Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI TERHADAP

KEMAMPUAN BERSOSIALISASI PASIEN ISOLASI SOSIAL DIAGNOSA


SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA

Pandeirot *, Istri**, Setyawan**


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan William Booth Surabaya

ABSTRAK

Pasien dengan isolasi sosial cenderung suka menyendiri, tidak mau bergaul dengan orang lain,
sehingga tidak mampu bersosialisasi. Masalah isolasi sosial dapat dilakukan terapi salah satunya
yaitu TAKS. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi aktivitas
kelompok sosialisasi pasien isolasi sosial diagnose skizofrenia di Ruang Puri Mitra Permata
Harapan Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Penelitian ini menggunakan desain penelitian quasi
eksperimen dengan metode one-group pra-post test design, populasi pada penelitian ini sebanyak 7
responden yaitu seluruh pasien skizofrenia yang mengalami masalah isolasi sosial dan jumlah
sampel yang diambil yaitu 7 responden dengan menggunakan total sampling. Pengumpulan data
menggunakan lembar observasi sebelum dan sesudah dilakukan TAK, kemudian di uji
menggunakan uji wilcoxson. Hasil dari penelitian ini semua responden tidak memiliki kemampuan
bersosialisasi dengan baik sebelum dilakukan TAKS sebanyak 7 orang (100%), sedangkan setelah
dilakukan TAKS sebagian responden mampu untuk bersosialisasi dengan baik sebanyak 5 orang
(0,8%) dan ada pengaruh TAKS terhadap kemampuan bersosialisasi dengan nilai p=0,025. Faktor
yang mendasari keberhasilan pelaksanaan TAKS salah satunya lama di rawat di RSJ, karena
responden sering mendapatkan pengobatan dan perawatan seperti terapi aktivitas kelompok
sosialisasi dan diharapkan terapi ini untuk terus dilakukan pada pasien, sehingga pasien dapat
memiliki kemampuan bersosialisasi dengan baik.

Kata kunci : Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi, Isolasi sosial.


PENDAHULUAN pada pasien isolasi sosial membutuhkan
waktu yang lama untuk melakukan
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa pendekatan pada pasien, seperti melakukan
yang banyak terdapat dalam masyarakat, dan tindakan keperawatan SP1 yaitu membina
sering dikonotasikan dengan keadaan gila hubungan saling percaya, peneliti dapat
(Ayub.2011). Ada beberapa tipe pada menyelesaikan Sp1 tersebut dalam waktu 1
skizofrenia yaitu tipe paranoid, hebeperenik, minggu. Tetapi walaupun Sp1 tersebut dapat
dan katatonik. Salah satu masalah dipenuhi pasien dengan isolasi sosial tersebut
keperawatan pada skizofrenia yaitu isolasi tidak sepenuhnya mau bicara dengan
sosial. Isolasi sosial merupakan keadaan perawat, mereka mau bicara dengan perawat
dimana seorang individu mengalami jika perawat mengajaknya untuk berbicara
gangguan penurunuan atau bahkan sama dan mereka tidak mau untuk memulai
sekali tidak mampu berinteraksi dengan pembicaraan. Sehingga hal tersebut dapat
orang lain disekitarnya (Damaiyanti. 2008). menyebabkan kemampuan bersosialisasi
Pada masalah isolasi sosial seseorang pasien isolasi sosial mengalami gangguan.
tersebut akan merasa kesepian, merasa tidak Kemampuan bersosialisasi merupakan
aman berdekatan dengan orang lain, pasien kemampuan seseorang dalam melakukan
biasanya mengatakan hubungan yang tidak tindakan sosialisasi terhadap orang lain
berarti dengan orang lain, pasien tidak seperti pasien mampu untuk berinteraksi
mampu berkonsentrasi dan pasien dengan dengan orang lain, ketika bertemu mereka
isolasi sosial biasanya tidak mampu untuk saling menegur, berjabat tangan, dan saling
mengambil keputusan. Seseorang dengan berbicara. Menurut Kelliat (2005) pada
masalah isolasi sosial akan merasa cepat pasien dengan isolasi sosial dapat dilakukan
bosan dan lambat menghabiskan waktunya dengan terapi modalitas, salah satunya yaitu
selain itu pasien merasa tidak berguna. terapi aktivitas kelompok. Terapi aktivitas
Ketika masalah tersebut semakin terus kelompok merupakan salah satu terapi
muncul pada pikiran pasien isolasi sosial modalitas yang dilakukan perawat kepada
maka pasien tersebut akan merasa bahwa sekelompok klien yang mempunyai masalah
dirinya tidak yakin dapat melangsungkan keperawatan yang sama. Ada beberapa
hidupnya (Keliat,dkk. 2011). Berdasarkan macam jenis terapi aktivitas kelompok salah
pengalaman peneliti pada saat melakukan lab satunya yaitu Terapi Aktivitas Kelompok
klinik di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya Sosialisasi (TAKS). Terapi Aktivitas
peneliti menemukan bahwa orang dengan Kelompok (TAK): Sosialisasi (TAKS) adalah
masalah keperawatan isolasi sosial mereka upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi
cenderung menghindar dan tidak mau sejumlah klien dengan masalah hubungan
berbicara terhadap orang yang baru sosial (Keliat, 2005). Berdasarkan
dikenalnya, ketika ditanya mereka akan pengalaman peneliti saat melakukan lab
menjawab dengan jawaban seadanya dan klinik di rumah sakit Jiwa Menur Surabaya
mereka akan cenderung untuk meninggalkan kegiatan TAK yang dilakukan tidak
tempat sebelum pembicaraan itu selesai, saat sepenuhnya diikuti oleh pasien isolasi sosial.
ada seseorang yang mengajaknya berbicara Terapi Aktivitas Kelompok tersebut
pasien dengan isolasi sosial tidak ada kontak bertujuan untuk meningkatkan hubungan
mata dengan pembicaranya bahkan mereka sosial dalam kelompok secara bertahap
cenderung untuk melihat ke arah lain seperti sehingga pasien mampu memperkenalkan
keatas, ataupun ke bawah, saat diberikan diri dengan orang lain, pasien mampu
pertanyaan pasien isolasi sosial akan berkenalan dengan anggota kelompok yang
menjawab seadanya. Pada pasien isolasi mengikuti terapi aktivitas kelompok.
sosial dapat dilakukan tindakan keperawatan Menurut data dari Word Health
yaitu dengan memberikan asuhan Organization (WHO) masalah gangguan
keperawatan, ada 3 strategi pelaksanaan kesehatan jiwa sudah menjadi masalah yang
(SPTK) dalam melakukan tindakan asuhan sangat serius. WHO menyatakan tahun 2001
keperawatan pada pasien isolasi sosial. Saat paling tidak satu dari empat orang di dunia
melakukan asuhan keperawatan pada pasien mengalami masalah mental. WHO
dengan gangguan jiwa seharusnya dapat memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di
diselesaikan dalam waktu ± 3 minggu tetapi dunia yang mengalami gangguan jiwa
(Yoseph, 2009). Menurut DepKes RI jumlah presipitasi terjadinya isolasi sosial meliputi
penderita gangguan jiwa saat ini mencapai factor internal maupun eksternal seperti
lebih dari 28 juta orang dengan kategori stressor sosial budaya dan stressor biokimia.
gangguan jiwa ringan 11,06%, dan 0,46% Penyebab yang terjadi pada pasien isolasi
penderita gangguan jiwa berat. Menurut Riset sosial tersebut dapat menyebabkan koping
Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) pada individu inefektif seperti ketidakberdayaan,
penduduk usia diatas 15 tahun, dijumpai menyangkal tidak mampu menghadapi
Prevalensi Orang Dengan Gangguan Jiwa kenyataan dan menarik diri dari lingkungan,
(ODGJ) ringan atau gangguan mental tidak mampu menerima realitas dengan rasa
emosional seperti gangguan kecemasan dan syukur sehingga hal tersebut dapat
depresi sebesar 6% atau 16 juta orang dan menyebabkan harga diri rendah kronik pada
Prevalensi Orang Dengan Gangguan Jiwa pasien. Jika harga diri rendah kronik pada
(ODGJ) berat seperti Psikosis sebesar 1,72/ pasien tidak segera ditangani pada pasien,
1.000 atau estimasi 400. 000 orang. Di Jawa maka pasien tersebut akan mengalami isolasi
timur menurut Riskesdas (Riset Kesehatan sosial karena mereka lebih suka untuk
Dasar) tahun 2007, didapatkan data nasional menyendiri daripada bergabung dengan
tentang angka kejadian gangguan jiwa berat teman-temannya karena menurut mereka
(skizofrenia) di Jawa Timur sebesar 1,4% dan tidak ada yang bisa membantunya dalam
Surabaya tercatat sebanyak 0,2%. Sedangkan menyelesaikan masalahnya, pasien merasa
gangguan mental emosional (seperti bosan dan lambat menghabiskan waktu,
kecemasan, depresi, dll) sebesar 35% dan di pasien merasa tidak berguna. Isolasi sosial
Surabaya tercatat 18,8%. Berdasarkan data yang dialami oleh pasien dapat menyebabkan
Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur Surabaya, masalah yang lebih serius jika tidak segera
dari tahun ke tahun jumlah pasien rawat inap diatasi seperti halusinasi. Halusinasi yang
penderita kesehatan jiwa terus naik. Pada dialami oleh pasien dikarenakan pasien lebih
2011 ada 2.460 pasien. Setahun kemudian suka menyendiri dan tidak mau bersosialisasi
jumlahnya bertambah menjadi 2.582 pasien. kepada orang lain sehingga menimbulkan
Nah, tahun ini, hingga semester I (Januari– kenyamanan terhadap kesendiriannya yang
Juni), sudah ada 1.350 pasien. Sehingga tiap dapat mengakibatkan munculnya perasaan-
bulan terdapat 328 pasien di Rumah Sakit perasaan seperti melihat seseorang ataupun
Jiwa Menur Surabaya. Gangguan jiwa mendengar seseorang berbicara. Ketika
skizofrenia menimbulkan masalah yang pasien sudah memasuki pada fase halusinasi
negatif pada penderitanya yaitu pada fungsi dan tidak segera diatasi, masalah yang serius
sosialnya seperti isolasi sosial. Menurut lagi yang akan dialami oleh pasien yaitu PK
Maramis (2006) dalam jurnal Anjas atau perilaku kekerasan, sehingga proses
Surtiningrum (2011) mengatakan klien penyembuhan pada pasien akan menjadi
mengalami isolasi sosial sebesar 72% kasus lama.
Skizofrenia, 64% mengalami penurunan Pasien isolasi sosial dapat dilakukan
kemampuan memelihara diri (makan, mandi, dengan memberikan asuhan keperawatan dan
dan berpakaian). Dengan demikian dapat tindakan terapi. Asuhan keperawatan yang
disimpulkan bahwa 72% klien mengalami dilakukan pada pasien isolasi sosial yaitu
masalah isolasi sosial sebagai akibat dari membina hubungan saling percaya,
kerusakan kognitif dan afektif. Berdasarkan membantu pasien mengenal penyebab isolasi
studi pendahuluan yang dilakukan peneliti sosial, membantu pasien mengenali
disalah satu ruangan di Rumah Sakit Jiwa keuntungan dari membina hubungan dengan
Menur Surabaya yaitu di Ruang Puri Mitra orang lain, membantu pasien mengenal
Permata Harapan terdapat 17 pasien yang kerugian dari tidak membina hubungan,
dirawat di dan 7 diantaranya mengalami membantu pasien untuk berinteraksi dengan
gangguan isolasi sosial. orang lain secara bertahap. Sedangkan pada
Menurut Damaiyanti (2012) isolasi terapi, ada beberapa macam terapi yang dapat
sosial dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor dilakukan pada pasien isolasi sosial salah
predisposisi dan factor presipitasi. Pada satunya yaitu terapi aktivitas kelompok.
faktor predisposisi meliputi, faktor Terapi aktivitas kelompok terdiri dari terapi
perkembangan, faktor biologi, dan faktor aktivitas kelompok stimulasi kognitif/
sosial budaya. Sedangkan pada faktor persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi
sensori, terapi aktivitas kelompok orientasi HASIL DAN PEMBAHASAN
realitas, dan terapi aktivitas kelompok
sosialisasi. Pada penelitian ini penulis Karakteristik responden berdasarkan umur
melakukan terapi aktivitas kelompok
sosialisasi. Pada penelitian ini peneliti
menggunakan 7 sesi dengan indicator pada
sesi 1 pasien isolasi sosial dapat UMUR
memperkenalkan dirinya dengan baik, sesi 2
pasien isoalsi sosial dapat berkenalan dengan 20-30
orang lain secara baik, pada sesi 3 pasien 0%
TAHUN
isolasi sosial dapat bercakap-cakap dengan 0%
14% 31-40
orang lain secara baik, sesi ke-4 pada terapi 29%
aktivitas kelompok sosialisasi pasien isoalsi TAHUN
sosial dapat bercakap-cakap topic tertentu 41-50
dengan baik, sesi ke-5 pada terapi aktivitas 57% TAHUN
kelompok sosialisasi pasien isoalsi sosial
51-60
dapat bercakap-cakap masalah pribadi
TAHUN
dengan baik, sesei ke-6 pada terapi aktivitas
kelompok sosialisasi pasien isolasi sosial
dapat bekerja sama dengan orang lain secra
baik, dan pada sesi ke-7 pasien isolasi sosial Diagram 1 Diagram pie karaktristik
dapat bersosialisasi dengan baik kepada responden isolasi sosial
orang lain. berdasarkan umur
Berdasarkan gambar 1 dapat diketahui
Metode Penelitian sebagian besar responden berumur 31-40
Dalam penelitian ini rancangan yang tahun yaitu sebanyak 57%.
digunakan adalah quasi eksperiment dengan
metode one-group pra-post test design, yaitu Karakteristik responden berdasarkan
mengungkapkan hubungan sebab akibat pendidikan
dengan cara melibatkan satu kelompok
subjek, metode penelitian ini ditujukan untuk
menguji pengaruh terapi aktivitas kelompok PENDIDIKAN
sosialisasi terhadap kemampuan
bersosialisasi. Sebagai populasi dalam 0% 0% Tidak
penelitian adalah semua Pasien skizofrenia sekolah
yang mengalami Isolasi Sosial Di Ruang Puri 14% 14% SD
Mitra Harapan Rumah Sakit Jiwa Menur
Surabaya sebanyak 7 orang, yang diambil
menggunakan tehnik total sampling Pasien SMP
skizofrenia yang mengalami isolasi sosial Di
72%
Ruang Puri Mitra Harapan Rumah Sakit Jiwa SMA
Menur Surabaya sebanyak 7 orang. Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah terapi
aktivitas kelompok sosialisasi dan variabel
terikat dalam penelitian ini adalah Diagram 2 Diagram pie karaktristik
kemampuan bersosialisasi. responden isolasi sosial
berdasarkan pendidikan

Berdasarkan gambar 2 dapat diketahui


sebagian besar responden memiliki tigkat
pendidikan SMA yaitu sebanyak 72%.
Karakteristik responden berdasarkan status Karakteristik responden berdasarkan berapa
perkawinan kali dirawat di RSJ

Status perkawinan Berapa kali di rawat di


RSJ
0%
14% tidak kawin 1
29% 14%
kawin kali
43%
duda
57% 43%
janda

Diagram 3 Diagram pie karaktristik Diagram 5. Diagram pie karaktristik


responden isolasi sosial responden isolasi sosial
berdasarkan status berdasarkan berapa kali
perkawinan dirawat di RSJ

Berdasarkan gambar 3 dapat diketahui Berdasarkan gambar 5 dapat diketahui


sebagian besar responden memiliki status sebagian responden pernah di rawat di
perkawinan sebanyak 57%. Rumah Sakit Jiwa sebanyak 2-3 kali (43%)
dan 1 kali (43%).
Karakteristik responden berdasarkan lama
dirawat di RSJ
Data Khusus
Karakteristik responden berdasarkan
Lama dirawat di RSJ kemampuan bersosialisasi sebelum
pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok :
0% 0% Sosialisasi

Tabel 1 Distribusi frekuensi resonden


29% 0-1 bulan
berdasarkan kemampuan
1-2 bulan bersosialisasi sebelum
2-3 bulan pelaksanaan Terapi Aktivitas
Kelompok Sosialisasi
71% >3 bulan
Kemampuan Jumlah Presentase
bersosialisasi

Diagram 4 Diagram pie karaktristik Mampu 0 0%


responden isolasi sosial
berdasarkan lama dirawat di Tidak mampu 7 100%
RSJ
Total 7 100%
Gambar 4 dapat diketahui sebagian besar
responden lama dirawat di RSJ terbanyak
yaitu 0-1 bulan (71%). Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui
bahwa seluruh responden tidak mampu
bersosialisasi sebelum pelaksanaan Terapi
Aktivitas Kelompok Sosialisasi dengan
jumlah responden 7 orang sebanyak (100%). seluruh responden tidak mampu
bersosialisasi yaitu sebanyak 100%, dan
Karakteristik responden berdasarkan setelah pelaksanaan Terapi Aktivitas
kemampuan bersosialisasi sebelum kelompok Sosialisasi sebanyak 5 orang (8%)
pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok : mampu bersosialisasi sedangkan responden
Sosialisasi yang tidak mampu bersosialisasi sebanyak 2
orang (2%).
Tabel 2. Distribusi frekuensi resonden
berdasarkan kemampuan Hasil analisis dari uji wilcoxson
bersosialisasi setelah diketahui bahwa nilai p=0,025 yaitu p <
pelaksanaan Terapi Aktivitas α (0,05) sehingga dapat dikatakan
Kelompok Sosialisasi bahwa ada pengaruh Terapi Aktivitas
Kelompok Sosialisasi terhadap
Kemampuan Jumlah Presentase kemampuan bersosialisasi pada pasien
bersosialisasi isolasi sosial diagnosa skizofrenia di
Mampu 5 8% Ruang Puri Mitra Permata Harapan
Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.

Tidak mampu 2 2%
PEMBAHASAN
Total 7 100%
Pada pembahasan akan diuraikan hasil
penelitian dari kemampuan bersosialisasi
sebelum pelaksanaan Terapi Aktivitas
Berdasarkan tabel 2 dapat
diketahui bahwa sebagian responden Kelompok Sosialisasi, kemampuan
tidak mampu bersosialisasi setelah bersosialisasi setelah pelaksanaan Terapi
Aktivitas Kelompok Sosialisasi, dan
pelaksanaan Terapi Aktivitas
pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok
Kelompok Sosialisasi dengan jumlah
Sosialisasi terhadap kemampuan
responden 2 orang (2%) sedangkan
responden yang mampu bersosialisasi di Ruang Puri Mitra Permata
bersosialisasi sebanyak 5 orang Harapan Surabaya, Desember 2015.
(8%).
Kemampuan responden dalam
Tabulasi Silang Kemampuan bersosialisasi bersosialisasi sebelum pemberian Terapi
sebelum dengan sesudah pelaksanaan TAK : Aktivitas Kelompok Sosialisasi terhadap
Sosialisasi pasien isolasi sosial.
Berdasarkan tabel 1 kemampuan
Tabel 3. Tabulasi silang kemampuan pasien bersosialisasi sebelum pelaksanaan
TAKS dapat dilihat bahwa seluruh responden
bersosialisasi sebelum dan setelah
pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok tidak mampu bersosialisasi yaitu sebanyak 7
Sosialisasi orang (100%). Berdasarkan informasi yang
didapat pelaksanaan TAK sudah dilakukan
setiap hari tetapi masih ada pasien yang tidak
Pelaksanaan TAK
mampu bersosialisasi dengan lingkungannya.
Pre % Post %
Menurut Kuntjoro (1989) dalam jurnal Jhon
Kemampuan
(2009) ada beberapa aspek ketidakmampuan
Bersosialisasi
bersosialisasi salah satunya yaitu tingkah
Mampu 0 0% 5 8% laku, hal ini berhubungan dengan kebutuhan
Tidak mampu 7 100% 2 2% sosial dalam kehidupan bermasyarakat
Total 7 100% 7 100% seperti bergaul. Jika kemamapuan bergaulnya
Uji Wilcoxson P= 0,025 baik maka kemampuan bersosialisasi
seseorang juga ikut baik. Berdasarkan hasil
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa hasil penelitian bila dikaitkan dengan teori maka
dari penelitian di Ruang Puri Mitra Permata terdapat keselarasan antara fakta dengan teori
Harapan Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya yang ada. Menurut peneliti hal ini disebabkan
karena seseorang yang sulit untuk bergaul tersebut bila tidak disalurkan dengan cara
dengan orang lain mereka cenderung tidak yang tepat maka pasien tersebut dapat
memiliki teman sehingga mereka merasa menyebabkan koping individu inefektif salah
lebih nyaman terhadap dirinya sendiri satunya resiko perilaku kekerasan.
daripada bergaul dengan orang lain. hal ini Berdasarkan hasil penelitian bila dikaitkan
dapat menyebabkan responden tidak dengan teori terdapat kesenjangan antara
memiliki kemampuan dalam bersosialisasi, fakta dengan teori. Menurut peneliti hal itu
sehingga didapatkan hasil seluruh responden dapat terjadi karena kemungkinan gangguan
tidak mampu dalam bersosialisasi sebelum persepsi sensori halusinasi responden masih
dilakukan TAKS. muncul, sehingga reponden mungkin masih
Berdasarkan data yang diperoleh dari merasakan kenyamanan terhadap halusinasi
diagram 2 dapat diketahui bahwa paling tersebut akibatnya responden tersebut masih
banyak responden dengan lama dirawat di suka menyendiri, tidak dapat berinteraksi
RSJ memiliki frekuensi yang sama yaitu 1 dengan baik, sedangkan pada responden
dan 2-3 kali (43%). Menurut Keliat (2010) perilaku kekerasan mungkin sebelumnya
menyebutkan penyebab dari perilaku isolasi responden tersebut memiliki riwayat isolasi
sosial adalah harga diri rendah yaitu perasaan sosial yang tidak tampak atau mungkin juga
negative terhadap diri sendiri, hilang responden tersebut sejak awal mengalami
kepercayaan diri, rasa gagal mencapai resiko perilaku kekerasan karena halusinasi,
keinginan yang ditandai dengan perasaan sehingga didapatkan hasil seluruh responden
malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah tidak mampu bersosialisasi.
terhadap diri sendiri serta gangguan
hubungan sosial. Berdasarkan hasil penelitian Kemampuan pasien bersosialisasi setelah
jika dikaitkan dengan teori maka terdapat pemberian Terapi Aktivitas Kelompok
keselarasan anatara fakta dan teori. Menurut Sosialisasi terhadap pasien isolasi sosial.
peneliti hal tersebut dapat terjadi karena Berdasarkan tabel 2 kemampuan
adaya pengalaman yang dialami oleh pasien bersosialisasi setelah dilakukan
responden, dimana pengalaman tersebut tindakan terapi aktivitas kelompok sosialisasi
dapat berpengaruh terhadap persepsi didapatkan data bahwa sebagian responden
responden karena stigma negative dari mampu untuk bersosialisasi yaitu sebanyak 5
lingkungannya seperti seringnya keluar orang (8%) dan responden tidak mampu
masuk Rumah Sakit Jiwa. Hal ini membuat bersosialisasi sebanyak 2 orang (2%).
responden malas berinteraksi dengan orang Kemampuan bersosialisasi responden
lain dan menjauh dari orang lain sehingga tersebut dipengaruhi oleh salah satu terapi
didapatkan hasil penelitian yang yaitu terapi aktivitas kelompok sosialisasi,
menunjukkan sebelum dilakukannya taks terapi tersebut dilakukan selama 45 menit
seluruh responden tidak mampu dalam waktu 8 hari. Pengaruh terhadap terapi
bersosialisasi. aktivitas kelompok sosialisasi tersebut
Faktor lain yang membuat seluruh didukung oleh teori dari Budi Anna Kelliat
responden tidak mampu bersosialisasi salah dimana yang mengemukakan bahwa terapi
satunya yaitu gangguan jiwa yang dialami aktivitas kelompok sosialisasi adalah upaya
sebelumnya seperti halusinasi dan resiko memfasilitasi kemampuan sosialisasi
perilaku kekerasan. Berdasarkan gambaran sejumlah klien dengan masalah hubungan
umum yang peneliti dapatkan dari 7 orang sosial. Berdasarkan hasil penelitian yang
responden memiliki riwayat gangguan dikitkan dengan teori terdapat kesamaan
persepsi sensori halusiansi sebanyak 4 orang antara fakta dengan teori. Menurut peneliti
(57%) dan responden yang memiliki riwayat hal ini dapat dikatakan bahwa terapi aktivitas
resiko perilaku kekerasan sebanyak 3 orang kelompok sosialisasi tersebut dapat
(43%). Menurut teori Damaiyanti (2012) membantu seseorang dalam bersosialisasi
penyebab terjadinya gangguan persepsi terhadap orang lain sehingga mereka akan
sensori halusinasi adalah isolasi sosial, cenderung mudah bergaul dan bekerja sama
sedangkan menurut Iyus (2011) seseorang dengan orang lain tanpa memiliki rasa
dengan Harga Diri Rendah mereka ketidakpercayaan terhadap dirinya. Sehigga
mengalami perasaan cemas, merasa tidak terdapat peningkatan kemampuan
mampu, tidak memiliki percaya diri, hal-hal bersosialisasi terhadp responden.
Faktor yang mendasari responden orang lain. dimana tanggung jawab tersebut
mampu untuk bersosialisasi setelah dilakukan dapat mempengaruhi seseorang dalam
terapi aktivitas kelompok sosialisasi salah bergaul dengan orang lain. Berdasarkan hasil
satunya yaitu faktor pendidikan. Menurut penelitian bila dikaitkan dengan teori
diagram 2 diagram pie berdasarkan terdapat keselarasan antara fakta dengan teori
karakteristik pendidikan terhadap pasien yang ada. Menurut peneliti, ketika seseorang
isolasi sosial didapatkan data, sebagian besar memiliki tanggung jawab terhadap orang lain
responden berpendidikan SMA sebanyak mereka cenderung akan mudah menerima
72%. Menurut Prof Dr.John Dewey yang informasi dari orang lain baik itu informasi
mengartikan bahwa pendidikan merupakan bersifat positif maupun negative, jadi pada
suatu proses pengalaman. Dimana saat pelaksanaan terapi aktivitas kelompok
pengalaman tersebut dapat mempengaruhi sosialisasi responden mudah untuk melewati
tingkat sosialisasi seseorang. Berdasarkan persesinya karena mereka mudah untuk
hasil penelitian bila dikaitkan dengan teori menerima informasi dari orang lain sehingga
maka terdapat keselarasan antara fakta dan setelah pelaksanaan TAKS terjadi perubahan
teori. Menurut peneliti hal tersebut dapat terhadap diri mereka yaitu mampu untuk
terjadi karena semakin tinggi tingkat bergaul dan berinteraksi terhadap orang lain.
pendidikan seseorang maka semakin banyak sehingga terdapat peningkatan kemampuan
pengalaman yang didapatkan, jadi saat bersosialisasi terhadap responden.
dilakukan terapi aktivitas kelompok
sosialisasi mereka telah mampu Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok
melakukannya karena sebelumnya mereka Sosialisasi terhadap kemampuan
telah memiliki pengalaman, sehingga terjadi bersosialisasi pasien isolasi sosial.
peningkatan kemampuan bersosialisasi Berdasarkan tabel 3 mengenai tabulasi
terhadap responden. silang kemampuan bersosialisasi sebelum
Kemampuan bersosialisasi seseorang dan setelah pelaksanaan Terapi Aktivitas
dapat dipengaruhi juga terhadap lamanya Kelompok Sosialisasi, terlihat ada pengaruh
dirawat di RSJ. Berdasarkan diagram 4 lama yang signifikan terhadap responden tersebut.
responden dirawat dirsj sebagian besar Seperti pada saat sebelum dilakukan tindakan
responden tersbut dirawat antara 0-1 bulan terapi aktivitas kelompok sosialisasi dari 7
sebanyak 71%, Menurut Noviandi (2008) responden yang peneliti temui seluruh
yang menyatakan semakin lama pasien responden tidak mampu bersosialisasi dengan
dirawat maka semakin banyak pasien baik, sedangkan pada saat setelah dilakukan
tersebut mendapat terapi pengobatan dan tindakan terapi aktivitas kelompok sosialisasi
perawatan. Berdasarkan hasil penelitian bila dari 7 responden, 5 responden mampu untuk
dikaitkan dengan teori maka terdapat bersosialisasi dengan baik sedangkan 2
keselarasan antara fakta dengan teori yang responden tidak mampu bersosialisasi dengan
ada. Menurut peneliti hal tersebut dapat baik. Dalam terapi Aktivitas Kelompok
terjadi karena responden sering mendaatkan Sosialisasi terdapat 7 sesi dimana didalam
pengobatan dan perawatan seperti terapi ketujuh sesi tersebut terdapat komponen
aktivitas kelompok sosialisasi, dimana setiap persesi diantaranya yaitu pada sesi pertama
sesi dalam terapi tersebut memiliki pengaruh responden diajarkan untuk memperkenalkan
yang baik terhadap kemampuan seseorang diri, hal ini sesuai dengan tujuan TAKS yang
dalam bersosialisasi. Sehingga terjadi dikemukakan oleh Budi Anna Keliat (2005)
peningkatan kemampuan bersosialisasi bahwa tujuan dari terapi aktivitas kelompok
terhadap responden. sosialisasi sesi 1 yaitu klien mampu untuk
Berdasarkan gambar 1 mengenai memperkenalkan diri. Berdasarkan hasil
karakteristik umur pada responden dapat penelitian bila dikaitkan dengan teori
diketahui bahwa sebagian responden berumur terdapat keselarasan antara fakta dengan teori
31-40 tahun (57%), dimana dalam tumbuh yang ada. Menurut peneliti hal tersebut dapat
kembang pada usia tersebut termasuk dalam terjadi karena saat dilakukan TAKS pada sesi
usia dewasa muda. Menurut Sunaryo (2004) 1 responden mampu untuk menyebutkan
pada fase dewasa memiliki tugas nama lengkap, nama panggilan, hobi, dan
perkembangannya yaitu belajar untuk saling alamat rumahnya. Pada sesi kedua responden
ketergantungan dan tanggung jawab terhadap diajarkan untuk berkenalan. Menurut Budi
Anna Keliat (2005) tujuan pelaksanaan terjadi karena saat dilakukan TAKS ada sesi
TAKS sesi 2 yaitu klien mampu berkenalan 6 responden mampu untuk bertanya,
dengan anggota kelompok. Berdasarkan hasil menjawab, dan meminta bantuan terhadap
penelitian bila dikaitkan dengan teori anggota kelompoknya. Pada sesi ketujuh
terdapat keselarasan antara fakta dengan teori responden diajarkan untuk bersosialisasi.
yang ada. Menurut peneliti hal tersebut dapat Menurut Budi Anna Keliat (2005) tujuan
terjadi karena saat dilakukan TAKS pada sesi dilaksanakannya TAKS pada sesi ke-7 yaitu
2 responden dapat menyebutkan nama klien mampu menyampaikan pendapat
lengkap, nama panggilan, hobi, dan alamat tentang manfaat kegiatan TAKS yang telah
teman kelompoknya. Sesi ketiga responden dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian bila
diajarkan untuk bercakap-cakap. Menurut dikaitkan dengan teori terdapat keselarasan
Budi Anna Keliat (2005) tujuan dilaksanakan antara fakta dengan teori yang ada. Menurut
terapi aktivitas kelompok sosialisasi pada peneliti hal tersebut dapat terjadi karena saat
sesi 3 yaitu klien mampu bercakap-cakap dilakukan TAKS pada sesi 7 responden
dengan anggota kelompok. Berdasarkan hasil mampu untuk menyebutkan manfaat
penelitian bila dikaitkan dengan teori dilakukannya terapi aktivitas kelompok
terdapat keselarasan antara fakta dengan teori sosialisasi. Jadi dalam ketujuh komponen
yang ada. Menurut peneliti hal tersebut dapat tersebut dapat diketahui bahwa terapi
terjadi karena saat dilakukan TAKS ada sesi aktivitas kelompok sosialisasi memiliki
3 responden mampu untuk bertaya dan pengaruh yang baik terhadap kemampuan
menjawab pertanyaan dari teman bersosialisasi terhadap orang lain, karena
kelompoknya. Pada sesi keempat responden dengan melakukan terapi aktivitas kelompok
diajarkan untuk bercakap-cakap topic sosialisasi seseorang dapat berinteraksi
tertentu. Menurut Budi Anna Keliat (2005) dengan baik terhadap orang lain sehingga
tujuan dilakukan TAKS sesi 4 yaitu klien responden tersebut memiliki rasa percaya diri
mampu menyampaikan dan membicarakan dan eningkatan harga diri ketika bergaul
topic percakapan. Berdasarkan hasil dengan orang lain.
penelitian bila dikaitkan dengan teori
terdapat keselarasan antara fakta dengan teori SIMPULAN DAN SARAN
yang ada. Menurut peneliti hal tersebut dapat
terjadi karena saat dilakukan TAKS pada sesi Berdasarkan hasil penelitian yang
4 responden mampu untuk memilih, dilakukan dengan jumlah responden 7 orang
menyampaikan, dan memberi pendapat mengenai pengaruh Terapi Aktivitas
terhadap topic yang disampaikan. Pada sesi Kelompok Sosialisasi terhadap kemampuan
kelima responden diajarkan untuk bercakap- bersosialisasi pada pasien isolasi sosial
cakap masalah pribadi. Menurut Budi Anna diagnose skizofrenia di Ruang Puri Mitra
Keliat (2005) tujuan dilaksanakan TAKS Permata Harapan Rumah Sakit Jiwa Menur
pada sesi 5 yaitu klien mampu Surabayadapat diambil kesimpulan 1)
menyampaikan dan membicarakan masalah Kemampuan pasien isolasi sosial diagnose
pribadi kepada orang lain. Berdasarkan hasil skizofrenia dalam bersosialisasi sebelum
penelitian bila dikaitkan dengan teori pemberian Terapi Aktivitas Kelompok
terdapat keselarasan antara fakta dengan teori Sosialisasi didapatkan bahwa semua
yang ada. Menurut peneliti hal tersebut dapat responden tidak mampu bersosialisasi dengan
terjadi karena saat dilakukan TAKS ada sesi baik yaitu sebanyak 7 orang. 2) Kemampuan
5 responden mampu untukmenyampaikan, pasien isolasi sosial diagnose skizofrenia
memilih, dan memberi pendapat terhadap dalam bersosialisasi setelah pemberian
orang lain. Pada sesi keenam responden Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
diajarkan untuk bekerja sama. Menurut Budi didapatkan bahwa sebagian besar responden
Anna Keliat (2005) tujuan dilaksanakan mampu untuk bersosialisasi dengan baik
terapi aktivitas kelompok sosialisasi pada sebanyak 5 orang. 3) Ada pengaruh Terapi
sesi 6 yaitu klien mampu bekerja sama dalam Aktivitas Kelompok Sosialisasi terhadap
permainan sosialisasi kelompok. Berdasarkan kemampuan bersosialisasi pada pasien isolasi
hasil penelitian bila dikaitkan dengan teori sosial diagnose skizofrenia. Saran yang dapat
terdapat keselarasan antara fakta dengan teori diberikan adalah 1) dosen dapat menerapkan
yang ada. Menurut peneliti hal tersebut dapat terapi aktivitas kelompok sosialisasi kepada
mahasiswa saat turun dinas di ruangan Medika
sehingga mahasiswa dapat menerapkannya Purwaningsih Wahyu, Ina Karlina. 2010.
dengan baik dan benar, 2) diharapkan untuk Asuhan Keperawatan Jiwa Terapi
terus melakukan terapi aktivitas kelompok Modalitas Dan Standard Operating
sosialisasi, khusunya pada paien isolasi Procedure (SOP). Yogyakarta : Nuha
sosial, agar kemampuan bersosialisasi pada Medika
pasien isolasi sosial semakin baik. PT. Jpg Multimedia. 2014. Pendertita
Gangguan Jiwa Terus Naik. Jakarta :
Www.Jpnn.Com/News/Penderita-
DAFTAR PUSTAKA Gangguan-Jiwa-Terus-Naik. Diunduh
Tanggal 19 November 2015 Pukul
Ardi Al-Maqqasari. 2014. Pengertian rasa 15.19
percaya diri (Jurnal hasil riset). Jakarta Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset
: www.e- Keperawatan. Jakarta : Graha Permai
jurnal.com/2014/03/pengertian-rasa- Sunaryo.2004. Psikologi Untuk
percaya-diri.html. Diunduh pada Keperawatan. Jakarta : EGC
tanggal 23 Nov 2015 pukul 14.00 Surtiningrum Anjas. 2010. Pengaruh Terapi
Damaiyanti Mukhripah, Dkk. 2012. Asuhan Suportif Terhadap Kemampuan
Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Bersosialisasi Pada Klien Isolasi
aditama Sosial. Semarang :
Dyanrch. 2015. Definisi permainan menurut Lib.Ui.Ac.Id/File?File=Digital/...T%20
para ahli . Jakarta : Anjas%20Surtiningrum.Pdf.Diunduh
dyanrch.weebly.com/design- tanggal 10 November 2015 Pukul
course/definisi-permainan-menurut- 12.07
para-ahli. Diunduh pada tanggal 23 Yoseph Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa.
Nov 2015 pukul 18.28 Bandung : Refika Aditama
Efendi Surya, dkk. 2012. Pengaruh
Pemberian Terapi AKtivitas Kelompok
Sosialisasi Terhadap Perubahan
Perilaku Klien Isolasi Sosial. Padang :
jurnal.fkep.unand.ac.id/index.php/ners
/article/download/73/68. Diunduh
tanggal 25 Oktober 2015 Pukul 15.08
Hawari, Dadang. 2006. Pendekatan Holistik
Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Ibrahim Sani Ayub. 2011. Skizofrenia
Splitting Personality. Tangerang :
Jelajah Nusa
Jhon Edision Purba. 2009. Pengaruh
Intervensi Rehabilitasi Terhadap
Ketidakmampuan Bersosialisasi Pada
Penderita Skizofrenia. Medan :
Repository.Usu.Ac.Id/Bitstream/12345
6789/6915/1/09E01834.Pdf. Diunduh
Pada Tanggal 23 Nov 2015 Pukul
13.00
Keliat Anna Budi, Dkk. 2007. Keperawatan
Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN.
Jakarta: EGC
, Akemat. 2004. Terapi
Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta : Salemba

Anda mungkin juga menyukai