Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA

DENGAN GANGGUAN PSIKOSOSIAL DEMENSIA


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik

Dosen Pembimbing:
Dhian Ririn Lestari, Ns., M. Kep.

Oleh:
Riza Reswadi 1910913410007
Ariani Setianingsih 1910913420005
Noor Anna Murdiany 1910913420013

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2020
KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Lansia dengan Gangguan Psikososial Demensia” yang telah disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik di Universitas Lambung Mangkurat.
            Dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah
membantu terselesainnya makalah ini. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih atas
semua bantuan yang telah diberikan dalam penyusunan makalah ini. Segala kritik dan
saran yang bersifat konstruktif kami terima dengan senang hati.
       Semoga makalah ini bermanfaat bagi siapa saja, khususnya para mahasiswa serta
seluruh pembaca.

Banjarbaru, 5 Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 4
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 5
1.3 Tujuan .................................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 6
2.1 Lansia.................................................................................................... 6
2.2 Dimensia............................................................................................... 7
2.3 Kehilangan, Berduka dan Kematian..................................................... 10
BAB III PEMBAHASAN................................................................................. 17
3.1 Asuhan Keperawatan Lansia dengan Demensia................................... 17
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan................................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lansia dikatakan sebagai tahap akhir pada daur kehidupan manusia. Lansia adalah
keadaan yang di tandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi fisiologis yang berkaitan dengan penurunan
kemampuan untuk hidup (Ferry dan Makhfudli, 2009).

Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia disebutkan bahwa


lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun. Namun, menurut
WHO, batasan lansia dibagi atas: usia pertengahan (middle age) yaitu antara 45-
59 tahun, lanjut usia (elderly) yaitu 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun,
dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Notoadmodjo, 2011).

Menurut WHO, populasi lansia di Asia Tenggara sebesar 8 % atau sekitar 142 juta
jiwa. Pada tahun 2050 diperkirakan populasi lansia akan terus meningkat hingga 3
kali lipat. Pada tahun 2000 didapatkan data jumlah lansia sekitar 5,300,000 (7,4%)
dari total populasi, sedangkan pada tahun 2010 terjadi peningkatan jumlah lansia
menjadi 24,000,000 (9,77%) dari total populasi dan diperkirakan pada tahun 2020
jumlah lansia akan terus meningkat hingga 28,800,000 (11,34%) dari total
populasi. Di Indonesia pada tahun 2020 jumlah lansia diperkirakan sekitar
80.000.000 (Kemenkes RI, 2018).

Pada lanjut usia, daya ingat merupakan salah satu fungsi kognitif yang sering kali
paling awal mengalami penurunan. Kerusakan kognitif pada lansia yang berupa
penurunan daya ingat biasa disebut dengan demensia. Demensia merupakan suatu
sindrom yang biasanya bersifat kronis atau progresif dimana ada kerusakan fungsi
kognitif yaitu kemampuan untuk memproses pikiran di luar apa yang mungkin
diharapkan dari penuaan normal. Hal ini mempengaruhi ingatan, pemikiran,
orientasi, pemahaman, perhitungan, kapasitas belajar, bahasa, dan penilaian.
Namun tidak mempengaruhi status kesadaran. Gangguandalam fungsi kognitif
biasanya disertai, dan kadang-kadang didahului olehpenurunan kontrol emosi,
perilaku sosial, atau motivasi (WHO, 2016).
4
Menurut Alzheimer’s Disease International (2013) penderita demensia
membutuhkan perawatan khusus sehingga perlu menjadi prioritas kesehatan
publik, dan perencanaan yang memadai perlu diimplementasikan agar penderita
demensia dapat hidup dengan baik.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana asuhan keperawatan lansia dengan demensia?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui asuhan keperawatan lansia dengan demensia.
1.3.2 Untuk mengetahui asuhan keperawatan lansia dengan demensia

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lansia
2.1.1 Pengertian Lansia
UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia (lanjut usia), menyatakan
bahwa lansia adalah orang yang berusia 60 tahun ke atas. Usia 60 tahun
merupakan usia yang rawan terjadi pada manusia karena dapat menyebabkan
penurunan kemampuan fisik dan kognitif (Satriyo, 2009). Menurut WHO dalam
Nugroho (2008), lanjut usia dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia antara 45 sampai 59
tahun
b. Usia lanjut (elderly) adalah kelompok usia antara 60 sampai 74 tahun
c. Usia tua (old) adalah kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia di atas 90 tahun
2.1.2 Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia yaitu perubahan fisik,
perubahan kognitif, perubahan spiritual, perubahan psikososial, perubahan aspek
kepribadian. Perubahan fisik yaitu pada sistem indra, sistem muskuloskeletal,
sistem kardiovaskuler dan respirasi, sistem perkemihan, sistem reproduksi, dan
pada sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atrofi yang progresif
pada serabut saraf lansia. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi, sensori dan
respon motorik pada susunan saraf pusat (SSP) dan penurunan reseptor
proprioseptif, hal ini terjadi karena SSP pada lansia mengalami perubahan
morfologis dan biokimia, perubahan tersebut mengakibatkan penurunan fungsi
kognitif (Azizah, 2011).
2.1.3 Teori Proses Penuaan
Proses menua bersifat individual: Dimana proses menua pada setiap orang terjadi
dengan usia yang berbeda, setiap lanjut usia mempunyai kebiasaan atau style yang
berbeda, dan tidak ada satu faktor pun yang ditemukan dapat mencegah proses
menua. Teoriteori itu dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu: kelompok
biologis dan teori psikososial.

6
2.2 Dimensia
2.2.1 Pengertian Demensia
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke III (PPDGJ –III)
menyatakan bahwa demensia merupakan suatu sindrom yang diakibatkan oleh
penyakit atau gangguan otak yang biasanya bersifat kronik progresif dimana
terdapat gangguan fungsi luhur kortikal yang multiple (multiple higher cortical
function) termasuk di dalamnya daya ingat, daya pikir, orientasi, daya tangkap
(comprehension), berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan daya nilai
(judgement). Demensia umumnya disertai dan ada kalanya diawali dengan
kemerosotan (deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau
motivasi hidup. Demensia adalah kondisi klinis dimana terjadi penurunan fungsi
mental intelektual (kognitif) yang progresif. Demensia dapat disebabkan oleh
penyakit organik difusi pada hemisfer serebri (demensia subkortikal – missal
penyakit Alzheimer) atau kelainan struktur subkortikal (demensia subkortikal,
misalnya penyakit Parkinson dan Huntington) (Elvira, Sylvia D, et al. 2010).

Memori adalah bagian kognitif yang paling banyak hilang pada demensia.
Kemampuan mental juga terpengaruh pada kasus demensia, seperti bahasa,
kemampuan visuospatial, perhitungan, pengambilan keputusan, dan pemecahan
pemecahan masalah. Neuropsikiatri dan defisit sosial juga berkembang di banyak
gejala demensia yang mengakibatkan depresi, penarikan, halusinasi, delusi, agitasi
dan insomnia (Guyton & Hall, 2012).

2.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi demensia adalah sebagai berikut:
a. Demensia karena kerusakan struktur otak
b. Demensia vascular
c. Demensia menurut umur yaitu demensia senilis (usia >65tahun) dan demensia
prasenilis (usia <65tahun)
d. Demensia menurut perjalanan penyakit yaitu reversibel (mengalami perbaikan)
dan ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, Vit. B,
Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb)
e. Menurut menurut sifat klinis yaitu demensia proprius dan pseudo-demensia
7
2.2.3 Etiologi
a. Penyakit Alzheimer (Paling banyak)
b. Demensia vaskular
c. Human Immunodeficiency Virus (HIV)
d. Penyakit Pick
e. Penyakit Creutzfeldt-Jakob
f. Penyakit Huntington
g. Penyakit Parkinson
(Thomas et al, 2006)
2.2.4 Manifestasi Klinis
a. Gangguan memori merupakan ciri yang awal dan menonjol pada kasus
demensia dimana penderita mengalami penurunan daya ingat segera dan daya
ingat peristiwa jangka pendek (recent memory – hipokampus) kemudian secara
bertahap daya ingat recall juga mengalami penurunan (temporal medial dan
regio diensephalik). Pasien demensia tidak mampu untuk belajar tentang hal-
hal baru atau lupa mengenai hal-hal yang baru saja dikenal, dilakukan atau
dipelajari seperti lupa akan janjinya, orang yang baru saja dijumpai atau tempat
yang baru saja dikunjunginya
b. Orientasi, daya ingat penting untuk orientasi terhadap waktu, orang dan tempat.
Orientasi dapat terganggu secara progresif selama terjadi perjalanan penyakit
demensia. Pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana kembali ke
ruangannya setelah pergi dari kamar mandi.
c. Afasia yaitu kesulitan dalam menyebutkan nama benda atau orang.
d. Apraksia yaitu ketidak-mampuan dalam melakukan suatu gerakan meskipun
kemampuan motorik yang diperlukan tetap baik. Penderita mengalami
kesulitan dalam menggunakan benda tertentu atau melakukan gerakan-gerakan
yang telah dikenali misalnya melambaikan tangan.
e. Agnosia yaitu ketidak-mampuan penderita dalam mengenali atau
mengindentifikasi suatu benda meskipun fungsi sensoriknya utuh, seperti
penderita tidak dapat mengenali meja ataupun kursi meskipun visusnya atau
penglihatannya baik. Penderita semakin lama semakin tidak mengenal lagi
anggota-anggota keluarganya.
Gejala psikotik, sekitar 20%-30% pasien demensia memiliki halusinasi dan
8
30%-40% pasien demensia mempunyai waham, terutama dengan sifat paranoid
atau persekutorik dan tidak sistematik walaupun waham yang kompleks,
menetap dan tersistematik dengan baik juga dilaporkan pada pasien demensia.
Agresi fisik dan bentuk kekerasan lainnya sering terjadi pada pasien demensia
yang juga mempunyai gejala psikotik.
f. Perubahan kepribadian seperti pasien dengan demensia mungkin menjadi
introvert dan tampaknya juga kurang memperhatikanefek perilaku mereka
terhadap orang lain.
g. Gangguan lain seperti reaksi katastropik adalah reaksi yang menunjukkan
penurunan kemampuan untuk menerapkan perilaku abstrak.
(Kaplan & Sadock, 2007)
2.2.5 Patofisiologi
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia.
Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di
susunan saraf pusat yaitu berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada
penuaan antara umur 30 sampai 70 tahun. Berbagai faktor etiologi yang telah
disebutkan di atas merupakan kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi sel-sel
neuron korteks serebri. Penyakit degeneratif pada otak, gangguan vaskular dan
penyakit lainnya, serta gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas secara langsung
maupun tak langsung dapat menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan
melalui mekanisme iskemia, infark, inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga
jumlah neuron menurun dan mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun
subkortikal. Di samping itu, kadar neurotransmiter di otak yang diperlukan
untuk proses konduksi saraf juga akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan
gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya pikir dan belajar), gangguan sensorium
(perhatian, kesadaran), persepsi, isi, pikir, emosi dan mood. Fungsi yang
mengalami gangguan tergantung lokasi area yang terkena (kortikal atau
subkortikal) atau penyebabnya, karena manifestasinya dapat berbeda. Keadaan
patologis dari hal tersebut akan memicu keadaan konfusio akut demensia (Boedhi-
Darmojo, 2009).
2.2.6 Komplikasi
Kushariyadi (2010) menyatakan koplikasi yang sering terjadi pada demensia
adalah:

9
a. Peningkatan resiko infeksi di seluruh bagian tubuh yaitu ulkus diabetikus,
Infeksi saluran kencing, dan pneumonia
b. Thromboemboli, infarkmiokardium
c. Kejang
d. Kontraktur sendi
e. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri
f. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan dan kesulitan
menggunakan peralatan.

10
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Asuhan Keperawatan Lansia dengan Dimensia


3.1.1 Pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian Fisik
b. Pengkajian Psikologis
c. Pengkajian Sosial-Ekonomi
d. Pengkajian Spiritual
3.1.2 Diagnosis Keperawatan
a. Kerusakan Memori (00131)
b. Resiko Jatuh (00155)
c. Defisit Perawatan Diri
d. Hambatan Komunikasi Verbal (00051)
3.1.3 Intervensi, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
No Diagnosis Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Kerusakan Memori NOC NIC
(00131) 1. Orientasi Kognitif Memori Taining (Pelatihan
Domain 5: Kriteria Hasil; Memori)
Persepsi/Kognisi Setelah dilakukan tindakan 1. Stimulasi memory dengan
Kelas 4: Kognisi keperawatan selama 3 x 24 mengulangi pembicaraan
jam, kesadaran klien terhadap secara jelas di akhir
Definisi: identitas personal, waktu dan pertemuan dengan pasien.
Ketidakmampuan tempat meningkat atau baik, 2. Mengenang pengalaman
mengingat beberapa dengan indikator/kriteria masa lalu dengan pasien.
informasi atau hasil: 3. Menyediakan gambar
keterampilan perilaku. 1. Mengenal kapan klien lahir untuk mengenal
2. Mengenal orang atau hal ingatannya kembali.
Batasan Karakteristik: penting 4. Monitor perilaku pasien
1.Ketidakmampuan 3. Mengenal hari, bulan, dan selama terapi.
melakukan tahun dengan benar 5. Monitor daya ingat klien.
keterampilan yang telah 4. Klien mampu 6. Kaji kemampuan klien
dipelajari sebelumnya memperhatikan dan dalam mengingat sesuatu.
2.Ketidakmampuan mendengarkan dengan baik 7. Ingatkan kembali
11
mempelajari informasi 5. Klien mampu pengalaman masa lalu
baru melaksanakan instruksi klien.
3.Ketidakmampuan sederhana yang diberikan. 8. Implementasikan teknik
mempelajari 6. Klien dapat menjawab mengingat dengan cara
keterampilan baru pertanyaan yang diberikan yang tepat.
4.Ketidakmampuan dengan tepat. 9. Latih orientasi klien.
mengingat informasi 7. Klien mampu mengenal 10. Beri kesempatan
actual identitas dirinya dengan kepada klien untuk
5.Keidakmampuan baik. melatih, konsentrasinya
mengingat perilaku 8. Klien mengenal identitas
tertentu yang pernah orang disekitarnya dengan Stimulasi Kognitif
dilakukan tepat/baik. (Cognitive Stimulation)
6.Ketidakmampuan 9. Klien mampu 1. Monitor interpretasi klien
mengingat peristiwa mengidentifikasikan tempat terhadap lingkungan.
7.Ketidakmampuan dengan benar. 2. Tempatkan objek/hal-hal
menyimpan informasi 10. Klien mampu yang familiar di
baru mengidentifikasi waktu lingkungan/di kamar klien
8.Lupa melakukan dengan benar. 3. Observasi kemampuan
perilaku pada waktu klien berkonsentrasi.
yang telah dijadwalkan 4. Kaji kemampuan klien
9.Mudah lupa memahami dan
memproses informasi.
Faktor yang berhubungan: 5. Berikan instruksi setelah
1.Anemia klien menunjukkan
2.Distraksi lingkungan kesiapan untuk belajar
3.Gangguan neurologis atau menerima informasi.
4.Hipoksia 6. Atur instruksi sesuai
5.Gangguan volume tingkat pemahaman klien.
cairan 7. Gunakan bahasa yang
6.Ketidakseimbangan familiar dan mudah
elektrolit dipahami.
7.Penurunan curah 8. Dorong klien menjawab
jantung pertanyaan dengan singkat
dan jelas.
12
9. Koreksi interpretasi yang
salah.
10. Beri reinforcement
pada setiap kemajuan
klien.
2 Resiko Jatuh (00055) NOC NIC
Domain: 11 Kemanan 1.Trauma risk 1. Mengidentifikasi defisit
Kelas: 2 Cedera Fisik 2.Injury risk kognitif atau fisik yang
Kriteria hasil: dapat meningkatkan
Definisi: Setelah dilakukan tindakan potensi jatuh dalam
Peningkatan kerentanan keperawatan selama 3x 24 lingkungan tertentu.
untuk jatuh yang dapat jam di harapkan klien mampu 2. Mengidentifikasi perilaku
menyebabkan bahaya untuk: dan faktor yang
fisik 1.Keseimbangan: mempengaruhi resiko
kemampuan untuk jatuh.
Faktor Resiko mempertahankan 3. Mengidentifikasi
1. Dewasa: Usia 65 tahun ekuilibrium karakteristik lingkungan
atau lebih, Riwayat 2.Gerakan terkoordinasi: yang dapat meningkatkan
jatuh, Tinggal sendiri, kemampuan otot untuk potensi untuk jatuh
Prosthesis eksremitas bekerja sama secara (misalnya: lantai yang
bawah, Penggunaan alat volunter untuk melakukan licin dan tangga terbuka).
bantu (misalnya: gerakan 4. Mendorong pasien untuk
walker, tongkat), 3.Perilaku pencegahan jatuh: menggunakan tongkat
Penggunaan kursi roda tindakan individu atau atau alat pembantu
pemberi asuhan untuk berjalan.
meminimalkan faktor 5. Kunci roda dari kursi
resiko yang dapat memicu roda, tempat tidur, atau
jatuh dilingkungan individu brankar selama transfer
4.Kejadian jatuh: tidak ada pasien.
kejadian jatuh 6. Tempat artikel mudah
5.Pengetahuan: pemahaman dijangkau dari pasien.
pencegahan jatuh 7. Ajarkan pasien bagaimana
pengetahuan: keselamatan jatuh untuk
anak fisik meminimalkan cedera.
13
6.Pengetahuan: keamanan 8. Menyediakan toilet
pribadi ditinggikan untuk
7.Pelanggaran perlindungan memudahkan transfer.
tingkat kebingungan akut 9. Membantu ke toilet
8.Tingkat agitasi seringkali, interval
9.Komunitas pengendalian dijadwalkan.
resiko 10. Sarankan alas kaki
10. Gerakan terkoordinasi yang aman.
11. Mengembangkan
cara untuk pasien untuk
berpartisipasi keselamatan
dalam kegiatan rekreasi.
12. Lembaga program
latihan rutin fisik yang
meliputi berjalan.
13. Tanda-tanda posting
untuk mengingatkan staf
bahwa pasien yang
beresiko tinggi untuk
jatuh.
3 Defisit Perawatan Diri NOC NIC
Domain 4: 1. Self care: Activity of Self Care assistane: ADLs
Aktivitas/Istrahat Daily Living (ADLs) 1. Monitor kemempuan klien
Kelas: 5 Perawatan Diri Kriteria Hasil Setelah untuk perawatan diri yang
dilakukan tindakan mandiri.
Definisi: keperawatan selama 3 x 24 2. Monitor kebutuhan klien
Hambatan kemampuan jam defisit perawatan diri untuk alat-alat bantu
untuk melakukan atvitas teratas dengan kriteria hasil: untuk kebersihan diri,
atau menyelesaikan 1. Klien dapat berdandan berpakaian, berhias,
aktivitas berpakaian eliminasi dan makan toileting dan makan.
sendiri, eliminasi sendiri dengan mandiri 3. Sediakan bantuan sampai
dan makan sendiri. 2. Menyatakan kenyamanan klien mampu secara utuh
terhadap kemampuan untuk melakukan self-
Batasan Kharateristik: untuk melakukan ADLs care.
14
1. Ketidakmampuan 3. Dapat melakukan ADLS 4. Dorong klien untuk
mengacingkan dengan bantuan melakukan aktivitas
pakaian. sehari-hari yang normal
2. Hambatan mengambil sesuai kemampuan yang
pakaian. dimiliki.
3. Hambatan 5. Dorong untuk melakukan
mengenakan pakaian. secara mandiri, tapi beri
4. Ketidakmampuan bantuan ketika klien tidak
menggunakan higene mampu melakukannya.
eliminasi tepat. 6. Ajarkan klien/ keluarga
5. Ketidakmampuan naik untuk mendorong
toilet. kemandirian, untuk
6. Ketidakmampuan memberikan bantuan
memanipulasi pakaian hanya jika pasien tidak
untuk eliminasi. mampu untuk
7. Ketidakmampuan melakukannya.
untuk berdiri dan 7. Berikan aktivitas rutin
duduk di toilet. sehari- hari sesuai
8. Ketidakmampuan kemampuan.
mengambil makanan 8. Pertimbangkan usia klien
dan memasukannya ke jika mendorong
mulut. pelaksanaan aktivitas
9. Ketidakmampuan sehari-hari.
mengunyah makanan
10. Ketidakmampuan
untuk menelan

Faktor yang
berhubungan:
1. Gangguan kognitif
2. Penurunan motivasi
3. Ketidaknyamanan
4. Kendala lingkungan
5. Keletihan
15
6. Gangguan
musculoskeletal
7. Gangguan
neuromuscular
8. Nyeri
9. Gangguan persepsi
10. Ansietas berat
11. Ketidakmampuan
menghabiskan
makanan
12. Ketidakmampuan
makan makanan dalam
jumlah memadai
13. Ketidakmampuan
memanipulasi
makanan dalam mulut
14. Ketidakmampuan
menyapakna makanan
untuk di makan
4 Hambatan NOC NIC
KomunikasiVerbal 1. Ansiety Communication
(00051) 2. Coping Enhancement :
Domain 5: Persepsi 3. Sensori Funtion: hearing Speech Deficit
Kognisi dan vision 1. Gunakan penerjemah jika
Kelas 5: Komunikasi 4. Fear self control diperlukan
Kriteria Hasil Setelah 2. Beri satu kalimat simple
Definisi: dilakukan tindakan setiap bertemu jika di
Penurunan, keterlambatan keperawatan selama 3 x 24 perlukan
atau ketiadaan jam klien mampu: 3. Konsultasikan dengan
kemampuan untuk 1. Berkomunikasi: dokter kebutuhan terapi
menerima proses penerimaan interpretasi wicara
mengirim dan atau dan ekspresi pesan 4. Dorong pasien untuk
menggunaka sistem 2. Lisan, tulisan dan non berkomunikasi secara
symbol verbal meningkat. perlahan dan untuk
16
3. Komunikasi ekspresif: mengulangi permintaan
Batasan Kharateristik: (kesulitan berbicara 5. Dengarkan dengan penuh
1. Tidak ada Kontak ekspresi pesan verbal atau perhatian berdiri di depan
Mata non verbal yang bermakna) pasien ketika berbicara.
2. Tidak Dapat Bicara 4. Komunikasi reseptif 6. Gunakan kertu baca,
3. Kesulitan (kesulitan mendengar): kertas, pensil, bahasa
mengekspresikan penerimaan komunikasi tubuh, gambar, daftar kosa
fikiran secara verbal dan interprestasi pesan kata, bahasa asing,
4. Kesulitan menyusn verbal atau non verbal computer, dan lain-lain.
kalinat 5. Gerakan terkoordinasi: Untuk memfasilitasi
5. Kesulitan menyusun mampu mengkoordinasi komunikasi dua arah yang
kata-kata gerakan dalam optimal
6. Kesuliatan memahami menggunakan isyarat. 7. Ajarkan bicara dari
pola komunikasi yang 6. Pengolahan informasi: esophagus jika diperlukan
biasa klien mampu untuk 8. Beri anjuran kepada
7. Kesulitan dalam memperoleh, mengatur, pasien dan keluarga
kehadiran tertentu dan menggunakan tentang penggunaan alat
8. Kesulitan informasi bantu bicara misalnya
menggunakan 7. Mampu mengontrol respon prostesi, trakheoesofagus
ekspresi wajah ketakutan dan kecemasan dan laring buatan
9. Disorientasi orang, terhadap ketidak mampuan 9. Berikan pujian positif jika
ruang dan waktu berbicara diperlukan
10. Tidak bicara 8. Mampu memanajemen 10. Anjurkan pada
11. Dismpena kemampuan fisik yang di pertemuan kelompok
ketidakmampuan miliki 11. Anjurkan kunjungan
dalam bahasa pemberi 9. Mampu keluarga secara teratur
asuhan mengkomunikasikan untuk member stimulus
12. Ketidakmampuan kebutuhan dengan komunikasi.
menggunakan lingkungan social. 12. Anjurkan ekspresi
ekspresi tubuh diri dengan cara lain
13. Ketidak mampuan dalam menyampaikna
menggunakan informasi misalnya
ekspresi wajah Bahasa isyarat.
14. Ketidaktepatan
17
verbalisasi
15. Defisit visual
parsia
16. Pello
17. Sulit bicara
18. Gagap
19. Defisit
penglihatan total
20. Bicara dengan
kesulitan
21. Menolak bicara

Faktor yang berhubungan:


1. Ketiadaan Orang
terdekat
2. Perubahan Konsep
Diri
3. Perubahan sistem
syaraf pusat
4. Defek anatomis
5. Tumor otak
6. HDR kronik
7. Perubahan harga diri
8. Perbedaan Budaya
9. Penurunan Sirkulasi
ke otak
10. Perbedaan yang
berhubungan dengan
usia perkembangan
11. Gangguan emosi
12. Kurang informasi
13. Hambatan fisik
14. Kondisi psikologi
15. HDR situasional
18
16. Stress kendala
lingkungan
17. Efek samping obat
jelemahan sistem
musculoskeletal

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Demensia merupakan suatu sindrom yang diakibatkan oleh penyakit atau gangguan
otak yang biasanya bersifat kronik progresif dimana terdapat gangguan fungsi luhur
kortikal yang multiple (multiple higher cortical function) termasuk di dalamnya

19
daya ingat, daya pikir, orientasi, daya tangkap (comprehension), berhitung,
kemampuan belajar, berbahasa, dan daya nilai (judgement).

Demensia adalah kondisi klinis dimana terjadi penurunan fungsi mental intelektual
(kognitif) yang progresif. Demensia dapat disebabkan oleh penyakit organik difusi
pada hemisfer serebri (demensia subkortikal – missal penyakit Alzheimer) atau
kelainan struktur subkortikal (demensia subkortikal, misalnya penyakit Parkinson
dan Huntington).

Etiologi dari demensia penyakit Alzheimer (Paling banyak), demensia vascular,


Human Immunodeficiency Virus (HIV), penyakit pick, penyakit Creutzfeldt-Jakob,
penyakit Huntington, penyakit Parkinson.

Manifestasi Klinis: gangguan memori, orientasi dapat terganggu secara progresif,


afasia, agnosia, apraksia, perubahan kepribadian.

Asuhan keperawatan lansia dengan demensia, pengkajian keperawatan: pengkajian


fisik, pengkajian psikologis, pengkajian sosial-ekonomi, pengkajian spiritual.
Diagnosa keperawatan: kerusakan memori, resiko jatuh, defisit perawatan diri,
hambatan komunikasi verbal.

20
DAFTAR PUSTAKA

Boedhi – Darmojo. 2009. Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi 4. Jakarta: FKUI.
Elizabeth. J. Corwin. 2009. Buku Saku: Patofisiologi. Ed.3. Jakarta: EGC.
Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho, W.2009. Keperawatan Gerontik & Geriatric Edisi 3. Jakarta: EGC.
Azizah, L. M (2011) Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Maryam, S., Ekasari, M. F., dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan
Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: Buku Kedokteran.
Stockslager, J. L., & Schaeffer, L. (2008). Asuhan Keperawatan Geriatrik. Jakarta:
Kedokteran EGC.
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.

21
22
23

Anda mungkin juga menyukai