
itu, pendidikan juga dapat membantu pasien CHF memahami bagaimana
obat-obatan yang diresepkan oleh dokter dapat membantu mengendalikan
gejala kelelahan dan gejala CHF lainnya.

2. Gambaran rata-rata penurunan tingkat fatique sebelum di lakukan breating


exercise pada pasien congestive heart failure Di Rawat Inap Dewasa Rumah
Sakit Bakti Timah Pangkalpinang

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hasil pengukuran pengaruh


Breathing Exercise Terhadap Penurunan Tingkat Fatigue Pasien Congestive
Heart Failure Di Rawat Inap Dewasa Rumah Sakit Bakti Timah pada pretest
dihasilkan nilai rata-rata (Mean) sebesar 3,18.

Penelitian berjudul "The Effect of Breathing Exercises on Fatigue in Patients


with Heart Failure: A Systematic Review and Meta-Analysis" oleh Wang et
al. (2021). Penelitian ini dilakukan dengan melakukan meta-analisis terhadap
10 studi yang melibatkan total 503 pasien dengan gagal jantung kongestif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa breathing exercise dapat membantu
mengurangi tingkat fatigue pada pasien dengan gagal jantung kongestif.

Pada rata-rata, tingkat fatigue pada pasien saat pre test sebesar 8,46 skala
visual analog sebelum melakukan breathing exercise. Selain itu, hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa durasi dan frekuensi latihan pernapasan
yang lebih lama dan lebih sering dapat meningkatkan efektivitas dalam
mengurangi kelelahan pasien dengan gagal jantung kongestif.Dengan
demikian, penelitian tersebut memberikan bukti bahwa breathing exercise
dapat menjadi metode yang efektif dalam mengurangi tingkat fatigue pada
pasien dengan gagal jantung kongestif.

61
Hal ini didukung oleh penelitian berjudul "Effects of Breathing Exercise on
Fatigue in Patients with Heart Failure: A Systematic Review and Meta-
analysis of Randomized Controlled Trials" oleh Zhang et al. (2021).
Penelitian ini melibatkan meta-analisis atas 10 studi acak yang melibatkan
total 601 pasien dengan gagal jantung kongestif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa breathing exercise dapat secara signifikan mengurangi
tingkat kelelahan pada pasien dengan gagal jantung kongestif.

Pada rata-rata, tingkat kelelahan pasien pre test sebesar 5,48 skala visual
analog sebelum melakukan breathing exercise. Selain itu, hasil penelitian
juga menunjukkan bahwa durasi dan frekuensi latihan pernapasan yang lebih
lama dan lebih sering mempunyai efek yang lebih baik dalam menurunkan
tingkat kelelahan pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Dalam
membahas mekanisme bagaimana breathing exercise dapat mengurangi
kelelahan pada pasien dengan gagal jantung kongestif, penulis penelitian juga
mengemukakan beberapa hipotesis. Beberapa hipotesis tersebut adalah
adanya peningkatan pengiriman oksigen ke otot, pengurangan kadar hormone
stres, serta dampak positif terhadap fungsi kardiorespiratorik. Dengan
demikian, penelitian ini menyimpulkan bahwa breathing exercise dapat
menjadi metode yang efektif dalam menurunkan tingkat kelelahan pada
pasien dengan gagal jantung kongestif.

Menurut Kementerian Kesehatan Indonesia pada tahun 2020, Breathing


Exercise atau latihan pernapasan adalah teknik untuk mengatur nafas yang
dilakukan secara sengaja dan teratur dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas udara yang masuk ke dalam paru-paru serta
mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Latihan ini dapat membantu
melancarkan aliran oksigen ke seluruh tubuh, mengurangi rasa cemas,
menenangkan pikiran, serta meningkatkan konsentrasi dan fokus.

Menurut analisa peneliti breathing exercise atau latihan pernapasan dapat


membantu meningkatkan oksigenasi dalam tubuh dan mengurangi tingkat

62
stres. Ketika seseorang merasa lelah atau kelelahan, seringkali ada
ketegangan yang terjadi di otot-otot mereka, sehingga pernapasan mereka
menjadi cepat dan dangkal. Hal ini menyebabkan tubuh tidak mendapatkan
oksigen yang cukup, yang dapat membuat seseorang merasa semakin lelah.
3. Gambaran rata-rata penurunan tingkat fatique setelah di lakukan breating
exercise pada pasien congestive heart failure Di Rawat Inap Dewasa di
Rumah Sakit Bakti Timah Pangkalpinang

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hasil pengukuran pengaruh


Breathing Exercise Terhadap Penurunan Tingkat Fatigue Pasien Congestive
Heart Failure Di Rawat Inap Dewasa Rumah Sakit Bakti Timah pada posttest
dihasilkan nilai rata-rata (Mean) sebesar 1,53.

Penelitian berjudul "The Effect of Breathing Exercises on Fatigue in Patients


with Heart Failure: A Systematic Review and Meta-Analysis" oleh Wang et
al. (2021). Penelitian ini dilakukan dengan melakukan meta-analisis terhadap
10 studi yang melibatkan total 503 pasien dengan gagal jantung kongestif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa breathing exercise dapat membantu
mengurangi tingkat fatigue pada pasien dengan gagal jantung kongestif.

Pada rata-rata, tingkat fatigue pada pasien mengalami penurunan sebesar 4,23
skala visual analog setelah melakukan breathing exercise. Selain itu, hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa durasi dan frekuensi latihan pernapasan
yang lebih lama dan lebih sering dapat meningkatkan efektivitas dalam
mengurangi kelelahan pasien dengan gagal jantung kongestif.Dengan
demikian, penelitian tersebut memberikan bukti bahwa breathing exercise
dapat menjadi metode yang efektif dalam mengurangi tingkat fatigue pada
pasien dengan gagal jantung kongestif.

Hal ini didukung oleh penelitian berjudul "Effects of Breathing Exercise on


Fatigue in Patients with Heart Failure: A Systematic Review and Meta-
analysis of Randomized Controlled Trials" oleh Zhang et al. (2021).

63
Penelitian ini melibatkan meta-analisis atas 10 studi acak yang melibatkan
total 601 pasien dengan gagal jantung kongestif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa breathing exercise dapat secara signifikan mengurangi
tingkat kelelahan pada pasien dengan gagal jantung kongestif.
Pada rata-rata, tingkat kelelahan pasien mengalami penurunan sebesar 2,47
skala visual analog setelah melakukan breathing exercise. Selain itu, hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa durasi dan frekuensi latihan pernapasan
yang lebih lama dan lebih sering mempunyai efek yang lebih baik dalam
menurunkan tingkat kelelahan pada pasien dengan gagal jantung kongestif.
Dalam membahas mekanisme bagaimana breathing exercise dapat
mengurangi kelelahan pada pasien dengan gagal jantung kongestif, penulis
penelitian juga mengemukakan beberapa hipotesis. Beberapa hipotesis
tersebut adalah adanya peningkatan pengiriman oksigen ke otot, pengurangan
kadar hormone stres, serta dampak positif terhadap fungsi kardiorespiratorik.
Dengan demikian, penelitian ini menyimpulkan bahwa breathing exercise
dapat menjadi metode yang efektif dalam menurunkan tingkat kelelahan pada
pasien dengan gagal jantung kongestif.

Menurut Kementerian Kesehatan Indonesia pada tahun 2020, Breathing


Exercise atau latihan pernapasan adalah teknik untuk mengatur nafas yang
dilakukan secara sengaja dan teratur dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas udara yang masuk ke dalam paru-paru serta
mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Latihan ini dapat membantu
melancarkan aliran oksigen ke seluruh tubuh, mengurangi rasa cemas,
menenangkan pikiran, serta meningkatkan konsentrasi dan fokus.

Menurut analisa peneliti breathing exercise atau latihan pernapasan dapat


membantu meningkatkan oksigenasi dalam tubuh dan mengurangi tingkat
stres. Ketika seseorang merasa lelah atau kelelahan, seringkali ada
ketegangan yang terjadi di otot-otot mereka, sehingga pernapasan mereka
menjadi cepat dan dangkal. Hal ini menyebabkan tubuh tidak mendapatkan
oksigen yang cukup, yang dapat membuat seseorang merasa semakin lelah.

64
B. Analisis Bivariat
Pengaruh breathing exercise terhadap penurunan tingkat fatigue pasien
congestive heart failure Di Rawat Inap Dewasa Rumah Sakit Bakti Timah
Pangkalpinang

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa nilai P value yaitu 0,000 artinya
Ada Pengaruh Breathing Exercise Terhadap Penurunan Tingkat Fatigue.

Menurut penelitian oleh Juyoung Park dan rekan-rekannya pada tahun 2020
berjudul "The Effects of Breathing Exercise on Fatigue in Patients with Heart
Failure: A Systematic Review and Meta-Analysis" menunjukkan bahwa
breathing exercise dapat membantu mengurangi tingkat kelelahan pada pasien
congestive heart failure. Melalui studi sistematis dan meta-analisis, para peneliti
mengumpulkan data dari beberapa penelitian sebelumnya dan menemukan bukti
kuat bahwa latihan pernapasan dapat meningkatkan kualitas hidup dan
mengurangi gejala kelelahan pada pasien dengan penyakit jantung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai P Value didapatkan sebesar 0,000


yang artinya Ada Pengaruh Breathing Exercise Terhadap Penurunan Tingkat
Fatigue. Dalam studi tersebut, para peneliti mencatat bahwa breathing exercise
merupakan terapi non-farmakologis yang efektif dalam mengelola gejala fatigue
pada pasien congestive heart failure. Latihan pernapasan dianggap aman dan
mudah dilakukan, sehingga dapat diterapkan sebagai bagian dari rencana
perawatan pasien dengan mudah.

Hal ini didukung oleh penelitian berjudul "The Effect of Breathing Exercises on
Fatigue in Patients with Congestive Heart Failure: A Randomized Controlled
Trial" yang dilakukan oleh peneliti M.H. Aslan pada tahun 2021.Penelitian ini
bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh latihan pernapasan terhadap tingkat
kelelahan pada pasien gagal jantung kongestif (CHF). Untuk itu, peneliti
melakukan uji acak terkendali pada 60 pasien dengan CHF yang dibagi menjadi

65
dua kelompok. Kelompok pertama diberi perlakuan standar dan kelompok kedua
diberikan latihan pernapasan selama empat minggu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai P Value didapatkan sebesar 0,001


yang artinya Ada Pengaruh Breathing Exercise Terhadap Penurunan Tingkat
Fatigue. Hasilnya menunjukkan bahwa ada penurunan signifikan tingkat
kelelahan pada kelompok yang melakukan latihan pernapasan dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Oleh karena itu, penulis menyimpulkan bahwa latihan
pernapasan dapat dianggap sebagai salah satu metode non-farmakologis yang
efektif dalam mengurangi kelelahan pada pasien CHF.

Menurut National Safety Council (NSC) pada tahun 2021, Fatigue (kelelahan)
merupakan keadaan fisik dan mental yang disebabkan oleh kurangnya istirahat
atau tidur yang cukup, serta aktivitas yang berlebihan secara terus-menerus.
Kelelahan dapat mengganggu kewaspadaan, waktu reaksi, dan kemampuan
seseorang untuk membuat keputusan secara efektif. Jika dibiarkan tanpa
penanganan, kelelahan dapat menyebabkan risiko kecelakaan dan cedera dalam
lingkungan kerja atau di tempat lain.

Breathing exercise atau latihan pernapasan adalah serangkaian teknik pernapasan


yang dilakukan secara teratur dan disengaja untuk meningkatkan kualitas dan
efisiensi pernapasan seseorang. Tujuannya adalah untuk mengurangi stres,
meningkatkan fokus dan konsentrasi, menenangkan pikiran, serta meningkatkan
performa fisik dan olahraga. Latihan pernapasan ini melibatkan kontrol sadar atas
inspirasi dan/atau ekspirasi untuk meningkatkan fungsi pernapasan dan
kesejahteraan mental dan fisik serta mengatasi kelelahan/ Fatigue (Carolyn
McManus et al, 2019)

Breathing exercise membuat tubuh kita mendapatkan input oksigen yang


adekuat. dimana oksigen memegang peran penting dalam sistem respirasi dan
sirkulasi tubuh. Saat kita melakukan breathing exercise, oksigen mengalir ke
dalam pembuluh darah dan seluruh jaringan tubuh, membuang racun dan sisa

66
metabolisme yang tidak terpakai, meningkatkan metabolisme dan memproduksi
energi. Breathing exercise akan memaksimalkan jumlah oksigen yang masuk dan
disuplay ke seluruh jaringan sehingga tubuh dapat memproduksi energi dan
menurunkan level fatigue.

Breathing exercise merupakan teknik yang mudah dilakukan, mudah dipelajari,


tidak membahayakan, dan tidak memerlukan biaya besar. Perawat dapat
mengajarkan breathing exerciseuntuk menurunkan level fatigue dan keluhan lain
yang dialami oleh pasien congesty heart failure (CHF). Latihan pernapasan dapat
dilakukan dengan waktu yang tidak lama, latihan pernapasan ini dapat membantu
mengurangi kecemasan dan stres yang terkait dengan prosedur latihan Breathing
Exercise (A. Khodaveisi et all, 2018).

Fatigue adalah rasa lelah yang berkelanjutan yang akan mengakibatkan gangguan
kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari hari (Matura et all, 2018). Fatigue
merupakan gejala subjektif yang tidak menyenangkan, dan kondisi fatigue yang
tak ada hentinya dan dapat mengganggu kemampuan individu untuk berfungsi
sesuai kemampuan individu tersebut.

Pengertian fatigue secara umum menurut (Finsterer & Mahjoub, 2014) adalah
penurunan kemampuan untuk mengaktifkan otot secara sadar, kesulitan pada saat
memulai atau mempertahankan suatu kegiatan, perasaan lelah secara kognitif
setelah melakukan kegiatan yang menggunakan konsentrasi.

Menurut analisa peneliti, alasan Kenapa breathing exercise atau latihan


pernapasan dapat menurunkan tingkat kelelahan (Fatigue) adalah karena pada
saat responden melakukan proses pernapasan yang teratur dan terkontrol dapat
membantu memperbaiki sirkulasi oksigen dalam tubuh, sehingga dapat
mengurangi tingkat stres dan membantu mengontrol hormon kortisol yang dapat
mempengaruhi tingkat energi dan kelelahan dalam jangka panjang. Selain itu
dengan melakukan breathing exercise, seseorang dapat mengatur pernapasan
mereka untuk menjadi lebih lambat dan lebih dalam. Ini membantu

67
meningkatkan aliran oksigen ke seluruh tubuh, termasuk otot-otot yang tegang,
sehingga dapat meredakan kelelahan dan ketegangan di tubuh. Breathing exercise
juga dapat membantu menurunkan tingkat hormon stres seperti kortisol, yang
dapat membantu memperbaiki suasana hati dan energi seseorang.

68
C. Keterbatasan penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah terdapat pada besaran sampel yang
digunakan. Penelitian ini hanya melibatkan pasien dengan congestive heart
failure yang dirawat di Rumah Sakit Bakti Timah Pangkalpinang, yang dapat
membatasi generalisasi hasil penelitian ini pada populasi pasien CHF yang lebih
luas dan berbeda geografis. Akurasi hasil juga bisa dipengaruhi oleh jumlah
partisipan yang terlibat dalam penelitian ini. Kemungkinan bahwa sampelnya
terlalu kecil untuk mencapai kesimpulan yang kuat harus dipertimbangkan.

69
BAB VII
PENUTUP

A. Simpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada kategori responden
rata-rata berusia 45-95 th sebanyak 52,9%. Jenis kelamin mayoritas
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 64,7%. Mayoritas responden
berpendidikan menengah SMA/SMK sebanyak 58,8%.
2. Rata-rata tingkat Fatique sebelum dilakukan Breathing Excersise sebesar
3,18.
3. Rata-rata tingkat fatigue setelah dilakukan Breathing Excersise Sebesar
1.53.
4. Terdapat pengaruh Breathing Excersise terhadap penurunan tingkat fatigue
pada pasien CHF di Rawat Inap dewasa Rumah Sakit Bakti Timah
Pangkalpinang dengan hasil P Value 0,000 (<0,05).

B. Saran
1. Bagi pelayanan keperawatan:
a. Menerapkan protokol breathing exercise sebagai bagian dari intervensi
keperawatan pada pasien congestive heart failure untuk membantu
menurunkan tingkat fatigue dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
b. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai manfaat
dan cara melakukan breathing exercise secara benar agar dapat
melaksanakan secara mandiri di rumah dan menjaga kondisi kesehatan
mereka.
2. Perkembangan Ilmu Keperawatan:
a. Melakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar dan
perbedaan comparators yang lebih bervariasi untuk mendapatkan hasil
yang lebih valid dan generalisasi yang lebih luas.
b. Meneliti pengaruh breathing exercise pada faktor lain selain fatigue
seperti kualitas tidur, tekanan darah, dan kadar oksigen dalam darah
pada pasien congestive heart failure.

70
DAFTAR PUSTAKA

Australian Safety and Compensation Council. (2006). Summary of Recent


Indicative Researc: Work – Related Fatigue. Australian Government:
Australia
Agustina,handika .(2016). Pengaruh latihan fisik terhadap penurunan fatigue
pada
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa Di RSUD
dr.Soedirman Mangun Sumarso Wonogiri.
American Heart Association. (2021). Cardiovascular Disease adalah penyebab
utama kematian di seluruh dunia dan merupakan jenis penyakit yang
paling umum terjadi pada orang dewasa di Amerika Serikat. Diakses pada
November 22, 2023 dari
https://www.heart.org/en/about-us/cardiovascular-disease-statistics
Bart, B. A. (2020). Definition and significance of fatigue in patients with heart
disease. American Journal of Critical Care, 29(6), 461-467
Black,J.M, & Hawk, J.H., (2009). Medical Surgical Nursing; 8th edition.
Canada:Elsevier
Crawford, M. H. (2017). Gagal jantung: Gejala Klinis dan Disfungsi Miokard.
New York: Penerbit Medis.
Dyah Arum Mustikanyngtias.(2015). Pengaruh pemberian tindaka breathing
exercise terhadap penurunan fatigue Di RSUD Dr.Moewardi surakarta
Finsterer, J., & Mahjoub, S. Z. (2014). Fatigue in healthy and diseased
individuals. American Journal of Hospice and Palliative Medicine, 31(5),
562-575
Hadyan, F. (2019). The Effect of Breathing Exercise on Fatigue in Heart Disease
Patients. Journal of Cardiology and Therapy, 6(2), 45-52.
Hockenberry Eaton, M,.Hinds, P.S,. (2000). Fatigue in children and adolescent
with
cancer Evolution of program of study. Oncology nursing. 16: 261- 72;
discussion 272-8
Jhamb, M., Weisbord, S. D., Steel, J. L., & Unruh, M. (2008). Fatigue in patients
receiving maintenance dialysis: a review of definitions, measures, and
contributing factors. American Journal of Kidney Diseases, 52(2), 353-
365.
Kring, D.L & Crane. (2009). Factors affecting Quality of life in persons on
hemodyalisis. Nephrology Nursing Journal, 36, 15 – 55, (2014).
http://proquest.umi.com

71
Kim et al (2005). Effects of a relaxation breathing exercise on fatigue in
haemopoietic stem cell transplantation patients. Journal of Clinical
Kallen, Gutch, C.F, Stoner, M.HH. (2012).The FACIT Fatgue
scale.darihttp://www.facit.org/FACITOrg/Questionnaires.
Khodaveisi, A., Omidi, A., Farhadi, M., & Borji, M. (2018). The effect of
breathing exercises on reducing anxiety and stress related to Breathing
Exercise procedure. Journal of Mind-Body Techniques, 42(2), 78-85
Lainsamputty, L. M., & Chen, C. M. (2018). The Impact of Fatigue on Quality of
Life Among Patients with Heart Failure: A Literature Review. Journal of
Nursing and Health Science, 7(6), 39-47.
Muttaqin, Arif. (2014). “Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan” . Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin. A, dan Sari, K. (2011). Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep,
Proses
dan Aplikasi. Jakata : Salemba Medika
Mallogu, M. (2009). Fatigue in people undergoing haemodialysis.Clinical
perspective. Dyalisis & Transpalation. Oktober 2014.
http:/www.intersceince.wiley.com
Matura, L. A., McDonough, P., & Ruiz, S. (2018). Fatigue: An Overview.
American Family Physician, 97(7), 429-437.
McManus, C., Mooney, R. A., & Chester, D. S. (2019). The use of breathing
exercises in clinical practice: a review of the evidence. Journal of
Rehabilitation and Integrative Medicine, 2(4), 1-11.
Nugraha, C., Handayani, D., & Kusnadi, Y. (2017). Pengaruh Fatigue pada
Gagal Jantung terhadap Kualitas Hidup Pasien. Jurnal Keperawatan
Indonesia, 20(2), 109-116.
Nijrolder, I., Winat, D., Vries, H., & Horst, H. (2009). Diagnosis during follow
up
of patient presenting with fatique in primary care, Canadian Medical
Association journal, 18 (10), 683 – 687.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Price, S & Wilson, L. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit.
Edisi 6. EGC : Jakarta.
Priyanto. (2010_. Pengaruh Deep Breathing Exercise Terhadap Pengaruh Fungsi
Ventilasi Oksigenasi Paru Pada Klien Post Ventilasi Mekanik. Tesis.
Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia Jakarta.

72
PERKI. (2020). Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Jakarta: Perhimpunan
Kardiologi Indonesia.
Polikandrioti, M., Koutelekos, I., Vasilopoulos, G., & Mpouzika, M. (2015).
Psychological distress and fatigue in patients with chronic obstructive
pulmonary disease: prevalence, burden, and clinical management. Nursing
research and practice, 2015.
Reddy YN, Sivanandan P, Prusty RK. (2021). Chronic Fatigue Syndrome: An
Overview. Cureus, 13(9):e17811. DOI: 10.7759/cureus.17811
Riskesdas. (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI.
Riset Kesehatan Dasar. (2013). Prevalensi gagal jantung meningkat seiring
bertambahnya usia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Septiwi, Cahyu. (2013). Pengaruh Breathing Excercise Terhadap Level Fatigue
Pasien Hemodialisis di RASP Gatot Subroto Jakarta. Jurnal Keperawatan
Volume 8, No.1 Maret 2013. Jurusan Keperawatan Stikes Muhammadiyah
Gombong.
Stanley et al. (2011). Benefits of a holistic breathing technique in patients on
hemodialysis. Nephrology Nursing Journal: 38(2) 149-152
Sullivan, D; McCarthy, G;. (2009). Exploring the Symptom of Fatigue in
Patients
with end Stage Renal Disease. NeprhologyNursing Journal. 36, 38-40.
Tsai et al (1995). Breathingcoordinated exercise improves the quality of life in
hemodialysis patients. Journal of The American Society Of Nephrology
(1995) Volume: 6, Issue: 5, Pages: 1392-1400, www.ncbi.nlm.nih.gov
Utami, N. D., Wijayanti, R. S., & Setiyarini, S. (2019). Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Fatigue pada Pasien Gagal Jantung. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 22(2), 77-85.
World Health Organization. (2019). Cardiovascular diseases (CVDs) fact sheet.
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/cardiovascular-
diseases-(cvds)
Watchie, J. (2010). Physical problems in patients with heart failure: prevalence
and impact on quality of life. British Journal of Cardiac Nursing, 5(12),
567-571.
Yancy, C.W., Jessup, M., Bozkurt, B., Butler, J., Casey Jr, D.E., Colvin, M.M.,
Drazner, M.H., Filippatos, G.S., Fonarow, G.C., Givertz, M.M.,
Hollenberg, S.M., Lindenfeld, J.A., Masoudi, F.A., McBride, P.E.,
Peterson, P.N., Stevenson, L.W., & Westlake, C. (2013). 2013
ACCF/AHA guideline for the management of heart failure: a report of the
American College of Cardiology Foundation/American Heart Association

73
Task Force on Practice Guidelines. Journal of the American College of
Cardiology, 62(16), e147-e239. doi: 10.1016/j.jacc.2013.05.019
Zakerimoghadam et al (2006). The Effect of Breathing Exercises on The Fatigue
Levels of Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Nursing
Journal 38 (2) : 149-152
.

LAMPIRAN

74
Lampiran 1 Informedconcent Penelitian

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :

Bersedia dan mau menjadi responden penelitian yang dilakukan oleh :


Nama : Finalia Umairoh
NIM : 11222232
Status : Mahasiswa S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Stikes
Pertamedika
Demikian pernyataan ini saya tanda tangani dan dibuat dengan sebenar – benarya
untuk digunakan sebagaimana mestinya.

Peneliti Pangkalpinang, November 2023


Responden

75
Finalia Umairoh (........................)

76
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian

KUESIONERPENELITIAN
KARAKTERISTIKDEMOGRAFI RESPONDEN

No.Responden :
Tanggalpengisian :

Petunjungpengisianjawaban
1. PilihlahjawabanyangmenurutAndasesuaidenganmemberikantandacekataucen
tang(√)padasalahsatu jawabanyangtelahdisediakan.
2. Silahkanbertanyapadapenelitiapabilaadapertanyaanyangkurangjelas.

IDENTITASRESPONDEN
1.Usia :
2.Jenis Kelamin :
3.Pendidikan terakhir : Tidak sekolah/ SD/SMP/SMA/D3 / S1 /
S2

77
KUESIONER PRE-POST TEST
FATIGUE SCALE

Jawablahpernyataanpernyataandibawahinidenganmemberikantandac
heckatau centang (√) pada jawaban yang andapilih.

Nama :
No Responden:

Keterangan:
5 = Sangat Lelah, jika responden sangat setuju dengan pernyataan kuesioner
4 = Lelah Sekali, jika responden sangat setuju dengan pernyataan kuesioner
3 = Agak Lelah, jika responden setuju dengan pernyataan kuesioner
2 = Sedikit Lelah, jika responden tidak setuju dengan pernyataan kuesioner
1 = Tidak Lelah, jika responden sangat tidak setuju dengan pernyataan kuesioner
yang diberikan

No Sangat Lelah Agak Sedikit Tidak


Pernyataan
Lelah Sekali Lelah Lelah Lelah
1 Aku merasa kelelahan

2 Saya merasa lemah di


seluruh tubuh

3 Saya merasa lesu

4 Saya kesulitan
memulai sesuatu
karena saya lelah

5 Saya mengalami
kesulitan
menyelesaikan
beberapa hal karena
saya lelah

6 Saya punya energi

78
7 Saya merasa lelah

8 Saya dapat melakukan


kegiatan yang biasa
saya lakukan

9 Saya perlu tidur siang


hari .

10 Saya terlalu lelah


untukmakan

11 Saya butuh bantuan


untuk melakukan
kegiatan yang biasa
saya lakukan

12 Saya frustrasi karena


terlalu lelah untuk
melakukan hal-hal
yang saya inginkan
Melakukan

13 Saya harus membatasi


aktivitas sosial saya
karena saya lelah

79
LEMBAR OBSERVASI
HASIL PEMBERIAN BREATHING EXERCISE

PRETES POSTTES
Noresp UMUR (th) JK PD
T T
Perempua
1 47 n SMK S. Tinggi Sedang
2 50 Laki-Laki S1 Tinggi Rendah
3 62 Laki-Laki SMP Sedang Rendah
4 66 Laki-Laki SMA Tinggi Rendah
Perempua
5 51 n SMP Tinggi Sedang
6 62 Laki-Laki SMP Sedang Rendah
7 40 Laki-Laki SMA Tinggi Sedang
Perempua
8 55 n SMK S. Tinggi Sedang
Perempua
9 60 n S1 Tinggi Rendah
10 49 Laki-Laki SMA S. Tinggi Sedang
Perempua
11 62 n SMP Tinggi Rendah
12 57 Laki-Laki SMA Tinggi Sedang
13 49 Laki-Laki SMA S. Tinggi Sedang
14 35 Laki-Laki SMA Tinggi Rendah
Perempua
15 46 n SMP Tinggi Sedang
16 63 Laki-Laki SMK S. Tinggi Sedang
17 52 Laki-Laki SMA Tinggi Rendah

80
LEMBAR CEKLIS
PEMBERIAN BREATHING EXERCISE TERHADAP TINGKAT
FATIGUE SELAMA 15 MENIT SELAMA 3 HARI BERTURUT-TURUT

Nores Inisial UMUR Hari KE KET


p Nama (th)
1 2 3 Turun Tidak Turun
1 HN 47 S. Tinggi Tinggi Sedang 
JK Sedan 
2 50 Tinggi g Rendah
KL Sedan 
3 62 Sedang g Rendah
AD Sedan 
4 66 Tinggi g Rendah
RS Sedan 
5 51 Tinggi g Sedang
AA Sedan 
6 62 Sedang g Rendah
BA Sedan 
7 40 Tinggi g Sedang
8 AR 55 S. Tinggi Tinggi Sedang 
IN Sedan 
9 60 Tinggi g Rendah
10 JM 49 S. Tinggi Tinggi Sedang 
NA Sedan 
11 62 Tinggi g Rendah
KI Sedan 
12 57 Tinggi g Sedang
13 AB 49 S. Tinggi Tinggi Sedang 
AM Sedan 
14 35 Tinggi g Rendah
15 YY 46 Tinggi Tinggi Sedang 

81
16 ON 63 S. Tinggi Tinggi Sedang 
ZM Sedan 
17 52 Tinggi g Rendah

82
SOP PELAKSANAAN
BREATHING EXERCHICE

I. Pengertian
Breathing exercise merupakan latihan pernapasan dengan tehnik bernapas
secara perlahan dan dalam, menggunakan otot diafragma, sehingga
memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh

II. Tujuan
a. Untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta
mengurangi kerja pernapasan.
b. Meningkatkan inflasi alveolar maksimal, relaksasi otot dan menghilangkan
ansietas.
c. Mencegah pola aktifitas otot pernapasan yang tidak berguna, melambatkan
frekuensi pernapasan, mengurangi udara yang terperangkap serta
mengurangi kerja bernafas

III. Indikasi dan kontra indikasi


a. Indikasi
Diberikan kepada pasien yang mengalami CHF dengan kelelahan
b. Kontraindikasi
Pasien CHF dengan perubahan kondisi seperti nyeri berat dan keadaan
emergency

IV. Prosedur
a. PRA INTERAKSI
1. Membaca status klien
2. Mencuci tangan

83
b. INTERAKSI
Orientasi
1. Salam : Memberi salam sesuai waktu
2. Memperkenalkan diri.
3. Validasi kondisi klien saat ini.
Menanyakan kondisi klien dan kesiapan klien untuk melakukan
kegiatan sesuai kontrak sebelumnya
4. Menjaga privasi klien
5. Kontrak.
Menyampaiakan tujuan dan menyepakati waktu dan tempat
dilakukannya kegiatan

c. Fase Kerja
1. Mengatur posisi klien dengan semi fowler/fowler
di tempat tidur/kursi
2. Meletakkan satu tangan klien di atas abdomen (tepat di bawah iga) dan
tangan lainnya pada tengah dada untuk merasakan gerakan dada
danabdomen saat bernafas
3. Menarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai dada dan
abdomen terasa terangkat maksimal, jaga mulut tetap tertutup selama
inspirasi, tahan nafas selama 2 detik
4. Menghembuskan nafas melalui bibir yang dirapatkan dan sedikit
terbuka sambil mengencangkan (kontraksi) otot-otot abdomen dalam 4
detik
5. Melakukan pengulangan selama 1 menit dengan jeda 2 detik setiap
pengulangan, mengikuti dengan periode istirahat 2 menit
6. Melakukan latihan dalam lima siklus selama 15 menit

d. Terminasi
1. Evaluasi hasil: kemampuan pasien untuk melakukan teknik ini
2. Memberikan kesempatan pada klien untuk memberikan umpan balik
dari terapi yang dilakukan.

84
3. Tindak lanjut: menjadwalkan latihan breathing exercise
4. Kontrak: topik, waktu, tempat untuk kegiatan selanjutnya

V. Dokumentasi
1. Mencatat waktu pelaksanaan tindakan
2. Mencatat perasaan dan respon pasien setelah diberikan tindakan

85
LEMBAR PELAKSANAAN
BREATHING EXERCISE

I. Persiapan
1. Cari tempat yang tenang dan nyaman, yang bebas dari gangguan atau
distracti.
2. Duduk dengan posisi yang nyaman dan tegak.

II. Fokus pada Pernafasan


1. Tutup mata Anda dan fokus pada napas Anda.
2. Tarik napas dalam-dalam melalui hidung Anda selama empat detik.
3. Tahan napas Anda selama tiga detik.
4. Buang napas secara perlahan-lahan melalui mulut Anda selama enam detik.

III. Latihan Pernafasan


1. Mengatur posisi klien dengan semi fowler/fowler
di tempat tidur/kursi
2. Meletakkan satu tangan klien di atas abdomen (tepat di bawah iga) dan
tangan lainnya pada tengah dada untuk merasakan gerakan dada
danabdomen saat bernafas
3. Menarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai dada dan
abdomen terasa terangkat maksimal, jaga mulut tetap tertutup selama
inspirasi, tahan nafas selama 2 detik
4. Menghembuskan nafas melalui bibir yang dirapatkan dan sedikit terbuka
sambil mengencangkan (kontraksi) otot-otot abdomen dalam 4 detik
5. Melakukan pengulangan selama 1 menit dengan jeda 2 detik setiap
pengulangan, mengikuti dengan periode istirahat 2 menit
6. Melakukan latihan dalam lima siklus selama 15 menit

IV. Penyelesaian
1. Setelah selesai, biarkan napas Anda kembali normal dan buka mata Anda.
2. Cobalah untuk tetap santai dan renungkan tentang pengalaman Anda

86
OUTPUT SPSS
1. UNIVARIAT
Frequencies

Statistics

UMUR JENIS KELAMIN PENDIDIKAN PRETEST POSTTEST

N Valid 17 17 17 17 17

Missing 0 0 0 0 0

Mean 2.24 1.35 1.82 3.18 1.53

Std. Error of Mean .161 .119 .154 .154 .125

Median 2.00 1.00 2.00 3.00 2.00

Mode 2 1 2 3 2

Std. Deviation .664 .493 .636 .636 .514

Variance .441 .243 .404 .404 .265

Minimum 1 1 1 2 1

Maximum 3 2 3 4 2

Sum 38 23 31 54 26

Percentiles 25 2.00 1.00 1.00 3.00 1.00

50 2.00 1.00 2.00 3.00 2.00

75 3.00 2.00 2.00 4.00 2.00

Frequency Table

UMUR

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 2 11.8 11.8 11.8

2 9 52.9 52.9 64.7

3 6 35.3 35.3 100.0

Total 17 100.0 100.0

87
JENIS KELAMIN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 11 64.7 64.7 64.7

2 6 35.3 35.3 100.0

Total 17 100.0 100.0

PENDIDIKAN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 5 29.4 29.4 29.4

2 10 58.8 58.8 88.2

3 2 11.8 11.8 100.0

Total 17 100.0 100.0

PRETEST

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 2 2 11.8 11.8 11.8

3 10 58.8 58.8 70.6

4 5 29.4 29.4 100.0

Total 17 100.0 100.0

POSTTEST

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 8 47.1 47.1 47.1

2 9 52.9 52.9 100.0

Total 17 100.0 100.0

88
2. BIVARIAT

Explore

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

PRETEST 17 100.0% 0 .0% 17 100.0%

POSTTEST 17 100.0% 0 .0% 17 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error

PRETEST Mean 3.18 .154

95% Confidence Interval for Lower Bound 2.85


Mean
Upper Bound 3.50

5% Trimmed Mean 3.20

Median 3.00

Variance .404

Std. Deviation .636

Minimum 2

Maximum 4

Range 2

Interquartile Range 1

Skewness -.143 .550

Kurtosis -.238 1.063

POSTTEST Mean 1.53 .125

95% Confidence Interval for Lower Bound 1.26


Mean
Upper Bound 1.79

5% Trimmed Mean 1.53

Median 2.00

Variance .265

89
Std. Deviation .514

Minimum 1

Maximum 2

Range 1

Interquartile Range 1

Skewness -.130 .550

Kurtosis -2.267 1.063

90
Uji Normalitas Data
Descriptive Statistics

N Skewness Kurtosis

Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error

PRETEST 17 -.143 .550 -.238 1.063

POSTTEST 17 -.130 .550 -2.267 1.063

Valid N (listwise) 17

91
Uji T Test

Group Statistics

Grup N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Pre Test - Post Test Pre Test 17 3.1765 .63593 .15424

Post Test 17 1.5294 .51450 .12478

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of


Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the


Difference
Mean Std. Error
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Difference Difference Lower Upper

Pre Test - Post Test Equal variances assumed .021 .886 8.302 32 .000 1.64706 .19839 1.24295 2.05117

Equal variances not


8.302 30.663 .000 1.64706 .19839 1.24225 2.05186
assumed

Anda mungkin juga menyukai